Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa XII A - 22 Juni 08

Hello,

Injil dan bacaan pertama Minggu Biasa XI/A - 22 Juni 08 (Mat 10:26-33 Yer 20:10-13)
18 Juni 2008 09:05

TAK USAH TAKUT, TAPI JADILAH ORANG TAKWA!

Rekan-rekan yang baik!
Ditegaskan dalam Mat 10:26-33 bahwa para rasul tak usah takut akan kesulitan, perlawanan, dan penderitaan dalam menjalankan tugas mereka. Malah mereka didorong agar berteguh mempersaksikan Yesus. Apa warta petikan yang dibacakan dalam Injil Minggu Biasa XII/A bagi kita pada zaman ini?

Injil hari ini mengajak pembaca mengenali sumber kekuatan para rasul. Kesadaran inilah yang bakal memperkaya pembaca. Petikan tadi ditulis untuk menjelaskan mengapa para rasul bisa tetap teguh dalam perutusan mereka kendati mereka kerap ditentang. Jadi baik disadari bahwa kata-kata yang diperdengarkan dalam Injil bukannya langsung dimaksud untuk menyemangati pembaca zaman ini. Pemakaian Injil seperti itu akan mengobarkan perasaan yang cepat padam dan kurang menajamkan iman Injili yang bisa jadi pegangan kukuh. Dan cara mendalami seperti itu juga tercermin dalam bacaan pertama Yer 20:10-13 yang akan dibicarakan dalam tulisan ini.

PENUGASAN PARA RASUL

Para rasul dipilih Yesus untuk ikut serta dalam karyanya dan, dalam pandangan generasi selanjutnya, mereka menjadi para pemimpin dalam komunitas para pengikut Yesus. Apa konsekuensi penugasan ini bagi kehidupan mereka? Dalam ay. 16-25 disebutkan bahwa mereka diutus seperti domba ke tengah-tengah serigala dan hendaknya mereka cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Murid-murid akan dimusuhi, bahkan oleh orang-orang yang dekat, dengan alasan mereka itu menjadi murid Yesus. Bagaimanapun juga hendaknya mereka sadar bahwa Roh Bapa akan menyertai dan membela. Sekaligus mereka diharapkan agar juga tidak gegabah asal mau bertahan. Bila dianiaya di satu kota hendaklah pergi ke kota lain; urusan yang tidak bisa mereka jalankan sendiri sebaiknya diserahkan saja kepada Anak Manusia yang sudah datang (ay. 23).

Dengan menerima perutusan mereka, para rasul menjadi senasib dengan guru mereka. Ditolak, dimusuhi, diadili dan menghadapi risiko dibunuh pula. Senasib dengan guru mereka itu pahala dan konsekuensi menjadi utusannya. Tetapi mereka tidak ditinggalkan sendirian. Dalam arti apa? Ada kekuatan yang menyertai mereka dan menyelamatkan ketika sungguh terancam? Kiranya tidak sesederhana ini jawabannya. Janganlah diharapkan akan ada kekuatan ilahi, roh dari langit yang menjadi bodyguard, pengawal pribadi yang siap menolong bila terancam. Angan-angan seperti ini tidak cocok dan malah akan merendahkan kuasa langit serta kemungkinan-kemungkinan manusia. Tidak diajarkan agar para murid melihat diri menjadi orang yang bisa membuat para pengejek kualat dan kena hukuman dari atas. Itu cara-cara kaum preman rohani, dan bukan yang diharapkan dari rasul-rasul Yesus. Para rasul diminta berani memakai sumber kemanusiaan mereka dalam menjalankan tugas luhur mereka. Mereka diharapkan dapat menilai keadaan - bijaksana. Dan tetap tulus - menjaga integritas diri mereka.

JANGAN TAKUT!

Petikan yang sedang diulas ini memiliki dua bagian, yang pertama ialah Mat 10:26-31 dan yang kedua Mat 10:31-32. Bagian pertama memuat ungkapan "Jangan takut!" sampai empat kali (ay. 26 28a 28b 31). Bagian kedua berbicara mengenai keberanian bersaksi dan baru dapat didalami atas dasar bagian yang pertama. Oleh karena itu marilah kita dalami bagian pertama terlebih dahulu.

GUS: Matt, kayaknya kata-kata yang kausampaikan dalam ay. 23-31 itu mirip dengan Luk 12:2-9. Apa saling kutip? Mark kok diam.

MATT: Ah, kan sudah tahu bahwa selain mengolah kembali tulisan Mark, aku dan Luc juga memakai catatan-catatan mengenai kata-kata Yesus yang baru beredar setelah Mark selesai menulis Injilnya.
GUS: Tapi kau agak berbeda dengan Luc yang langsung berkata (Luk 12:2) bahwa tak ada yang tertutup yang takkan dibuka. Engkau mulai dengan mengatakan jangan takut terhadap "mereka" - tentu maksudmu mereka yang memusuhi - dan baru sesudah itu pembicaraannya sejajar degan Luc.
MATT: Sengaja kutonjolkan ungkapan "jangan takut" agar jelas bahwa wartanya terbingkai oleh gagasan itu.
GUS: Tolong jelaskan lebih lanjut!
MATT: Tugas yang dimaksud ialah menjelaskan kepada orang banyak siapa Yesus itu. Tugas ini bisa menakutkan yang ditugasi. Bisa bikin waswas diri sendiri. Jangan-jangan pengalaman amat pribadi percaya dan berguru pada Yesus itu diketahui orang banyak dan mereka dimintai pertanggungjawaban. Kan para murid itu dulu sealiran dengan orang-orang yang kemudian mau mempertanyakan keyakinan mereka.
GUS: Kau bilang waswas. Bener kagak kalau dikatakan waswas itu tidak sehat. Waswas itu rasa takut yang disebarkan oleh mereka yang tak bermaksud baik. Kekhawatiran yang menggoda terus-menerus dan bisa melemahkan. Eh, tahu tidak bahwa "waswas" itu asalnya dari kata Arab dan artinya bisikan setan yang bikin bingung, membuat hilang kepercayaan. Jadi "jangan takut" yang kita bicarakan ini menyangkut rasa waswas seperti ini kan?
MATT: Ehm, prof filologi Semit! Tapi benar, yang dimaksud memang jangan membiarkan diri dihanyutkan rasa takut yang begitu itu, yang hanya bikin waswas terus, yang mengendurkan semangat.
GUS: Tanya lagi nih tentang hubungan dengan sumber kalian bersama tadi. Yesus mengatakan agar murid tidak takut, yakni tak usah waswas, akan mereka yang bisa membunuh tubuh, tapi tidak dapat mencelakakan jiwa. Yang hendaknya ditakuti itu Dia yang bisa membinasakan jiwa dan tubuh di dalam neraka. Luc (Luk 12:4-5) yang biasa berpikir Yunani itu tidak memakai pembedaan tubuh dan jiwa seperti Mat 10:28.
MATT: Maksudku memang untuk menajamkan perbedaan yang di luar dan yang di dalam hidup kita. Tubuh bisa dicincang, tapi jiwa itu milik Yang Mahakuasa. Takutilah Dia kalau kau memang mau mengerti rasa takut yang membawa kalian ke dekat Dia.
GUS: Jadi para rasul tak usah waswas akan mereka yang bisa mempersukar yang di luar, tetapi tak bisa mengubah keyakinan. Kemudian para rasul itu juga diperingatkan agar takwa kepada Dia! Begini, Matt, kata takwa itu kan dari Arab taqwa, artinya takut kepada kekuatan ilahi degan sikap menghormat, dan mengharapkan kekuatan darinya, bukan takut yang waswas tadi itu, yang membuat orang mau melarikan diri.
MATT: Menarik! Mestinya dulu aku nulis dalam bahasa Indonesia...!
GUS: Para rasul juga diminta agar tak lagi waswas karena mereka itu jauh lebih bernilai daripada burung pipit yang walaupun harganya cuma sepeser toh tidak dibiarkan jatuh ke bumi tanpa kemauan Bapa di surga.
MATT: Begitulah, yang seremeh itu saja diperhatikan, apalagi para rasul. Tentu saja mereka dilindungi Bapa. Maka tak usah waswas, begitulah kiranya cara berpikir yang hendak diajarkan Yesus kepada para utusannya.

Pembicaraan dengan Matt ini menerangkan mengapa dalam ay. 32 ditegaskan bahwa barangsiapa mengakui Yesus di depan manusia, maka Yesus pun akan mengakuinya di depan Bapanya. Mengakui Yesus tentunya menerima warta Yesus tanpa membiarkan diri diusik rasa waswas dan terpengaruh bisikan-bisikan jahat mengenai dirinya, melainkan menjalankan perutusan dengan sikap takwa kepada Dia yang mengutus Yesus sendiri, yakni Bapanya. Jadi, menyangkal ialah membiarkan diri terus menerus hidup dalam perasaan tak menentu, waswas akan kebenaran warta Yesus, dan dengan demikian menyangkal juga yang mengutusnya. Orang seperti ini sudah berkubu kepada pembisik rasa waswas tadi dan tidak takwa kepada Bapa.

Pembedaan waswas dengan takwa itu dapat membuat kita semakin mengenali rasa takut, kurang aman, gelisah yang memang menjadi bagian dalam hidup kita sebagai manusia. Bisa saja keduanya tercampur, tapi makin diperiksa, arah-arahnya akan makin terlihat.

AJARAN KEBIJAKSANAAN

Dalam Mat 10 termuat perkataan Yesus yang kemudian menjadi bekal bagi para utusannya. Bukan bekal fisik, melainkan bekal kebijaksanaan. Yang dimaksud ialah kepintaran menilai keadaan. Mereka juga diberi tahu (ay. 11-15) agar tidak memaksa-maksakan "salam". Mereka tidak disuruh menjadi pemertobat orang banyak dari pintu ke pintu, dari rumah ke rumah. Bila disambut baik, syukur, dan di situlah damai bisa diwartakan lebih jauh. Bila tidak diterima, pergi saja, dan tak usah memberi kesan pernah berjalan ke situ, ini arti mengebaskan debu. Kebebasan orang yang menerima atau yang kurang menerima patut dihormati. Juga dalam keadaan dimusuhi atau berada di lingkungan yang kurang menguntungkan mereka dianjurkan agar bersikap bijaksana dan apa adanya, tulus (ay. 16). Bahkan bila mereka diperlakukan dengan buruk di satu tempat, tak usah ngotot bertahan seolah-olah mereka tugas pokok mereka itu mati sebagai martir. Yesus mengajarkan, dalam keadaan itu lebih baik pindah mewartakan ke kota lain (ay. 22). Kebijaksanaan ini membuat mereka sanggup bertahan.

Dalam nasihat-nasihat agar jangan takut para rasul diajar mengamati rasa takut, mana yang melemahkan, mana yang menguatkan. Bagi kita? Boleh jadi tidak semua dari kita perlu merasa diutus seperti para rasul dulu. Jelas tidak semua diberi tanggung jawab seperti mereka. Namun bekal bagi kita sama. Kebijaksanaan dan ketulusan. Dan juga baru berguna bila dipakai.

MENGENAI BACAAN PERTAMA (Yer 20:10-13)

GUS: Pak Yer, tulisan Nabi Yeremia yang kita dengar ini isinya kok keluhan melulu ya?
YER: [ketus] Tauk! Tanyak ke sana sendiri!
GUS: [sadar salah pencet tombol, ambil strategi baru omong-omong] Nanti deh kalau ketemu. Bacaan kali ini kiranya tentang Nabi Yeremia yang barusan dibogem mentah imam Pasyhur bin Imer yang kemudian menjebloskan sang nabi ke dalam penjara (Yer 20:1-6) karena kritik pedasnya terhadap tipisnya iman di kalangan kaum beragama resmi di tempat ibadat Pasyhur tadi.
YER: [mulai tertarik] Memang, itu terbaca dalam Yer 19:, terutama ayat 15. Nabi yang kini meringkuk di penjara itu kemudian mendaraskan doa (Yer 20:7-9) yang memang kedengaran seperti keluh kesah.
GUS: Jadi bukan semata-mata meratapi keadaan diri?
YER: Far from it! Yang kedengaran seperti keluh kesah itu sebetulnya mawas diri, menyadari bahwa hati nurani dan kata-katanya menjadi jalan bagi Yang Maha Kuasa mengingatkan orang banyak akan keadaan mereka sendiri.
GUS: Menarik, Pak Yer, apa keadaan mereka itu bisa dikatakan seperti kurang mengindahkan Dia sendiri dan malah mengolok-olok dan menyakiti orang yang mau memperkenalkanNya dengan baik-baik?
YER: Begitulah, mengerti sendiri kan?
GUS: Dalam petikan yang dibacakan Nabi Yeremia merasa sendirian, ditinggalkan mereka yang dekat, dimusuhi tapi ia juga mengatakan bahwa Tuhan menyertai dia sehingga ia tak kehilangan semangat, tak gentar oleh bisikan-bisikan orang banyak yang berisi ancaman memperkarakannya. Dia akan dibuktikan benar oleh Dia sendiri (Yer 20:10-12).
YER: Lha iya, malah Nabi Yeremia berani berkata mereka yang melawannya akan kena malu sendiri karena mereka akan terbukti keliru. Maka ia malah makin percaya diri, bukan sambat-sambat melulu, tapi mengajak orang bergembira memuji Yang Maha Kuasa (Yer 20:13).

Kiranya Nabi Yeremia sadar akan risiko yang dihadapinya dan tidak undur melainkan berteguh dalam komitmennya untuk setia pada Tuhannya. Baginya yang membuatnya mengalami resiko dan bahaya juga sekaligus sumber kekuatannya. Tapi jelas juga yang hendak disampaikan teks Yeremia bukanlah imbauan agar orang meniru melainkan ajakan untuk menemukan kepuasan dan keberanian, bukan ngotot bersaksi atau berkeyakinan begitu saja.


Salam hangat,
A. Gianto

Injil Minggu Biasa XI A - 15 Juni 2008

Hello,

Injil dan bacaan pertama Minggu Biasa XI/A 15 Juni 2008 (Mat 9:36-10:8 Kel 19:2-6)
11 Juni 2008 09:03

PENGABDIAN RASUL DAN KEBUTUHAN UMAT

Rekan-rekan yang budiman!

Mat 9:36-10:8 yang dibacakan pada hari Minggu XI tahun A ini  berlapis-lapis wartanya. Disebutkan dalam 9:36-38 bagaimana Yesus tergerak hatinya melihat orang banyak mengharapkan pertolongan dan dampingan. Ia menganjurkan para muridnya memohon kepada Yang Mahakuasa agar mengirim pekerja-pekerja menuai hasil yang sudah tersedia. Kemudian dalam 10:1-4 diberitakan peresmian keduabelas rasul, lengkap dengan daftar nama serta pemberian kuasa untuk mengusir roh jahat dan menyembuhkan dari segala penyakit dan kelemahan. Selanjutnya dalam 10:5-8 diceritakan bagaimana para rasul diutus untuk melayani mereka yang membutuhkan pertolongan.

DUA ARAH PERUTUSAN

Pada akhir Injil Matius diceritakan, para rasul diutus untuk menjadikan semua bangsa murid Yesus (Mat 27:19). Tetapi ini baru terjadi setelah kebangkitan. Ketika Yesus masih di dunia, seperti disebutkan dalam petikan hari ini, ia mengutus mereka hanya kepada domba yang hilang dari umat Israel. Dengan jelas bahkan disebutkan agar mereka tidak mendatangi wilayah Samaria, apalagi negeri asing dan orang luar. Baru setelah kebangkitanlah pengajaran Yesus terbuka bagi semua orang. Dan murid-murid akan ditugasi membawakannya ke semua penjuru dunia. Mereka akan menemukan cara-cara menyampaikannya kepada orang-orang yang tadinya tidak diperhitungkan. Karena mereka yang pertama-tama dituju telah menolak, ajakannya kini akan dilimpahkan kepada orang-orang lain. Begitulah penjelasan adanya dua arah perutusan.

Dalam Injil Matius, sejak awal Yesus ditampilkan sebagai raja yang mendatangi umatnya, yakni Israel. Itulah inti kisah kelahiran Yesus menurut Matius. Dia itu Imanuel yang jauh-jauh hari sebelumnya telah dinubuatkan Yesaya (Yes 7:14). Dia diperkenalkan sebagai raja baru di Yudea, ditakuti Herodes, tapi didatangi dengan penuh hormat oleh orang-orang bijak dari Timur.

Yesus diutus kepada orang-orang yang tak tahu lagi kepada siapa harus mencari pegangan. Dia mendatangi umat yang mengharapkan pemimpin yang tepercaya. Mereka seperti domba yang kehilangan arah, panik, tubruk sana tabrak sini. Para rasul diberi kuasa oleh Yesus sang Gembala untuk ikut melayani domba-domba tadi. Para rasul dipercaya untuk ikut mengusahakan agar umat tidak gampang terseret arus atau diombang-ambingkan keadaan yang tidak menentu. Kuasa rasuli ini seperti itu masih ada dalam komunitas orang beriman. Karena itu Gereja dapat menjadi pelayan kemanusiaan. Terutama pada saat-saat kemanusiaan membutuhkan pegangan. Tidak usah kita sempitkan pembicaraan pada masalah-masalah yang menyangkut struktur kepemimpinan dalam Gereja. Ada sejarah yang panjang yang mendasari pengaturan kelembagaan di dalam komunitas Gereja. Lebih berguna berusaha melihat bagaimana Injil hari ini mengajarkan bahwa kuasa melayani itu memang asalnya dari Yesus sang utusan Allah sendiri. Kuasa itu kuasa yang diabdikan pada umatNya. Kuasa ini sakral, baik bagi pengemban maupun bagi umat. Tidak bisa diklaim oleh perorangan. Yang mendapatkannya akan merasakan tanggung jawab yang besar dalam pelaksanaannya.

Menurut Matius para rasul diikutsertakan dalam tugas memberitakan bahwa "Kerajaan Surga sudah dekat" dan membawakan kesembuhan (Mat 10:7-8). Berwarta dan menyembuhkan, itu semua telah dijalankan Yesus sendiri. Masih ada satu kegiatan lain yang dilakukannya, yakni mengajar tentang siapa itu dirinya dan siapa Allah yang diperkenalkannya itu. Tetapi baru setelah Yesus bangkit, murid-murid akan betul-betul diikutsertakan di dalam kegiatan mengajar (Mat 27: 19). Baru setelah semuanya terjadi. Dengan kata lain, baru setelah kebenaran yang diajarkan ditegaskan oleh kuasa ilahi sendiri. Untuk sementara kini mereka masih belajar memahami kebenaran yang dibawakan Yesus dalam pewartaan dan penyembuhan.

Dalam ay. 8 para rasul diminta memberikan dengan cuma-cuma apa saja yang telah mereka terima dengan cuma-cuma pula. Artinya, mereka dihimbau agar berani berbagi keteguhan iman yang telah ditumbuhkan Allah dalam diri mereka sendiri. Hanya mereka yang berjiwa merdeka seperti ini dapat mewartakan dan menyembuhkan orang lain dalam macam-macam arti dan wujud. Tak terbatas pada hal-hal yang lazim dikenal. Iman yang hidup mengambil wujud yang tak terduga-duga. Inilah kekuatan iman dan inti kegiatan rasuli.

DUABELAS RASUL

Daftar keduabelas rasul dalam Mat 10:2-4 mengikuti Mrk 3:16-19 yang menjadi dasar Luk 6:14-16 pula. Ada beberapa perubahan dalam daftar Matius. Nama Andreas, yang ada dalam urutan ke empat dalam daftar Markus kini ditempatkan pada urutan kedua, boleh jadi untuk mendekatkan kepada Simon saudaranya. Matius juga mengubah "Matius dan Tomas" dalam Markus menjadi "Tomas dan Matius pemungut cukai", demi enaknya gaya bahasa. Namun tambahan yang paling penting yang dibubuhkan Matius ialah penyebutan bahwa Simon ialah yang rasul yang pertama. Dalam Injil Matius memang Simon lebih ditonjolkan sebagai yang pertama dari antara para rasul. Simon itu juga yang nanti dalam Injil Matius (16:17-19) digambarkan mendapat kedudukan khusus sebagai dasar umat dan juru kunci Kerajaan Surga.

Dalam Injil Matius kata "rasul" hanyalah muncul satu kali, yakni dalam Mat 10:2, begitu juga dalam sumber Matius yang masih kita lihat dalam Mrk 6:30. Injil Lukas di lain pihak lebih sering memakai kata itu, boleh jadi karena Lukas melihat rasul sebagai jabatan yang ada dalam komunitas yang dikenalnya. Bagaimanapun juga, rasul itu artinya utusan. Mereka diberi kuasa menyampaikan berita dan mengerjakan urusan atas nama yang mengutus. Utusan hanya dapat mengerjakan tugasnya bila memang tepercaya, baik di mata yang mengutus maupun di hadapan mereka yang didatangi.

Keduabelas rasul itu lambang duabelas suku Israel. Gagasan duabelas suku ini berkembang sejak lama dan menjadi cara umat Perjanjian Lama memahami diri sendiri. Oleh karena itu dapat menjadi lambang yang menyatukan umat yang mau membangun diri sebagai umat baru yang dihidupi oleh kekuatan Tuhan sendiri. Amat berbeda dengan pandangan yang terpancang pada pegangan yang sudah-sudah dan yang makin membatu, pada kebiasaan-kebiasaan yang sudah tanpa arti lagi, pada hukum yang menyesakkan, pada rasa takut melulu.

DARI BACAAN PERTAMA (Kel 19:2-6)

Spiritualitas kerasulan di atas erat hubungannya dengan gasasan pokok dalam bacaan pertama  mengisahkan bagaimana umat yang berjalan menuju Tanah Terjanji kini tiba di padang Sinai, dan berkemah di depan gunung. Musa yang memimpin mereka naik menghadap Yang Maha Kuasa di atas gunung untuk mendengarkan sabdaNya dan menyampaikannya kepada umat.. Di sana ia mendengar bahwa bila umat sungguh-sungguh mendengarkan sabdaNya dan berteguh pada hukum-hukum perjanjianNya maka umat akan menjadi "harta kesayanganNya", artinya dekat padaNya dan diperhatikan secara khusus. Umat akan menjadi "kerajaan imam", artinya mereka menjadi sekumpulan orang yang menjadi pengantara seluruh umat manusia dan seluruh bumi ke hadapan Yang Maha Kuasa. Tugas ini mulia walaupun berat. Namun umat akan menjadi "bangsa yang kudus", maksudnya, dikhususkan dari antara bangsa.-bangsa lain. Tentunya bukan untuk memisahkan diri belaka, melainkan dikhususkan agar dapat menjalankan penugasan menjadi pengantara tadi.

Pengertian-pengertian khas "bangsa kesayangan", "kerjaan imam", "bangsa khusus" di atas mendasari kerohanian dalam penugasan kedua belas rasul dalam Mat 10:1-8. Mereka diberi kuasa mengusir roh jahat, artinya menjauhkan hal-hal yang bisa menghalangi manusia mengalami kehadiran Allah yang memberi kelegaan. Juga mereka diberi kuasa menyembuhkan dari penyakit dan kelemahan. Ungkapan ini sama cakupannya dengan mengusir roh jahat. Mereka diberi kuasa. Namun pelaksanaannya dipercayakan kepada masing-masing. Di situlah terletak keluhuran panggilan rasuli. Menurut Mat 10:5 para rasul diutus. Mereka kini diminta mengamalkan kuasa yang dipercayakan kepada mereka untuk melayani orang-orang.

MEMBUAT TUAIAN BERLIMPAH?

Dalam Injil, musim menuai kerap dipakai sebagai ibarat sudah tibanya saat memetik hasil usaha yang telah lama dijalankan dan dinanti-nantikan buahnya. Orang-orang pada zaman itu hidup dalam harapan akan datangnya seorang pemimpin yang akan membawa mereka ke jalan yang aman. Orang-orang butuh pegangan. Dan kegiatan Yesus di tengah-tengah banyak orang pada zamannya menjadi tanda bahwa kini Allah mendatangi umatnya dalam diri tokoh ini. Banyak orang berhasrat mendekat dan memperoleh sesuatu darinya. Musim menuai sudah tiba.

Ajakan meminta agar empunya tuaian, yakni Allah sendiri, mengirim lebih banyak pekerja-pekerja dimaksud agar tuaian makin utuh dan melimpah. Bila tidak ada cukup penuai, batang gandum dan bijinya akan kering membusuk dan tak berguna lagi. Begitulah jalan pikirannya. Penuai jelas menentukan berhasil tidaknya musim tuaian. Minat dan harapan yang besar di kalangan umat akan sia-sia bila tak ada cukup orang yang melayaninya. Mereka akan tetap antre di luar. Siapa yang tidak iba hati melihat keadaan ini?

Mengapa bukan para murid yang diminta agar mencari dan menemukan penuai-penuai, mengapa empunya tuaian-lah yang diminta mengirim pekerja-pekerja? Boleh jadi memang ada hal yang hendak ditonjolkan. Diajarkan sikap melepaskan klaim bahwa kerasulan yang begini atau yang begitu adalah urusan si rasul sendiri: jika sukses ya karena kerjanya baik, kalau gagal ya karena kurang efisien. Pemikiran seperti ini kiranya justru mau dijauhi. Sering dalam pelaksanaan kerasulan para tokoh bersitegang mengenai cara mana akan lebih jitu, siapa yang lebih cekatan menjalankan urusan. Kerajaan Surga memakai ukuran-ukuran lain. Berhasil tidaknya penuai boleh jadi hanya Dia saja yang tahu. Karena itu kegiatan rasuli yang sejati itu kegiatan yang membawa orang makin mendekat kepada Dia yang mau menolong orang-orang yang butuh bimbingan dariNya sendiri.

Salam hangat,
A. Gianto

Minggu Biasa X A - 8 Jun 08

Injil dan bacaan pertama MgBiasa X/A 8 Jun 08 (Mat 9:9-13 Hos 6:3-6)

PANGGILAN DALAM HIDUP SEHARI-HARI

Rekan-rekan yang baik!
Pada hari Minggu Biasa X tahun A ini dibacakan Mat 9:9-13. Petikan itu berawal dengan kisah Yesus mengajak seorang pemungut cukai yang bernama Matius untuk menjadi pengikutnya (ay. 9) dilanjutkan dengan makan bersama dengan para pemungut cukai dan para pendosa (ay. 10-13). Tindakan ini mengundang tanda tanya dari pihak kaum Farisi. Tetapi Yesus menjelaskan mengapa ia justru mau bergaul dengan orang-orang yang biasanya disingkiri. Apa maksud kutipan dari Hos 6:6 pada ay.13a? Apa Warta Gembira seluruh petikan ini?

Injil Minggu Biasa IX A - 1 Jun 08

Hello,

Injil dan Bacaan Pertama Minggu Biasa IX/A - 1 Jun 08 (Mat 7:21-27 Ul 11:18.26-28.32)
27 Mei 2008 08:52

Rekan-rekan yang baik!
Dalam Mat 7:21-27 Yesus menegaskan bahwa yang membuat orang masuk ke Kerajaan Surga ialah menjalankan kehendak "Bapa-ku yang di surga" dan bukanlah semata-mata menjalankan pelbagai kebaikan, seperti bernubuat, mengusir setan, bermukjizat demi nama Tuhan. Pengajaran ini bagian dari Khotbah di Bukit (Mat 5-7) yang memuat dasar-dasar kehidupan umat baru: Sabda Bahagia (5:1-12) yang dilanjutkan dengan penegasan bahwa para murid itu garam dunia (5:12-14) dan bahwa Yesus mengajar untuk meneguhkan serta menjalankan yang sudah mereka ketahui dari Taurat Musa (5:17-48). Khususnya bila memberi sedekah, hendaknya tak usah mempertontonkannya (6:1-4), begitu juga bila berdoa (6:5-15; "Bapa Kami" 9a-13) dan berpuasa (6:16-18).  Umat diajar agar tak terikat pada kekayaan duniawi 6:19-24) dan menumbuhkan sikap pasrah kepada kebesaran ilahi agar rasa khawatir teratasi (6:25-34). Hendaknya murid tidak bersikap mau menghakimi orang lain (7:1-5), hendaknya bersikap hormat akan barang keramat (7:6), berteguh dalam memohon (7:7-11), berani berusaha walau jalan kebenaran terasa sesak dan sempit pintunya (7:12-14), sambil mewaspadai sikap kesalehan palsu (7:15-23), tetapi hendaklah bijaksana dan penuh perhitungan (7-24-27). Orang banyak menjadi takjub karena Yesus mengajar sebagai orang yang berkuasa, bukan seperti para ahli Taurat mereka (7:28-29).

DARI BACAAN PERTAMA (Ul 11:18. 26-28. 32)

Konteks pengajaran Yesus ialah kehidupan rohani umat Perjanjian Lama. Dapat dikatakan, inti kerohanian mereka ialah meluhurkan Sabda Ilahi dan menyediakan diri untuk ditempatiNya. Dengan demikian mereka berbagi hidup denganNya dan menemukan kebahagiaan sejati. Sabda dapat dikenali dalam ujud Taurat yang memuat macam-macam ketetapan serta peraturan kehidupan umat. Oleh sebab itu, menjalankan semua ini dengan sebaik-baiknya menjadi jalan menuju ke kebahagiaan hidup dan keselamatan. Kesadaran seperti ini tercermin dalam bacaan pertama, Ul 11:18. 26-28. 32. Orang diimbau agar menaruh perkataan ilahi dalam hati dan jiwa - maksudnya dalam pikiran, anganan, dan dalam kehidupan. Juga diminta agar perkataan itu diikatkan sebagai tanda pada tangan dan menjadi lambang di dahi (ay. 18). Begitu maka semua perbuatan ("tangan") dan maksud tujuannya ("dahi") dihubungkan langsung dengan Sabda Ilahi sendiri. Tentu saja bukannya tindakan luar belaka. Bila tidak disertai kesungguhan, maka perkataan yang mendatangkan berkat itu malah membuat orang terkutuk justru bila tidak menjalankannya (ay. 26-28). Oleh karena itu orang sekali lagi diimbau untuk mengikuti ketetapan-ketetapan dan peraturan hidup yang membuat kehadiran Sabda terlaksana dalam kehidupan umat (ay. 32). Boleh dikatakan "hukum-hukum Taurat" dimaksud untuk memudahkan orang mendekat kepada Sabda Ilahi sendiri. Tetapi bukanlah peraturan-peraturan itulah yang menjadi pokok. Lama kelamaan dalam keagamaan umat Perjanjian Lama hukum-hukum itu disamakan dengan tujuan sehingga memberatkan. Oleh karena itu berkembang profesi para ahli hukum Taurat yang menjelaskan makna peraturan dan mengarahkan pada tujuan hukum itu sendiri.

Pada zaman kemudian ada pengajar-pengajar yang justru menekankan sisi hukum dan bukan isi serta tujuannya. Mereka membuat umat terbebani. Sabda Ilahi yang memerdekakan batin malah tidak ditekuni. Pengajaran Yesus di Bukit (Mat 5-7) khususnya 5:17-48 bertujuan mengembalikan peraturan Taurat ke tujuan semula. Dan orang banyak menangkap arah ini, oleh karena itu diceritakan Matius bahwa mereka takjub Yesus mengajar sebagai orang yang berkuasa, bukan seperti para ahli Taurat mereka (7:28-29).

AGAMA OBROLAN & OBRALAN?

Sebuah ironi bahwa agama sering menjadi buah bibir dan dibicarakan dalam banyak kesempatan, tetapi berhenti dalam bentuk obrolan belaka. Memang enak memperkatakan hal-hal yang ada "di sana", bebas dari macam-macam kenyataan yang tak mengenakkan dalam hidup sehari-hari. Kerap juga sumber-sumber hidup agama, terutama Kitab Suci dikemas dalam bentuk seruan-seruan moral seperti barang obralan belaka. Inilah kiranya yang melatari Mat 7:21 "Bukan setiap orang yang berseru kepadaku 'Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan orang yang melakukan kehendak Bapaku yang di surga." Memang agama menolong orang untuk melihat arah ke depan, ke hidup kekal, ke keselamatan. Namun menaruh agama dalam arahan itu sering membuat orang lupa daratan, menjauhi kenyataan di sekeliling. Masalah ini saya bawa kepada Matt.

GUS: Ini nih, kok petikan kali ini ditaruh dalam hubungan dengan "pada hari terakhir" (ayat 22), maksudnya apa?
MATT: Saat orang tahu betul apa yang betul dan apa yang tidak.
GUS: Lho, jadi sekarang ini tidak begitu jelas mana yang benar?
MATT: Kiranya begitu. Tapi ada pegangannya, sudah disebut di situ: menjalankan kehendak "Bapa-ku yang ada di surga".
GUS: Penjelasannya bagaimana, umat di paroki masih bertanya-tanya.
MATT: Ehm, ungkapan "Bapa-ku yang ada di surga" itu khas ajaran sang guru kita Yesus. Ingat, bahwa "Bapaku" itu kalau dilacak Aramnya dikatakan bukan untuk membedakan "Bapaku" dengan "Bapamu" atau bapanya kaum ini atau itu, tapi untuk menyebut Yang Mahakuasa dengan cara akrab, dekat, tanpa sungkan-sungkan.
GUS: Kok masih kabur. Apa maksudnya membedakan Tuhan Allah yang jauh dan yang dekat, penuh perhatian?
MATT: Persis! Dalam doa Bapa Kami para murid diajak untuk belajar berani memanggil Yang Mahakuasa dengan cara itu. Jadi kita didorong untuk belajar mendekat ke Yang Mahakuasa tanpa takut-takut, walau hormat dan pasrah. Maka doanya berlanjut dengan "jadilah kehendakMu".
GUS: Tapi apa sih kehendak Bapa itu? Bagaimana kita bisa tahu?
MATT: Belum belajar? Lupa novisiat? Begini, orang Perjanjian Lama boleh tahu yang dikehendakiNya lewat Taurat. pada zaman Yesus orang banyak diajak mengikuti tafsir Taurat yang hidup dan menakjubkan, yakni Yesus sendiri. Itu dia pegangannya.
GUS: Jadi gampangnya, kalau buka Kitab Suci, kitab pertama, Kejadian mulai dengan pernyataan kehendak Yang Mahakuasa, "Jadilah terang!" dan begitu ciptaan mulai dan seterusnya. Ini kan pegangan kita? Kehendak ilahi dalam menciptakan wahana kehidupan di jagat ini?
MATT: Wah, pintar nih. Lalu?
GUS: Dari Oom Hans kita tahu bahwa "terang" itu ialah Sabda, yang kenyataannya ialah Yesus yang kita ikuti ini kan?
MATT: Eh, kalau begini terus nanti kami jadi murid.
GUS [geli, Matt sih memang tidak kenal tulisan Oom Hans, tahunya hanya Mark]: Kita setuju saja, melakukan kehendak Bapa yang di surga itu sama dengan tidakmenghalangi agar Terang semakin meluas dan Sabda makin didengar.
MATT [serius mukanya]: Ya tentu itu yang dimaksud! Mereka yang menggembar-gemborkan telah begini begitu sebenarnya tidak membiarkan Sabdanya makin kedengaran, melainkan kata-kata mereka sendiri. Masuk Kerajaan Surga itu bukan upaya sendiri melainkan diupayakan oleh Yang Di Atas sana. Hanya perlu membiarkan diri dibawa ke sana.

DUA JALAN

Dalam bagian kedua Injil Minggu kali ini disampaikan perumpamaan mengenai orang yang membiarkan diri diresapi Sabda, yakni "mendengar perkataanku dan melakukannya" sebagai orang yang membangun rumah di atas batu. Akan tetap kokoh sekalipun diterpa hujan dan angin. Tetapi yang mendengar dan tidak menjalaninya - tidak membiarkan diri dirasuki Sabda - seperti rumah yang dibangun di atas pasir, bakal rubuh dilanda air banjir hujan dan angin. Tetapi perumpamaan ini tidaklah sesederhana itu. Masalahnya bukan "sanggup" atau "kurang sanggup" menjalankan yang didengar. Bila begitu akan tampil sebagai seruan moral yang bagus didengar tapi risikonya berhenti pada kesalehan belaka. Matius menaruh persoalannya pada tradisi kebijaksanaan. Orang yang membangun rumah dengan dasar yang kukuh ialah "orang bijak", tapi yang mendirikan rumah di atas pasir hanyalah "orang bodoh".  Perumpamaan mengenai membangun rumah di atas batu atau di atas pasir disodorkan sebagai dua jalan. Yang satu jalan kepintaran yang mengantar ke keselamatan, yang lain jalan kebodohan yang mendorong ke kehancuran.

Dalam alam pikiran orang Yahudi, hidup beragama yang benar baru terwujud bila dijalani dengan bijaksana. Bahkan boleh dikatakan, kebijaksanaan ialah keagamaan yang sejati. Bukannya semata-mata menetapi hukum-hukum. Bukannya sekadar menyuarakan ajaran-ajaran. Bukannya melulu menjalankan ini itu "atas nama Tuhan". Orang bijaksana memperhitungkan tindakan-tindakannya. Seperti dalam perumpamaan lima gadis bijaksana dan lima lain yang bodoh (Mat 25:1-13), diperhitungkan keadaan yang tidak diharapkan: mempelai datang larut malam, atau seperti dalam perumpamaan kali ini, hujan angin. Hendak disampaikan gagasan bahwa menepati ajaran agama tidak otomatis memperoleh jalan masuk ke Kerajaan Surga. Malah yang beranggapan demikian akan mengalami kerugian besar.

Salam,
A. Gianto