Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Adven I B - November 2008

Injil dan Bacaan kedua Minggu Adven I/B - November 2008 (Mrk 13:33-37 ; 1Kor 1:3-9

KINI DAN DI SINI

Rekan-rekan yang budiman!

Masa Adven menjadi kesempatan untuk memahami makna perayaan tahunan kelahiran sang Penyelamat pada hari Natal. Dia yang lahir dalam kesederhanaan di Betlehem itu sama dengan dia yang akan datang pada akhir zaman dengan segala kemuliaannya nanti. Bacaan Injil Adven I tahun B (Mrk 13:33-37) mengajarkan kewaspadaan untuk tidak kehilangan arah ke masa depan itu. Nanti dalam Injil Minggu Adven II dan III, perhatian pada "akhir zaman" itu berkaitan erat dengan diri Yohanes Pembaptis. Ia mewartakan baptisan sebagai ungkapan tobat dari pihak manusia; ia juga mempersaksikan baptisan dalam Roh yang dibawakan Yesus. Penekanan pada kesaksian akan karya ilahi ini juga ada dalam Injil Minggu Adven IV yang menampilkan orang-orang yang terdekat dengan Yesus, yakni Maria dan Yusuf. Mereka ini orang-orang pertama yang dengan segala kesederhanaan dan ketulusan membiarkan Roh bekerja dalam diri mereka. Dan kita semua, kini dan di sini, dapat ikut menikmati buah keberanian mereka.

TENTANG KEWASPADAAN

Di dalam Mrk 13:33-37 sebetulnya ada dua perumpamaan Yesus mengenai kewaspadaan yang diringkas dan disatukan oleh Markus. Yang pertama terdapat dalam ay. 34, "Keadaannya sama seperti seorang yang bepergian, yang meninggalkan rumahnya dan menyerahkan tanggung jawab kepada hamba-hambanya, masing-masing dengan tugasnya, dan memerintahkan penjaga pintu supaya berjaga-jaga." Pokok perhatian perumpamaan ini terletak pada kesetiaan. Perumpamaan yang kedua tersirat dalam ay. 35: "Maka berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu kapan tuan rumah itu pulang, menjelang malam, atau tengah malam, atau larut malam, atau pagi-pagi buta." Di sini yang ditonjolkan ialah sikap waspada.

Para pembaca Markus pada zaman dulu mengerti bahwa tuan rumah yang pulang pada malam hari (ay. 35) tidak sama dengan orang yang tadi diceritakan pergi jauh dan mempercayakan miliknya kepada para hambanya (ay. 34). Bukan kebiasaan orang yang merantau untuk kembali pada saat yang tak terduga-duga pada malam hari. Tuan rumah yang disebut dalam ay. 35 itu hanya pergi ke sebuah perjamuan nikah - seperti diberitakan dalam Luk 12:36 - dan akan pulang malam itu juga walau tidak diketahui jam berapa persisnya. Bahwasanya ada dua perumpamaan juga terlihat dari pengolahan terpisah baik di dalam Injil Matius maupun Lukas.

Matius menggarap kembali perumpamaan yang pertama dalam perumpamaan tentang talenta dalam Mat 25:14 dst. Perumpamaan tentang mina dalam Luk 19:11-27 juga ke arah itu walaupun tidak sejelas Matius. Di lain pihak perumpamaan yang kedua dalam Injil Markus tadi lebih terolah dalam Luk 12:36-38. Lukas menaruhnya di dalam rangkaian pengajaran khusus kepada para murid. Mat 24:43b sebenarnya hanya berupa saduran ringkas perumpamaan yang kedua dengan mengalihkan peran hamba-hamba yang mesti berjaga-jaga dengan sikap seorang tuan rumah yang menjaga rumahnya terhadap pencuri yang tak diketahui kapan datangnya. 

SETIA DALAM TANGGUNGJAWAB

Seperti dalam perumpamaan pertama, yakni Mrk 13:34, perumpamaan talenta dalam versi Matius mulai pada Mat 25:14 yang menyebutkan bahwa orang yang meninggalkan rumahnya itu mempercayakan miliknya kepada para hambanya. Markus berhenti di sini dan sisanya dikembangkan oleh pendengarnya. Maka seperti ditemukan dalam Matius, masing-masing hamba disebutkan mendapat sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dengan kata lain, tanggung jawabnya sebanding dengan besarnya tugas tiap orang. Mereka masing-masing diharapkan akan menjalankan pekerjaan yang diberikan pemilik dengan sebaik-baiknya sehingga urusannya tidak terbengkalai walaupun ia tidak ada di tempat. Memang satu ketika ia akan kembali dan memeriksa jalannya urusan yang dipercayakannya tadi. Akan jelas siapa dari para hamba itu yang sungguh dapat dipercaya dan siapa yang sebenarnya tidak layak diserahi urusan. Kesetiaan digambarkan bukan dengan perasaan atau niatan saja, melainkan dengan usaha dan perbuatan nyata. Mereka yang sungguh setia ialah yang berhasil mengembalikan dua kali lipat, maksudnya, berhasil mengembangkan sama dengan besarnya kepercayaan yang telah diberikan tuannya. Mereka akan dijadikan orang merdeka - bukan lagi hamba - dan tetap boleh tinggal di rumah itu. Itulah cara Matius mengembangkan perumpamaan yang dirumuskan Markus dengan amat singkat dalam Mrk 13:34.

Apa warta Mrk 13:34? Seperti ditafsirkan Matius, orang diminta agar waspada, selalu siap sedia, dan berani mengembangkan apa saja yang diberikan kepadanya. Tidak dibenarkan sikap merendah dan tak berani berinisiatif karena takut, seperti hamba yang mendapat satu talenta yang malah menyembunyikannya. Ia tidak dapat mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Tenggang waktu menunggu pulangnya sang majikan menjadi kesempatan membangun masa depan tapi bisa juga berarti hilangnya masa depan itu. Membangun masa depan dengan sikap percaya ialah cara menerima kebaikan ilahi yang paling bertanggungjawab. Itulah rahmat dalam kehidupan nyata.

KESEMPATAN EMAS JANGAN DILEWATKAN

Mari kita lihat bagaimana Lukas menggarap perumpamaan yang kedua. Diceritakannya tentang seorang tuan rumah yang bepergian ke jamuan nikah pada malam hari dan akan pulang malam itu juga. Harapannya, bila pulang ia akan mendapati hamba-hambanya masih bangun. Hamba-hamba yang didapati berjaga ketika tuannya pulang disebut "berbahagia" dalam Luk 12:37. Tuan itu akan meminta mereka duduk dan ia sendiri akan melayani mereka. Ia akan menghidangkan oleh-oleh dan "berkah" yang dibawanya pulang dari pesta tadi. Jelas tuan tadi memikirkan hamba-hambanya. Bagi orang zaman itu, dan boleh juga zaman kita sekarang, keramahan dan sikap tuan rumah tadi mengherankan. Mana ada majikan yang melayani! Memang tak jarang kita pulang larut malam membawa sesuatu bagi mereka yang bekerja kepada kita, tetapi melayani mereka makan...? Pembaca ayat Lukas itu akan bertanya-tanya demikian. Tetapi ini cara Lukas mengatakan bahwa sang tuan rumah kini tidak lagi menganggap mereka hamba. Perlakuannya mengundang mereka duduk dan menghidangkan makanan itu perlakuan kepada anggota keluarga sendiri. Jadi dalam perumpamaan itu hendak dikatakan bahwa mereka yang didapati berjaga-jaga dan membukakan pintu bagi tuan rumah itu kini menjadi anggota keluarga!

Dalam tafsiran Lukas di atas, nasihat berjaga-jaga agar tidak ketiduran dalam Mrk 13:35 ditampilkan sebagai warta gembira. Ujung pangkalnya ialah kebaikan tuan rumah yang kini memperlakukan hamba-hamba sebagai anggota keluarga sendiri. Adakah yang lebih besar yang dapat diinginkan seorang hamba? Adakah hal lebih membuat orang menyesal bila kesempatan ini berlalu begitu saja karena ketiduran? Dan warta ini tidak hanya ditujukan kepada para murid, tetapi juga seperti disebut dalam ay. 37, diajarkan Yesus kepada semua orang. 

PENGLAMAN BATIN EMPAT WAKTU

GUS: Mark, biasanya kau hemat kata, tapi dalam ay. 35 kok malah kausebutkan satu demi satu keempat waktu "ronda": malam hari, tengah malam, larut malam, dan pagi-pagi buta. Luc dan Matt tidak ikut menyebutnya.

MARK: Ehm! [Lalu pandangannya kembali ke masa silam.] Memang itu dariku sendiri. Gus, tahu kan, saat-saat akhir hidup Yesus diingat dalam empat waktu itu: (1) ...setelah hari malam, Mrk 14:17, ia mengadakan perjamuan terakhir .." lalu (2) menjelang tengah malam ia ditangkap di Getsemani dan langsung di sidangkan di Mahkamah Agama Mrk 14:53; setelah itu (3) sebelum ayam berkokok kedua kalinya, Mrk 14:72, Petrus, orang kepercayaannya, menyangkalnya untuk ketiga kalinya; dan akhirnya (4) - pagi-pagi benar - seperti dalam Mrk 15:1, ia dibawa ke hadapan Pilatus untuk diadili dan akhirnya dihukum mati di salib.

GUS: [Dalam hati, "Mark ngelamun nih!"] Maksudmu? 

MARK: Ada di antara para pengikut Yesus dulu yang menantikan kedatangannya kembali seperti hamba-hamba menunggu tuannya pulang pesta sambil berharap nanti bisa mendapat berkah, seperti tafsirmu di atas yang mengikuti Luc tadi. [Menatap tajam lalu menghela nafas.] Tapi kerap itu hanya lamunan! 

GUS: [Terhenyak, kok ia tahu yang saya katakan dalam hati tadi.] Jadi sebaiknya melakukan "berjaga-jaga" itu dalam ujud ikut menjalani waktu demi waktu malam harinya Yesus dan menarik hikmat dari kisah itu? 

MARK: Saat kedatangan itu hanya Bapa-lah yang tahu (Mrk 13:32). Tapi kita bisa mendapatkan kebijaksanaan memahami siapa dia yang bakal datang pada saat yang tak terduga-duga itu.

GUS: Dan kebijaksanaan itu diperoleh bila kita menyertainya pada saat-saat hidupnya paling sulit seperti ketika mesti berpisah dengan yang murid-muridnya, ditolak kaum tua-tua, disangkal orang terdekat, dihukum mati. Begitukah?

MARK: Itulah maksudnya berjaga-jaga empat waktu tadi. 

Bincang-bincang ini makin membuat jelas bahwa masa Adven ialah kesempatan berjaga-jaga agar dapat menyertai Yesus dalam empat waktu tadi. Semua ini terjadi padanya karena ia bersedia menjadi silih bagi seluruh umat manusia. Maka memperingati kelahirannya nanti juga berarti merayakan kedatangan penebus. Ketika hendak saya pastikan hal itu dengan Mark, ia sudah pergi. Kini hanya tulisannyalah yang tertinggal di sini.

DARI BACAAN KEDUA: AKALBUDI DAN KEPERCAYAAN (1Kor 1:3-9)

Bacaan kedua dipungut dari bagian surat pertama Paulus kepada umat di Korintus yang mengungkapkan rasa syukur Paulus akan kebaikan Tuhan yang telah dinikmati umat. Ungkapan seperti ini sudah lumrah dalam gaya surat-menyurat antara sesama kaum terpelajar yang sama aliran kepercayaannya. Namun demikian, lebih dari sekadar basa-basi, Paulus bersyukur bahwa umat telah diperkaya dengan anugerah ilahi dalam ujud segala macam "perkataan dan pengetahuan" yang termuat dalam kesaksian tentang Kristus di kalangan umat. 

Orang-orang Korintus yang menjadi pengikut Kristus berasal dari kalangan Yahudi tetapi yang juga berlatar pendidikan Yunani. Mereka ini orang-orang yang terbiasa berpikir mandiri. Bahkan seperti kaum intelektual waktu itu mereka amat menekankan penalaran, juga menyangkut kehidupan iman. Paulus melihat sikap intelek ini sebagai anugerah ilahi. Sedikit demi sedikit Paulus mengajak umat di Korintus untuk memakai kemampuan akalbudi mereka untuk menyelami misteri kehadiran Kristus. Dengan demikian pengetahuan serta kebijaksanaan mereka akan mendapatkan dimensi spiritual pula. Inilah kekayaan batin yang dianjurkan Paulus agar dikembangkan dengan baik. Di kalangan umat memang ada kecenderungan untuk terlalu mementingkan penalaran individual mengenai iman dan cara mempersaksikannya. Dalam kaitan ini Paulus nanti akan menekankan kebersamaan dalam kesaksian iman di kalangan umat.

Satu hal yang ditonjolkan dalam bagian ini ialah ajakan agar umat memahami kesetiaan ilahi yang menguatkan mereka sehingga nanti mereka sampai dengan "tanpa cacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus" (ay. 8). Yang dimaksud ialah hari kebesaran Tuhan dinyatakan dan saat itulah akan jelas siapa yang "tanpa cacat", yang utuh, dan bisa berada bersamaNya dan siapa yang tidak pantas untuk itu. Mereka yang meluangkan daya akalbudi untuk mengenali kehadiranNya ialah yang disebut utuh, tanpa cacat.

Warta ini masih berlaku bagi zaman ini. Kemanusiaan sebenarnya dapat terus berkembang juga seandainya kepercayaan kurang diberi tempat. Namun perkembangan ini bakal tidak menjadi kekayaan batin bila tidak mengembangkan dimensi kepercayaan. Juga kepercayaan yang kurang teruji dalam kejernihan nalar akan kabur nilainya dan akan tampil kasar lagipula bisa menimbulkan ketegangan. Ajakan Paulus masih berlaku bagi masa kini pula.

Salam hangat,
A. Gianto

Hari Raya Kristus Raja

Hello,

Injil Minggu 23 November 2008: Hari Raya Kristus Raja (Mat 25:31-46)
19 November 2008 06:00

MENGAPA IA DISEBUT RAJA?

Rekan-rekan yang baik!
Digambarkan dalam Mat 25:31-46 bagaimana pada akhir zaman nanti Anak Manusia
akan datang sebagai raja yang bakal "menghakimi semua bangsa". Diutarakan di
sana bahwa pahala akan diterima oleh mereka yang berbuat baik kepadanya ketika
ia lapar, haus, tak ada kenalan, telanjang, sakit, bahkan dipenjara. Mereka
yang tak punya kepedulian akan tersingkir. Mereka tidak menyadari bahwa
perlakuan kepada salah satu dari saudaranya yang paling hina sama dengan
perbuatan terhadapnya sendiri. Bagaimana memahami ajaran Injil yang dibacakan
pada hari raya Kristus Raja Semesta Alam tahun A ini? Beberapa hal saya sudah
bicarakan dengan Matt sendiri. Karena akan berguna bagi rekan-rekan, berikut
ini saya kutipkan balasannya. Ia juga ada pesan khusus pada akhir suratnya.
Semoga bermanfaat,

A. Gianto.

=======================================

[...] Gus, pengajaran Yesus ini kutemukan dalam sumber yang tidak dikenal Mark
maupun Luc. Juga Oom Hans tidak menyebutnya. Bahan itu kemudian kutaruh bersama
dengan beberapa pembicaraan lain mengenai akhir zaman dalam bab 24-25 dengan
penyesuaian di sana sini. Juga kusisipkan perumpamaan Anak Manusia memisahkan
bangsa-bangsa ibarat "gembala memisahkan domba dari kambing" (Mat 25:32). Yang
dimaksud di sini, penghakiman itu tidak terjadi dengan semena-mena. Ia mengenal
mereka sebagai gembala mengenal kawanannya satu per satu. Ia tahu siapa yang
membiarkan diri diberkati. Seperti domba-domba, mereka ini akan diberinya
tempat aman di sebelah kanannya. Tetapi yang menyukai kekerasan - seperti
kambing - akan dijauhkannya.

BILA DIA DATANG DALAM KEMULIAANNYA

Apakah ini ramalan? Sama sekali bukan bila yang dimaksud ialah "pengetahuan
gaib tentang masa depan". Yang hendak disoroti ialah keadaan yang sedang
berlangsung kini. Begini, kita biasa memahami masa sekarang sebagai kelanjutan
dan akibat peristiwa-peristiwa di masa lampau. Nah, dalam petikan ini semuanya
digeser ke depan dan dengan demikian dapat menjadi pengarahan dan harapan.
Keadaan sekarang ini dibayangkan sebagai "masa lampaunya" kejadian "kelak".
Namun pengertian kami mengenai jalannya sejarah tidak seperti mesin, bila
begini pasti begitu. Kami justru melihat adanya unsur pokok yang tidak dikuasai
hukum-hukum perjalanan waktu, yakni kehadiran Yang Ilahi. KehadiranNya bisa
memberi arah baru pada sejarah kemanusiaan dengan cara-cara yang tidak kita
duga sama sekali. Baru kita sadari setelah terjadi. Dan yang kalian dengarkan
hari ini ada dalam arah itu. Kehadiran Yang Ilahi itu dibicarakan dengan
memakai gagasan tampilnya "Anak Manusia" dalam kemuliaannya tapi yang tidak
langsung dikenali. Orang bertanya "Kapan kami melihatmu...?

"Anak Manusia" di sini berhubungan erat dengan yang sosok yang digambarkan
dalam Dan 7:13. Di situ Daniel melihat ada sosok yang "seperti anak manusia"
datang mengarah kepada Yang Mahakuasa untuk menerima kuasa atas bumi dan
langit. Lihat, kuasa ini diberikan bukan kepada malaikat, atau makhluk ilahi,
melainkan kepada tokoh yang memiliki ciri-ciri sebagai manusia itu. Dikatakan
bahwa ia "mengarah" ke Yang Mahakuasa. Dia melambangkan kemanusiaan yang
terbuka bagi keilahian, tidak menutup diri atau malah mau menyainginya. Semua
ini ikut disampaikan dalam pengajaran Yesus dalam petikan Injil hari ini. Anak
Manusia tampil sebagai dia yang kini menduduki tahta kemuliaannya tetapi tetap
mengarahkan diri kepada Yang Mahakuasa. Dalam ay. 34 ia malah terang-terangan
menyebutNya sebagai Bapa yang telah menyiapkan tempat bagi mereka yang
diberkati.

Dalam bahasa yang dipakai Yesus, bahasa Aram, ungkapan "anak manusia" itu
ungkapan sehari-hari dan artinya sama dengan "manusia", tapi dengan penekanan
pada sifatnya sebagai makhluk di hadapan Pencipta. Dalam alam pikiran kami,
seluruh umat manusia itu makhluknya Yang Mahakuasa. Yesus beberapa kali merujuk
pada dirinya sendiri sebagai "Anak Manusia". Ia hendak mengatakan, ia tahu
tempatnya sebagai manusia di hadapan Pencipta. Hidupnya berasal dari Dia.
Karena itu, Yesus mengajarkan bahwa Sang Pencipta dapat dipanggil sebagai Bapa.
Coba ucapkan doa Bapa Kami - di situ terpeta siapa Dia yang dapat dipanggil Bapa
tadi.

Ingat kisah pengakuan Petrus bahwa Yesus itu Mesias - Yang Terurapi - Anak
Allah yang hidup (Mat 16:16)? Tetapi kemudian Yesus melarang murid-muridnya
memberitahukan kepada siapa pun bahwa ia Mesias (16:20). Ia malah berbicara
mengenai penderitaannya; ia bakal ditolak, dibunuh, tetapi akan dibangkitkan
pada hari ketiga (16:21). Kata "ia" yang kupakai di situ menjelaskan makna
ungkapan aslinya, yakni "Anak Manusia", yang ada dalam tulisan Mark yang
menjadi sumberku (Mrk 8:31). Luc malah menampilkannya jelas-jelas dalam ujud
kutipan langsung (Luk 9:22). Yesus ingin agar murid-muridnya mengerti terlebih
dahulu bahwa ke-Mesias-annya itu hanya berarti bila disertai pengakuan diri
sebagai makhluk di hadapan Pencipta. Juga baru dengan demikian ia dapat tampil
sebagai Mesias yang senasib sepenanggungan dengan manusia.

BAGI SIAPA SAJA

Kau bertanya apakah "semua bangsa" dalam Mat 25:32 merujuk kepada seluruh umat
manusia, seperti kerap ditafsirkan. Terus terang bukan itulah yang kupikirkan.
Kau tahu kan, istilah ini berasal dari tradisi Perjanjian Lama. Di situ
"bangsa-bangsa" ialah mereka yang tidak termasuk "umat Allah", yakni yang bukan
orang Yahudi. (Bdk. Mat 24:14, juga 28:19 yang kaubicarakan bagi Pesta Kenaikan
Tuhan.) Tetapi di kalangan kami juga timbul pertanyaan yang mengusik batin.
Dapatkah "bangsa-bangsa" itu ikut masuk hidup abadi? Atau mereka tak masuk
hitungan? Memang kami beruntung karena jadi bangsa terpilih, tapi kami kan tak
boleh melupakan orang lain.

Menurut Yesus, keselamatan "bangsa-bangsa" itu bergantung pada perlakuan mereka
kepada sang raja ketika ia lapar, haus, tak ada tumpangan, telanjang, sakit,
dipenjara. Tapi ketika mereka bertanya kapan mereka ada kesempatan berbuat
demikian terhadap dia, sang raja menjawab, yang kalian perbuat terhadap "salah
seorang (saudaraku) yang paling hina ini" (ay. 39 dan 45) sama dengan yang
kauperbuat terhadapku. Maksudnya orang yang termasuk kaumnya sang raja,
termasuk bangsa terpilih. Yesus tidak menghapus tradisi mengenai bangsa
terpilih, tetapi malah mengembangkannya. Jawaban ini genial. Mereka yang di
luar lingkungan bangsa terpilih dapat ikut menikmati keselamatan bila mereka
menghargai yang paling kecil dari bangsa terpilih tadi.

Penting kalian ketahui, pembicaraan tadi ditujukan terutama kepada kami, yakni
para pengikut Yesus yang berasal dari lingkungan Yahudi, yang merasa lebih
beruntung daripada "bangsa-bangsa". Mereka sendiri bukanlah pendengar yang
dimaksud. Karena itu janganlah petikan ini ditafsirkan sebagai imbauan kepada
mereka agar berbuat baik kepada orang seperti kami, berikut janji pahala dan
ancaman hukuman. Yesus bukan guru yang naif. Sapaannya itu sebenarnya diarahkan
kepada kami yang merasa sudah mengikuti dia. Ia mau berkata, bangsa-bangsa itu
akan ikut selamat bila kalian membiarkan diri menjadi jalan bagi mereka.
Hiduplah menurut kehendak Bapa, jadilah "saudaraku" yang sungguh, sehingga
orang luar - "bangsa-bangsa" itu - dapat melihat integritas kalian dan
memperlakukan kalian dengan baik.

Terlihat betapa manusiawinya ajaran Yesus itu tapi juga betapa luhurnya Anak
Manusia yang mengajarkan semua ini. Tak heran ia disebut Raja semesta alam!
Inilah corak universal ajarannya. Seperti dikisahkan teman kita Luc, komunitas
pengikut Yesus diperkaya dengan ikut sertanya "bangsa-bangsa", yakni
orang-orang seperti Kornelius dan orang-orang yang mendengarkan pewartaan Paul
di mana-mana.

SARAN DAN PESAN

Bukan maksudku mengajak kalian memandangi zaman lampau melulu. Aku tahu kalian
memahami diri sebagai umat Allah yang baru. Begitu kan teologi Gereja kalian?
Konsekuensinya, kalian diharapkan berani menjadi "saudara"-nya Yesus, sekecil
apapun, sehina manapun Bisakah kalian menerima kenyataan Sabda Bahagia? Kalau
ya, teruskan, dan kalian akan menjadi jembatan emas bagi "bangsa-bangsa" di
zaman kalian. Terus terang sampai hari ini aku masih gelisah memikirkan apa
nanti akan ada yang terpaksa perlu ditempatkan di sebelah kiri dan dienyahkan.
Bila ya, artinya kami gagal membuat pihak-pihak lain melihat bahwa kepercayaan
yang kami hayati itu patut mereka tanggapi baik-baik. Kami juga akan merasa
kurang mampu menunjukkan diri betul-betul saudara raja tadi. Gus, mintakan
pertolongan rekan-rekan, tutuplah kekurangan kami di masa lampau dengan yang
bisa kalian buat sekarang. Dan kami akan lebih tenang. Kalian itu sambungan
hidup kami!

Ini juga penghabisan kalinya Injil Matius kalian bacakan pada hari Minggu. Gus,
terima kasih telah berusaha menguraikan kisah-kisahku tentang Yesus bagi orang
zaman kini. Tidak perlu kita selalu sekata mengenai semua hal. Bila begitu
nanti khazanah Injil malah tidak tertimba. Bila dua ahli Kitab saling
mengulang, apa yang bisa dituai pendengar? Itu itu juga! Kita kan dididik agar
berani memasuki liku-liku teks agar semakin diperkaya dalam berinteraksi
dengannya. Dan teksnya sendiri akan mekar jadi indah. Bila begitu peneliti teks
boleh berkata, dalam bahasa Yunani, "matheeteutheis" (Mat 13:52), artinya,
"telah memperoleh hikmat pengajaran". Ah, tak usah menduga-duga apa bunyi kata
itu mau mengingatkan nama resmiku, "Maththaios".

Mulai Minggu depan kalian akan lebih sering mendengarkan Mark. Juga Oom Hans
akan datang. Mark itu hemat kata. Ia mengikhtisarkan ceramah-ceramah Petrus di
Roma bagi pendengar yang ingin tahu siapa Yesus Kristus itu. Luc dan aku
sendiri berhutang banyak kepada Mark. Dan juga Oom Hans, meski beliau baru
menerbitkan bukunya setelah kami semua selesai menulis! Kalian pasti akan
belajar banyak dari mereka berdua. Dan engkau sendiri masih akan menulis
tentang mereka kan?

Selamat tinggal! Sampaikan salam kepada rekan-rekan di Internos!

Dariku,
Matt

Minggu Biasa XXXIII - 16 Nov 2008

Hello,

Injil Minggu Biasa XXXIII/A - 16 Nov 2008 (Mat 25:14-30)
10 November 2008 08:11

KEPERCAYAAN YANG SUBUR DAN TALENTA YANG MANDUL

Rekan-rekan yang budiman!
Perumpamaan mengenai talenta dalam Mat 25:14-30 berawal dengan kisah tentang orang yang mempercayakan hartanya kepada para hambanya karena ia akan lama bepergian ke luar negeri. Dan jumlah uang yang ditinggalkannya itu amat besar. Satu talenta nilainya 10.000 dinar dan satu dinar itu waktu itu upah sehari pekerja harian. Pendengar waktu itu langsung menangkap arah perumpamaan ini, yakni kepercayaan yang luar biasa besarnya dari pihak pemilik kepada para hambanya. Dan memang perumpamaan ini lebih bercerita mengenai sang pemberi daripada mengenai mereka yang menerima. Dari 16 ayat dalam petikan ini, 10 ayat dipakai untuk menggambarkan tindakan serta kata-kata sang tuan dan hanya 6 ayat dikhususkan bagi hamba-hambanya.

MASING-MASING MENURUT KESANGGUPANNYA

Orang itu mempercayakan miliknya kepada tiga orang hambanya. Ia mengenal kemampuan mereka satu persatu dengan baik. Injil mengutarakannya dengan ungkapan "...masing-masing menurut kesanggupannya." Begitulah pemilik tadi merasa aman dapat menitipkan hartanya kepada orang-orang yang dekat yang sungguh dikenalnya. Ia percaya mereka akan menjaganya dengan sebaik-baiknya dan mau menjalankan uangnya. Ia berharap akan tetap beruntung, di luar negeri dan di tanah sendiri. Perusahaannya akan tetap berjalan.

Selama sang tuan berada di negeri lain, kedua hamba yang pertama memang menjalankan uang majikannya. Usaha mereka mendatangkan hasil yang sepadan dengan modal yang dipercayakan kepada mereka. Baik yang mendapat lima talenta maupun yang mendapat dua sama-sama mengatakan kepada tuan mereka "Tuan, sekian talenta tuan percayakan kepadaku...." Jelas dari situ bahwa sejak permulaan mereka tahu bahwa mereka dipercaya tuan mereka. Kiranya kesadaran inilah yang membuat mereka berani berusaha agar harta yang dipercayakan itu menjadi harta yang hidup. Mereka dapat berkata telah mendapat laba sebanyak talenta yang dipercayakan. Dan ternyata yang mereka kerjakan mendapat perkenan. Sang pemilik berkata bahwa mereka akan mendapat tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar karena telah menunjukkan kesetiaan dalam hal kecil. Mereka juga akan semakin berbagi kekayaan dengan pemilik tadi. Mereka diajak masuk ke dalam kebahagiaan tuan mereka. Maksudnya, tuan tadi akan membuat mereka menjadi anggota rumah yang merdeka, dan bukan lagi hamba. Pembaca zaman itu dapat segera menyimpulkannya bahwa itulah maksud kata-kata pemilik yang kembali tadi. Usaha mereka telah membuat mereka menjadi orang merdeka yang tetap boleh berdiam di rumah tuan mereka. Inilah pahala terbesar yang dapat diharapkan.

TALENTA YANG TAK DIKEMBANGKAN

Bagaimana dengan hamba yang mendapat satu talenta dan kemudian hanya mampu mengembalikan satu talenta saja? Kita tahu apa yang terjadi dengan dia pada akhir perumpamaan. Ia tidak lagi mendapat kepercayaan dan tidak menerima apa-apa. Bahkan ia tidak lagi diakui sebagai hamba oleh tuannya dan dikeluarkan dari rumah tangganya. Ia kini menjadi mangsa kegelapan dan apa saja yang menakutkan. Hamba ini menjadi gambaran kebalikan dari kedua hamba yang lain. Selama tuannya pergi ia tidak pernah belajar mengurus dan menjalankan harta yang dipercayakan kepadanya. Kenapa? Bukan karena ia tidak berinisiatif. Dalam ay. 25 ia berkata bahwa ia tahu tuannya itu kejam, menuai di tempat ia tidak menabur, dan memungut di tempat ia tidak menanam sendiri. Ia takut. Ketakutan ini membuat ia tidak bisa menerima bahwa tuannya mau mempercayainya. Karena itu ia menyembunyikan talenta yang diserahkan kepadanya. Ada ironi yang tajam. Tuan itu mengenal baik hamba-hambanya. Ia mau mempercayakan miliknya kepada mereka sesuai kemampuan masing-masing. Tetapi tidak semua hamba itu mengenal sang majikan sebaik ia mengenal mereka.

Mengapa hamba itu malah kena marah dan disebut hamba yang "jahat dan malas"? Mengapa dikatakan, seharusnya hamba itu mempercayakan talenta tadi kepada orang yang bisa menjalankan sehingga nanti ada bunganya? Sebetulnya semua yang dibayangkan hamba yang mendapat satu talenta itu benar. Apa persoalannya?

Memang ada kebiasaan menyembunyikan harta dengan memendamnya. Keuntungannya memang harta itu tidak akan gampang diincar orang karena tidak diketahui. Dan sulit ditemukan orang lain. Aman. Tetapi juga tidak mendatangkan laba. Jadi modal mati. Hamba tadi kurang punya inisiatif, ia malas. Ia ragu-ragu, jangan-jangan nanti begini, jangan-jangan nanti begitu. Akhirnya ia malah tak menghasilkan apa-apa.

Kenapa ia disebut tuannya sebagai "jahat" juga? Pembaca boleh memikirkan, hamba yang ini sebetulnya tidak memberi kemungkinan kepada tuannya untuk berubah. Majikannya itu memang dikenal sebagai orang yang tinggi tuntutannya, dst. Dan kiranya memang begitu (ay. 26). Tetapi berkat keberanian kedua hamba yang lain, atau lebih baik dikatakan kesetiaan mereka menjaga serta menjalankan milik tuannya, maka ia bisa berubah menjadi murah hati dan suka mengajak bawahannya ikut menikmati kekayaannya yang berlimpah. Tetapi ada yang tidak mau menerima bahwa ia bisa berubah menjadi murah hati. Ada yang menutup pintu bagi tuan tadi agar bisa menjadi orang yang lain daripada yang dahulu-dahulu. Inilah yang mendatangkan kemalangan bagi hamba tadi. Ia tidak mampu menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan tuannya. Hamba itu terhukum oleh pandangannya sendiri yang kaku mengenai tuannya.

TENTANG TUHAN

Perumpamaan ini memuat ajakan agar orang berani memikirkan kembali anggapan mengenai siapa itu Tuhan dan bagaimana mendapat perkenannya. Dan kiranya memang itulah maksud Yesus dengan perumpamaan ini. Maklum bagi pendengarnya pada waktu itu Tuhan Allah dialami sebagai yang menuntut dan akan murka dan menghukum bila umatnya tidak menuruti hukum-hukumNya. Itulah teologi yang dulu dirasa jitu di kalangan para pemimpin (ahli Taurat, para imam) dan orang-orang yang dianggap benar dan menganggap diri benar (kaum Farisi). Tuhan tidak mendapat ruang untuk tampil dengan wajah kebapaan. Dia dikurung dalam teologi picik hamba yang mendapat satu talenta itu.

Tahukah orang yang akan bepergian ke luar negeri tadi bahwa di antara hambanya yang dipercayainya itu ada yang tidak bakal banyak berbuat? Tentunya ya. Walaupun demikian, ia tetap berharap hambanya itu bisa berkembang. Dan tuan tadi - kini bisa kita pakai untuk mengerti siapa Tuhan sebenarnya - berani mengambil risiko. Siapa tahu hamba yang begitu itu nanti berubah. Tuhan berani memberi kesempatan kepada orang yang sebenarnya dikenal tidak akan berbuat banyak.

INJIL DAN KEHIDUPAN

Mari kita bayangkan jalan cerita yang berbeda. Katakan saja hamba yang malas dan penakut yang mendapat satu talenta itu bisa berubah. Katakan saja, ada rekan yang menolong dan memberanikannya agar lebih percaya diri. Alur kisahnya akan berbeda. Pendengar yang berani berinteraksi dengan perumpamaan dengan cara ini akan juga merasa terdorong membantu rekan yang dalam kehidupan nyata dikenal sebagai orang yang kurang berani berinisiatif, takut melulu, takut gagal, takut menyalahi gagasan sendiri. Dan kiranya itulah sikap pastoral yang diharapkan ada bila kita menjumpai orang yang butuh dibesarkan hatinya, dibimbing, diberanikan. Itu juga yang bisa diharapkan dari kita-kita yang merasa beruntung seperti kedua hamba yang dipuji dan diajak berbagi kebahagiaan oleh tuannya tadi. Kita yang merasa seperti mereka akan tertantang apa juga berani ambil risiko seperti tuan hamba-hamba tadi. Nurani kita akan terketuk untuk berupaya menolong orang yang sebenarnya sudah mengurung diri dalam pagar keputusasaan. Boleh kita bertanya dalam hati, beranikah kita mencoba membebaskan orang yang memenjarakan diri dengan teologi yang mematikan, dengan gambaran mengenai Yang Ilahi yang serba kaku. Beranikah kita berusaha menghidupkan imannya. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu termasuk pesan yang tersirat dalam perumpamaan ini.

Saya tanya Matt apa setuju dengan cara membaca di atas. Katanya, "Gus, apa belum tahu bahwa perumpamaan itu sebenarnya baru separuh jalan? Baru ada dalam Injil dan belum selesai ditulis dalam kehidupan. Kalianlah yang mesti melanjutkannya, sampai Anak Manusia datang kembali nanti di akhir zaman. Dia ingin mendengarkan kelanjutan cerita yang disampaikan dalam perumpamaan itu. Mudah-mudahan saat itu tak ada yang hanya akan mengutarakan kembali yang ada di Injil tanpa menambah kelanjutannya dalam hidup masing-masing. Dia ini akan seperti orang yang mendapat satu talenta."

Salam hangat,
A. Gianto

Pemberkatan Basilika Lateran - 9 November 2008

Halo,

Injil dan bacaan kedua Minggu - 9 November 2008 (Yoh 2:13-22 1Kor 3:9b-11.16-17)
04 November 2008 15:37

Pesta Pemberkatan Basilika St. Yohanes Lateran

Rekan-rekan yang baik!
Minggu ke XXXII/A  tgl. 9 November 2008 ini bertepatan dengan peringatan pemberkatan Basilika St. Yohanes Lateran di Roma yang didirikan oleh Kaisar Konstantinus pada abad ke 4 di lahan yang dulu milik keluarga bangsawan yang bernama Lateranus. Karena menjadi gereja resmi dari uskup Roma, Basilika Lateran juga menjadi katedral. Basilika ini beberapa kali dibangun kembali. Ujud yang sekarang ini berasal dari abad ke 17. Basilika St. Yohanes Lateran salah satu dari empat Basilika Agung, atau Basilika Patriarkal di Roma, bersama Basilika St. Petrus, St. Maria Maggiore, dan St. Paulus.
Injil bagi perayaan ini, Yoh 2:13-22, menceritakan bagaimana Yesus membersihkan Bait Allah. Akan ditunjukkan pula kaitannya dengan bacaan kedua, yakni  1Kor 3:9b-11.16-17.

PASAR HEWAN DAN BISNIS VALAS DI BAIT ALLAH

Seperti diceritakan Yohanes, pembersihan Bait Allah itu terjadi menjelang hari raya terbesar orang Yahudi, yakni Paskah. Bukan Paskah Kristen yang belum ada waktu itu. Menjelang hari itu orang-orang berdatangan ke Yerusalem menunaikan kewajiban mempersembahkan kurban di Bait Allah. Karena alasan praktis, tidak banyak yang membawa sendiri hewan persembahan. Maklum syarat-syarat bagi hewan yang pantas dipersembahkan tidak sebarangan. Karena itu ada layanan penjualan hewan yang memenuhi syarat. Pada zaman itu dipakai uang Romawi yang memuat gambar Kaisar. Tetapi larangan agama mengenai gambar manusia membuat uang Romawi haram dipakai membeli hewan kurban. Karena itu ada jasa penukaran ke mata uang Yahudi yang hanya bisa dipakai di tempat suci. Para pedagang dan penukar uang bertempat di serambi Bait Allah yang juga boleh dimasuki orang bukan Yahudi atau orang yang tidak bermaksud mempersembahkan kurban. Sebelum mendalami lebih jauh, marilah berkonsultasi dengan seorang pakar ilmu tafsir.

YESUS KALAP?

TANYA: Yesus yang biasanya berpenampilan tenang berwibawa kok sekarang kalap mengobrak-abrik dagangan orang. Bagaimana kelakuan ini bisa dijelaskan?

PAKAR: Anda ini pengin cepat-cepat jadi kayak murid-murid Yesus yang dikatakan dalam ayat 17 ingat akan Mzm 69:9 (10). Tapi peristiwa itu perlu kita amati dengan lebih jeli.

TANYA: Lha apa keliru?

PAKAR: Masih ingat beberapa waktu yang lalu orang-orang turun ke jalan mengusung "mayat reformasi"? Bayi reformasi yang dikandung dengan susah payah dan dilahirkan dengan penderitaan itu ternyata mati sebelum sempat dewasa. Yesus sebenarnya sedang menggelar "unjuk rasa" dengan gaya seperti itu.

TANYA: Wah, penjelasan ini belum pernah saya dengar. Orisinil! Bagaimana, bagaimana kelanjutannya?

PAKAR: Ada baiknya eksegese makin peka akan dunia Kitab Suci sendiri. Gini lho. Yesus tampil seperti nabi yang melakukan "tindakan simbolik" untuk membuka mata orang. Anda ingat Yeremia (Yer 13:1-11) yang memperagakan tindakan menyembunyikan ikat pinggang di celah batu di pinggir sungai Efrat. Setelah beberapa waktu diambilnya kembali ikat pinggang itu, tapi sudah lapuk. Lalu ia bernubuat bahwa orang Israel kini lapuk seperti ikat pinggang itu. Tak lagi layak dikenakan. Dalam gaya busana orang sana dulu, ikat pinggang menunjukkan sosok orang yang memakainya. Umat yang tidak "nyingset" ke Tuhan, tidak bisa membuatNya dikenal orang lagi.

TANYA: Kembali ke Injil Yohanes. Jadi Yesus bukan bermaksud menghantam praktek dagang dan tukar uang?

PAKAR: Yesus bukan tokoh agamaist fanatik yang kalap ngobrak-abrik usaha orang lain. "Unjuk rasa" itu kejadiannya begini. Dengan disaksikan banyak orang, Yesus bersama murid-muridnya sengaja datang ke serambi Bait Allah membawa dagangan dan meja penukar uang. Orang bertanya-tanya dalam hati apa guru terkenal ini mau bersaing dagang sapi, merpati, dan buka bisnis valas. Aneh, ia juga menjalin cemeti. Dan ketika rasa ingin tahu orang memuncak, ia tiba-tiba menjungkir-balikkan meja dagangan, mencambuki hewan yang dibawanya sendiri sambil menghardik murid-murid yang memainkan peran sebagai pedagang dan penukar uang: "Enyahlah, jangan bikin rumah Bapaku ini jadi pasar!" (ayat 16). Dan pada saat itu juga, masih termasuk pentasan ini, murid-murid berkomentar samping - gaya "aside" - mengutip Mzm 69:9(10), "Kalap sungguh aku oleh kobaran cintaku pada BaitMu!" Drama yang mementaskan tindakan simbolik selesai di sini. Tapi serambi yang morat-marit masih terlihat.

TANYA: Wah, penjelasannya ini lebih klop! Tapi apa orang-orang waktu itu paham bahwa Yesus memperagakan tindakan simbolik seperti nabi-nabi dulu?

PAKAR: Perjanjian Lama mereka kenal dengan baik. Mereka ingat tindakan simbolik para nabi. Drama ikat pinggang Yeremia itu tak asing, ini bacaan mereka sejak kecil. Akan terbayang pula Yesaya yang menanggalkan alas kaki dan pakaian tanda berkabung (Yes 20:1dst ), lalu juga Yeremia yang memanggil orang agar menonton bagaimana ia memecahkan buli-buli kurban jahanam (Yer 19:1.13) atau Yehezkiel yang menggelar lakon pengepungan Yerusalem kayak dalang wayang klitik (Yeh 4:1-5:17) sambil bernubuat akan adanya kelaparan di kota itu. Bahkan kehidupan pribadi pernah ditayangkan para nabi sebagai tindakan simbolik. Yehezkiel menunggui mayat istri terkasihnya tanpa meneteskan air mata atau berkabung dan bernubuat bahwa kehancuran Yerusalem nanti sedemikian tak dinyana sampai orang tak sempat menangisinya (Yeh 24:15); Hosea mentalak istrinya yang serong dan menerangkannya sebagai pertanda Tuhan mentalak Israel yang tak setia kepadaNya (Hos 1-3).

TANYA: Tentunya hanya public figure yang berwibawa bisa melakukan tindakan simbolik seperti itu?

PAKAR: Betul. Karena itu menurut Yoh 2:18 orang-orang menantang apa Yesus bisa menunjukkan ia mempunyai hak menjalankan tindakan simbolik itu. Lihat, mereka bukannya bereaksi melawan tindakan Yesus mengobrak-abrik pasar hewan dan bisnis valas karena memang ia tidak mengganggu-gugat perdagangan yang sungguhan di situ.

TANYA: Lalu ringkasnya apa yang hendak disampaikan Yesus?

PAKAR: Orang-orang tercengkam oleh keadaan morat-marit yang dipertontonkan Yesus di serambi Bait Allah. (Seperti dalam layat "mayat reformasi" tadi: yang dicerap orang bukan tindakan menggotong mayat, melainkan suasana pedih dan frustrasinya.) Yesus mengajak orang menyadari betapa terjungkir-baliknya kehidupan Bait Allah mereka terima begitu saja. Bait Allah kini hanya dapat menjadi ibadat luar belaka saja dan orang bahkan lebih sibuk dengan mana hewan kurban yang mulus dan mana mata uang yang cocok. Yesus mengajak orang mencari Bait yang membuat batin plong, yang membuat orang menikmati hadirnya Tuhan, Bait yang bisa memberi kehidupan. Dan itu ialah dirinya.

YOHANES DAN INJIL-INJIL LAIN

Peristiwa "pembersihan" Bait Allah diceritakan keempat Injil dengan sudut pandang masing-masing.

a. Yohanes menaruh episode itu pada awal karya Yesus untuk menekankan bahwa sejak awal Yesus mau mengajak orang mengarahkan diri ke Bait yang didirikan Tuhan sendiri, yakni dirinya yang dibangkitkan Tuhan.
b. Ketiga Injil lain (Mrk 11:15-17; Mat 21:12-13; Luk 19:45-46) menaruhnya pada hari-hari terakhir kehidupan Yesus untuk menekankan kontras antara Bait Allah yang morat-marit itu dengan Bait yang akan dibangunnya kembali dalam tiga hari.

c. Berbeda dengan Yohanes, Injil Markus, Matius dan Lukas tidak menghubungkan pernyataan Yesus akan membangun kembali Bait yang hancur dalam waktu tiga hari dengan tindakannya di Bait Allah.

d. Di lain pihak Markus dan Matius melaporkan bahwa pernyataan itu menjadi salah satu tuduhan terhadap Yesus dalam Mahkamah Agama (Mrk 14:58; Mat 26:61) dan juga diperolokan orang-orang yang lewat di muka salib (Mrk 15:29; Mat 27:40). Yohanes tidak menghubungkan kata-kata itu dengan tuduhan maupun olok-olok itu. Lukas tidak menyebutnya samasekali, tetapi ia menggarap bahan ini dengan caranya sendiri: seluruh Kisah Para Rasul memuat cerita bagaimana gereja yang tumbuh pesat itu adalah karya Roh Yesus yang membangun kembali Bait yang baru.

Bagaimanapun juga kata-kata tentang membangun kembali Bait yang runtuh dalam tiga hari ini memang menjadi hal yang dipersoalkan oleh mereka yang menonton tindakan simbolik pembersihan Bait, oleh mereka yang menuduh Yesus di Mahkamah Agung, dan oleh mereka yang mengolok-oloknya waktu ia disalib. Dalam ketiga hal itu Yesus menghadapi ketakpercayaan orang. Kata-kata itu sendiri mengungkapkan keyakinan Yesus. Pembaca Injil dapat memeriksa diri di mana sedang berdiri.

KAITAN DENGAN BACAAN KEDUA (1Kor 3:9b-11.16-17)

Dalam 1Kor 3:9b-11.16-17Paulus menggambarkan komunitas orang percaya sebagai ladang dan bangunan yang diperuntukkan bagi Allah. Ibarat ini kuat. Ladang diharapkan memberi hasil bila mau terus disebut ladang. Juga bangunan kukuh dan betul-betul bisa didiami olehNya sendiri..  Menurut Paulus, kekuatan "bangunan" ini ialah Kristus sendiri. Maksudnya, komunitas baru sungguh bisa berkembang bila memang bertumpu pada Kristus. Bila begitu maka memang dapat menjadi tempat hadirnya roh ilahi. Dan tempat ini tak boleh dikaburkan dengan pandangan-pandangan sendiri mengenai keilahian. Dalam bacaan Injil ditunjukkan bagaimana kemorat-maritan umat yang tidak lagi membiarkan kehadiran ilahi tampil.

Bisakah warta tindakan simbolik Yesus di Bait Allah itu dipakai untuk menyoroti gereja dan lembaga agama yang kadang-kadang terasa kurang menepati inspirasi asli dan yang morat-marit? Memang mudah menjadikan gereja institusional sebagai sasaran amatan seperti ini. Namun penerapan ini kurang tepat dan malah memerosotkan warta Injil. Juga bisa mengundang debat kusir eklesiologi. Lebih berguna melihat arah lain.

Ada "relung-relung keramat" bagi Tuhan dalam hidup kita. Semua itu dibangun dengan itikad baik. Namun tindakan simbolik Yesus tetap menyapa. Bukan dalam arti agar batin makin dibersihkan. Wartanya jauh lebih tajam. Yesus mengajak melepaskan bangunan itu. Mengapa? Bait yang kita akrabi dan pelihara itu sebenarnya tak banyak artinya karena akan runtuh. Yang bakal terus ada ialah Bait yang dibangunnya kembali dalam kebangkitannya. Kita dihimbau agar merelakan relung-relung suci dan bangunan keramat dalam diri kita. Leburkan dalam satu Bait yang hidup, yakni dia yang bangkit itu. (Ahli-ahli tenung di Efesus merelakan ilmu hitam mereka termasuk kitab-kitab wasiat ketika mereka menyatakan diri percaya kepada Yesus, lihat Kis 19:18-19.) Ini hidup rohani yang mengarahkan diri ke Sana, ke Dia, ke Bait Allah yang hidup, ke Bait yang sungguh. Simpanan keramat memang tumbuh dari kebutuhan manusia untuk mendekati Yang Ilahi, tapi Yang Ilahi malah bisa dijadikan semacam barang koleksi yang dirumat, diberi sajian kurban khusus yang dibeli dengan uang yang khusus..!

Yesus sang Utusan Allah itu, telah menunjukkan betapa morat-maritnya dasar keyakinan rohani seperti itu kendati dihayati dengan jujur. Romo-romo Yesuit akan teringat Latihan Rohani yang mulai dengan upaya menyadari betapa aktivitas kita-kita ini sebenarnya kacau-balau. Melepas bangunan-bangunan keramat itu memang askese yang menggentarkan.

Salam hangat,
A. Gianto

Peringatan Arwah Semua Orang Beriman - 2 November 2008

Hello,

Minggu 2 November 2008: Peringatan Awah Semua Orang Beriman (Luk 23:33.39-43)
29 Oktober 2008 14:35

HARI INI JUGA!

Rekan-rekan yang budiman!
Peringatan arwah semua orang beriman 2 November 2008 ini bertepatan dengan Minggu Biasa XXXI tahun A. Bagi kesempatan ini dibacakan Luk 23:33.39-43. Petikan ini diangkat dari kisah penyaliban Yesus dan wafatnya di kayu salib. Garis besar peristiwa itu juga disampaikan dalam Mrk 15:29-32 yang dijadikan sumber Mat 27:39-44. Tapi dua Injil ini hanya menyebut hujatan dari dua kelompok orang, yakni mereka yang lewat di situ dan para imam kepala bersama ahli Taurat. Lukas  mengisahkan bagaimana Yesus yang bergantung di salib diolok-olok tiga macam orang, yakni para pemimpin (Luk 23:35), para serdadu (ayat 36), dan bahkan oleh salah seorang penjahat yang ikut disalibkan bersama dia (ayat 39). Cemoohan mereka intinya begini: kalau memang benar dipilih Allah jadi "Mesias", "Raja", dan "Kristus", coba selamatkan diri sendiri dulu! Orang sekarang akan bilang, apa dasar bagi klaim sebesar itu.

MAU PERCAYA ATAU LEBIH SUKA MENGOLOK-OLOK?

Hanya kita dengar dari Lukas mengenai seorang penjahat lain yang menegur rekan sehukumannya yang menghina Yesus tadi. Katanya, apa tak takut kepada Yang Mahakuasa, kita ini memang pantas dihukum, tapi orang ini - maksudnya Yesus - tak bersalah (ayat 40-41). Kemudian ia malah minta Yesus mengingatnya apabila nanti datang sebagai Raja (ayat  42). Dan Yesus pun berjanji, hari itu juga orang itu akan ada bersama dia di dalam Firdaus (ayat 43).

Ketiga macam orang yang mengolok-olok tadi tak mau percaya bahwa Yesus datang untuk melepaskan manusia dari marabahaya sehingga bisa terus hidup sampai akhir perjalanan. Dengan begitu mereka menyangkal semua upaya penyelamatan yang dilakukan Yesus sepanjang hidupnya: menyembuhkan, memberitakan Kerajaan Allah, mengusir setan, mengajar tentang Bapanya, memilih murid-murid untuk meneruskan kegiatannya. Tetapi Yesus tidak menuruti godaan untuk menyelamatkan diri, sama seperti di padang gurun dulu (Luk 4:1-13). Dari mana dia punya kekuatan bertahan ini? Tentunya karena ia sadar bahwa tujuan perjalanannya ialah mencarikan keselamatan bagi orang lain, bukan bagi diri sendiri. Lagipula sudah terlalu banyak orang yang mengikutinya, kan tidak bener bila ia tinggal gelanggang. Dan siapa yang akan menanggung orang yang disalibkan di sampingnya yang sedemikian mempercayakan diri kepadanya itu? Ah, tak satu domba pun akan ditinggalkan di jalan kehancuran, tak satu mata uang yang terselip pun akan dilupakan, setakpantas apapun anak yang kembali akan menggembirakan (Luk 15:1-32). Tapi siapa yang akan mengurusi mereka kalau ia berhenti? Para pemangsa yang tak kelihatan sudah siap di sekitar, dan mereka semakin menjadi-jadi. Yesus itu lifeline dari Atas Sana bagi manusia yang terancam. Kalau putus bagaimana?

Harapan, kecemasan, dan penderitaan manusia, itulah yang membuat Yesus maju terus. Penderitaan tidak hanya menyakitkan tapi bisa menebalkan integritas siapa saja yang menaruh diri menjadi sesama bagi yang menderita (bdk. Luk 10:25-37 tentang orang Samaria yang jadi sesama bagi orang yang malang). Jalan terus sampai akhir itulah mahkota menjadi sesama bagi manusia. Ia itu Raja yang tak membiarkan orang sendirian di tengah bahaya. Tindakan Yesus itu pernyataan teologis yang amat berani: Tuhan dimuliakan karena peduli dan berhasil jadi sesama bagi manusia! Inkarnasi bukanlah Yang Ilahi "nitis" dalam diri manusia pilihan, melainkan menjadi orang yang mengerti kelemahan manusia, yang peduli akan keadaan manusia.

DARI LAPTOP  LUC

Kemarin sore dalam Skype chat dengan Luc saya tanya ini itu tentang peritstiwa tadi. Ia itu kayak yuppie lulusan Harvard yang tampil berlaptop, headset, MP4, dan entah gadgets apa lagi. Tapi ia bikin search dalam laptopnya yang tipis dan seenteng bulu merek Luculius-4U2, dan membuka arsip surat yang pernah diemailkannya kepada pembaca Internos. Hot spot di Piazza della Pilotta memungkinkan WiFi di Twinhead Efio!123A di ruang studi saya menyedot dokumen itu in no time. Baiklah saya kutipkan saya dua paragraf yang  ditulis Luc dan bisa dipakai lagi di sini.

"Rekan-rekan peminat Injil! .... [Dalam peristiwa Golgota itu,] satu-satunya tokoh yang berbicara, baik dengan pencemooh maupun dengan Yesus, ialah penjahat yang sadar tadi. Begitulah ia bisa menjadi tuntunan suara hati orang. Tidak ikut-ikutan. Bahkan ia menegur kawannya. Ia mengakui patut dihukum. Kemudian ia minta kepada Yesus, agar mengingatnya nanti bila datang sebagai Raja. Orang itu sudah bisa berdamai dengan diri sendiri. Karena itu ia juga bisa melihat dan mengakui siapa sebenarnya Yesus itu. Para pemimpin tak bisa, juga para serdadu tak mampu. Mereka belum dapat berekonsiliasi dengan diri sendiri. Apalagi penjahat yang ikut-ikutan mengumpat tadi. Ia tak bisa menerima dirinya sendiri, maka tidak melihat siapa yang ada di sampingnya itu."

"Jawaban Yesus (ayat 43) itu saya dapati dalam himpunan perkataannya yang beredar pada waktu saya mulai menulis. Dag-dig-dug, rasanya ia sedang berbicara kepada saya juga meskipun saya belum sepasrah orang yang disalibkan di samping Yesus itu. Kata pembimbing rohani, masih ada beban yang mesti dibenahi dulu. Tetapi kata-kata Yesus itu menyapa terus dan serasa ada daya luarbiasa yang mendorong menuliskan semuanya sampai plong. Berada kembali di Firdaus! Byaar! Seperti ketika manusia diciptakan dalam gambar dan rupa Pencipta sendiri (Kej 1:26-27). Pernah dengar cerita orang bijak mengenai Yang Mahakuasa ketika mengusir manusia dari Firdaus karena melanggar perintahnya (Kej 3:23)? Sebelum mengeluarkan mereka, ia membuatkan mereka pakaian dan mengenakannya sendiri pada mereka (Kej 3:21). Kiranya ini caraNya mengatakan bahwa Ia tidak membenci manusia walau mereka dikenaiNya hukuman. Ia menunggu mereka selesai menjalani hukuman dan kembali ke Firdaus. Diam-diam Ia tetap menyertai manusia dalam ujud suara hati yang bisa didengarkan dan yang menuntun di jalan setapak kembali ke Firdaus lewat jalan lain yang tidak dihadang penjaga berpedang api. Ini bukan hasil anganan. Lihat yang terjadi di Golgota! Apa yang dilakukan suara hati si terhukum yang berdamai dengan diri sendiri itu? Si terhukum itu menemukan jalan kembali ke Firdaus, dan bukan sendirian, melainkan bersama dengan Yang Punya Kuasa sendiri! Yang Mahakuasa itu punya seribu satu cara menggapai manusia yang kehilangan arah. Dan taruh kata manusia putus asa, melingkar, kaku, dan Tuhan sendiri sudah hampir mutung kehabisan akal, masih ada "pengurus kebun" yang berani memintakan kelonggaran. Perumpamaan ini pernah saya sampaikan dalam Luk 13:1-9."

DI MANA PARA ARWAH ITU?

Begitulah Luc. Ada satu hal yang bisa secara khusus dibicarakan lebih jauh dalam kaitan dengan peringatan para arwah kali ini. Di mana arwah orang yang sudah meninggal dan bagaimana keadaannya? Pertanyaan semacam ini kerap terdengar di kalangan umat. Banyak yang mulai membuat perkiraan ini itu. Di sini teologi kita diuji apakah bisa menerangkan iman kepercayaan pengikut Kristus dengan lurus dan tidak ke sana ke mari.

Kita lihat saja cara penjelasan Kabar Gembira sendiri. Kan Injil ditulis untuk menyampaikan kembali kesaksian diri orang yang telah betul-betul mengalami kematian dan bangkit, yakni Yesus Kristus sendiri. Semua kisah pengajaran, mukjizat, dan tindakan-tindakan lainnya takkan banyak artinya bila tak dibaca dalam terang kebangkitannya itu. Perkataan serta tindakan yang disampaikan dalam Injil-Injil sudah diolah kembali dalam sinar hidup baru itu. Inilah yang kerap dilupakan. Dalam hubungan inilah dapat disimak kekuatan perkataan yang diucapkannya kepada orang yang disalib bersama dengannya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya HARI INI juga engkau akan ada bersama-sama aku DI DALAM FIRDAUS!" Kiranya sudah menjadi keyakinan iman dalam komunitas awal bahwa orang yang minta agar diingat oleh Sang Tersalib yang nantinya bangkit itu akan ada bersama dengannya hari itu juga, langsung pada saat meninggalkan dunia ini. Inilah kepercayaan para pengikut Kristus mengenai apa yang bakal terjadi dengan arwah orang yang meninggal. Sederhana. Ringkas. Tidak bertele-tele. Tapi karena sedemikian apa adanya, orang sering malah tidak mudah mempercayainya dan lebih tertarik mengembangkan pelbagai perkiraan mengenai keberadaan setelah kematian. Kita boleh tanya pada orang yang ikut disalib bersama Yesus yang diceritakan Luc dengan penuh simpati itu. Dan jawabannya kiranya akan mengulang perkataan Yesus sendiri, hari ini juga, ya hari ini juga... di Firdaus kembali, menjadi seperti manusia yang dijadikan seperti gambar dan rupa Dia yang ada di Sana. Inilah keadaan para arwah yang dirayakan orang-orang yang suka percaya.

Salam hangat,
A. Gianto