Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa III B - 25 Jan 2009

Halo,

Injil dan bacaan kedua Minggu Biasa III/B 25 Jan 2009 (Mrk 1:14-20 & 1Kor 7:29-31)
19 Januari 2009 08:39

INI WAKTUNYA! YA INILAH SAATNYA!

Hari Minggu ini kita dengar bagaimana Yesus mulai tampil di muka umum. Dua hal dilakukannya, yang pertama ialah mengumumkan Injil (Mrk 1:14-15) dan yang kedua, memanggil para murid yang pertama (1:16-20). Peristiwa ini terjadi di dekat Danau Galilea, di wilayah utara Tanah Suci. Kegiatan ini mengawali perjalanannya membawakan Kabar Gembira dalam ujud pengajaran dan macam-macam penyembuhan dari Galilea menuju ke selatan, sampai ke Yerusalem.

MENGAJAK ORANG MENDENGAR

Setelah dibaptis, Yesus dipimpin Roh ke padang gurun (Mrk 1:12-13). Di sana selama 40 hari (Mrk 1:12-13) ia mengalami kehadiran Roh, tapi juga menghadapi kekuatan Iblis. Ia terpisah dari jangkauan sesama ("hidup bersama dengan binatang liar") namun juga disertai para malaikat. Begitulah cara Injil menampilkan Yesus sebagai manusia yang integritasnya teruji, sebagai manusia yang betul-betul dekat pada keilahian sehingga kekuatan yang jahat tidak dapat menguasainya. Orang seperti inilah yang tampil di masyarakat dan membawakan Kabar Gembira. Ia sendiri sudah mengalaminya dan karenanya dapat mewartakannya.

Disebutkan pada awal Injil hari ini bahwa Yohanes Pembaptis ditangkap. Orang banyak tak lagi dapat datang menyatakan tobat seperti dulu. Tetapi kini ada tokoh yang lebih besar yang telah diberitakan sang Pembaptis sendiri. Dia sudah hadir dan mengabarkan bahwa "genaplah waktunya, Kerajaan Allah sudah dekat". Sekaligus ia mengajak orang-orang menumbuhkan sikap yang paling cocok menanggapi kenyataan baru ini, yakni "bertobat dan percaya kepada Injil".

Orang Yahudi dulu membayangkan bahwa sejak awal Yang Maha Kuasa sudah menentukan kurun waktu sebelum datang zaman baru yang ditandai dengan kehadiranNya di dalam kehidupan orang-orangNya. Kurun waktu ini kini dinyatakan telah genap, telah terpenuhi. Masa menunggu sudah selesai. Zaman baru yang tadi dinanti-nantikan dan diungkapkan dengan gagasan "Kerajaan Allah" sudah ada di tengah-tengah manusia. Kini ada seorang manusia yang membiarkan diri sepenuhnya dijadikan tempat berdiam bagiNya. Di dalam diri orang inilah dapat dikatakan "Allah meraja". Jadi dalam paruh pertama pewartaan Yesus tadi hendak dikatakan ada orang yang benar-benar dapat menghadirkan kebesaran Allah di tengah-tengah manusia.

Semakin dipikirkan, semakin jelas bahwa yang dibicarakan ialah diri Yesus sendiri. Dialah ujud nyata Kerajaan Allah yang sudah dekat itu. Beberapa waktu sebelumnya, pada saat pembaptisannya, ia dinyatakan sebagai orang yang amat dekat pada Yang Maha Kuasa dan ditandai oleh Roh. Kesungguhannya juga telah teruji. Ia dapat mengenali gerak kekuatan-kekuatan yang jahat dan yang baik. Pernyataan "Kerajaan Allah sudah dekat" itu pernyataan iman yang amat berani tanpa melebih-lebihkan, tetapi juga tanpa menutup-nutupi kebesaran dia yang mewartakannya. Pendengar di zaman apapun akan merasa dihadapkan pada kenyataan baru. Dan tak bisa lagi diam saja. Menganggapnya sepi sama saja dengan menolak dan tidak mempercayai kebenarannya. Mulai mencoba memahami berarti menerimanya dan mengarahkan diri pada kehadiran Allah dalam ujud orang yang ini. Itulah inti dari "bertobat". Pergantian haluan hidup hanyalah kelanjutan dari arah baru ini. Dan baru demikian orang bisa diajak mempercayai Injil, yakni Kabar Gembira. Manakah inti Kabar Gembira yang dibawakannya?

Menurut Injil Yohanes, satu ketika Yesus mengajak dua orang yang mau mengenalnya agar datang dan melihat sendiri (Yoh 1: 38-39). Begitu pula dalam Injil Markus (juga Matius dan Lukas), Yesus mengajak orang-orang menemukan apa Kerajaan Allah itu bagi mereka sendiri serta menjadi bagian darinya. Seperti ia sendiri. Inilah Kabar Gembira yang dibawakannya. Suatu warta yang memungkinkan kemanusiaan berkembang seutuh-utuhnya, tapi juga arah yang memungkinkan Allah bisa hadir sedekat-dekatnya. Bukan lagi warta harus begini harus begitu, tak boleh ini itu, melainkan warta yang membuat orang menemukan diri dalam Allah.

Bagaimana kenyataannya di dalam hidup sehari-hari? Dalam bagian kedua bacaan Injil hari ini (ay. 16-20) ditunjukkan bagaimana Yesus mengajak orang-orang tertentu untuk menghidupi Kabar Gembira tadi. Bersama mereka nanti Yesus akan membawakan apa itu kehadiran Kerajaan Allah kepada orang banyak, apa itu kenyataan hidup yang membuat Allah dapat dirasakan hadir oleh orang banyak. Pengajaran, penyembuhan, pengusiran kekuatan roh jahat, semua inilah tanda-tanda hadirnya Allah di tengah kemanusiaan. Itulah ujud nyata KerajaanNya yang dialami orang-orang pada waktu itu dan diceritakan kembali bagi generasi-generasi berikutnya.

WILAYAH GALILEA

Menurut Mrk 1:14 dan 16 Yesus mulai tampil di wilayah Galilea, di tempat-tempat di dekat danau, terutama di kota Kapernaum. Sudah pada zaman Perjanjian Lama, wilayah utara ini berbeda dengan Yudea di selatan, baik alamnya maupun kehidupan sosialnya. Di utara tanahnya lebih subur. Perekonomiannya lebih maju. Orang-orangnya lebih berpikir independen. Tetapi sering mereka dipandang kurang taat beragama oleh elit politik-religius di Yerusalem, yakni ahli Taurat, para imam, kaum Farisi. Memang di wilayah utara juga ada cukup banyak orang yang asalnya dari Yudea. Mereka pindah ke utara untuk mendapatkan nafkah lebih besar dan mencari peluang yang lebih luas. Keluarga Yesus kiranya juga dari Yudea. Karena itulah Yusuf dan Maria datang ke sana dari Nazaret di Galilea untuk menyensuskan diri seperti diceritakan Lukas (Luk 2:1-5).

Macam-macam prasangka, lebih-lebih di bidang hidup keagamaan, lebih terasa di Yerusalem dan Yudea pada umumnya. Di utara orang biasa berhubungan dengan budaya lain. Di wilayah yang memiliki kebiasaan berpikir lebih luas itulah Yesus mulai mewartakan sesuatu yang baru. Ia didengarkan. Lihat misalnya kekaguman orang di Kapernaum mendengarkan uraiannya yang segar mengenai Taurat (Mrk 1:21-22; Luk 4:31-32). Mereka tertarik. Tidak pasif saja dan kemudian melupakannya. Tentu saja mereka tidak selalu menyambutnya dengan terbuka. Di Nazaret sendiri ia bahkan pernah ditolak (Mrk 6:1-6a Mat 13:53-58 Luk 4:16-30).

Di wilayah Galilea sudah beberapa puluh tahun sebelumnya berkembang satu sektor perekonomian baru, yakni eksploitasi ikan dari danau. Pasar-pasar ikan di tepi danau bertumbuh dan akhirnya menjadi tempat hunian dan kota yang ramai. Kapernaum ialah salah satu dari kota-kota itu. Begitu juga Magdala, Betsaida, dan wilayah Genesaret di tepi danau Tiberias. Nanti Yesus akan mondar-mandir di antara kota-kota itu ikut perahu para nelayan. Dalam ukuran zaman itu para nelayan ialah orang-orang yang maju dalam bisnis. Salah satu usahawan seperti itu ialah Zebedeus, ayah Yakobus dan Yohanes. Juga Simon Petrus dan Andreas adalah pebisnis ikan yang mapan. Memang kebanyakan masih dilakukan sendiri, dari menjala, menyortir, kemudian membawanya ke pasar. Umumnya orang-orang itu lincah berusaha. Inilah orang-orang yang dijumpai Yesus dan yang kemudian menjadi pengikutnya. Bahkan dari antara mereka ada yang menjadi murid-muridnya yang pertama. Yesus melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada. Ia tidak menunggu orang datang kepadanya. Ia mendatangi para nelayan itu, menyertai mereka. Begitulah ia makin didengar orang.

PANGGILAN  MENJADI MURID

Dalam petikan Injil ini juga diceritakan Yesus memilih murid sebagai rekan sekerja. Simon Petrus dan Andreas dipanggil ketika mereka tengah menangani pekerjaan mereka menjala ikan. Mereka serta-merta meninggalkan jala mereka untuk mengikuti Yesus. Juga Yakobus dan Yohanes segera meninggalkan perahu serta ayah mereka yang kiranya pemilik perusahaan ikan yang sukses tadi. Orang-orang ini melihat kenyataan "Kerajaan Allah" dalam diri orang yang mengajak mereka ikut. Dan mereka tidak ingin kehilangan dia. Mereka pun mengikutinya dan berpindah gaya hidup. Itulah "bertobat" bagi mereka. Dan itu juga kenyataan "percaya kepada Injil". Terlihat kini Kerajaan Allah mulai hidup dalam diri orang-orang di sekitar Yesus juga.

Mereka yang dipanggil itu akan dijadikan penjala manusia (Mrk 1:17=Mat 4:19). Sering diartikan mencari pengikut sebanyak-banyaknya, seperti mendulang lubuk misi! Tafsiran seperti itu tidak klop, baik dulu maupun sekarang, bahkan bisa memerosotkan panggilan yang digambarkan Injil. Dalam Luk 5:10 "penjala manusia" dirumuskan sebagai "anthroopous (esee) zoogroon", artinya yang menangkap manusia untuk membawanya ke kehidupan. Begitulah penjelasan yang berasal dari zaman itu sendiri. Tanggung jawab para murid bukan menangkapi, tetapi mendukung, menuntun, memelihara, menguatkan orang agar bisa hidup terus, membuat orang menemukan jalan sendiri. Dan bukan hanya dalam kehidupan rohani belaka.

Dapatkah Gereja menjadi wadah yang baru bagi mereka yang tertangkap bagi kehidupan itu? Atau wadah ini sendiri perlu dibenahi dulu sehingga memungkinkan panggilan menjadi pengikut Yesus? Bagi zaman kita ini, ajakan untuk membawa orang-orang ke kehidupan masih amat aktual. Juga dalam mengusahakan masyarakat yang lebih memungkinkan hidup pantas bagi semua. Juga dalam mengajak semua orang yang berkemauan baik untuk bersama-sama membangun masyarakat yang membangun keadaban, bukan merusaknya.

DARI BACAAN KEDUA (1Kor 7:29-31)

Pada zaman itu umat Korintus hidup di tengah-tengah masyarakat luas dengan pelbagai tawaran cara hidup metropolitan. Ada kalangan yang mengikuti cara hidup bebas, apa saja sah. Bukannya mereka ini selalu amoral. Dalam paham etika yang menekankan kemerdekaan manusia sebagai diri rasional, pandangan ini bisa membuat tindak tanduk manusia dewasa lebih otentik, lebih mandiri, dan bernilai. Tetapi bila tidak berpegangan dan bernalar memang bisa merosot dan apa saja dihalalkan dan amoralitas mudah terjadi. Ada pula kalangan lain yang amat ketat mengikuti hukum-hukum kelakuan baik dan agama. Mereka ini  bisa menjurus ke puritanisme dan intoleran. Khusus pada masa itu ada aliran pemikiran religius yang beranggapan apa-apa yang badaniah itu termasuk  yang kotor. Mereka ini bahkan berpendapat bahwa perkawinan termasuk kelakuan seperti itu. Pendapat seperti ini agak bergema dalam surat Paulus kepada orang  Korintus, lihat misalnya  1Kor 7:1-16 yang berisi nasihat-nasihat keras dalam hidup suami-istri. Masalahnya, bagaimana sikap yang benar dan perilaku yang pantas bagi para pengikut Kristus di Korintus waktu itu.

Khusus dalam bagian yang dibacakan kali ini Paulus menanggapi persoalan di atas dengan mengutarakan satu  pegangan, yakni menyadari kini saatnya sudah tiba bagi tiap orang untuk betul-betul memegang yang bakal memberi kehidupan. Waktunya sudah terasa singkat! (1Kor 7:29) Tak ada lagi kesempatan untuk enak-enak mencoba  yang ini atau yang itu. Jalani terus serta tekuni pilihan serta kehidupan yang nyata-nyata sedang dijalani ketika mereka menjadi pengikut Kristus. Dapat diperkirakan, mereka ini asalnya dari kalangan yang bersikap ketat dalam moralitas serta condong beranggapan bahwa barang-barang duniawi berlawanan dengan kehidupan batin. Kepada mereka  ini dinasihatkan Paulus agar tidak berpindah-pindah cara hidup, maksudnya, agar tidak semakin mengetatkan dan semakin menjauhi kehidupan badaniah. Sudah cukup. Tekuni saja.

Pembaca kini bisa bertanya, kalau begitu tak perlu "bertobat"? Ah, tak usah kita pegang anggapan kaku mengenai apa itu bertobat. Bagi umat Korintus waktu itu, ujud pertobatan yang paling cocok ialah tidak melebih-lebihkan perilaku asketik menjauhi apa-apa yang badaniah. Sudah cukup kesadaran bahwa barang-barang duniawi serta kelakuan badaniah itu tak dibiarkan menentukan segalanya. Dinasihatkan oleh Paulus, mereka yang telah beristri hendaklah berkelakuan seolah-olah sudah tidak beristri. Bukan agar menjauhi istri, ini justru yang hendak dicegah Paulus. Orang di Korintus ada yang tergoda untuk berlebihan bermatiraga sehingga sang istri pun dijauhi. Maka nasihat  Paulus, cukup, anggap saja seolah-olah sudah menjauhi istri, tapi terus hidup wajar sebagaimana - maksudnya  sebagai suami istri. Begitu pula orang yang "menangis", maksudnya ada dalam kesusahan. Di Korintus ada kecenderungan untuk melebih-lebihkan penderitaan. Cukup, anggap saja tidak dalam penderitaan sehingga tak usah menambah-nambah rasa susah. Yang gembira begitu pula diajak agar tidak beranggapan ini buruk - anggap saja tidak sedang  gembira. Titik. Begitu seterusnya. Ini bukan ironi. Nasihat-nasihat ini cocok buat orang di  Korintus. Juga  menunjukkan ketrampilan pastoral Paulus. Satu hal perlu dipegang: waktunya singkat, jadi jangan aneh-aneh. Yang penting ialah integritas. Inilah juga yang diserukan dalam ajakan bertobat dan percaya akan Kabar Gembira serta mengikuti Yesus. Ini juga kenyataan apa itu "terjala bagi kehidupan" seperti diuraikan di muka.

Salam hangat
A. Gianto

Minggu Biasa II B - 18 Jan 2009

Hello,

Injil dan bacaan kedua Minggu Biasa II/B 18 Jan 2009 (Yoh 1:35-42 & 1Kor 6:13c-15a.17-20)
12 Januari 2009 15:09

DI MANAKAH ENGKAU TINGGAL?

Rekan-rekan yang budiman!
Dikisahkan dalam Yoh 1:35-42 (Injil Minggu Biasa II tahun B) bagaimana Yohanes Pembaptis menunjukkan kepada dua muridnya bahwa orang yang dilihatnya lewat di situ, yakni Yesus, ialah "Anak Domba Allah". Kedua orang itu pun mengikutinya. Dan terjadilah percakapan di antara Yesus dan kedua murid itu. Mereka ditanya apa yang mereka cari. Mereka mengatakan ingin tahu di mana ia tinggal. Yesus pun mengajak mereka ikut dan melihat sendiri. Begitulah mereka tinggal bersama dia sampai sore hari. Salah seorang dari keduanya, Andreas, menemui Simon Petrus, saudaranya, dan mengatakan telah menemukan Mesias. Andreas mempertemukan saudaranya dengan Yesus yang kemudian memberinya nama Kefas.

APA YANG KALIAN CARI?

Yohanes Pembaptis ialah orang besar yang berani membuka jalan bagi dia yang datang, bagi Yesus. Orang-orang yang tadi datang berguru kepadanya dituntunnya kepada dia yang diakuinya sebagai lebih besar dari dirinya. Itulah yang diperbuatnya bagi kedua orang muridnya pagi hari itu. Dan mereka kini mengikuti Yesus. Mungkin benak mereka masih penuh tanda tanya. Siapakah dia yang sedemikian besar yang dirujuk oleh guru mereka itu? Satu saat Yesus menoleh dan menyapa, "Apa yang kalian cari?" (ay. 38) Pertanyaan ini sederhana, wajar, tapi penuh perhatian. Boleh jadi mereka rada gelagapan tiba-tiba disapa demikian oleh orang yang sedemikian ditinggikan oleh guru mereka sendiri tadi. Jawab mereka lugu, "Guru, di manakah engkau tinggal." Mereka tidak mengharapkan langsung diterima. Hanya sekedar mengungkapkan rasa ingin tahu. Tapi Yesus menanggapi. Ia mengajak mereka melihat sendiri. Mereka dibiarkan menemukan sendiri yang mereka cari.
Itulah percakapan yang pertama kalinya antara Yesus dengan orang yang mengikutinya seperti diceritakan kembali dalam Injil Yohanes. Pembaca akan makin menyadari bagaimana sang Sabda yang sejak dulu ada itu kini tampil dalam bentuk pertanyaan "Apa yang kalian cari?" Ia bukan yang "jauh di sana", melainkan dia yang menyapa dan mengajak berbicara. Sang Sabda tidak menganggap sepi orang yang datang kepadanya
Inti kehidupan batin boleh jadi dapat dirumuskan dalam satu kata, yakni "mencari" Yang Abadi tapi yang ada di tengah-tengah kemanusiaan. Namun sering kita juga belum amat tahu apa sebetulnya yang kita maui. Dia akan membantu kita menemukan dirinya. Dan hari itu terjadi demikian dengan kedua murid tadi - juga kepada siapa saja yang mulai berjalan mengikutinya. Kita akan mendapat ajakan melihat sendiri dan menemukan yang tak terduga-duga. Kedua murid itu juga sedang menemukannya tanpa mereka sadari.

TIGA GELAR

Dalam bacaan ini, sosok Yesus ditampilkan dengan tiga "gelar", yakni Anak Domba Allah, Guru, dan kemudian Mesias. Marilah kita dekati. Yohanes Pembaptis menyebut Yesus sebagai Anak Domba Allah (Yoh 1:36). Sebutan ini sudah dipakainya dalam 1:29. Di situ ditambahkan "yang menghapus dosa dunia". Tambahan ini menjelaskan makna sebutan tadi. Dia itulah yang menyingkirkan kegelapan dosa dari dunia sehingga menjadi wahana bagi terang.
Tafsir "Anak Domba Allah" sendiri amat kaya. Bagi keperluan kali ini dapatlah diringkaskan sebagai berikut. Sebutan itu mengingatkan pada anak domba yang dikurbankan orang Israel pada malam sebelum meninggalkan negeri Mesir (Kel 12) yang kemudian diperingati tiap tahun pada malam Paskah orang Yahudi. Ini perayaan peristiwa pembebasan dari perbudakan di Mesir dan perayaan iman akan Allah yang tetap melindungi mereka. Kemudian di kalangan para pengikut Yesus yang pertama berkembang kesadaran bahwa dia itu juga kurban yang diterima baik oleh Allah di Baitnya. Selain itu, kehidupan Yesus juga dipandang sebagai sosok Hamba Allah sebagaimana terungkap dalam Yes 53:7. Hamba ini seperti anak domba yang dibawa ke tempat penyembelihan. Boleh kita lanjutkan. Kehidupan Yesus dapat dilihat sebagai kurban silih yang membebaskan dunia. Ia mendekatkan kembali manusia dengan Allah sehingga dapat menjadi gambar dan rupa Pencipta yang utuh. Kehidupannya memerdekakan manusia dari kurungan dosa. Dia itu. Anak Domba Allah! Itulah yang dilihat Yohanes Pembaptis. Itulah yang diwartakannya kepada orang banyak dan kepada dua orang muridnya hari ini.
Sebutan yang kedua secara spontan diucapkan oleh kedua murid Yohanes Pembaptis, yakni "Rabi" atau "Guru" (ay. 38), panggilan bagi ulama yang amat dihargai. Orang bijak seperti ini dapat menerangi liku-liku kehidupan. Lebih dari itu, Yesus dapat memperkenalkan siapa Allah itu dengan cara yang baru. Ia akan mengajar agar orang berani memanggilNya sebagai Bapa. Dan orang akan menemukan diri sebagai yang diperhatikan, yang dilindungi. Macam-macam kesulitan dan bahkan penderitaan tidak akan membuat putus harapan. Ada yang menunggu di sana.
Tentu saja kedua orang yang mengikuti Yesus itu belum tahu apa yang bakal mereka terima. Tapi mereka malah diajak melihat di mana guru itu tinggal dan tentunya di mana ia memberi pengajaran. Begitulah mereka tinggal bersama dia hari itu hingga pukul empat sore. Sepenuh hari mereka ada bersama dia. Apa yang mereka peroleh dari guru ini? Seandainya kita dapat menempatkan diri dalam keadaan kedua murid tadi, kita juga boleh bertanya, dalam mengikuti Yesus sang Guru itu apa yang kita peroleh?
Yohanes penginjil mengisahkan, setelah tinggal sehari dengannya, salah satu dari dua orang itu, yaitu Andreas, mendapati seorang saudaranya, Simon, dan memberitahukan bahwa mereka baru saja menemukan Mesias. Mereka bukan hanya melihat di mana ia tinggal, melainkan menemukan bahwa yang disebut Anak Domba Allah oleh Yohanes Pembaptis itu juga sang Mesias.
Bagi orang Yahudi pada zaman itu, Mesias, Yang Terurapi, ialah tokoh yang kedatangannya telah lama dinanti-nantikan. Dialah yang diharapkan akan memimpin umat agar mendapatkan kembali kejayaan mereka. Mereka mendambakan pemimpin yang datang dengan wibawa Allah sendiri. Setelah sehari penuh berada di tempat Yesus tinggal, kedua orang itu mulai mengerti bahwa dia itulah tokoh yang diharap-harapkan banyak orang. Boleh jadi belum amat jelas kemesiasan macam apa yang ada dalam diri Yesus. Tetapi tak apa. Ia sendiri nanti akan mengajarkannya. Yang penting, mereka telah menemukannya. Harapan mereka akan perbaikan serta masa depan menjadi besar dan menyala-nyala. Andreas mengabarkannya kepada Simon, dan bahkan membawa saudaranya itu kepada Yesus.
Kemudian disebutkan bahwa Yesus memandangi Simon dan memberinya nama baru, yaitu Kefas, artinya Petrus. Kejadian ini berhubungan dengan peristiwa yang diungkapkan dalam Injil Sinoptik sebagai pengakuan Petrus bahwa Yesus itu Mesias. Dalam Injil-Injil Sinoptik, peristiwa itu menjadi puncak Injil tentang Yesus. Setelah beberapa waktu menjadi murid Yesus dan mendengar macam-macam "kata orang" mengenai dirinya, para murid ditanyai Yesus, menurut "kalian", siapa dirinya itu. Petrus mewakili para murid dan menegaskan bahwa Yesus itu Mesias. Sesudah episode itu ada tradisi khusus mengenai Petrus (Mat 16:17-19) yang ada titik temunya dengan Yoh 1:42, yaitu bahwa Simon dipanggil sebagai Petrus. Dijelaskan dalam Injil Matius bahwa Petrus itu karang tempat Yesus membangun umatnya dan alam maut takkan menguasainya. Dalam Injil Yohanes, meski ia tidak ditonjolkan dengan cara itu, Simon tampil sebagai orang pertama yang datang kepada Yesus karena mendengar bahwa dia itu Mesias.

KABAR GEMBIRA

Dengan latar belakang di atas, jelas bahwa kemesiasan Yesus itu kemesiasan untuk membangun umat sehingga menjadi tempat yang tidak lagi dikuasai yang jahat dan tidak lagi dikurung maut. Itulah yang dilakukan "Anak Domba Allah" seperti dijelaskan di muka. Itulah yang diajarkan oleh "Guru" yang mempesona orang yang bertemu dengannya.
Kabar Gembira tidak jatuh dari langit begitu saja, melainkan kenyataan batin yang mulai hidup dalam hati dan budi orang yang percaya, lewat kesaksian orang-orang yang telah mengalaminya sendiri, juga lewat rasa ingin tahu kita sendiri. Tidak bisa dipaksa-paksakan. Tetapi bisa dipersaksikan. Dan ditekuni dengan mengalami sendiri perjumpaan dengan dia yang diwartakan Kabar Gembira itu. Kehidupan beragama zaman ini dapat banyak belajar dari sana.
Para pewarta sabda juga diajak membiarkan dia yang diwartakan Injil menyapa batin orang dengan caranya sendiri. Peran pewarta ialah menunjukkan jalan yang pernah dilaluinya sendiri dan yang dialaminya sendiri dan kini dapat dibagikan kepada orang lain. Begitulah yang dilakukan Yohanes Pembaptis. Begitu pula yang dibuat Andreas. Dan hasilnya nyata: kedua murid sang Pembaptis sejak itu menjadi pengikut Yesus. Dan Simon menemukan Mesias. Jangan dilupakan, Yesus menemukan Kefas, batu karang kukuh yang memungkinkan kemesiasannya dikenal orang banyak.

DARI BACAAN KEDUA

Bacaan kedua dalam kesempatan ini (1Kor 5:13a-15a.17-20) terasa keras mengecam perilaku amoral, dari perkara makan berlebihan sampai soal birahi. Guna memahami maksud petikan ini baik diingat bahwa tujuan utama Paulus dalam menulis semua ini kepada umat Korintus ialah untuk mengajak mereka memahami masyarakat mereka - masyarakat Kristiani awal - hidup di tengah-tengah orang bermacam-macam keyakinan, dari kalangan Yahudi tradisional sampai ke masyarakat berpendidikan Yunani, dari mereka yang dikenal sebagai kalangan "beragama" sampai kelompok yang dipandang sebagai "kaum bebas", juga di hadapan adat dan hukum-hukum perilaku. Tidak amat berbeda dengan keadaan di zaman modern di sebuah metropolitan. Dalam keadaan itulah orang semakin butuh memiliki kesadaran akan apa yang betul, apa yang pantas, yang baik serta yang melawan semua itu. Adat, hukum, agama serasa tidak lagi mencukupi, tetap sikap mempertanyakan semua ini tidak juga banyak menolong. Dibutuhkan semacam pegangan, tapi bukan lagi aturan-aturan yang diajarkan adat, tetapi ancar-ancar batin. Nah dalam rangka inilah Paulus berbicara mengenai beberapa perilaku khas yang disorotinya. Semakin di baca semakin jelas bahwa tujuan utamanya bukanlah mencela atau melulu memberi nasihat dan khotbah moralistis. Ia mau mengajak umat Korintus, yang rata-rata berpendidikan cukup tinggi, untuk melihat bahwa kehidupan mereka itu hidup yang sudah disebadankan dengan hidup Roh. Maksudnya kehidupan mereka itu menjadi bentuk nyata kehadiran Roh. Nah bila mereka berkelakuan tidak sepatutnya maka mereka akan menampilkan gambar buruk siapa Roh itu. Inilah yang ditekankan. Semacam imbauan menalarkan keadaan mereka. Umat Korintus juga dikenal orang-orang lain sebagai pengikut cara hidup baru, kehidupan mengikuti Kristus. Nah, orang banyak itu hendaknya dapat memperlihatkan bagaimana baiknya Roh di kalangan masyarakat luas. Dengan pegangan dasar ini maka contoh-contoh konkret menjauhi kelakuan "berdosa" yang disebutkan Paulus dapat lebih dimengerti.
Pengikut Kristus dalam banyak arti ialah orang yang mencari dia dan menemukannya dan kini mulai dapat berbagi kegembiraan dengan orang-orang lain seperti para murid Yohanes dalam petikan Injil kali ini. Juga orang-orang zaman ini yang mulai mengenal Kristus tetap dapat membawakan kegembiraan rohani serta menampilkan wajah Kristus kepada orang banyak. Inilah hidup "mengikatkan diri", menjadi "sebadan", dengan Roh seperti yang dikemukakan Paulus dalam 1Kor 5:17.

Salam hangat,
A. Gianto