Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Hari Minggu Biasa XXXIII B - 15 November 2009

Injil Minggu Biasa XXXIII/B 15 November 2009 (Mrk 13:24-32)


MEMBARUI KEMANUSIAAN

Karangan ini membicarakan Mrk 13:24-32 yang dibacakan pada hari Minggu Biasa
XXXIII tahun B. Ada dua pokok yang disampaikan dalam petikan dari Injil
Markus ini. Yang pertama mengenai kedatangan Anak Manusia yang didahului
"zaman edan" (ay. 24-27). Yang kedua mengajak orang memperhatikan kapan saat
itu tiba (ay. 28-32).

KEDATANGANNYA KEMBALI

Murid-murid yang masih mengenal Yesus dari dekat mewartakan bahwa ia telah
bangkit dari kematian dan naik ke surga dan kini menyiapkan tempat bagi
mereka. Ia akan datang kembali dengan mulia dan orang-orang yang percaya
kepadanya akan ikut serta dalam kebesarannya. Saat itu seluruh alam semesta
akan menyaksikan peristiwa ini. Yang paling membuat generasi pertama
murid-murid ini bergairah ialah kebangkitannya. Karena itu, pewartaan Injil
yang paling awal ialah "Tuhan telah bangkit!" Semua hal lain, termasuk
kedatangannya kembali, ialah kelanjutan peristiwa itu. Namun demikian, bagi
murid-murid dari generasi yang tidak mengenal Yesus sendiri, kebangkitannya
sudah jadi hal yang diandaikan. Minat mereka lebih terarah pada
kedatangannya kembali. Di situlah letak daya tarik komunitas Kristen awal
ini. Seluruh Injil Markus ditulis bagi kalangan mereka. Kepada mereka
diperkenalkan siapa Yesus yang akan datang kembali itu lewat ingatan akan
hal-hal yang diajarkan dan dilakukannya semasa hidupnya. Kedatangannya
kembali nanti dikontraskan dengan suasana yang menggelisahkan - suasana
zaman edan dan bumi gonjang-ganjing.

KERAJAAN ALLAH SUDAH TIBA

TANYA: Markus, bila begitu latar belakangnya, apa warta Yesus yang paling
pokok yang Anda rekam?

MARKUS: Orang-orang di sana dulu terusik dengan pertanyaan-pertanyaan
tentang akhir zaman. Kepada orang-orang ini Yesus mengajarkan bahwa akhir
zaman sudah tiba dalam wujud "Kerajaan Allah". Ini kutuliskan pada awal Mrk
1:15.

TANYA: Lha, apa yang terjadi bila Kerajaan Allah sudah datang?

MARKUS: Dalam Mrk 1:15a, kuceritakan Yesus berseru "Metanoeite!", yang
artinya lebih luas daripada "Bertobatlah!" Orang-orang diminta agar berubah
haluan dari hanya ngutak-utik perkara betul atau salah menurut Taurat
menjadi orang yang berpikir lapang, yang tidak membiarkan diri terganjal
huruf. Begitulah ada kemerdekaan batin. Ini perlu agar warta Injil bisa
diterima dengan mantap.

TANYA: Lalu?

MARKUS: Langkah berikutnya, ya mendengarkan, memandangi, mengikuti Yesus
yang mengajar, menyembuhkan orang sambil berjalan ke Yerusalem meskipun
sadar di sana bakal kena susah. Jadi, kayak Bartimeus si buta yang melihat
kembali.

TANYA: Maksudnya, satu ketika orang bakal menyadari Yesus sebagai Mesias
yang diutus Allah.

MARKUS: Benar. Tapi Yesus sendiri sebenarnya memakai ungkapan Anak Manusia
untuk menjelaskan ke-Mesias-annya. Ia mendekatkan kembali manusia dengan
Allah, ia bukan Mesias politik. Karena itu juga, seperti dalam Injilku (Mrk
13:26), ia memakai gambaran Anak Manusia dengan memanfaatkan Dan 7:13.

TAFSIR DANIEL 7:13 - KEMANUSIAAN YANG BARU

Kedatangan kembali Yesus dalam kemuliaannya digambarkan oleh Markus (juga
oleh Matius dan Lukas) dengan memakai gambaran dari Dan 7:13, yakni tokoh
Anak Manusia yang datang menghadap Allah untuk memperoleh anugerah kuasa
atas seluruh alam semesta. Dalam Kitab Daniel, kedatangan Anak Manusia ini
terjadi segera sesudah Allah memunahkan kekuatan-kekuatan jahat yang
mengungkung alam semesta. Zaman yang dikuasai kekuatan edan itu kini
digantikan dengan zaman Anak Manusia. Siapakah Anak Manusia dalam Daniel
itu? Tafsiran bisa bermacam-macam. Namun demikian, bila dicermati, Anak
Manusia di situ dipakai melukiskan kemanusiaan baru yang hidup merdeka di
hadapan Allah. Di situlah kebesarannya. Bila diterapkan kepada Yesus,
kedatangannya kembali mewujudkan kemanusiaan yang baru ini.

MARKUS: Setuju dengan catatan di atas. Kemanusiaan baru itulah wujud utuh
Kerajaan Allah. Manusia tidak lagi buta, tidak lagi lumpuh, tidak lagi
sakit, tidak kerasukan roh jahat, tapi yang merdeka di hadapan Allah,
seperti Yesus sendiri di hadapan Allah, Bapa yang maharahim itu. Seperti
dalam Kitab Daniel tadi, kehadiran manusia baru itu berkontras dengan zaman
edan yang mendahuluinya.

TANYA: Kok dipakai ibarat pohon ara bersemi segala. Pusing!

MARKUS: Aku sendiri juga belum seratus persen ngerti. Tapi pohon ara yang
bersemi itu kan tanda yang pasti mengenai musim panas sudah di ambang pintu.
Nah, kepastian seperti inilah yang boleh kalian pegang bila kalian mengalami
macam-macam kegelisahan di zaman edan.

PERTANDA ZAMAN
Agar pembicaraan tafsir di atas agak lebih membumi, marilah kita sekadar
menengok angka-angka statistik penduduk "miskin" dari Maret 2006 hingga
Maret 2009 berdasarkan Berita Resmi Statistik terbitan dari Biro Pusat
Statistikdari tahun-tahun itu. Kemiskinan dapat dipakai sebagai salah satu
pertanda yang mendahului "kedatangan kemanusiaan baru" yang dibicarakan di
atas.

-          "Garis Kemiskinan" per bulan per kapita dan pada bulan Maret 2006
Rp.151.997,- per bulan per kapita (jumlah itu diukur dengan beaya untuk
memenuhi bahan pokok pangan dan papan yang minimum dan menanjak tiap tahun).
Atas dasar perhitungan garis itu, pada tahun 2006 terjadi kenaikan jumlah
penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu dari 35,10 juta orang (15,97
persen) pada bulan Februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75 persen) pada
bulan Maret 2006. Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama
Februari 2005-Maret 2006 terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok
selama periode tersebut naik tinggi, yang digambarkan oleh inflasi umum
sebesar 17,95 persen. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun
penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser
posisinya menjadi miskin.

-          Ada perbaikan selama tiga tahun belakangan ini. Dengan Garis
Kemiskinan pada bulan Maret 2009 sebesar Rp.200.262,-, maka penduduk miskin
berjumlah 32,53 juta jiwa (14,15 persen) .Dibandingkan dengan penduduk
miskin pada Bulan Maret 2008 (Garis Kemiskinan Rp. 182.636) yang berjumlah
34,96 juta (15,42 persen), jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.
Perbaikan ini kelanjutan dari keadaan sebelumnya. Dibandingkan dengan
penduduk miskin pada bulan Maret 2007 (Garis Kemiskinan Rp 166.697) yang
berjumlah 37,17 juta orang (16,58 persen), jumlah penduduk miskin turun
sebesar 2,21 juta orang. selama periode Maret 2007-Maret 2008.

Sekadar rincian. Selama periode Maret 2008-Maret 2009 (Garis Kemiskinan pada
Bulan Maret 2009 seperti di atas ialah Rp.200.262,-) penduduk miskin di
daerah perdesaan berkurang 1,57 juta, sementara di daerah perkotaan
berkurang 0,86 juta orang. Namun demikian proporsi persentase penduduk
miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dibanding
tahun sebelumnya. Pada Bulan Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen)
penduduk miskin berada di daerah perdesaan. Peranan komoditi makanan (beras,
gula pasir, telur, mie instan, tahu dan tempe) terhadap Garis Kemiskinan
adalah  73,57 persen, jadi jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi
bukan makanan (perumahan, biaya listrik, angkutan, minyak tanah, sandang,
pendidikan, dan kesehatan).

Adanya perubahan di atas menjadikan harapan akan perbaikan mulai tampak
sebagai kenyataan. Berarti zaman edan dan kekuatan yang jahat sudah atasi?
Perbaikan keadaan sudah mantap? Boleh jadi terlalu dini membuat kesimpulan
ke sana. Namun ada pertanda bahwa perbaikan itu dapat menjadi kenyataan.
Iman injili menyangkal kekuatan yang memiskinkan  kemanusiaan. Injil
mengabarkan zaman seperti itu bisa diakhiri dan digantikan dengan
kemanusiaan yang semakin utuh. Ada dua cara ikutserta memperbaiki
kemanusiaan yang masih mengalami "kemiskinan". Yang pertama ialah membantu
dengan bantuan material yang langsung dibutuhkan. Cara ini cocok dalam
keadaan darurat, tetapi tidak banyak membantu dalam menghadapi kemiskinan
kronik dan perbaikan ke depan. Jenis ini lebih cocok dihadapi dengan cara
kedua, yakni menggugah orang-orang yang berkekurangan agar mengusahakan
perbaikan diri dan mengajak mereka maju terus. Dalam benak terpikir, inilah
caranya untuk membumikan eksegese Anak Manusia dalam Dan 7:13 dan Mrk 13:26
bagi negeri ini. Kedatangannya juga demi perbaikan nasib kaum lemah ekonomi
di bumi ini.

Salam hangat,
A. Gianto

Injil Minggu Biasa XXXII B - 8 November 2009

Injil Minggu Biasa XXXII/B 8 November 2009 (Mrk 12:38-44)

LURUS DI HADAPAN TUHAN DAN SESAMA?

Menurut isinya, Mrk 12:38-44, memuat dua bagian. Yang pertama, ay. 38-40,
menyampaikan amatan keras Yesus terhadap perilaku sementara ahli Taurat yang
suka mempertontonkan kesalehan dan menyalahgunakan penghormatan orang
terhadap mereka, tapi lebih-lebih karena mereka "menelan rumah janda-janda",
serta mengelabui mata orang dengan doa mereka yang berkepanjangan. Dalam
bagian selanjutnya, ay. 41-44, didapati pengajaran Yesus kepada para
muridnya ketika mengamati orang-orang yang memasukkan uang ke dalam peti
persembahan di Bait Allah. Ada seorang janda miskin yang memberikan uang
receh paling kecil - itulah seluruh nafkahnya. Kata Yesus, pemberiannya
lebih dari orang-orang yang memberi dari kelimpahan mereka. Apa ini pujian
bagi sang janda dan sindiran terhadap orang yang memberi dari kelimpahan?
Mari kita temukan Kabar Gembira petikan kali ini agar kita dapat pula ikut
mewartakannya.

ARAH TAFSIR

Petikan ini bukan pertama-tama dimaksud untuk mengecam sikap sementara orang
maupun untuk memuji-muji orang miskin yang berani berkorban, melainkan untuk
mengajar para murid bernalar. Begitu juga Warta Gembira bagi kita jangan
kita jadikan kabar buruk bagi orang lain. Ini prinsip yang perlu dipegang
dalam menafsirkan Alkitab khususnya dalam memakainya dalam pewartaan. Bila
tidak, Injil akan menjadi alat pengecam dan sulit menjadi Kabar Gembira bagi
siapa saja.

Hendak diajarkan kepekaan mewaspadai kebiasaan kita sendiri. Dalam ay. 38,
dikatakan "Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang...!" Dinasihatkan
agar orang awas, artinya tidak menerima begitu saja apa yang di kalangan
umum diterima sebagai tindakan yang patut disetujui dan bahkan dijadikan
teladan. Apalagi bila menyangkut tokoh-tokoh yang berwibawa, seperti para
ahli Taurat. Mereka ini orang yang tahu menahu tentang agama. Mereka lazim
menjadi panutan orang banyak. Sebenarnya ada banyak ahli Taurat yang baik,
juga pada zaman itu. Tapi ada beberapa gelintir dari mereka yang
menyalahgunakan kedudukan serta penghormatan orang terhadap mereka. Mereka
inilah yang disoroti.

PEGANGAN

Tidak mudah menilai anggapan serta perbuatan para tokoh seperti kaum ahli
Taurat. Apa pegangannya? Tak lain dan tak bukan yakni mewaspadai apa
kelakuan tertentu itu sejalan atau kurang sejalan dengan dua perintah yang
paling terutama yang dijadikan pokok pembicaraan dalam Mrk 12:28-34 (Injil
Minggu lalu), yakni mengasihi Tuhan Allah dengan seutuh-utuhnya dan
mengasihi sesama seperti diri sendiri.

Mempertontonkan kesalehan dalam berdoa dan mengharapkan penghargaan dari
orang bukan cara yang cocok untuk menepati perintah mengasihi Tuhan Allah.
Mengapa? Karena Dia dijadikan dalih agar diri sendiri mendapat kemudahan,
memperoleh penghormatan, menikmati privilegi sebagai rohaniwan, sebagai
ulama. Apalagi dengan dalih seperti itu kasarnya apa-apa saja bisa
dipaksa-paksakan: bila begitu menghujat, kami membela Tuhan Allah, kalian
mesti tunduk! Jangan melecehkan orang yang menjalankan ibadat, karena "ia
sedang mengasihi Tuhan". Tapi Tuhan sendiri malah tidak mendapat tempat
dalam kehidupan orang seperti itu.

Menelan rumah janda-janda, membeli dengan paksa, atau mengambil alih tempat
berlindung mereka itu kelakuan yang kejam. Juga jadi tindakan yang paling
melanggar perintah mengasihi sesama seperti diri sendiri. Memang kebanyakan
orang biasa tidak memiliki rumah sendiri, mereka biasa menyewa dari pemilik
tanah. Tapi bila penyewa meninggal maka istrinya tidak langsung berhak
meneruskan memakai tanah atau rumahnya. Janda itu biasanya disuruh pergi,
dan nasibnya tergantung pada sanak dekat yang menurut aturan hukum adat
dapat diminta mengurusnya. Keadaan umat Perjanjian Lama dulu di Mesir
seperti itu. Karena itu dalam kepercayaan mereka, Tuhan menampilkan diri
sebagai sanak terdekat yang membela mereka dan menuntun mereka keluar dari
tempat penderitaan dan memberi mereka negeri baru! Oleh karena itu jauh di
kemudian hari setelah umat mengalami perbaikan hidup, diajarkan agar selalu
diingat bahwa leluhur mereka dulu menderita dan oleh karena itu kini jangan
sekali-kali memperlakukan orang yang tak ada pelindungnya dengan
semena-mena. Bila tak mau mengerti, nanti Tuhan sendiri akan menjadi pembela
orang yang tertindas tadi, seperti dulu juga. Dan orang yang berlaku keras
akan terhukum seperti raja Mesir dan penindas lain dulu! Tak ada hukuman
lain yang lebih berat daripada dimusuhi oleh Tuhan sendiri.

MANAJEMEN GEREJA AWAL

Di kalangan Gereja Awal tumbuh kepedulian besar akan keadaan para janda. Kis
6:1-6 mempermasalahkan kurangnya pelayanan yang semestinya diberikan kepada
para janda, bahkan dalam kebutuhan yang amat sehari-hari. Para pemimpin
sibuk mengurus pengajaran mengenai Sabda sehingga urusan sehari-hari kurang
dapat ikut mereka tangani. Ini masalah manajemen dalam komunitas tapi yang
berakibat pada terlantarnya orang-orang yang mesti diurus. Guna memperbaiki
keadaan, maka diangkatlah orang-orang yang ditugasi mengurus kebutuhan yang
kurang dapat diurus para pemimpin sendiri. Begitulah asal usul adanya para
diakon dalam Gereja Awal. Terlihat dalam komunitas pertama itu betapa
besarnya perhatian terhadap para janda. Juga dalam Kis 9:39 disebutkan bahwa
Dorkas (Tabita) dikenang karena jasanya mengurus keperluan sandang bagi para
janda. Dari 1 Tim 5:3-16 bahkan dapat disimpulkan bagaimana tertibnya
organisasi pelayanan bagi para janda. Ada daftar siapa yang betul-betul
membutuhkan pelayanan. Ada pengaturan, bila mungkin hendaknya saudara
dekatnya menolong, termasuk mendapatkan suami. Ini semua karena masyarakat
waktu itu memang sulit bagi perempuan yang hidup sendirian.

Bagaimana menafsirkan amatan mengenai sang janda yang memberikan seluruh
nafkahnya itu (Mrk 12:44)? Dikatakan bahwa ia memberi jauh lebih banyak dari
pada orang-orang yang memberi dari kelimpahannya. Pembaca mesti
pandai-pandai menyadari permasalahannya. Memang gampang menggarisbawahi
pemberian sang janda ini pemberian yang menyeluruh, tanpa menyisakan bagi
diri sendiri, dst. Sikap seperti ini tentunya mesti dipegang dalam memberi,
apalagi kepada Tuhan. Tapi tafsiran seperti itu sebenarnya kurang menggali
warta Injil degan cukup dalam. Juga bukan cara untuk berwarta. Tidak banyak
yang dapat berlaku seperti janda itu dalam hidup nyata. Maka tak usah ke
sana arahnya. Malah akan membuat Injil makin jauh dari kehidupan.

PEMBERIAN ATAU TANDA MEMPERCAYAKAN DIRI?

Pendengar zaman dulu tentunya paham akan keadaan para janda dalam komunitas
mereka. Dan mereka akan membandingkan kisah itu dengan kenyataan yang
sehari-hari. Dikatakan janda itu memberikan seluruh nafkahnya. Ini akan
dimengerti sebagai ungkapan bahwa sang janda masih butuh dan berhak mendapat
perhatian sungguh. Jadi bukan semata-mata kisah mengenai nilai pemberian
dari orang miskin? Bagaimana penjelasannya?

Iuran wajib bagi Bait Allah (seperti perpuluhan dst.) memang dipakai
sebagian untuk pemeliharaan tempat ibadat dan keperluan upacara, tetapi
sebagian besar dialokasikan sebagai bantuan bagi orang-orang miskin, yatim
piatu, dan janda. Semuanya diatur dalam anggaran Bait Allah. Orang yang tak
punya apa-apa akan mendapat bantuan, asal betul-betul tak punya. Nah janda
tadi memberikan seluruh "nafkahnya" yang tentunya diperoleh bukan dari
bantuan tadi. Dengan demikian ia akan berhak mendapat bantuan yang
diperuntukkan baginya. Tentunya bantuan Bait Allah ini akan lebih besar
daripada dua keping uang tembaga, yang tidak akan cukup untuk hidup sehari.
Tetapi bila sang janda memegang "nafkahnya" yang hari itu memang hanya dua
uang tembaga receh itu bisa jadi ia tidak dianggap butuh bantuan resmi tadi
- mungkin ia masih mendapat nafkah lain sampai cukup buat menyambung hidup.
Tetapi bila merelakan semua yang ada, maka ia akan dinyatakan tak punya
apa-apa lagi dan hidupnya hari itu akan ditanggung yang berwajib. Tak usah
kisah ini dimengerti sebagai ajakan memuji-muji sikap memberi sang janda
tadi atau menyindir orang yang berduit. Ia boleh dipuji dengan alasan lain
yang akan diutarakan di bawah. Kisah ini pertama-tama ditujukan kepada para
pengurus komunitas para murid agar siap memperhatikan orang-orang seperti
janda yang tak memiliki apa-apa lagi sehingga hidupnya menjadi tanggungan
jemaat. Kisah ini disampaikan untuk menajamkan kepekaan terhadap orang yang
berhak mendapatkan bantuan, bukan untuk meromantiskan mereka.

Namun demikian, keberanian sang janda dalam menyatakan diri tak punya
apa-apa lagi dengan cara tadi patut dilihat sebagai penyerahan diri kepada
kebaikan Tuhan. Mempercayakan diri sepenuhnya, inilah pengajaran Injil hari
ini. Bagaimana dengan orang yang memberi dari kelimpahan, yang tentunya
dapat masih dapat menyandarkan diri pada harta milik yang ada padanya.
Mereka, dan orang-orang seperti kita, diajak berani belajar semakin
menyandarkan diri kepada Tuhan. Tak perlu dengan cara pemberian, melainkan
dengan cara yang akan melibatkan diri. Apa itu? Yesus tidak menunjukkan
seluk beluknya. Dan Injil diam. Diserahkan kepada pemahaman dan kesuburan
moral masing-masing. Prakarsa serta kreativitas masing-masing masih mendapat
tempat. Dan ini termasuk Kabar Gembiranya. Kita dapat menemukan jalan-jalan
baru yang searah dengan yang diharapkan oleh Dia yang menuntun kita! Dan
semakin manusiawi pula.

Salam hangat,
A. Gianto

HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS

Minggu 1 November 2009 (Mat 5:1-12a)

HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS

Injil Hari Raya Semua  Orang Kudus 1 November 2009 ini  diangkat dari
kumpulan "Sabda Bahagia" menurut Injil Matius (Mat 5:1-12a). Di situ
didapati delapan Sabda Bahagia yang ditujukan kepada semua orang (ay. 3-10)
serta satu Sabda Bahagia yang khusus diucapkan bagi para murid (ay. 11) dan
dilanjutkan dengan seruan agar mereka tetap bersuka cita (ay. 12a). Di situ
harapan tiap orang dilambungkan jauh-jauh ke depan tanpa meninggalkan
kehidupan yang dialami sehari-hari.  Disebutkan dalam ay. 1-2, ketika Yesus
melihat orang banyak, ia naik ke bukit dan mengajar agar para pendengarnya
semakin memahami diri mereka. Sabda Bahagia juga dapat membantu kita membaca
pengalaman kita sekarang ini juga.

"BERBAHAGIALAH...!"

Tiga Sabda Bahagia (Mat 5:3-5) menegaskan bahwa orang dapat disebut
berbahagia karena tumpuan harapan dalam hidupnya ialah Tuhan sendiri.
Gagasan "miskin" dalam ay. 3 ialah kebersahajaan batin, oleh karenanya
diberi penjelasan "di hadapan Allah". Dapat dicatat, penjelasan tambahan itu
tidak terdapat di dalam Sabda Bahagia menurut Luk 6:20 karena yang
ditekankan Lukas ialah orang yang betul-betul yang kekurangan secara
material, orang yang tak bisa mencukupi kebutuhan hidup yang kini
diperhatikan oleh para pengikut Yesus yang bersedia berbagi keberuntungan
dengan mereka. Kemudian ay. 4 menyebut berbahagia orang yang "berduka cita",
maksudnya orang yang hanya akan dapat terhibur oleh kesadaran bahwa Tuhan
tetap berada di dekat kendati orang mengalami kesulitan. Termasuk di sini
sikap tidak berpihak pada kekerasan yang terungkap dalam ay. 5 sebagai
"lemah lembut".

Selanjutnya ada dua Sabda Bahagia (Mat 5: 6 dan 8) yang menyebut keinginan
untuk menjalankan kehendak Tuhan sebagai hal yang membahagiakan, seperti
terungkap dalam ay. 6 sebagai yang "lapar dan haus akan hal yang lurus" dan
dalam ay. 8 sebagai yang "berhati bersih". Ungkapan terakhir ini dipetik
dari gaya bahasa Ibrani (lihat misalnya Mzm 24:4) dan artinya ialah mampu
berpikir secara jernih, berbudi jernih. Orang yang demikian ini tidak
gampang dipengaruhi keinginan-keinginan yang menjauhkannya dari Tuhan. Jadi
bukan sekedar ajaran agar menjauhi nafsu-nafsu yang biasanya disebut kotor.

Dua Sabda Bahagia yang lain (Mat 5: 7 dan 9) menegaskan bahwa upaya
menghadirkan Tuhan kepada sesama menjadi kegiatan yang mendatangkan
kebahagiaan. Upaya ini ditegaskan dalam ay. 7 sebagai "berbelaskasihan" dan
dalam ay. 9 sebagai "pencinta damai". Hasrat menghadirkan kebaikan Tuhan
kepada orang lain ini karena orang sadar akan perlunya saling mendukung dan
sikap pendamai.

Tidak disangkal adanya kesulitan, seperti jelas dari Mat 5:10-12. Orang yang
nyata-nyata hidup dalam kerangka di atas sering menderita dimusuhi, seperti
terungkap dalam ay. 10 "dikejar-kejar karena bertindak lurus". Kemudian
secara khusus kepada murid-muridnya Yesus menambahkan Sabda Bahagia yang ke
sembilan,  yakni yang menyangkut pengalaman dimusuhi orang karena menjadi
muridnya (ay. 11). Pengharapan mereka dibesarkan (ay. 12a "bersuka citalah
karena besar pahalamu di surga").

Tiap pengalaman di atas dapat dihayati semua orang yang memberi ruang bagi
Yang Ilahi. Dapat pula dikatakan pengalaman ini juga melampaui batas-batas
agama. Mereka yang mendalami makna Sabda Bahagia dapat semakin mengenali
liku-liku kehidupan rohani dan pergulatan di dalamnya. Hidup yang terarah
kepada Yang Ilahi itu membawa kebahagiaan. Di situlah ditemukan makna
"berbahagia".

SABDA BAHAGIA DALAM INJIL

Sabda Bahagia disampaikan Matius sebagai pembukaan khotbah panjang Yesus
dalam Mat 5-7. Ada lima rangkaian khotbah seperti itu, yakni Mat 5-7
(Khotbah di Bukit); 10 (pedoman hidup bagi pewarta Kerajaan Surga); 13
(penjelasan mengenai Kerajaan Surga); 18 (pengajaran bagi para murid dalam
hidup bersama); 23-25 (uraian di Bukit Zaitun tentang kedatangan Kerajaan
Surga pada akhir zaman). Di antara kumpulan yang satu dengan yang berikutnya
ditaruh kisah mengenai tindakan Yesus, mukjizat dan peristiwa-peristiwa
dalam kehidupan para murid.

Kelima kumpulan itu tersusun dengan cara yang unik. Yang terakhir
berlatarkan pengajaran di bukit Zaitun. Latar ini mengingatkan pada kumpulan
pertama yang berlatarkan sebuah bukit pula. Tentang ini akan dibicarakan
lebih lanjut. Kemudian kumpulan keempat, yakni yang menyangkut kehidupan
para murid, erat berhubungan dengan yang kedua, yakni pedoman hidup bagi
para murid-murid Yesus yang akan meneruskan menjadi pewarta Kerajaan Surga.
Kumpulan ketiga menyoroti Kerajaan Surga, warta paling pokok yang dibawakan
Yesus. Penyusunan secara "konsentrik" seperti ini dapat menjadi pegangan
mendalami masing-masing kumpulan itu. Demi mudahnya, kumpulan yang pertama
(Mat 5-7) sebaiknya dilihat dalam hubungannya dengan warta pokok, yakni
Kerajaan Surga (Mat 13) dan apa kenyataannya yang penuh nanti pada akhir
zaman (Mat 23-25). Dan dengan demikian para murid akan siap menghayati
pedoman hidup secara orang-perorangan (Mat 10) maupun dalam kebersamaan (Mat
18).

Upaya mendalami Sabda Bahagia sebagai pembukaan kumpulan yang pertama dapat
menciptakan hubungan guru-murid dengan Yesus. Dan bila terjadi orang akan
merasa tertuntun mendekat kepada kenyataan hadirnya Yang Ilahi di antara
manusia juga. Hubungan ini akan mendekatkan orang pada kenyataan Kerajaan
Surga di dunia dan kepenuhannya kelak di akhir zaman. Dengan demikian dapat
juga menjadi pangkal berharap ikut menikmati kenyataan itu.

MENGAJAR DI SEBUAH BUKIT

Injil Matius ditulis bagi orang-orang yang mengenal akrab alam pikiran
Perjanjian Lama. Intinya, yakni diturunkannya Taurat kepada Musa di Sinai.
Bagi umat Perjanjian Lama, Taurat berisi ajaran kehidupan dalam bentuk
pedoman, petunjuk, tatacara ibadat, hukum yang bila dijalani dengan jujur
dan ikhlas akan membuat mereka menjadi dekat pada Tuhan dan menjadi umat
yang dilindungiNya. Dengan latar inilah Matius mengisyaratkan kepada
pembacanya bahwa Yesus kini menjalankan peran Musa. Yesus membawakan
petunjuk, ajaran, kebijaksanaan yang bila dihayati akan membuat orang
menjadi bagian dari umat yang baru pewaris Kerajaan Surga.

Memang ada beberapa perbedaan mencolok di antara penampilan Musa dan Yesus.
Di Sinai dulu Musa sedemikian jauh. Awan meliputi pucuk gunung tempat Musa
memperoleh Firman ilahi. Tak ada yang berani mendekat karena kebesaran ilahi
sedemikian menggentarkan. Sekarang Yesus tampil sebagai tokoh yang dekat
dengan orang banyak. Matius memang sengaja menampilkannya sebagai kenyataan
dari "Tuhan menyertai kita" - Imanuel. Kini bukan lagi awan yang
menggentarkan, melainkan kemanusiaan Yesus-lah yang menyelubungi kebesaran
ilahi sehingga orang banyak dapat datang mendekat. Tempat pengajaran
diturunkan tidak lagi digambarkan sebagai gunung yang tinggi yang hanya bisa
didaki Musa sendirian. Bukit tempat menyampaikan pengajarannya terjangkau
oleh orang banyak dan bahkan mereka dapat langsung mendengarkannya.
Bagaimanapun juga, tetap ditegaskan, tempat yang mudah tercapai ini menjadi
tempat keramat juga, seperti puncak Sinai dulu. Namun kekeramatan yang dekat
- bukan yang sulit terjangkau.

Nanti menjelang akhir kehidupannya, Yesus masih memberi pengajaran kepada
murid-muridnya di sebuah bukit pula, di bukit Zaitun. Kita boleh ingat akan
Musa di gunung Nebo, memandang ke barat ke Tanah Terjanji. Ia sendiri tidak
akan memasukinya. Yosua-lah yang akan memimpin umat ke sana. Peristiwa ini
besar maknanya bagi pembaca Injil Matius. Nama Yesus dalam bentuk Ibraninya
sama persis dengan nama Yosua penerus Musa tadi. Dengan demikian disarankan
bahwa Yesus bakal memimpin orang banyak memasuki negeri baru yang
dijanjikan, yakni Kerajaan Surga.

WARTA

Sabda Bahagia dalam Injil menggambarkan apa yang nyata-nyata dialami dan
terjadi di antara orang-orang yang hidup mengikuti Yesus, bukan mengajarkan
hal-hal yang mesti dilakukan. Dengan perkataan lain, Sabda Bahagia itu
sifatnya deskriptif, bukan preskriptif. Beberapa contoh lain dari Sabda
Bahagia selain yang sedang dibicarakan ialah Mzm 1:1; 32:1-2; 144:15; Mat
11:6; 13:16; 16:17; Luk 6:20; 11:28; 12:37; Yoh 20:29; 1 Pet 4:14. Sabda
Bahagia bukanlah kata-kata yang memiliki daya untuk mengadakan sesuatu,
seperti "berkat", juga bukan serangkai resep hidup bahagia. Sabda Bahagia
menunjukkan apa yang terjadi bila orang berada dalam keadaan yang
digambarkan di situ. Pendengar diajak memikirkan lebih lanjut dan mengambil
sikap-sikap baru. Dengan demikian Sabda Bahagia bukan mengajarkan "yang
itu-itu" saja. Sabda itu tetap menyapa.

Sabda Bahagia sebaiknya juga dibaca dengan menengok ke depan, yakni ke
pengajaran Yesus mengenai Penghakiman Terakhir dalam Mat 25:31-46. Kedua
bahan ini membingkai seluruh pengajaran Yesus. Kedua-duanya diberikan pada
sebuah bukit. Kedua-duanya membicarakan siapa-siapa yang bakal memiliki
Kerajaan Surga, yang dapat memasuki kebahagiaan kekal. Dalam Mat 25:35-36
ditegaskan bahwa berbuat baik kepada sesama berarti berbuat baik kepada
Tuhan sendiri. Yesus memanusiakan gambaran Penghakiman Terakhir. Diajarkan
bagaimana orang bisa mengerti bahwa yang dikerjakan bagi sesama nanti
dijadikan batu uji masuk surga. Kebijaksanaan dan akal sehat menjadi
penuntun yang baik ke arah pertanggungjawaban terakhir nanti. Orang dihimbau
sejak kini agar nanti bisa mengatakan kita juga telah memperkaya Tuhan dan
telah berbuat baik kepadaNya. Sabda Bahagia menggambarkan keadaan batin dan
sikap hidup mereka yang nanti pada akhir zaman akan dapat mengatakan bahwa
telah berbuat banyak bagi sesama. Dan Tuhan akan mengatakan itu semua
dikerjakan bagiNya. Mereka yang demikian akan betul-betul dapat disebut
"Berbahagia"! Dan mereka inilah orang-orang kudus yang dirayakan pada hari
Minggu ini.

Salam hangat,
A. Gianto