Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Hari Raya Tritunggal Mahakudus, 30 Mei 2010

Minggu 30 Mei 2010: Hari RayaTritunggal
24 Mei 2010 16:45

TRITUNGGAL MAHAKUDUS

Rekan-rekan yang baik!
Injil Yoh 16:12-15 yang dibacakan pada hari raya Tritunggal Mahakudus tahun
C ini menggarisbawahi kesatuan daya-daya ilahi yang menyertai para murid.
Petikan hari ini berasal dari bagian Injil Yohanes yang menyampaikan
perkataan dan doa Yesus bagi para murid seusai perjamuan malam terakhir
tetapi sebelum ia pergi bersama mereka ke taman Getsemani. Dalam tulisan
menyangkut Minggu Paskah VI disinggung bahwa Yoh 15-17 memuat pokok-pokok
yang terpenting dalam Injil Yohanes. Meskipun para murid belum dapat
menanggung semua yang hendak disampaikan Yesus (Yoh 16:12), seperti
dikatakan dalam ayat selanjutnya, Roh Kebenaran akan datang membimbing para
murid ke dalam kebenaran.

ROH KEBENARAN

Roh Kebenaran akan membuat para murid mengerti siapakah Yesus yang telah
mereka ikuti itu. Roh ini membuat orang menemukan Tuhan Yang Mahakuasa di
tengah-tengah manusia. Dia itu ujud nyata bagaimana Yang Mahakuasa
memperhatikan manusia. Yang tak terjangkau dan yang menggentarkan itu kini
tampil sebagai yang dapat dikenali sehingga orang dapat mendekat. Para murid
memang belum mampu menyadari hal ini. Akan datang daya ilahi sendiri membuat
mereka menemukan kebenaran hal ini. Dan daya ilahi inilah yang dalam bacaan
hari ini disebut Roh Kebenaran. Dengan perkataan lain Roh Kebenaran, Yesus,
dan Bapanya ialah daya-daya ilahi yang berpadu membawa manusia agar
mengalami Tuhan Yang Mahakuasa dengan cara yang pribadi. Bagaimana memahami
misteri ini?

Dalam salah satu episode di hadapan Pilatus nanti Yesus berkata (Yoh 18:37)
bahwa ia lahir dan datang ke dunia untuk bersaksi mengenai "kebenaran".
Kemudian ditambahkannya bahwa tiap orang yang berasal dari "kebenaran"
mendengarkan suaranya. Reaksi Pilatus terungkap dalam ayat 38a: "Apakah
"kebenaran" itu?" Pembicaraan ini menandaskan bahwa Yang Mahakuasa datang
dan bersabda kepada manusia adalah kebenaran yang dipersaksikan Yesus dengan
seluruh kehidupannya. Dikatakan juga, kesaksian ini baru dapat didengarkan
bila yang bersangkutan berasal dari "kebenaran" sendiri. Maksudnya, Roh
Kebenaran menerangi yang bersangkutan. Tanpa ini orang tak akan dapat sampai
ke sana. Paling-paling seperti Pilatus, orang akan bertanya apa itu
kebenaran tanpa menemukan jawaban. Orang sudah berada di hadapan dia yang
bersaksi mengenai Yang Mahakuasa, namun ironinya, tanpa kekuatan yang datang
dari atas sana, orang tidak akan dapat memahaminya.

KESATUAN DAYA-DAYA ILAHI

Misteri Tritunggal Mahakudus dapat dipahami sebagai kesatuan antara
"pengasal" daya-daya ilahi, "penyampai"-nya, serta "penerus"-nya. Pengasal
daya-daya itu dapat muncul dalam tiap pengalaman religius pada umumnya.
Namun Yang Ilahi di sini akan tetap sulit dipahami walaupun orang takkan
meragukannya. Dan memang dalam teologi sering disebut-sebut gagasan "deus
absconditus", Tuhan yang tersembunyi. Keberadaannya tidak tersangkal, bahkan
dapat pula disimpulkan dari kekuatan-kekuatan yang ada di jagat ini.
Beberapa sistem filsafat sampai pada penandasan adanya keilahian ini. Namun
ia tetap tidak dapat dikenali. Meski terasa dekat tetapi tetap jauh.
Pengalaman mistik dalam pelbagai agama banyak mengungkapkan pengalaman ini.

Dia yang tersembunyi ini dialami oleh Yesus sebagai "Bapa". Dan memang
seluruh kehidupannya ditujukan untuk memperkenalkan Tuhan Yang Mahakuasa
sebagai Bapa. Yang tadinya jauh itu dialaminya sebagai yang dekat, yang
dapat dikenali, bahkan yang dapat dipanggil dengan sebutan yang akrab itu.
Baik ditekankan di sini "dialami oleh Yesus" dan bukan "oleh orang banyak",
"oleh kita" atau "oleh manusia" atau "oleh para murid" sekalipun. Di sinilah
kekhasan Injil Yohanes. Yesus menegaskan tak ada orang yang pernah melihat
Bapa. Hanya sang Putra sajalah yang melihatnya. Maka siapa saja yang melihat
Putra akan melihat Bapa sendiri. Dan dalam kabar Injili, Putra itu ialah
Yesus yang lahir di Nazaret, menyembuhkan banyak orang, mengajar mereka
mengenai mengenai Bapanya, menderita, wafat dan bangkit dari kematian. Dan
siapa saja yang menerima ini semua akan mengenali siapa Dia yang telah
membangkitkannya. Dalam hubungan inilah Yang Ilahi tidak lagi melulu dialami
sebagai yang tersembunyi melainkan yang telah terwahyukan dalam seluruh
kehidupan Yesus tadi. "Deus absconditus" kini tampil sebagai "Deus
revelatus".

Dalam artian di atas, Yesus menyampaikan kehadiran atau daya-daya ilahi
kepada manusia. Ia membuat orang dapat mengalami daya-daya itu secara nyata.
Orang disembuhkan, pengaruh roh jahat disingkirkan, kuasa dosa dilepaskan,
orang diampuni dosanya, penderitaan yang merendahkan kemanusiaan membuat
orang sadar akan martabat manusia yang sesungguhnya. Injil menggambarkannya
sebagai Sabda Tuhan sendiri.

Kemudian setelah Yesus tidak lagi berada di tengah-tengah manusia, datanglah
penerus daya-daya ilahi, yakni Roh Kebenaran. Roh inilah yang terus
mempersaksikan kehadiran Tuhan di tengah-tengah kemanusiaan. Roh inilah yang
membuat kehadiran Yang Ilahi dapat dialami dalam macam-macam ujudnya di
dunia kehidupan manusia: dalam perbuatan adil, dalam rekonsiliasi, dalam
perbuatan baik, dalam kepedulian terhadap sesama. Roh inilah yang membuat
orang dapat menemukan hubungan antara "Deus absconditus" dan "Deus
revelatus" dan membuat orang sadar serta percaya bahwa Yang Ilahi yang jauh
dan dahsyat itu sama dengan Dia yang memperhatikan manusia yang lemah. Dan
bahwa dengan memperhatikan yang lemah, Yang Ilahi makin tampil sebagai Bapa
yang penuh kerahiman.

SPIRITUALITAS KRISTIANI

Kemampuan untuk menyadari kehadiran Yang Ilahi dalam batin dapat
dikembangkan. Inilah yang terjadi dalam pelbagai tradisi spiritualitas dalam
macam-macam agama. Juga dalam tradisi kristiani. Spiritualitas kristiani
sepanjang zaman tumbuh dari iman dan pengalaman akan misteri Tritunggal
sebagai kesatuan daya-daya ilahi seperti diuraikan di atas tadi. Diakui
dalam tradisi ini bahwa tak mungkin orang sampai kepada Yang Ilahi secara
utuh kecuali lewat Putra dan dikuatkan oleh Roh. Dalam hubungan ini misteri
Tritunggal bukanlah sebuah gagasan belaka melainkan pengalaman rohani. Juga
tidak terbatas pada pengalaman akan kehadiran Yang Ilahi dalam pengalaman
religius pada umumnya. Orang maju lebih jauh. Yang Ilahi ini dapat dikenal
lebih lanjut lewat kata-kataNya dan kekuatanNya. Karena itu dapat dikatakan
tradisi spiritualitas kristiani juga berpusat pada Kristus. Dialah yang
membuat orang sampai pada pengalaman akan daya-daya ilahi yang membawa
manusia ke dalam kesatuan dengan Yang Ilahi sendiri. Injil Yohanes, terutama
Yoh 15-17, dapat memperdalam pengalaman ini.

Pembicaraan di atas perlu dipertajam. Dengan pengalaman religius dimaksud
kepekaan yang ada dalam diri manusia untuk mencerap kehadiran yang keramat.
Orang dapat menolak, menyangkal, atau tak ambil pusing, tetapi kepekaan ini
tetap ada. Bahkan dapat dikatakan kepekaan ini bawaan dan alamiah sifatnya.
Sudah termasuk konstitusi manusia seperti halnya kemampuan memakai bahasa.
Analogi dengan kemampuan berbahasa dapat membantu lebih jauh. Dikatakan
semua orang mampu berbahasa, tetapi tidak semua orang dapat mengarang atau
menikmati karya seni sastra. Menghasilkan dan menikmati seni sastra
mengandaikan kemampuan berbahasa tetapi tidak identik dengannya. Kepekaan
religius, kemampuan mengalami kehadiran Yang Ilahi ada dalam diri semua
orang, tetapi tidak semua orang begitu saja dapat mengembangkan
spiritualitas atau kerohanian sejati. Perlu tuntunan dan pengarahan.

BUKAN PENGALAMAN RELIGIUS SEMATA-MATA

Uraian di atas menjelaskan mengapa spiritualitas kristiani tidak sama dengan
pendalaman pengalaman religius belaka. Pada titik tertentu orang perlu
melangkah mengikuti warta Injili. Ringkasnya begini. Dalam pengalaman
religius orang mencapai kepuasan bila merasa menemukan hubungan dengan Yang
Ilahi, baik yang mencengkam maupun yang mempesona. Di situ orang tidak
merasa sendiri melainkan mendapati diri di hadapan Yang Ilahi. Namun di lain
pihak inti kerohanian kristiani terletak dalam mengikuti Yesus Kristus yang
makin membuat orang makin mengenal siapa Yang Ilahi tadi dan bukan berhenti
pada pengalaman religius melulu. Dalam perspektif Injili, Yesus Kristus itu
dia yang membuat orang mempercayai bahwa Yang Mahakuasa ialah dia yang
memperhatikan manusia sebagai seorang bapa yang baik. Inilah yang
menyempurnakan pengalaman religius menjadi kerohanian sejati. Hal ini pernah
juga dibicarakan dalam hubungan dengan Mrk 10:17-30 menyangkut pertanyaan
seorang pemuda bagaimana caranya mencapai hidup kekal. Lihat
Dag-Dig-Dug...Byaar! (Yogyakarta: Kanisius 2004) hal. 15-22.

Belum cukup bila kehadiran Gereja di dunia dimengerti sebagai upaya
menumbuhkan pengalaman religius. Gereja baru mulai berarti bila dapat
menyempurnakannya menjadi kerohanian yang utuh. Bila ini terjadi, maka
orang-orang yang menghayatinya akan dapat mengalami kehadiran Roh Kebenaran
yang dibicarakan dalam Injil hari ini. Tugas Gereja bukan hanya membuat
orang menerima kehadiran Yang Ilahi melainkan juga membawa orang kepada
Kristus yang diwartakan Injil. Perjumpaan dengan dia-lah yang kemudian
membuat orang menyadari dari mana sesungguhnya asal kekuatan-kekuatan ilahi
itu. Oleh karena itu tak mengherankan bila dalam sejarahnya, Gereja butuh
terus diperkaya oleh spiritualitas yang dikembangkan di dalam
tarekat-tarekat religius. Sekaligus dapat pula dikatakan bahwa krisis dalam
Gereja biasanya berawal pada kehidupan spiritual yang tidak lagi mampu
menyapa orang-orang sezaman. Spiritualitas yang sejati - yang berpusat pada
Kristus - akan berusaha agar tetap mampu menyapa orang dari zaman yang
berbeda-beda. Dalam keadaan sekarang, sebut saja advokasi kaum terpojok,
termasuk perempuan, pelayanan kaum pengungsi, pendampingan orang-orang yang
berurusan dengan fenomen paranormal (!), menumbuhkan keadaban dalam
masyarakat majemuk, perumusan gagasan-gagasan teologi yang segar,
pencaharian hermeneutika yang cespleng dan tidak berhenti pada yang itu itu
saja. Spiritualitas yang menutup diri dan membatasi diri pada pengalaman
religius belaka akan mandul dan hanya akan membawa Gereja masuk ke dalam
museum.

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment