Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Adven I A - 28 November 2010

Injil Minggu Adven I/A 28 November 2010

MEMBARUI WAJAH KEMANUSIAAN

Rekan-rekan yang baik!
Injil Masa Adven tahun A ini mengajak orang agar berjaga-jaga menunggu
kedatangan "Anak Manusia" pada akhir zaman (Mat 24:37-44). Apa maksudnya?

Ungkapan "Anak Manusia" dalam pembicaraan mengenai akhir zaman dalam Injil
Matius (juga dalam Injil Markus dan Lukas) menggemakan Dan 7:13, yakni Anak
Manusia yang datang menghadap Yang Mahakuasa untuk memperoleh anugerah atas
seluruh alam semesta. Dalam Kitab Daniel, Anak Manusia ini baru tampil
setelah kekuatan-kekuatan jahat yang mengungkung alam semesta punah.
Begitulah, zaman yang dikuasai kekuatan edan itu digantikan dengan zaman
Anak Manusia. Siapakah Anak Manusia ini? Bila dibaca dengan cermat, sosok
Anak Manusia dalam Kitab Daniel menggambarkan kemanusiaan baru yang
sepenuhnya ada di hadirat ilahi dan bebas dari pengaruh yang jahat. Bila
Yesus digambarkan sebagai Anak Manusia dalam artian ini, maka ia datang
dengan kuasa dari Allah sendiri. Orang bisa tak peduli dan mendiamkannya
saja. Tapi akan tiba saatnya nanti mereka yang menganggapnya sepele akan
merasa ketinggalan kesempatan.

Oleh karena itu, amat tepatlah mengawali masa Adven ini dengan berusaha
menyadari bahwa Yang Mahakuasa itu sungguh hadir walau tidak selalu
kelihatan jelas. Bukan kehadiran yang diam dan jauh, melainkan yang bergerak
mendekat. Pada saat Ia tiba, dunia ini akan terpilah-pilah dengan
sendirinya. Akan jelas siapa-siapa yang berpihak kepadanya, akan jelas pula
siapa yang tidak peduli akan kehadirannya yang kini masih terselubung. Masa
ini juga masa untuk berupaya memahami kemanusiaan baru yang diperkenalkan
Yesus serta mengupayakan agar hidup masyarakat terarah ke sana. Dalam Injil
Matius, kemanusiaan baru itu ditampilkan sebagai kenyataan Kerajaan Surga.

Pengalaman kerap kali membuat orang berpikir bahwa dunia dan masyarakat ini
berjalan menurut hukum-hukum alam dan kesetujuan-kesetujuan dalam
masyarakat. Kita kerap berwacana mengenai kenyataan sosial agama dan
kepercayaan, kenyataan sosial pengetahuan, hukum-hukum alam evolusi manusia,
tata jagat. Dan memang perkembangan teknologi dan hidup masyarakat mengikuti
dua macam kaidah tadi. Tentu saja tidak disangkal bisa terjadi hal tak
disangka-sangka, seperti bencana alam atau kerusuhan. Tapi kejadian ini
malah membuat orang semakin yakin bahwa mekanisme hukum-hukum alam dan
kehidupan sosial perlu semakin dikenali. Perubahan tidak begitu saja
terjadi. Ada sebab dan akibatnya. Semakin dimengerti perubahan itu, semakin
gampang dibuat perencanaan, perhitungan dan prediksi. Kehidupan sehari-hari
praktis berdasarkan pendirian ini.

Apa warta Yesus? Wartanya menyangkut kenyataan yang tidak sepenuhnya
termasuk dunia ini. Kerajaan Surga yang diwartakannya sudah ada tapi tak
diketahui kapan terwujud utuh. Tak ada yang tahu kapan. Artinya, Kerajaan
Surga tidak mengikuti mekanisme hukum alam dan kaidah-kaidah perkembangan
masyarakat walaupun berinteraksi dengannya dalam cara-cara yang tidak bakal
sepenuhnya dapat dijelaskan. Tidak banyak artinya berusaha mendeskripsikan
"realitas sosial" Kerajaan Surga dan apa "struktur"-nya, meskipun dapat
dikatakan bila Kerajaan ini sungguh ada, ada pula dampak sosialnya. Para
teolog dan ahli ilmu sosial dapat bekerja sama mendalami masalah ini.

Tak ada yang tahu kapan kemanusiaan baru itu terwujud sepenuhnya kecuali
Bapa sendiri, bahkan Anak Manusia yang akan datang itu tidak tahu saatnya
(Mat 24:36). Oleh karena itu, dinasihatkan dalam petikan hari ini agar orang
selalu siap (Mat 24:42-44). Dipakai panggilan "Bapa" dan bukan sebutan yang
lain bagi Allah Yang Mahakuasa justru karena sebutan itu dapat membuat orang
merasa dekat pada kerahiman dan belas kasihnya tanpa mengecilkan
kewibawaanNya. Hendak diungkapkan bahwa saat yang amat menentukan itu
bergantung pada wibawa yang dapat dialami sebagai yang rahim dan yang penuh
belas kasih, bukan penghakiman yang semata-mata menentukan ganjaran atau
hukuman.

Dalam petikan ini dibicarakan tentang Nuh dan orang-orang pada zamannya (ay.
38-39). Nuh dikasihi Allah dan Nuh berusaha membalasnya dengan menurutinya.
Atas suruhanNya ia membangun Bahtera, kawasan khusus yang terlindung dari
kekuatan-kekuatan penghancur yang akan segera datang. Dan jalan terbaik
untuk selamat ialah membiarkan diri dibimbing Allah sendiri. Jalan paling
mudah menjauhkan diri ialah menganggap sepi kasih Allah itu dan sibuk dengan
urusan sendiri.

Orang-orang pada zaman Nuh merasa sudah aman. Tak butuh apa-apa lagi. Mereka
melihat yang dikerjakan Nuh, tetapi tidak peduli dan malah menganggapnya
mengerjakan yang aneh-aneh saja! Kan tak akan terjadi apa-apa yang luar
biasa! Semua bisa diperhitungkan, pikir orang-orang itu. Memang tak satu
tindakan pun yang disebutkan termasuk tindakan buruk: makan minum, kawin dan
mengawinkan. Semua ini kegiatan sehari-hari yang melangsungkan kehidupan
manusia. Tetapi orang mudah melupakan bahwa ada yang tak termasuk
keseharian. Gerak gerik Yang Ilahi yang tak dapat seluruhnya diperhitungkan.
Ia tetap ada dalam wilayah yang keramat yang tak tunduk pada hukum-hukum di
dunia ini.

Bagaimana dengan gerak gerik kemanusiaan? Disebutkan dalam Mat 24:40-41, ada
dua lelaki yang menggarap tanah, ada dua perempuan yang menggiling gandum.
Bekerja di ladang dan menggiling gandum adalah dua kegiatan dari hari ke
hari. Tetapi keseharian ini dapat mengecoh. Yang kelihatan biasa-biasa itu
tidak akan tetap sama. Walaupun orang-orang itu mengerjakan yang sama
persis, dikatakan satu akan diambil, satu akan dibiarkan. Tidak ada ukuran
apapun yang menjelaskan, baik ukuran alamiah maupun ukuran
kesetujuan-kesetujuan. Sering kesamaan luar membuat orang berpikir bahwa
bagi Yang Keramat juga demikian adanya, sama saja. Tetapi Yesus justru tidak
membenarkan anggapan seperti itu. Orang dinasihati agar peduli, hormat,
berjaga-jaga akan gerak-gerik Yang Keramat yang tak terduga-duga, dan jangan
sekali-kali menyepelekannya atau menganggap semua sudah beres.

Dalam tahun liturgi A ini perhatian akan dipusatkan pada Injil Matius. Injil
ini ditulis berdasarkan Injil Markus dan beberapa bahan baru. Kedua bahan
itu disusun kembali oleh Matius dalam bentuk lima kumpulan ajaran Yesus yang
diselingi kisah mengenai sang guru dan murid-muridnya. Secara ringkas,
susunan Injil Matius demikian:

1-4: Bagian pengantar: silsilah Yesus, kelahirannya, pembaptisan, percobaan
di padang gurun, permulaan karyanya.
5-7: Kumpulan ke-I ajaran Yesus: Khotbah di Bukit, ini pegangan dasar bagi
mereka yang mau masuk dan hidup dalam Kerajaan Surga.
8-9: Pelbagai penyembuhan.
10: Kumpulan ke-II ajaran Yesus: pegangan bagi mereka yang mewartakan
Kerajaan Surga.
11-12: Orang Yahudi menolak Yohanes Pembaptis dan Yesus.
13: Kumpulan ke-III ajaran Yesus: tentang Kerajaan Surga lewat perumpamaan
dan penjelasannya. Inilah pusat Injil Matius.
14-17: Beberapa mukjizat, perselisihan dengan orang Farisi. Pengakuan Petrus
dan penampakan kemuliaan Yesus.
18: Kumpulan ke-IV ajaran Yesus: sikap-sikap yang diharapkan tumbuh dalam
kehidupan bersama para murid.
19-23: Perjalanan Yesus bersama murid-muridnya menuju ke Yerusalem dan
perbincangan di Bait Allah.
24-25: Kumpulan ke-V ajaran Yesus: pengajaran di Bukit Zaitun mengenai
datangnya Kerajaan Surga pada akhir zaman dan ajakan bersiap-siap.
26-28: Hari-hari terakhir Yesus bersama murid-muridnya, peristiwa-peristiwa
dari Getsemani sampai Golgota, wafat dan kebangkitannya, penampakannya di
Galilea.

Begitulah Injil Matius menampilkan Yesus sebagai pribadi yang membawakan
Kerajaan Surga lewat tindakan dan ajarannya. Siapa saja yang menerimanya -
bukan saja orang Yahudi - akan menjadi bagian dari Israel baru, yakni bangsa
terpilih baru, kemanusiaan baru. Mereka inilah yang akan masuk ke dalam
Kerajaan Surga. Untuk sementara memang Kerajaan Surga belum kelihatan
sepenuhnya, masih terselubung, walau jelas sudah mulai ada. Akan tiba
saatnya kewibawaan ilahi menampakkan kuasanya seutuhnya. Saat itulah
Kerajaan Surga tersingkap utuh dan orang yang siap akan ikut serta di
dalamnya. Warta ini tak perlu membuat orang menjadi waswas dan mulai
menghitung-hitung kapan hari akhir itu tiba. Orang dihimbau untuk
menyelaraskan diri dengan kehadiran ilahi yang belum sepenuhnya tersingkap
itu. Nuh tidak menyingkirinya, ia memasukinya. Itulah Bahteranya.

Salam,
A. Gianto

Bacaan Pertama Minggu Adven I/A.

Bacaan pertama bagi keempat hari Minggu Adven tahun C diambil dari Kitab
Nabi Yesaya, yakni 2:1-5; 11:1-10 35:1-6a dan 7:10-14. Kiranya bagian-bagian
itu dipilih untuk membantu orang menyongsong Natal dengan menyelami
kebesaran Dia yang sejak dahulu kala sedia hadir di dekat umat manusia dan
mengajak siapa saja yang mau mengenaliNya untuk mengarungi perjalanan
kehidupan ini bersamaNya. Akan jelas dari ayat-ayat yang dibacakan pada hari
Minggu Adven I, yakni Yes 2:1-5, menyampaikan nubuat mengenai datangnya
zaman damai. Tetapi kedamaian itu bukannya keadaan yang akan didatangkan
dari  begitu saja dari atas melainkan tempat yang perlu dicari dan
didatangi. Bagaimana penjelasannya?

Kota Yerusalem menjadi di tempat ziarah bagi semua orang Yahudi sendiri yang
berdiam di negeri Yudea, di Selatan dan  di utara. Ada kepercayaan bahwa
Tuhan Yang Maha Kuasa memilih tempat itu sebagai tempatnya Ia dapat
dimuliakan oleh siapa saja. Itulah gunung keramatnya - sering disebut dengan
nama puitisnya, yakni Bukit Sion. Dan tempat dan kota itu menjadi kebanggaan
nasional orang Yudea, khususnya yang berdiam di Yerusalem. Juga secara
turun-temurun, para pengelola tempat suci itu erat berhubungan dengan
kalangan istana.

Ada beberapa pujangga dan kaum terpelajar yang amat disegani  baik di
kalangan istana maupun di kalangan para imam di tempat suci. Kaum pujangga
ini membesarkan hati, tapi juga mampu menantang dan memperingatkan para
tokoh tadi. Di saat-saat tertentu mereka juga mewakili serta memperjuangkan
kepentingan orang banyak. Mereka amat terpelajar dalam ajaran turun-temurun.
Hal-hal sehari-hari dapat mereka artikan dalam terang ajaran Taurat. Peran
kelompok ini penting dalam masyarakat Yahudi. Mereka menjadi "pembaca"
gelagat zaman. Itulah para nabi dan kenabian di Yerusalem. Yesaya ialah
salah satu yang paling dikenal dari kalangan itu. Ucapan-ucapannya diingat,
dikumpulkan, ditulis dan disunting kembali para muridnya dan diluaskan di
sana sini, semasa hidupnya dan jauh setelah itu. Teks Yes 2:1-6 kali ini
mengalami perkembangan seperti ini. Bahkan ay. 2-6 bergema dalam Mi 4:1-2.
Dalam bacaan kali orang-orang Yerusalem, terutama kalangan istana dan tempat
ibadat, diajak memahami lebih mendalam kejadian yang sudah amat lazim, yakni
ziarah tahunan ke Yerusalem. Secara khusus disoroti keprihatinan mereka.
Orang-orang di Yerusalem bahkan dihimbau agar belajar dari keadaan mereka
yang akan berziarah ke kota suci mereka.

Dalam kesadaran religius para nabi Yerusalem, Yang Maha Kuasa yang berdiam
di kota Yerusalem itu sedemikian besar dan mengatasi batas-batas kebangsaan
dan oleh karena itu semua orang dari bangsa manapun boleh dan berhak datang
kepadaNya. Jangan Dia dianggap milik khusus umat, meski umat ini ialah
bangsa khusus pilihanNya. Justru sebaiknya, mereka diharapkan dapat peka
menangkap hasrat-hasrat rohani orang lain. Alangkah baiknya bila kekayaan
rohani di Yerusalem semakin terbuka sehingga siapa saja yang datang bisa
mendapat bimbingan langsung dari Dia dan menemukan jalan kebahagiaan.

Siapakah Dia yang bisa didatangi di Kota Sucinya itu? Ditegaskan dalam Yes
2:4 bahwa Dia akan menjadi "hakim" antara bangsa-bangsa. Dalam dunia PL,
hakim bukan sekadar pemimpin proses peradilan, tapi juga pemimpin masyarakat
yang berwewenang mendamaikan pertikaian yang dibawakan ke hadapannya dengan
wibawa dan kebijaksanaannya. Kiasan ini dikenakan kepada Dia yang berdiam di
Bukit Sion. Ia dapat mendamaikan pertikaian, Dia itu Tuhannya rekonsiliasi.

Bangsa-bangsa yang akan ke Bukit Sion menghadap Yang Maha Kuasa itu bukannya
datang untuk berwisata ria. Banyak yang memendam macam-macam keprihatinan,
termasuk rasa permusuhan satu sama lain. Ada pihak-pihak yang merasa
diperlakukan tak adil, ditekan oleh bangsa dan kelompok lain. Ada ganjalan.
Komunikasi macet dan menggumpallah konflik horisontal, begitulah istilah
sekarang. Tindakan selanjutnya ialah hunus pedang, arahkan tombak bersiaga
maju perang untuk menentukan bukan siapa benar siapa salah, tapi siapa yang
lebih kuat. Ketegangan ini tercermin dalam keprihatinan bagian kedua ay. 4.

Syukur dalam keadaan itu tidak semua pihak membiarkan diri hanyut. Ada upaya
bernalar - ada yang mulai mengajak mencari pemecahan. Dan inilah yang
terbaca oleh sang nabi. Ada harapan mendapatkan pemecahan dari pihak ketiga
yang bisa menolong. Coba kita kini baca kembali ay. 3 dengan gagasan tadi.
Terungkap hasrat orang dari mana saja yang mau datang ke Yerusalem: "Mari,
kita naik ke gunung Tuhan, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita
tentang jalan-jalanNya dan supaya kita berjalan menempuhnya, sebab dari
Bukit Sion akan keluar pengajaran (= "Taurat dalam arti sebenarnya, bukan
hukum belaka") dan firman Tuhan dari Yerusalem." Terasa betapa luas dan
luhur pemikiran penyair yang menulis ayat itu. Lebih lagi, awal ay. 4
jelas-jelas mengatakan: "Ia - Tuhan -  akan menjadi hakim antara
bangsa-bangsa, akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa." Dan bila terjadi
demikian maka perlengkapan yang tadinya bakal dipakai untuk saling
menghancurkan akan menjadi peralatan untuk mengelola bahan yang menunjang
kehidupan: logam pedang akan ditempa menjadi bajak untuk menggarap tanah,
ujung tombak akan beralih menjadi alat menuai buah!

Orang-orang yang tadinya siap berperang itu sendirilah yang akan mengubah
mesin perang menjadi alat-alat bercocok tanam, bukan Tuhan yang di Bukit
Sion itu. Mereka merasa memperoleh pengajaran dariNya akan nilai kehidupan.
Inilah kebesaran Dia yang ada di tempat suci itu: dapat mengubah manusia
dari yang siap menjalankan kekerasan menjadi yang mahir memelihara kehidupan
dan tetap membiarkan manusia sendiri yang mengujudkannya. Kedamaian bukan
karena semua menyembah Yang Ilahi dengan cara yang sama, melainkan karena
masing-masing mendapat sesuatu dari Yang Ilahi yang mereka kenal dan dengan
demikian mereka berubah sikap dan menindakkan hal-hal yang membangun. Ini
warta bagi semua orang, juga bagi orang zaman ini, di mana saja. Ini juga
warta antar iman, bukan sekadar ajakan toleransi saja.

Ay. 5 mengakhiri petikan ini dengan seruan "Mari berjalan dalam terang
Tuhan!" Ajakan itu ditujukan kepada "keturunan Yakub", cara bicara
Perjanjian Lama untuk menyebut  kelompok masyarakat yang merasa diri
mendapat tugas menghadirkan keilahian di dunia. Juga mereka dan semua orang
yang percaya diajak mencari pencerahan budi dan hati tadi dan menjalankannya
dalam kehidupan. Masa Adven ialah masa menantikan kedatangan dia yang dalam
terang ini. Bacaan dari Mat 24:37-44 yang diulas di bawah ini menyoroti
kemanusiaan baru yang bisa diharapkan datang itu. Rahmat tercurah dari atas,
tapi orang diharap jeli dan peka menanggapinya dan membiarkan diri kena
pesona Dia yang di atas itu!

Pendalaman bacaan pertama (atau juga bacaan kedua) sebaiknya ditujukan untuk
menyiapkan suasana batin serta pengertian yang membuat warta Injil semakin
terasa dekat. Pendalaman seperti itu sebenarnya sudah mulai dalam proses
pembentukan Injil-Injil sendiri. Dulu dalam ibadat dikisahkan sebuah ingatan
akan Yesus, lalu diupayakan memahami bagaimana kejadian ini memberi makna
kepada khazanah teks turun-temurun mereka yang kita kenal sebagai Perjanjian
Lama. Begitulah terkumpul bagian-bagian Injil yang memuat rujukan langsung
atau tak langsung ke sana. Dalam perkembangan lebih lanjut, dibacakan juga
secara terpisah petikan dari Perjanjian Lama yang dipilih pemimpin ibadat
setempat, kemudian juga diikuti bacaan surat atau pengajaran tokoh-tokoh
yang masih mengenal para rasul sendiri. Peringkat bacaan seperti ini
akhirnya terkumpul dan diolah dalam "lectionarium" atau peringkat bacaan
Hari Minggu dan hari biasa yang dikenal dalam Gereja Katolik sekarang. Dalam
hubungan dengan Injil hari Minggu Adven I/A (Mat 24:37-44) bisa dilihat
bagaimana warta kenabian PL tadi membantu menajamkan kepekaan orang
menangkap gelagat serta pertanda kehadiran Dia yang mendamaikan kemanusiaan
dan membaruinya.

Salam,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment