Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa II A - 16 Jan 2011

Minggu Biasa II/A - 16 Jan 2011 (Yoh 1:29-34 & Yes 49:3.5-6)

Rekan-rekan yang budiman!
Dalam Yoh 1:29-34 yang dibacakan bagi Minggu Biasa II/A disampaikan
kesaksian Yohanes Pembaptis mengenai siapa Yesus itu. Dia itu "Anak Domba
Allah" dan juga "anak Allah". Apakah yang dimaksud dengan kedua gagasan ini?
Bagaimana kesaksian ini dapat dimengerti bersama dengan Yes 49:3.5-6 yang
diperdengarkan dalam bacaan pertama? Apakah warta kedua bacaan itu dapat
juga didalami dengan konteks keadaan masa kini?

"KEESOKAN HARINYA"

Bacaan ini mulai dengan menyebutkan bahwa "keesokan harinya" (Yoh 1:29)
Yohanes Pembaptis melihat Yesus datang kepadanya. Pada saat itulah sang
Pembaptis menyampaikan dua kesaksian tentang Yesus tadi. Berita "keesokan
hari" besar peranannya. Injil Yohanes menyebut hari-hari untuk menggemakan
hari-hari penciptaan agar orang memahami kedatangan Yesus sebagai karya
penciptaan yang baru. Pada ay. 29 untuk pertama kalinya disebutkan "keesokan
harinya". Maksudnya, hari kedua setelah hari pertama penciptaan yang
digemakan dalam Yoh 1:1-9 yang membicarakan "terang" seperti "terang" yang
difirmankan pada hari pertama penciptaan Kej 1:3-5. Pada hari kedua
penciptaan, Kej 1:6-7, langit dijadikanlah. Di situ langit berperan sebagai
pemisah air yang di atas dan di bawah. Jadi bersama dengan penciptaan terang
dan pembedaan siang dengan malam pada hari pertama, kini mulai disiapkan
wahana bagi daratan dan kehidupan yang akan diciptakan pada hari-hari
selanjutnya.

Istilah kunci "keesokan harinya" itu menjadikan pengalaman iman orang akan
karya awal Tuhan Pencipta itu sebagai latar bagi tampilnya Yesus. Disarankan
bahwa kini penciptaan masih berjalan terus, jagat mulai diterangi, ditata
sehingga yang gelap bisa diatur dan tidak merajalela. Setelah itu air-air
mulai dibendung dengan langit. Gagasan yang ditampilkan makin nyata. Semua
yang ada di muka bumi yang akan diciptakan nanti akan memandangi langit
sebagai tempat Yang Mahakuasa hadir dan yang membendung kekuatan-kekuatan
gelap dan penghancur sehingga ciptaan selanjutnya bisa terus berjalan.

Dengan latar tadi kedatangan Yesus menjadi semakin bermakna. Injil Yohanes
membuat orang membayangkan peran Yesus sebagai "langit" yang membendung
kekuatan-kekuatan yang tadinya tak terkendali ("air-air" dalam Kej 1:6-7).
Ada hal yang erat berhubungan dengan ini yang patut didalami. Meski langit
yang diciptakan pada hari kedua itu menahan air-air tadi, nanti pada awal
Kisah Air Bah, disebutkan tingkap-tingkap langit terbuka lagi dan jagat
dilanda banjir dahsyat (Kej 7:11). Dalam Kisah Air Bah, kejadian ini
ditampilkan sebagai akibat keburukan hidup manusia seperti disebutkan dalam
Kej 6:5. Tapi bila disimak, di situ juga sekaligus ditekankan betapa
besarnya kekuatan "langit" pembendung daya-daya tadi. Bila tidak terbuka
tingkap-tingkapnya, tak bakal kekuatan sedahsyat apapun bisa memasuki dan
merusak ciptaan. Inilah yang sebetulnya hendak ikut dijadikan sebagai latar
pemikiran dalam Injil Yohanes kali ini. Yesus yang dilihat Yohanes Pembaptis
datang pada "keesokan harinya" itu berperan sebagai yang membendung
daya-daya penghancur masih terus mengancam kemanusiaan.

"ANAK DOMBA ALLAH YANG MENGHAPUS DOSA DUNIA"

Langit yang diciptakan sebagai pembendung air-air dahsyat itu kini
dipersaksikan Yohanes Pembaptis sebagai "Anak Domba Allah". Bukan yang jauh
di cakrawala dan di atas sana, melainkan yang dekat, yang berasal dari
kehidupan sehari-hari manusia, sebagai domba yang penurut dan menerima
dijadikan persembahan kepada Tuhan. Ditekankan dalam pengertian "Anak Domba
Allah" itu persembahan dari pihak manusia yang mendapat perkenan dari Tuhan
Yang Mahabesar.

Injil Yohanes hendak menampikan sebuah paradigma baru dalam memahami
penciptaan dan kelanjutannya. Di atas disinggung jauh setelah penciptaan
langit selesai, tingkap-tingkap langit terbuka kembali (Kej 7:11) sebagai
akibat keburukan manusia pada zaman Nuh dulu. Kini Yesus dipersaksikan -
ditegaskan dari pengalaman iman - sebagai kurban ("anak domba") dari pihak
manusia kepada Allah dan kurban inilah yang membuat dosa dunia terhapus.
Dibersihkan. Keburukannya disingkirkan. Inilah kiranya yang dimaksud dengan
pernyataan iman atau kesaksian bahwa Yesus itu "Anak Domba Allah yang
menghapus dosa dunia". Langit yang walaupun memiliki daya hebat membendung
kekuatan khaos  itu bisa terbuka kembali dengan akibat yang menakutkan itu
kini menjadi sesuatu yang dekat, yang lembut, tapi yang membuat keburukan
terhapus, dan bisa menjadikan manusia apik kembali seperti pada akhir
penciptaan - seperti "gambar dan rupa" Tuhan sendiri (Kej 1:27)

Kejahatan memang mendatangkan hukuman. Sisi lain kerap kurang dilihat, yakni
sisi Tuhan yang masih mau menyelamatkan yang bisa diselamatkan - seperti ia
mengasihi Nuh dan menyelamatkannya. Ada kesan ia diselamatkan karena Nuh
"orang benar, tak bercela" (Kej 6:9). Terasa adanya gagasan "kejahatan
mendatangkan hukuman, kesalehan mendatangkan pahala". Namun gagasan itu
terlalu sering dipakai untuk memandang dunia kehidupan manusia dengan cara
kaku tanpa memperhitungkan kerapuhan manusia dan kerahiman Tuhan sendiri.
Padahal kerapuhan manusia dan kerahimanNya juga bagian kenyataan hidup.

Yohanes Pembaptis mengajak orang melihat dan mengakui kedua sisi tadi. Dalam
kesaksian mengenai Yesus sebagai Anak Domba Allah, ia mau menekankan bahwa
kemanusiaan yang rapuh tetap disertai kerahiman ilahi. Semua ini
dikatakannya dengan bahasa kurban "anak domba". Kurban ini bakal membuat
wajah buruk manusia yang dalam Injil Yohanes disebut "dosa dunia" terhapus.
Karena Anak Domba Allah itu juga manusia, maka ia juga bisa menjadi pegangan
bagi sesamanya. Inilah yang dimaksud Yohanes. Gagasan Anak Domba yang
menjadi pemimpin itu akan dikembangkan lebih lanjut dalam Kitab Wahyu (Why 5
dan 14) yang sekalangan dengan Injil Yohanes.

"ANAK ALLAH"

Dalam cara berungkap orang Ibrani, "anak Allah", tidak menunjuk pada gagasan
diperanakkan secara harfiah. Karena itu tidak juga menimbulkan soal, "Lho,
Allah kok punya anak - lha dengan siapa?" Apa maksudnya? Memang gagasan
"anak Allah" berdasarkan pada pengertian hubungan mendalam antara "anak"
dengan "bapak", yakni kedekatan, keakraban, perhatian besar, serta saling
mempedulikan, dan semuanya ini tumbuh dari kecil, dari saat mulai ada. (Jadi
berbeda dengan ibarat suami-istri yang memang mengungkapkan kedekatan dan
kesetiaan tapi tidak dari awal.) Ringkasnya, "anak Allah" berarti manusia
yang amat dekat dengan Yang Ilahi sendiri. Dan keakraban ini tumbuh dari
kecil, dari semula. Oleh karena itu dia yang disebut "anak Allah" itu nanti
mampu menunjukkan Yang Mahakuasa sebagai Tuhan yang juga dekat. Inilah yang
dipersaksikan Yohanes Pembaptis dalam Yoh 1:34 ketika mengatakan "Ia inilah
anak Allah".

Dari mana Yohanes Pembaptis mendapat keberanian mengatakan semua itu?
Penjelasannya menarik. Pada ayat sebelumnya, yakni ay. 33, disebutkannya ia
melihat Roh yang turun ke atas Yesus dan tinggal di atasnya. Roh itu
"menetap" padanya, tidak pergi datang begitu saja seperti misalnya pada para
Hakim dulu. Yesus disertai Roh secara tetap. Inilah yang menjadikannya
sedemikian dekat dengan Yang Ilahi. Roh yang datang dari Yang Ilahi itulah
yang mengumumkan Yesus sebagai "anak Allah". Ketiga Injil lain (Mat 3:13-17
Mrk 1:9-11 Luk 3:21-22) mengungkapkan hal yang sama dengan cara mereka
sendiri seperti dibicarakan dalam ulasan bagi Pesta Pembaptisan Tuhan yang
lalu. Di situ diceritakan langit terbuka dan ada suara dari langit yang
mengatakan bahwa Yesus itu anak yang terkasih dan kepadanya Yang Ilahi
berkenan. Saat itu juga Roh hadir. Dalam Injil Yohanes, hal ini menjadi
dasar kesaksian sang Pembaptis kepada orang banyak.

"HAMBA TUHAN" BISA BERPERAN DI ERA GLOBALISASI & MARGINALISASI?

Bacaan pertama (Yes 49:3.5-6, bagian dari Kidung Hamba Tuhan - yang kedua)
memusatkan perhatian pada pengutusan sang hamba Tuhan menjadi terang bagi
bangsa-bangsa, jadi bukan hanya untuk melayani orang-orang yang sudah
menjadi bagian umat. Demikian maka kehadiran ilahi yang menyelamatkan
diperkenalkan sampai ke "ujung bumi", ke tempat yang paling jauh dan paling
terpencil sekalipun baik dalam arti fisik maupun batin. Apakah penugasan ini
bisa dimengerti sebagai ajakan membuat semua orang masuk agama yang
dibawakan sang hamba? Keliru. Bukan tugas sang hamba di sini untuk
menyebarkan agama atau mempertobatkan orang. Jauh lebih luhur. Ia ditugasi
menjadi "terang".

Dalam bahasa Yesaya, gagasan ini menggemakan karya ilahi yang paling awal,
yakni terang yang disabdakan Pencipta sendiri sehingga kegelapan mulai
tersingkir. Dengan demikian mulai terbangunlah wahana bagi kehidupan bagi
semua. Sang hamba ditugasi membuat orang semakin peka mengenali kehadiran
ilahi yang nyata sejak awal ini dan menyadari bahwa jagat bukannya sistem
tertutup yang bergerak dengan kekuatan-kekuatan yang ada di dalamnya
sendiri. Cara berungkap teks Yesaya memang puitis dan intelektual. Teks itu
dulu pun diperbincangkan di kalangan para intelektual di dalam umat, katakan
para budayawan yang ketika itu tinggal di Babilonia yang menjadi pusat
kekuatan dan budaya dunia pada zaman itu.

Bagaimana menalarkan adanya kekuatan-kekuatan seperti itu, khususnya dalam
kesadaran intelektual orang zaman ini? Ada pelbagai cara. Salah satu ialah
menyadari menyadari adanya kekuatan arus-arus globalisasi yang membuat
masyarakat mana pun mau tak mau secara langsung atau tak langsung ikut dalam
perputaran hidup ekonomi dunia. Tak ada yang bisa memisahkan diri. Seiring
dengan arus-arus ini timbul pula keadaan yang tidak diinginkan, yakni
marginalisasi sebagian dari kemanusiaan. Semuanya ada dalam arus, tetapi
tidak semua sampai. Ada yang semakin tertinggal karena arus sifatnya membawa
yang bisa dibawa. Lagipula kemajuan kelompok pusat dengan sendirinya semakin
menyisihkan yang ada di pinggiran. Yang kurang dapat ikut semakin terpojok,
dan ini bentuk ketertindasan yang ada dalam kehidupan masyarakat dunia
dewasa ini. Menanjaknya harga pelbagai kebutuhan pokok dibarengi dengan
turunnya daya beli penghasilan makin banyak orang bisa menjadi petunjuk
adanya keadaan itu. Keadaan seperti ini tak bisa disangkal begitu saja. Juga
tidak bisa dituding sebagai akibat ketakbecusan para pengelola negara atau
kemalasan berusaha para warga atau ketakpedulian mereka yang lebih
beruntung. Akan tetapi kelanggengan keadaan seperti itu dapat dan perlu
disangkal.

Dan termasuk penugasan sang hamba Tuhan, dalam bahasa sekarang, ialah
menyangkal kelanggengan kekuatan yang menghasilkan marginalisasi tadi. Bukan
semata-mata dengan memerangi, memisahkan diri, melainkan dengan
mempersaksikan kehadiran PengutusNya, Pencipta jagat yang menghendaki sejak
awal agar "terang" yang difirmankanNya itu sampai ke ujung bumi, sampai tak
ada tempat yang kurang diterangi, yang terpojok dan terhimpit. Dan kekuatan
yang dibekalkan kepada hamba tadi ialah keberanian untuk bersaksi bahwa
Tuhan menciptakan jagat sebagai tempat yang tak meredup di tempat-tempat
yang jauh sekalipun. Harapan tetap ada.

Satu catatan lagi. Dalam pemakaian liturgi kali ini, hamba Tuhan tadi
diterapkan pada tokoh Yesus yang dalam Injil di muka digambarkan sebagai
"Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia" - yakni kurban dari pihak
manusia yang dapat meng-urung-kan serta menyangkal kelanggengan
kekuatan-kekuatan yang memojokkan sebagian kemanusiaan ke arah kegelapan.
Dan siapa pun yang ingin ke sana diajak mengenalnya. Kehidupan, pengajaran,
pengabdian tokoh ini dapat membuat orang menemukan arus yang membawa orang
ke terang yang sejati. 

Dalam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment