Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa IV A - 30 Januari 2011

Minggu IV/A 30 Januari 2011 (Mat 5:1-12a dan Zef 2:3; 3:12-13)

SABDA BAHAGIA DI MASA KINI?

Kemarin beberapa hal mengenai tafsiran Sabda bahagia (Mat 5:1-12a) saya
bicarakan dengan Matt  - bukan orang yang sama yang kalian kenal. Jelas
petikan itu berperan sebagai pembukaan pelbagai pengajaran Yesus yang
termaktub dalam Mat 5-7. Ada lima rangkaian  pengajaran seperti itu, yakni
Mat 5-7 (Khotbah di Bukit); Mat 10 (pedoman hidup bagi pewarta Kerajaan
Surga); Mat 13 (penjelasan mengenai Kerajaan Surga); Mat 18 (pengajaran bagi
para murid dalam hidup bersama); Mat 23-25 (uraian di Bukit Zaitun tentang
kedatangan Kerajaan Surga pada akhir zaman). Di antara kumpulan yang satu
dengan yang berikutnya diletakkan kisah-kisah mengenai tindakan serta
mukjizat Yesus dan pelbagai peristiwa dalam kehidupan para murid.

Kelima kumpulan itu tersusun dengan cara yang unik. Yang terakhir
berlatarkan pengajaran di bukit Zaitun. Latar ini mengingatkan pada kumpulan
pertama yang berlatarkan sebuah bukit pula. Tentang ini akan dibicarakan
lebih lanjut. Kemudian kumpulan keempat, yakni yang menyangkut kehidupan
para murid, erat berhubungan dengan yang kedua, yakni pedoman hidup bagi
para murid-murid Yesus yang akan meneruskan menjadi pewarta Kerajaan Surga.
Kumpulan ketiga menyoroti Kerajaan Surga, warta paling pokok yang dibawakan
Yesus. Penyusunan secara "konsentrik" seperti ini dapat menjadi pegangan
mendalami masing-masing kumpulan itu. Demi mudahnya, kumpulan yang pertama
(Mat 5-7) sebaiknya dilihat dalam hubungannya dengan warta pokok, yakni
Kerajaan Surga (Mat 13) dan apa kenyataannya yang penuh nanti pada akhir
zaman (Mat 23-25). Dan dengan demikian para murid akan siap menghayati
pedoman hidup secara orang-perorangan (Mat 10) maupun dalam kebersamaan (Mat
18).

Dalam Mat 5:1-12a didapati delapan Sabda Bahagia yang ditujukan kepada semua
orang (ay. 3-10) serta satu Sabda Bahagia yang khusus diucapkan bagi para
murid (ay. 11) dan dilanjutkan dengan seruan agar mereka tetap bersuka cita
(ay. 12a). Disebutkan dalam ay. 1-2, ketika Yesus melihat orang banyak, ia
naik ke bukit dan mengajar agar para pendengarnya semakin memahami diri
mereka. Sabda Bahagia juga dapat membantu kita membaca pengalaman kita
sekarang ini juga. Upaya mendalami Sabda Bahagia sebagai pembukaan kumpulan
yang pertama dapat menciptakan hubungan guru-murid dengan Yesus. Dan bila
terjadi orang akan merasa tertuntun mendekat kepada kenyataan hadirnya Yang
Ilahi di antara manusia juga. Hubungan ini akan mendekatkan orang pada
kenyataan Kerajaan Surga di dunia dan kepenuhannya kelak di akhir zaman.
Dengan demikian dapat juga menjadi pangkal berharap ikut menikmati kenyataan
itu.

"BERBAHAGIALAH....!"
Tiga Sabda Bahagia (Mat 5:3-5) menegaskan bahwa orang dapat disebut
berbahagia karena tumpuan harapan dalam hidupnya ialah Tuhan sendiri.
Gagasan "miskin" dalam ay. 3 ialah kebersahajaan batin, oleh karenanya
diberi penjelasan "di hadapan Allah". Dapat dicatat, penjelasan tambahan itu
tidak terdapat di dalam Sabda Bahagia menurut Luk 6:20 karena yang
ditekankan Lukas ialah orang yang betul-betul yang kekurangan secara
material, orang yang tak bisa mencukupi kebutuhan hidup yang kini
diperhatikan oleh para pengikut Yesus yang bersedia berbagi keberuntungan
dengan mereka. Kemudian ay. 4 menyebut berbahagia orang yang "berduka cita",
maksudnya orang yang hanya akan dapat terhibur oleh kesadaran bahwa Tuhan
tetap berada di dekat kendati orang mengalami kesulitan. Termasuk di sini
sikap tidak berpihak pada kekerasan yang terungkap dalam ay. 5 sebagai
"lemah lembut".

Selanjutnya ada dua Sabda Bahagia (Mat 5: 6 dan 8) yang menyebut keinginan
untuk menjalankan kehendak Tuhan sebagai hal yang membahagiakan, seperti
terungkap dalam ay. 6 sebagai yang "lapar dan haus akan hal yang lurus" dan
dalam ay. 8 sebagai yang "berhati bersih". Ungkapan terakhir ini dipetik
dari gaya bahasa Ibrani (lihat misalnya Mzm 24:4) dan artinya ialah mampu
berpikir secara jernih, berbudi wening. Orang yang demikian ini tidak
gampang dipengaruhi keinginan-keinginan yang menjauhkannya dari Tuhan. Jadi
bukan sekedar ajaran agar menjauhi nafsu-nafsu yang biasanya disebut kotor.

Dua Sabda Bahagia yang lain (Mat 5: 7 dan 9) menegaskan bahwa upaya
menghadirkan Tuhan kepada sesama menjadi kegiatan yang mendatangkan
kebahagiaan. Upaya ini ditegaskan dalam ay. 7 sebagai "berbelaskasihan" dan
dalam ay. 9 sebagai "pencinta damai". Hasrat menghadirkan kebaikan Tuhan
kepada orang lain ini karena orang sadar akan perlunya saling mendukung dan
sikap pendamai.

Tidak disangkal adanya kesulitan, seperti jelas dari Mat 5:10-12. Orang yang
nyata-nyata hidup dalam kerangka di atas sering menderita dimusuhi, seperti
terungkap dalam ay. 10 "dikejar-kejar karena bertindak lurus". Kemudian
secara khusus kepada murid-muridnya Yesus menambahkan Sabda Bahagia yang ke
sembilan,  yakni yang menyangkut pengalaman dimusuhi orang karena menjadi
muridnya (ay. 11). Pengharapan mereka dibesarkan (ay. 12a "bersuka citalah
karena besar pahalamu di surga").

Tiap pengalaman di atas dapat dihayati semua orang yang memberi ruang bagi
Yang Ilahi. Dapat pula dikatakan pengalaman ini juga melampaui batas-batas
agama. Mereka yang mendalami makna Sabda Bahagia dapat semakin mengenali
liku-liku kehidupan rohani dan pergulatan di dalamnya. Hidup yang terarah
kepada Yang Ilahi itu membawa kebahagiaan. Di situlah ditemukan makna
"berbahagia".

MENGAJAR DI SEBUAH BUKIT

Injil Matius ditulis bagi orang-orang yang mengenal akrab alam pikiran
Perjanjian Lama. Intinya, yakni diturunkannya Taurat kepada Musa di Sinai.
Bagi umat Perjanjian Lama, Taurat berisi ajaran kehidupan dalam bentuk
pedoman, petunjuk, tatacara ibadat, hukum yang bila dijalani dengan jujur
dan ikhlas akan membuat mereka menjadi dekat pada Tuhan dan menjadi umat
yang dilindungiNya. Dengan latar inilah Matius mengisyaratkan kepada
pembacanya bahwa Yesus kini menjalankan peran Musa. Yesus membawakan
petunjuk, ajaran, kebijaksanaan yang bila dihayati akan membuat orang
menjadi bagian dari umat yang baru pewaris Kerajaan Surga.

Memang ada beberapa perbedaan mencolok di antara penampilan Musa dan Yesus.
Di Sinai dulu Musa sedemikian jauh. Awan meliputi pucuk gunung tempat Musa
memperoleh Firman ilahi. Tak ada yang berani mendekat karena kebesaran ilahi
sedemikian menggentarkan. Sekarang Yesus tampil sebagai tokoh yang dekat
dengan orang banyak. Matius memang sengaja menampilkannya sebagai kenyataan
dari "Tuhan menyertai kita" - Imanuel. Kini bukan lagi awan yang
menggentarkan, melainkan kemanusiaan Yesus-lah yang menyelubungi kebesaran
ilahi sehingga orang banyak dapat datang mendekat. Tempat pengajaran
diturunkan tidak lagi digambarkan sebagai gunung yang tinggi yang hanya bisa
didaki Musa sendirian. Bukit tempat menyampaikan pengajarannya terjangkau
oleh orang banyak dan bahkan mereka dapat langsung mendengarkannya.
Bagaimanapun juga, tetap ditegaskan, tempat yang mudah tercapai ini menjadi
tempat keramat juga, seperti puncak Sinai dulu. Namun kekeramatan yang dekat
- bukan yang sulit terjangkau.

Nanti menjelang akhir kehidupannya, Yesus masih memberi pengajaran kepada
murid-muridnya di sebuah bukit pula, di bukit Zaitun. Kita boleh ingat akan
Musa di gunung Nebo, memandang ke barat ke Tanah Terjanji. Ia sendiri tidak
akan memasukinya. Yosua-lah yang akan memimpin umat ke sana. Peristiwa ini
besar maknanya bagi pembaca Injil Matius. Nama Yesus dalam bentuk Ibraninya
sama persis dengan nama Yosua penerus Musa tadi. Dengan demikian disarankan
bahwa Yesus bakal memimpin orang banyak memasuki negeri baru yang
dijanjikan, yakni Kerajaan Surga.

WARTA SABDA BAHAGIA

Sabda Bahagia dalam Injil menggambarkan apa yang nyata-nyata dialami dan
terjadi di antara orang-orang yang hidup mengikuti Yesus, bukan dimaksud
untuk menunjuk pada hal-hal yang belum terjadi. Dengan perkataan lain, Sabda
Bahagia itu sifatnya deskriptif, bukan preskriptif. Beberapa contoh lain
dari Sabda Bahagia selain yang sedang dibicarakan ialah Mzm 1:1; 32:1-2;
144:15; Mat 11:6; 13:16; 16:17; Luk 6:20; 11:28; 12:37; Yoh 20:29; 1 Pet
4:14. Sabda Bahagia bukanlah kata-kata yang memiliki daya untuk mengadakan
sesuatu, seperti "berkat", juga bukan serangkai resep hidup bahagia. Sabda
Bahagia menunjukkan apa yang terjadi bila orang berada dalam keadaan yang
digambarkan di situ. Pendengar diajak memikirkan lebih lanjut dan mengambil
sikap-sikap baru. Dengan demikian Sabda Bahagia bukan mengajarkan "yang
itu-itu" saja. Sabda itu tetap menyapa.

Sabda Bahagia sebaiknya juga dibaca dengan menengok ke depan, yakni ke
pengajaran Yesus mengenai Penghakiman Terakhir dalam Mat 25:31-46. Kedua
bahan ini membingkai seluruh pengajaran Yesus. Kedua-duanya diberikan pada
sebuah bukit. Kedua-duanya membicarakan siapa-siapa yang bakal memiliki
Kerajaan Surga, yang dapat memasuki kebahagiaan kekal. Dalam Mat 25:35-36
ditegaskan bahwa berbuat baik kepada sesama berarti berbuat baik kepada
Tuhan sendiri. Yesus memanusiakan gambaran Penghakiman Terakhir. Diajarkan
bagaimana orang bisa mengerti bahwa yang dikerjakan bagi sesama nanti
dijadikan batu uji masuk surga. Kebijaksanaan dan akal sehat menjadi
penuntun yang baik ke arah pertanggungjawaban terakhir nanti. Orang dihimbau
sejak kini agar nanti bisa mengatakan kita juga telah memperkaya Tuhan dan
telah berbuat baik kepadaNya. Sabda Bahagia menggambarkan keadaan batin dan
sikap hidup mereka yang nanti pada akhir zaman akan dapat mengatakan bahwa
telah berbuat banyak bagi sesama. Dan Tuhan akan mengatakan itu semua
dikerjakan bagiNya. Mereka yang demikian akan betul-betul dapat disebut
"Berbahagia"!

Arah seperti itu juga didapati dalam bacaan pertama. Bagian awal, yakni Zef
2:3, memuat seruan agar umat tetap terus berupaya mencari Tuhannya keadilan
dan kerendahan hati. Ungkapan ini menarik karena perilaku sosial yang dapat
seutuhnya diwujudkan oleh orang-orang yang berkehendak baik dalam
masyarakat, yakni keadilan (=saling menghormati hak dan kewajiban) serta
kerendahan hati (= tidak mau mengecilkan pihak lain) kini ditunjukkan
sebagai perilaku yang mengikutsertakan kehadiran ilahi. Dan mereka yang
bertindak adil dan rendah hati seperti itu boleh berharap akan
dilindungiNya. Kemudian dalam bagian kedua, Zef 3:12-13, ditegaskan
bagaimana integritas, kejujuran, sikap apa adanya dalam hidup umat memberi
arti pada apa itu menyatakan diri mau berlindung kepada Tuhan. Umat yang
demikian tidak bakal membuat pihak-pihak lain merasa kurang enak atau
tertekan. Dalam bahasa sekarang, kesungguhan hidup beragama menjadi lebih
nyata di dalam perbuatan yang membangun kesejahteraan hidup di masyarakat,
bukannya pertama-tama di dalam pernyataan-pernyataan mengenai pokok
kepercayaan belaka. Inilah yang diserukan nabi dan yang dapat didalami lebih
lanjut dengan Sabda Bahagia dalam Injil.

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment