Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa VI A - 7 Feb 11

Injil Minggu VI A 7 Feb 01 (Mat 5:17-37)

API NERAKA, ZINAH BATIN, CUKIL MATA, POTONG TANGAN?

Bacaan Injil hari Minggu IV/A (Mat 5:17-37) dan hari Minggu selanjutnya (Mat
5:38-48) mengungkapkan beberapa pokok pengajaran Yesus yang nadanya keras.
Juga terdengar keras bagi pendengar yang paham ajaran Taurat. Terdengar
beberapa kali Yesus menegaskan, "Kamu telah mendengar yang difirmankan.....,
tetapi aku  berkata kepadamu...." (ay. 21-22.; 27-28; 31-32; 32-33 38-39;
43-44). Seakan-akan hukum Taurat belum cukup. Bahkan diancamkan olehnya api
neraka, diungkapkan kecaman mengenai zinah batin, ada anjuran cukil mata,
potong tangan segala. Tokoh Yesus di sini amat berbeda dengan gambaran tokoh
yang lemah lembut, penuh pengertian, mau membebaskan orang dari kungkungan
ajaran hukum belaka. Bagaimana Injil kali ini bisa dijelaskan bagi pendegar
lain di zaman lain?

APA ARTI "MENGGENAPKAN " TAURAT?"

Bagi orang Yahudi, Taurat adalah pengajaran, hukum-hukum, aturan yang
terdapat dalam kelima kitab pertama dalam Alkitab. Jumlahnya, bila dihitung,
ada 613 hukum, 365 di antaranya sifatnya larangan, sedangkan 248 sisanya
berujud keharusan ini atau itu. Masalahnya bagaimana menghayatinya dengan
sebaik-baiknya. Ada dua arah. Pertama ialah berusaha memenuhi yang
diperintahkan dan menjauhi yang dilarang dengan seteliti-telitinya. Ini
hidup saleh yang dijalankan oleh banyak orang beragama di zaman Yesus.
Kehidupan beragama dalam arah ini diukur dengan hukum. Sering orang
terpancang pada gagasan apa sudah betul menjalankan perintah dan menjauhi
larangan. Hukum dipandang sebagai hukum. Arah kedua ialah menerima Taurat
dan mempercayainya sebagai cara mendengarkan Dia yang bersabda kepada
manusia dan mendalami jiwa Taurat. Kedua arah ini bukanlah bertentangan satu
sama lain. Boleh dikata, keduanya adalah kutub menjalani Taurat. Satu ketika
orang bisa jadi lebih dekat ke yang satu, di lain ketika lebih ke arah yang
lain. Inilah dinamika hidup beragama. Inilah yang memperkaya kehidupan
beragama.

Yesus mengatakan dirinya datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk
menggenapinya. Ia menerima kedua kutub itu. "Bukan meniadakan" tentunya
bukan mengurungkan Taurat dalam pengertian satu persatu di atas. Ia
samasekali tidak menyangkal kesahihan sikap orang menerima Taurat dalam cara
itu. Kesalehan ini wajar. Tapi sekaligus ditegaskannya bahwa ia datang untuk
memenuhi Taurat. Inilah sisi kedua tadi. Taurat dihayatinya sebagai yang
membuatnya dekat pada Dia yang bersabda dengan Taurat. Orang seperti ini
menggenapkan Taurat, membuatnya tampil utuh, bukan sebagai himpunan aturan,
perintah, larangan belaka. Begitulah maka menjadi lebih jelas yang dimaksud
dalam Mat 5:19: "...siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat
sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain,
ia akan menduduki tempat yang paling rendah dalam Kerajaan Surga, tetapi
siapa yang melakukan dan mengajarkannya, ia akan menduduki tempat yang
tinggi dalam Kerajaan Surga."

Kedua arah menghayati Taurat sama-sama membawa orang masuk ke dalam Kerajaan
Allah. Namun arah yang kedualah yang membuat orang besar di dalamnya. Besar
berarti leluasa, tidak ada kesesakan. Kecil dalam Kerajaan Allah lawan dari
itu, mudah merasa sesak, kurang merdeka, tidak leluasa. Meniadakan salah
satu perintah hukum Taurat berarti menjalankan Taurat sebagai rangkaian
hukum, aturan, pengajaran yang dicoba diikuti satu persatu, seperti memenuhi
daftar agenda

CONTOH-CONTOH

Yang diajarkan Yesus kepada murid-muridnya ialah menempuh arah kedua, tanpa
mengecam arah pertama walaupun mengenali keterbatasan arah pertama tadi.
Diberikannya 6 contoh mengenai bagaimana memandang Taurat dalam arah kedua.
Berikut ini akan diulas empat contoh pertama yang termasuk bacaan Injil
Minggu ini; Minggu berikutnya membicarakan kedua contoh lainnya: contoh
kelima (5:38-39) berkisar pada pembalasan. Kel 21:24, Im 24:20 dan Ul 19:21;
contoh keenam (5:43-44) membicarakan perintah mengasihi sesama dan membenci
musuh dalam Im 19:18.

Marilah diteliti bagaimana contoh-contoh tadi menunjukkan dua arah Taurat.
Contoh pertama (5:21-26) menyangkut larangan membunuh yang tertera dalam Kel
20:13 dan juga Ul 5:17. Larangan ini memang penting dan ditujukan untuk
melindungi kehidupan. Yesus mengatakan siapa yang marah, mesti dihukum; yang
mencaci-maki mesti diadili, siapa yang mengumpat bodoh harus diserahkan ke
dalam api neraka. Bagaimana memahami maksudnya? Bukan dengan menaruh yang
dikatakan Yesus sebagai aturan yang menambah beratnya Taurat. Yang
dikemukakannya ialah hidup baik dengan sesama, menghormati perbedaan yang
sering tidak menyenangkan. Inilah yang amat berharga. Menyalahi sesama dalam
hal tidak menghormati diungkapkan sebagai yang patut dihukum berat.

Begitu pula dalam contoh kedua (Mat 5:27-30), hendak ditekankan inti
larangan berzinah Kel 20:14 dan Ul 5:18 bukanlah semata-mata agar orang
menghindari tindakan fisik, melainkan terutama sikap batin menginginkan
orang lain jadi tujuan pemuasan nafsu. Memang pengajaran seperti ini tidak
lagi dapat dianggap bagian hukum karena menyangkut yang tidak secara
tegas-tegas diungkapkan melainkan tafsiran meluaskan cakupannya. Yang
dikemukakan bukannya lagi larangannya melainkan apa yang mendasari larangan
tadi. Masalah ini disoroti lebih jauh dengan contoh ketiga. Dalam
pembicaraan contoh ini ditambahkan, bila menyebabkan dosa, lebih baik mata
kanan dicukil mata kanan bila membuat orang berdosa, begitu pula, lebih baik
kutungi tangan kanan.

Dalam contoh ketiga (Mat 5:31-32) diulas bagaimana memahami dengan benar
prosedur menceraikan istri Ul 24:1-4. Memang dari sisi hukum Taurat, cukup
bila dibuat surat cerai dan yang mesti diterima resmi oleh pihak istri.
Demikian maka ada perlindungan hukum bagi bekas istri. Namun tak jarang
prosedur semacam ini disalahgunakan, misalnya tanpa alasan yang kuat untuk
menalak istri, atau alasan sebenarnya yang tidak lurus, misalnya
menginginkan menikahi perempuan lain. Atau sekongkol suami-istri untuk
bercerai demi alasan-alasan lain. Dalam Taurat ikatan nikah hanya bisa
diputuskan bila istri menjalankan zinah. Dalam hal ini ikatan dengan suami
sudah lepas, dan suami pun wajib menalak dengan prosedur surat talak tadi.
Bila penalakan ini dibuat dengan cara lain, memang sang istri bebas dan bisa
menikah lagi. Tetapi tindakan ini menyatakan istrinya pernah zinah -
demikian merendahkan martabatnya. Lebih lagi, orang yang menikahinya
kemudian akan ikut berzinah karena mengambil perempuan yang sebetulnya tidak
dilepas dari ikatan nikah dengan alasan yang benar. Terlihat bagaimana
pendengar diajak mengenali inti Taurat, yakni kejujuran terhadap diri
sendiri dan kepada orang lain, dalam hal ini istri atau suami. Persetujuan
yang sifatnya sekongkol melawan arah ini.

Dengan contoh keempat (5:32.33) mengenai larangan bersumpah palsu (Im 19.12
dan Ul 23:21) hendak ditekankan agar orang tidak gampang mengucapkan sumpah
karena berat bebannya. Lebih sederhana dan lebih baik memegang perkataan,
tampil berintegritas. Juga kerap dalam praktek, sumpah dijalankan untuk
menipu tapi membuat pihak lain mau tak mau menerima karena sumpah itu
mengatasnamakan perkara-perkara keramat.

WARTA?

Petikan yang memuat kata-kata keras ini sebenarnya mengajak orang untuk
berpikir mengenai inti pengajaran agama  - bagi orang Yahudi waktu itu ialah
kewajiban menjalankan hukum Taurat. Orang diajak melihat lebih dalam yang
dimaksudkan Taurat sendiri dan tidak hanya tinggal pada permukaan. Diajarkan
bagaimana menemukan Dia yang bersabda di dalam hukum-hukum Taurat, bukan
sebaliknya, untuk menjalankan Taurat dan tidak lagi mencari inti keagamaan,
yakni mendapati Tuhannya Taurat.

Kata-kata keras Yesus akan diperdengarkan dalam kesempatan peringatan 40
tahun hidup religius dari 8 orang Yesuit di provinsi Indonesia. Tersirat
ajakan melihat kembali apakah selama 40 tahun hidup religius tetap
mengambang di permukaan atau juga sempat mengenali arah-arah batin. Injil
kali ini bukan untuk mengadili atau menilai, melainkan untuk menyegarkan
hidup religius. Seperti tampil dalam ulasan di atas, ada dua arah menjalani
Taurat: arah luar dan arah dalam. Tidak perlu yang satu dianggap kurang
berharga dari yang lain. Bahkan keduanya ada bersama. Kepekaan akan
arah-arah inilah yang memungkinkan hidup religius berjalan terus.

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment