Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa XIX A - 7 Agustus 2011

INJIL MINGGU BIASA XIX A - 7 Agustus 2011 (Mat 14:22-33)

"TENANGLAH! INILAH AKU, JANGAN TAKUT!"

Rekan-rekan!
Injil Minggu Biasa XIX A ini (Mat 14:22-33) mengisahkan bagaimana para murid
tidak segera mengenali Yesus yang mendatangi mereka dengan berjalan di atas
air. Matius mengolah kembali kisah Yesus berjalan di atas air dalam Mrk
6:45-50 (bdk. Yoh 6:16-20) dan menambahkan cerita mengenai Petrus (ayat
28-31) yang didapatnya dari sumber-sumber mengenai tokoh itu. Khas Matius,
pada akhir kisah (ayat 33), disebutkannya bahwa para murid mengakui Yesus
sebagai Anak Allah. Markus menyampaikan pandangan yang berbeda; dalam Mrk
6:51a-52 dikatakan.orang-orang itu hanya tercengang tanpa mengenal siapa
Yesus sesungguhnya "karena hati mereka tetap tidak peka."

YESUS MENDESAK PARA MURID

Setelah memberi makan 5000 orang, Yesus segera mendesak para murid agar
menyeberangi danau. Ia sendiri naik ke sebuah bukit untuk berdoa. Kata
"mendesak" memang keras, begitu juga dalam teks aslinya. Ada yang perlu
dilakukan agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan. Apa itu? Menurut Injil
Yohanes, orang banyak yang mengalami peristiwa roti itu kini mau
mengangkatnya sebagai raja. Oleh karenanya Yesus menyingkir ke gunung
seorang diri (Yoh 6:15). Dia menghindari mereka yang mau memaksakan
ukuran-ukuran serta cita-cita mereka sendiri kepadanya. Kebesarannya yang
sejati terletak dalam pengorbanan menebus kemanusiaan dengan penderitaan
hingga mati di salib, dan khas menurut Yohanes, hingga "terlaksana" demikian
(Yoh 19:30). Yesus menyingkir menyendiri, dan seperti dicatat Matius dan
Markus, untuk berdoa. Ia mencari pengarahan dari Dia yang mengutusnya.
Bagaimana dengan para murid? Boleh jadi mereka juga sudah mulai berpikir
seperti orang banyak. Mereka juga tak dapat menerima mengapa Yesus yang
sedemikian terhormat itu bakal ditolak dan dibunuh oleh orang-orang di
Yerusalem. Para murid belum paham akan kemesiasan rohani Yesus. Mereka malah
mengira ini saat tepat bagi Yesus untuk menjadi pemimpin masyarakat yang
dinanti-nantikan! Bila kita perhitungkan keadaan itu, maka tak sulit
mengerti mengapa Yesus mendesak mereka agar pergi ke seberang danau. Ia
bermaksud menjauhkan mereka dari orang-orang yang memiliki anggapan yang
kurang cocok mengenai dirinya. Mereka disendirikan agar nanti dapat melihat
dirinya yang sebenarnya. Dan ia sendiri menyingkir ke keheningan doa.

PERAHU TEROMBANG-AMBING

Para murid berusaha mencapai seberang danau. Berjam-jam mereka
berputar-putar karena menghadapi angin sakal dan gelombang. Apa yang
dirasakan para murid? Mereka kan orang-orang yang cukup berpengalaman
mengenai gelombang, mengenai arah angin, dst. Mereka tahu waktu-waktu itu
kurang baik untuk berperahu ke seberang. Tak jelas bagi mereka mengapa Yesus
menyingkiri massa yang baru saja dipuaskannya dengan makanan. Malah
murid-murid juga disuruh menjauh dari orang-orang yang pasti bakal menjadi
pengikutnya. Dan mengapa mereka mesti menuju ke arah yang sulit dicapai
dalam keadaan ini. Bagaimanapun juga mereka menurut dan berkayuh semalam
penuh sampai dini hari. Dan ketika berada di tengah danau, gelombang dan
angin semakin mengombang-ambingkan perahu mereka.

Para murid merasa terancam. Runyamnya, kini guru mereka tidak ada bersama
mereka. Tidak seperti ketika Yesus tidur di perahu (Mat 8:23-27 Mrk 4:45-41
Luk 8:22-25). Mereka dapat membangunkannya dan ia meredakan angin ribut.
Kali ini mereka tidak disertai dia yang berkuasa atas angin dan danau!
Mereka mulai dikuasai waswas. Peristiwa ini kerap diterapkan pada kehidupan
umat yang terombang-ambing di tengah arus-arus yang membuat bahtera yang
sedang membawa mereka - gereja -  berputar-putar tanpa arah. Kekacauan
menjadi-jadi dan terasa lebih kuat daripada tuntunan ilahi sendiri.

Ketika Yesus mendekat, para murid tidak segera mengenalinya. Malah ia dikira
jejadian. Cara Matius berkisah menarik. Dipakainya kutipan langsung, "Itu
hantu!" (Mat 14:26). Bandingkan dengan sumbernya dalam Mrk 6:49 yang memakai
cara bercerita biasa. Yoh 6:19 malah hanya menyebut mereka ketakutan begitu
saja. Peristiwa ini disampaikan Matius dengan cara dramatik diselingi rasa
humor tapi juga simpati. Pembaca dapat merasa diikutsertakan sambil tetap
memandangi kejadian-kejadian dengan tenang. Kita boleh tersenyum dan
berkomentar dalam hati, kok bodo amat ya para murid itu! Teriak-teriak kayak
anak kecil merasa melihat hantu! Namun seperti halnya humor yang berhasil
dapat menjadi cermin bagi pembaca, juga kisah ini dapat menghadapkan kita
pada pengalaman yang mirip-mirip yang sering tidak segera kita sadari.

YESUS BERJALAN DI ATAS AIR

Apa arti "berjalan di atas air"? Dipakai kata yang harfiahnya berarti
"berjalan mondar mandir", seperti sedang berjalan-jalan santai di taman.
Juga ada makna serta "berinteraksi" dengan keadaan dengan tenang dan enak.
Dahulu para guru Yahudi sering diceritakan mengajarkan prinsip-prinsip etika
kepada para murid mereka sambil "berjalan-jalan", sering tidak dalam arti
mondar mandir melangkahkan kaki, melainkan menelusuri pelbagai gagasan,
teori, serta pemikiran leluhur dan para cerdik pandai. Begitulah asal usul
pengajaran yang biasa dikenal sebagai "halakha", yakni penjelasan yang
dituruntemurunkan mengenai hukum dan agama. Diajarkan bagaimana menelusuri
perkara-perkara kehidupan dengan santai tapi waspada, tidak tegang dan
terpancang pada satu hal saja. Seorang ahli dapat dengan enak meniti
arus-arus pemikiran tanpa terhanyut.

Murid-murid melihat ada sosok yang menguasai gerakan-gerakan gelombang.
Yesus tidak menggilasnya. Juga pada kesempatan lain ketika menghardik angin
dan danau (Mat 8:26 Mrk 4:39 Luk 8:24), ia cukup menyuruh mereka diam.
Itulah tempat mereka yang sebenarnya di hadapan keilahian. Sekarang ia malah
tidak memakai kata-kata. Ia leluasa berjalan di atas kekuatan-kekuatan itu.
Kenyataan-kenyataan yang bisa mengacaukan tidak menggentarkannya. Malah
mereka dijinakkan. Ini semua dilihat para murid. Namun mereka tidak
sertamerta mengenali siapa dia itu yang bertindak demikian. Sosok ini datang
dari Yang Ilahi atau dari yang jahat? Begitulah cara mereka membeda-bedakan.
Tak banyak menolong. Yesus menenangkan dan menyuruh mereka melihat baik-baik
bahwa dialah yang ada di situ. Tak perlu lagi risau akan kekuatan-kekuatan
yang menakutkan yang sebenarnya semu dan justru akan benar-benar
membahayakan bila dianggap sungguh. Yesus hendak mengajarkan kebijaksanaan
yang dihayatinya sendiri. Di padang gurun ia berhasil melewati godaan Iblis
dengan budi yang terang, bukan dengan balik menghantam. Pembaca yang jeli
akan menghubungkan ketenangannya itu dengan tindakannya sebelum datang
kepada murid-muridnya: ia pergi menyendiri dan berdoa, meluruskan serta
membangun hubungan dengan keilahian dalam ketenangan. Itulah sumber
kebijaksanaannya.

Ayub 9:8 menyebut Allah yang Mahakuasa "membentangkan langit", dan "berjalan
melangkah di atas gelombang-gelombang laut", artinya menguasai
kekuatan-kekuatan yang tak terperikan dahsyatnya. Tidak dengan
meniadakannya, melainkan dengan mengendalikannya. Ia mengatur alam yang
dahsyat itu dengan kebijaksanaaNya. Yesus menyelaraskan diri dengan Yang
Mahakuasa yang demikian itu. Ia tetap mengarahkan diri kepadaNya. Dan
menurut Matius, nanti pada akhir kisah ini, para murid mengakuinya,
"Sesungguhnya Engkau itu Anak Allah." Mereka mulai paham bahwa Yesus membawa
keilahian dalam dirinya.

PERAN PETRUS

Mengapa Petrus mulai tenggelam? Seperti diceritakan, ketika merasakan tiupan
angin, Petrus mulai tenggelam. Matius tidak mengatakan semuanya. Tapi tadi
ia kan sudah menjelaskan bahwa Yesus berdoa sebelum mendatangi
murid-muridnya dengan berjalan di atas air. Bagaimana dengan Petrus? Tokoh
ini bertindak dengan spontanitas dan maksud baik belaka. Lihat apa yang
terjadi! Tapi akhirnya ia berteriak minta tolong, "Tuhan, tolonglah aku!"
Seruan ini diarahkan kepada Tuhan. Ini doa. Dan doanya didengarkan. Tapi
siapa yang memegang tangan Petrus dan menahannya agar tidak tenggelam?
Yesus. Di sini ada pengajaran  yang amat dalam. Yesus yang dikenal
sehari-hari dan diikuti itu menjadi jalan Yang Mahakuasa menolong dalam
saat-saat kritis. Kejadian ini membuat orang-orang yang ada di perahu mulai
menyadari apa yang sedang terjadi. Dalam ayat 33, ketika Yesus dan Petrus
sudah naik ke perahu, orang-orang itu menyembah Dia - tentunya menyembah
Yang Mahakuasa sendiri - dan mengenali kehadiranNya di dalam diri Yesus yang
kini mereka akui sebagai Anak Allah. Markus berbeda. Ia mengatakan para
murid hanya tercengang, tanpa memahami, karena hati mereka tidak peka (Mrk
6:51a-52). Tapi Markus tidak menyertakan episode Petrus seperti Matius.
Kelihatan betapa besarnya peran Petrus yang dengan tindakan yang tampaknya
konyol tadi malah membuat rekan-rekannya menyadari siapa sebenarnya guru
yang mereka ikuti itu.

Yesus menyapa Petrus (ayat 31), "Hai orang yang kurang percaya, mengapa
engkau bimbang!" (ayat 31). Memang dalam kisah tadi kata-kata itu ditujukan
kepada Petrus, tetapi isinya dimaksud bagi siapa saya. Juga bagi kita. Satu
hal lagi. Walaupun harfiahnya berisi celaan, nada kata-kata itu penuh
perhatian sebagaimana layaknya seorang guru kepada muridnya. Ada bombongan:
jangan bimbang, jadilah besar dalam iman!

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment