Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa XIX C - 8 Agt 10

Injil Minggu Biasa XIX/C 8 Agt 10 (Luk 12:32-48)
02 Agustus 2010 08:31

"JANGAN TAKUT, HAI KAMU KAWANAN KECIL!"

Internoswan dan  peminat Alkitab!
Tentu kalian agak heran menerima berita ini. Romo kalian yang biasa menulis
ulasan mingguan meminta saya menulis tentang Injil tanggal  8 Agustus 2010
(Luk 12:32-48). Pesannya ke sini, "Luc, tolongin deh!" Ia sendiri kurang
sempat menyiapkan ulasan karena sibuk dengan acara kuliah padat. Baiklah
saya ceritakan pengalaman menyusun bagian yang kalian dengar hari Minggu
ini.

Memang saya senang Luk 12:32 ikut dibacakan. Ayat itu sebetulnya
menyimpulkan dan menutup serangkaian nasehat Yesus dalam ayat 22-31 agar
orang tak perlu khawatir mengenai apa saja. Yang penting ialah menemukan
Kerajaan Allah dan hal-hal lain akan diberikan juga sebagai tambahan.
Setelah itu baru saya teruskan dengan ayat 33-34 yang berupa
peringatan-peringatan agar orang lebih memikirkan kekayaan di surga daripada
harta yang bisa rusak di bumi disusul dengan beberapa nasehat tentang
kewaspadaan dalam ayat 35-48. Jadi ada tiga macam pokok. Namun menarik bagi
saya bahwa Gereja kalian mengantar peringatan agar melepaskan keterikatan
pada harta dan nasehat agar tetap waspada dengan seruan tak usah khawatir
tadi. Penggabungan yang kalian buat dalam petikan hari ini membuat rangkaian
nasehat tadi makin mengena pada kehidupan. Bahaya keterikatan pada kekayaan
terus ada dan orang perlu mewaspadai kelemahan sendiri dihadapi dengan
kesadaran bahwa Yang Mahakuasa tetap menyertai dan memperhatikan kalian.
Saya malah belajar dari cara Gereja anda memahami tulisan saya. Memang
interaksi penulis dengan komunitas pembaca memperkaya kedua-duanya. Maka
memang cocok  ayat 32 itu diikutsertakan sebagai pengantar bagian yang
berbicara mengenai sikap berjaga-jaga.

Dengan sengaja dalam ayat 32 itu saya tampilkan kembali ungkapan "Jangan
takut, hai kamu kawanan kecil!" Ungkapan "kawanan" itu maksudnya kawanan
domba, Yunaninya "poimnion", sekawanan domba yang butuh gembala. Dan "kecil"
dipakai untuk mengungkapkan perhatian dan kasih sayang, bukan untuk menyebut
kelompok minoritas agama atau masyarakat pada zaman itu. Bayangkan saja
seperti seorang ibu yang sedang menimang-nimang anak kesayangannya dan
menggumamkan kata-kata lembut. Tentu ini semuanya ibarat. Namun ibarat
sering dapat lebih menyampaikan kebenaran dari pada teologi yang berbobot.
Yesus mengungkapkannya untuk membesarkan hati orang. Tak usah khawatir
mengenai apa yang bakal terjadi. Ia sering membicarakan Yang Mahakuasa
sebagai Bapa yang penuh perhatian akan kawanan kecil tadi.

Ungkapan "Jangan takut!" cara Allah dalam Perjanjian Lama menguatkan
umatNya. Mereka dilindungiNya dari kekuatan-kekuatan jahat yang selalu
mengancam. Kata-kata itu menegaskan bahwa kalian ini sedang berada dengan
Dia sendiri. Dan dalam ayat 32 itu saya kutip juga kata-kata Yesus yang
mengatakan "Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu!"
Kalian kini sudah ada dalam kawasan kuasa Bapa dan tak perlu khawatir. Tak
ada kekuatan apapun dapat mencelakai. Tentu maksudnya juga untuk membuat
kalian mantap berada bersama Bapa dan, bila kalian dapat, ajaklah
saudara-saudara kalian agar mengerti dan ikut berlindung kepadaNya. Dia yang
diajarkannya kepada murid-muridnya mengungkapkan hal ini.

Kumpulan nasehat-nasehat tadi sebetulnya saya dapatkan dari catatan
orang-orang yang masih mendengar kata-kata Yesus sendiri. Matt rekan saya
juga memiliki bahan ini dan ia menggarapnya lebih lanjut bagi orang-orang
yang dilayaninya. Saya sendiri mengolahnya dengan bantuan mereka yang ada di
sekitar Oom Hans, yang bagi kalian ialah penulis Injil Yohanes. Ia dan
murid-murid lain kerap membicarakan kembali bagaimana Yesus mengumpamakan
diri sebagai gembala yang baik dan pemilik domba yang bertanggungjawab. Maka
dalam Luk 15 saya ceritakan bagaimana Yesus mengibaratkan diri sebagai
pemilik kawanan domba yang berani meninggalkan kawanan besar untuk mencari
satu saja dari kawasanannya yang sedang tersesat. Kegembiraannya meluap-luap
ketika menemukan yang satu itu tadi. Memang Yesus itu dirasuki Roh Allah
sampai ke tulang sungsum. Karena itulah banyak orang terpesona olehnya. Saya
tak pernah melihatnya dengan mata kepala, tetapi mendengar orang-orang yang
menceritakan tentangnya cukup membuat saya merasa sedang mengikutinya dari
tempat ke tempat. Lama saya pikirkan dalam hati siapa dia itu. Saya
ungkapkan pemahaman saya mengenai dia dalam satu buku. Dan dalam buku lain
mengenai orang-orang yang membawakannya ke semua penjuru dunia.

Mengenai kawanan domba dan gembalanya, di bagian belakang buku Oom Hans ada
sebuah rekaman peristiwa yang amat penting. Yesus sang Gembala sendiri
sampai tiga kali meminta Petrus agar tetap menjaga kawanan dombanya sehingga
tidak terlantar. Dan Petrus mengiakan tiga kali pula. Boleh jadi ini cara
Oom Hans bilang bahwa penyangkalan Petrus yang tiga kali itu kini tuntas
terhapus oleh ungkapan kesediaannya. Peristiwa itu acap kali dimengerti
sebagai dasar penugasan bagi Petrus. Memang benar. Namun yang hendak
disampaikan terutama ialah ungkapan perhatian Sang Gembala sendiri serta
ketulusan orang yang diserahi tugas itu. Kenyataan inilah yang melatari ayat
22 dalam bacaan hari ini. Dan kalau kalian baca terus, nanti dalam ayat 41
yang termasuk petikan hari ini, tokoh Petrus juga saya sebutkan. Memang
konteksnya ialah kewaspadaan, bukan lagi nasehat tak usah khawatir. Dan
memang begitulah maksud saya.

Nasehat berwaspada itu lebih-lebih ditujukan kepada mereka yang bertugas
mengurus kawanan kecil milik Sang Gembala tadi. Kawanan domba dibesarkan
hatinya agar tak usah takut karena diperhatikan Bapa yang akan mencarikan
yang dibutuhkan, termasuk mencarikan orang untuk memelihara. Sekarang orang
yang diberi tugas menjaga agar kawanan itu sungguh merasa demikian, yaitu
Petrus, dinasehati Yesus agar terus waspada. Ia mesti berjaga terus agar
bila sang empunya rumah kembali, semuanya beres dan siap. Bahkan penjaga ini
mesti berlaku seperti tuan rumah yang memperhitungkan pencuri yang datang
pada saat orang terlena. Lihatlah ayat 39-40.

Berat tentunya tugas orang yang diserahi mengurus rumah tangga, termasuk
mengurusi kawanan kecil yang disayang pemilik itu. Akan tampak apa dia itu
betul-betul mau melayani atau sekedar untuk mencari untung. Akan kelihatan
apa ia ikut menyayangi semua yang termasuk rumah tangga tuannya, barang,
peliharaan, dan para pekerja lain. Ia tidak akan berlaku kejam. Sekali ia
bengis dan tak adil ia sudah melanggar tekadnya sendiri. Dan menjadi orang
dalam perumpamaan kali ini, ayat 46, akan mengalami nasib sama dengan orang
yang tak punya kesetiaan dan tak bisa dipercaya.

Sebesar-besarnya dedikasinya, pengurus rumah tangga itu tetap manusia.
Kesalahan bisa dibuatnya tanpa meniatkannya. Memang tidak bisa dilupakan
begitu saja. Tapi lain bila ia sadar atau dengan sengaja berbuat jahat dan
mengejami orang yang dibawahkan kepadanya dan menyalahgunakan barang-barang
yang dipercayakan kepadanya. Nanti ia akan dimintai tanggungjawab, dan bila
keliru akan kena pukulan. Yang dengan sadar menjalankan hal yang tak benar
akan benar-benar mendapat hukuman. Tetapi bila tidak, ia tetap tak dapat
mengelakkan tanggungjawab dan akan kena tindak, tapi tidak sekeras bila ia
sengaja mengabaikan tuannya. Itulah yang mau saya sampaikan dalam ayat 47
dan 48.

Akhir-akhir ini makin terdengar amatan kritis terhadap para pemimpin, juga
terhadap para "pengurus" Gereja yang bertugas mengelola hidup kawanan kecil
tadi. Memang mana ada dunia sempurna. Tak ada pemimpin lahir begitu saja.
They don't grow on trees, tinggal petik. Bagi Yesus sendiri, jalan menuju ke
Golgota itu benar-benar bisa diselesaikannya berkat bantuan orang yang tak
dikenal yang kebetulan lewat di situ: Simon dari Kirene. Kami bertiga, Mark,
Matt dan saya sendiri mendengar dari semua sumber kami. Tidak usah disangkal
ada pemimpin Gereja yang kurang kenabian sikapnya, mau aman belaka, alot,
tidak njamani, begini dan begitu. Namun tidakkah akan lebih berguna bila
kalian membantu mereka mengangkat salib mereka, seperti Simon Kirene -
sedikit menggerutu juga tak apa. Nanti bersama-sama kalian kan akan sampai
ke tujuan. Sebetulnya tidak banyak yang bisa dari sikap "reaktif" terhadap
apa saja yang datang dari pihak yang punya kuasa, atau dalam suasana peka
gender zaman ini, terhadap apa-apa yang dirasa muncul dari gaya pandang
"lelaki", "patriarkal".

Dengan menyertakan ayat 22, kiranya Gereja kalian mau menyampaikan sapaan
baik bagi kawanan domba maupun bagi mereka yang bertugas memelihara
kesejahteraan mereka. Bagi umat dan para pemimpin umat. Dengan gambaran itu
juga diberikan ruang bagi dimensi "keibuan" kepemimpinan, bukan saya
"kebapaaannya".

Sekadar tambahan cerita mengenai Gereja zaman saya dulu. Di samping umat dan
pemimpin setempat ada pihak ketiga, yakni para rasul keliling. Mereka
berjalan dari tempat ke tempat menyampaikan berita dan membangun kelompok
umat pertama. Setelah meneruskan perjalanan, mereka masih berhubungan para
rasul tadi. Begitulah kesatuan waktu itu. Gambaran ideal kehidupan umat
setempat itu saya berikan dalam Kis 2:42-45; 4:32.35. Mereka berbagi milik,
menjual harta bagi orang miskin, menyerahkan pada kebijaksanaan para rasul
membagikan ke yang membutuhkan dalam. Memang tidak selalu semuanya beres.
Ada kasus penggelapan uang oleh Ananias dan istrinya, Safira. Kejadian
tragis ini saya catat dalam Kis 5:1-6. Zaman para rasul memang sudah selesai
dan kini ialah zaman umat bersama pelayan umat hidup bersama saling
menguatkan dan saling meneguhkan. Oleh karenanya juga tidak amat tepat bila
kehidupan sekarang mau meniru zaman umat perdana begitu saja. Yang bisa
dilakukan ialah menerapkan cara mereka sebagai umat memandang kehidupan ini:
melihat dimensi yang akan datang dan tidak melulu terikat pada yang
kelihatan saja.

Dalam bacaan hari ini anjuran agar waspada amat menonjol. Di atas sudah saya
jelaskan asal mulanya. Tetapi banyak teolog dan ekseget suka bertanya-tanya
waspada terhadap apa. Waspada menunggu saat kedatangan kembali Tuhan dalam
kebesarannya, jadi  berjaga-jaga menyongsong "parousia" pada akhir zaman?
Begitulah pendapat rekan saya Matt. Dalam hal ini saya agak berbeda meski
kami berdua mengolah petuah-petuah Yesus yang sama. Matt mau mengantisipasi
peristiwa besar Saya lebih mengerti kewaspadaan itu sebagai sikap hidup yang
sebaiknya dipegang murid-murid Yesus, terutama yang bertugas melayani umat.
Dalam ungkapan zaman ini katakan saja saya lebih "proaktif". Kita hidup
ditengah-tengah macam-macam kekuatan. Orang yang waspada bisa menemukan
jalan dan tak perlu takut. Kewaspadaan seperti bisa tumbuh bila kita belajar
mengenali gerak-gerik roh. Dalamilah persepsi kalian mengenai Yang Ilahi.
Itulah kewaspadaan yang bisa menjadi gaya hidup.

Dalam Tuhan,
Luc

No comments:

Post a Comment