Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa XXXI C - 31 Oktober 2010

Injil Minggu Biasa XXXI/C - 31 Oktober 2010 (Luk 19:1-10)

LHO KOK DIA NUMPANG DI SITU!

Rekan-rekan pemerhati kisah Zakheus!
Peristiwa yang dikisahkan dalam Luk 19:1-10 dan dibacakan pada hari Minggu
Biasa XXI tahun C ini tidak asing lagi bagi kita. Dalam perjalanannya menuju
ke Yerusalem, Yesus singgah di Yerikho dan menumpang di rumah kepala
pemungut cukai yang bernama Zakheus. Kejadian ini membuat orang banyak
kurang senang. Mereka menggerutu (ayat 7), "Ia menumpang di rumah orang
berdosa!" Namun Yesus berkata (ayat 9-10), "Hari ini telah terjadi
keselamatan kepada seisi rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab
Anak Manusia (= dirinya) datang untuk mencari dan menyelamatkan yang
hilang." Apa maksudnya? Dan apa tujuan Lukas menceritakan peristiwa ini?

YANG KEHILANGAN ARAH

Ungkapan "yang hilang" (ayat 10) itu maknanya "yang kehilangan arah dan
mengalami bahaya maut". Yesus menerapkan gagasan itu kepada Zakheus. Memang
di mata orang banyak ia "kehilangan arah" dan sudah tak tertolong lagi.
Bayangkan, seorang Yahudi yang bekerja memungut cukai dari bangsa sendiri
bagi penguasa asing. Pekerjaan ini dianggap kotor. Memang tak sedikit dari
mereka yang menjadi kaya dengan memeras orang lain. Zakheus bukan hanya
seorang pemungut cukai, ia kepala pemungut cukai. Lukas juga menyebutnya
sebagai orang kaya. Pembaca Injil ini dapat membayangkan bagaimana anggapan
orang banyak mengenai Zakheus ini. Ia pendosa besar. Ia sudah terhukum di
mata banyak orang.

Namun Lukas juga menyiapkan pembacanya agar mengerti apa yang sedang terjadi
pada Zakheus. Dalam Luk 15:1-7 dicatatnya perumpamaan domba yang sesat. Dari
tiga ayat pertama jelas bahwa perumpamaan itu disampaikan Yesus untuk
menanggapi gerutuan orang-orang Farisi dan para ahli Taurat yang melihatnya
bergaul dengan para pemungut cukai dan pendosa lainnya. Kelompok yang
dijauhi oleh orang-orang yang merasa diri saleh ini diumpamakan sebagai
seekor domba yang tersesat - tak menemukan jalan yang ditempuh ke-99 ekor
lainnya. Namun pemilik kawanan domba tadi merasa kepunyaannya tidak lagi
utuh - tidak lagi bulat seratus - bila satu saja hilang. Maka ia pergi
mencarinya sampai ketemu. Dan ia lega ketika menemukannya kembali. Ia bahkan
mengajak handai taulannya ikut bersukacita. Kata yang dipakai untuk menyebut
domba yang hilang dalam Luk 15:4 itu - "to apoloolos" - sama dengan yang
digunakan untuk mengibaratkan Zakheus dalam Luk 19:10.

AJAKAN BERNALAR

Perumpamaan mengenai domba yang sesat itu menggambarkan kesungguhan Tuhan
untuk membuat kawanannya utuh kembali. Orang-orang Farisi dan ahli Taurat
yang merasa diri saleh dan tahu kehendak Tuhan diminta agar berusaha melihat
apa yang sungguh dilakukan Tuhan kepada manusia dan tidak hanya puas dengan
praktek kesalehan dan rumusan doktrin mereka sendiri. Kini dalam kisah
Zakheus, bukan hanya mereka yang dihimbau, melainkan juga orang banyak,
termasuk orang-orang yang mengagumi Yesus dan mengiringkannya dari tempat ke
tempat. Mereka ini mudah berubah sikap bila melihat tokoh yang mereka kagumi
itu tidak menepati bayangan mereka! Tetapi Yesus tetap mengajak mereka
berpikir. Zakheus ini ialah domba yang kehilangan arah - tidakkah kalian
iba? Tidakkah kalian ingin agar kawanan menjadi utuh kembali, tanpa
meninggalkan seorangpun mencari-cari arah dan menghadapi bahaya? Apakah
kalian tidak ingin ikut bergembira dengan pemilik kawanan tadi, dengan
perempuan yang menemukan dirham yang terselip (Luk 15:8-10), dengan sang
ayah yang mendapati anaknya yang hilang yang kini telah kembali (Luk
15:11-32)?

PUTAR HALUAN?

Zakheus bergembira karena rumahnya didatangi Yesus. Tentu ia juga sadar
bahwa dengan tindakannya ini Yesus mempertaruhkan gambaran tentang dirinya
sendiri di hadapan banyak orang. Tapi Zakheus juga percaya bahwa public
figure yang satu ini tidak membiarkan diri ditentukan oleh pandangan umum.
Dari manakah integritas yang seperti itu? Pasti Zakheus bertanya-tanya dalam
hati demikian. Ia tahu ada kekuatan yang mendampingi Yesus. Dengan
mendatanginya, Yesus berbagi kekuatan dengannya. Ia sendiri kini juga
mendapatkan kekuatan tadi. Zakheus kini berani "putar haluan". Ia mau
berbagi milik dengan orang miskin dan siap mengembalikan hasil pungutan liar
empat kali lipat. Ini bukan hanya antusiasme sesaat belaka. Kesediaannya
berbagi harta dan mengembalikan pungutan tak sah itu menjadi usahanya yang
nyata untuk menelusuri kembali arah yang bakal membawanya pulang ke jalan
yang benar.

Apakah peristiwa di Yerikho itu dimaksud sebagai imbauan bagi pembaca agar
berputar haluan seperti Zakheus? Boleh jadi kita cenderung cepat-cepat
menafsirkannya demikian. Tapi bila kita tempuh arah itu, warta petikan ini
akan mudah terasa hambar karena tampil sebagai cerita contoh kelakuan baik
belaka. Kita malah akan ikut-ikutan menggarisbawahi sikap orang banyak yang
mengadili Zakheus dan akhirnya juga mengadili Yesus sendiri. Maklum, bagi
orang-orang itu, satu-satunya jalan bagi Zakheus agar bisa menjadi lurus
kembali ialah "bertobat". Dan satu-satunya cara bagi Yesus untuk naik
kembali dalam skala moral mereka ialah hanya bergaul dengan orang yang sudah
bertobat, bukan pendosa lagi. Namun Injil mengajak kita melihat ke arah
lain. Yang diharapkan putar haluan dan bertobat justru orang banyak tadi.
Dapatkah mereka melihat apa yang sedang terjadi kini? Utusan Tuhan yang
sedang berjalan ke Yerusalem singgah menumpang di rumah orang yang tak masuk
hitungan mereka. Maukah mereka berusaha menangkap isyarat ilahi ini?
Bagaimana bila kita juga termasuk orang banyak itu?

Kata-kata Yesus pada akhir petikan ini (ayat 10) mendorong agar orang berani
memikirkan pandangan mereka mengenai siapa dia itu dan apa yang
dilakukannya. Ia itu Anak Manusia, salah satu dari kemanusiaan yang diutus
untuk mencari sampai ketemu dia yang kehilangan arah dan meluputkannya dari
bahaya maut. Ia diutus untuk melepaskan orang dari ikatan-ikatan yang
menyesatkan, kedatangannya bukan untuk dielu-elukan belaka.

MENYELAMATKAN "SEISI RUMAH"

Dikatakan penyelamatan terjadi "pada seisi rumah ini" (ayat 9). Ungkapan ini
luas cakupannya. Yang dimaksud ialah siapa saja dan apa saja yang ada di
situ: Zakheus, harta miliknya, dan....orang banyak juga! Yang terjadi pada
Zakheus sudah jelas. Kini giliran harta miliknya diselamatkan karena
mendapat arti yang baru. Kekayaan yang tadi menyendirikannya kini dapat
membuatnya mendapat banyak rekan. Harta mati itu kini menghidupkan!

Juga orang-orang yang tadi tidak puas melihat Yesus kini mau tak mau akan
mulai memikirkan kembali kembali perangkat ukuran kesalehan mereka.
Penyelamatan pun terjadi pada mereka. Entah diterima atau tidak adalah
tanggung jawab orang-perorangan. Itulah yang terjadi pada hari itu. Orang
kini mau tak mau harus keluar dari persembunyian di balik pendapat umum,
tidak lagi bisa jadi "orang banyak".

Dalam teks aslinya, dipakai kata "sooteeria", yang lebih baik diungkapkan
kembali sebagai "penyelamatan", dan bukan "keselamatan" karena yang
ditekankan ialah kegiatan menyelamatkan bukan melulu hasilnya, yakni
"keselamatan". Ini lebih dari sekadar latihan tatabahasa atau perkara
terjemahan belaka. Bila dipakai kata "keselamatan", akan sulit dimengerti
keselamatan terjadi pada orang banyak yang kurang suka menerima kelakuan
Yesus tadi. Belum tentu mereka menerima keselamatan. Tetapi bila yang tampil
itu gagasan "penyelamatan", maka akan lebih terang maksudnya. Yesus berusaha
menyelamatkan orang banyak tadi dari anggapan-anggapan mereka sendiri
mengenai kaum pendosa dan mengenai Tuhan. Mereka menerima atau tidak adalah
soal lain.

ABRAHAM, BAPAK SEMUA ORANG BERIMAN

Zakheus diselamatkan karena ia pun anak Abraham. Tak sukar memahami maksud
Yesus. Ia mengajak orang-orang yang merasa diri pewaris iman Abraham agar
juga mau berlaku seperti Abraham sendiri, yakni mau membiarkan Tuhan leluasa
menuntun orang di jalanNya dan tidak menghalang-halangiNya dengan
gagasan-gagasan mereka sendiri mengenai apa yang harus dikerjakanNya atau
apa yang tak sepantasnya diperbuatNya.

Dapatkah Warta Gembira hari ini dibawa ke zaman kita? Abraham, yang juga
diucapkan sebagai Ibrahim itu, adalah bapak iman dalam tiga agama yang
mengakui keesaan Tuhan. Dia yang Mahaesa itu memperkenalkan diri dengan
macam-macam cara kepada keturunan orang yang dikasihiNya itu. Boleh jadi
lebih tepat dikatakan, Ia membiarkan diri dikenal dengan pelbagai cara untuk
memperkaya manusia-manusia yang menghayati iman Abraham/Ibrahim.
KebesaranNya tak bakal selesai diwartakan dan tak bakal tuntas diajarkan.

Tiap anak Abraham atau Ibrahim berhak mendapatkan yang diinginkan Yang
Mahakuasa sendiri. Bagaimana dengan kenyataan yang kita lihat? Ada
keretakan, bahkan ada saling kebencian. Ironi. Namun tak perlu sisi suram
kemanusiaan ini membuat orang mencari-cari wajah Tuhan yang mangkir. Dia
masih ada dan masih sama, kerahimanNya masih ditawarkan bagi semua orang.
Dan syukurlah masih ada orang yang percaya akan hal ini. Dan kekuatan iman
mereka ini membuat wajah Tuhan makin terlihat. Pemeluk iman yang
dipercontohkan Abraham-Ibrahim dapat membuat wajahNya makin tampak


Salam hangat
A. Gianto

No comments:

Post a Comment