Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa XXXIII C 08 November 2010

Iman Yang Hidup, Bukan Teologi Lapuk
08 November 2010 11:27

Rekan-rekan yang budiman!
Diceritakan dalam Luk 21:5-19 bagaimana Yesus menegaskan kepada orang-orang
yang sedang mengagumi keindahan Bait Allah bahwa satu ketika bangunan itu
akan terbongkar seluruhnya dan diruntuhkan (ayat 5-6). Ketika mereka
bertanya kapan saat itu tiba (ayat 7), Yesus menasihati mereka agar waspada
terhadap orang yang mengatakan saatnya sudah tiba dengan memakai nama Yesus
(ayat 8-9). Diajarkannya agar mencari pegangan yang sungguh dan tidak sibuk
dengan spekulasi dan perhitungan belaka. Jangan pula cemas melihat kekacauan
yang bisa jadi menandai datangnya saat itu, juga tak perlu gentar bila
dituduh, karena akan memperoleh kata-kata hikmat darinya. Bila sanggup
bertahan, mereka akan tetap hidup (ayat 10-19). Inilah warta bagi orang
zaman itu. Dan juga bagi kita pada zaman ini? Marilah sekadar kita tengok
dulu latar pemikiran orang banyak pada zaman itu.

ALAM PIKIRAN AKHIR ZAMAN

Sejak lebih dari tiga abad sebelum zaman Yesus, keadaan di negeri orang
Yahudi semakin kacau sebagai akibat ketegangan dalam masyarakat Yahudi
sendiri yang diperparah oleh datangnya kekuatan luar, mula-mula orang Yunani
dan kemudian orang Romawi. Permusuhan timbul di antara pihak-pihak yang
tadinya hidup berdampingan dengan damai. Masyarakat rasa-rasanya mengarah ke
kehancurannya sendiri. Dalam keadaan itu berkembanglah anggapan bahwa Yang
Mahakuasa telah menentukan akhir dari dunia yang makin tak menentu itu.
Kapan terjadi menjadi pertanyaan besar. Kekacauan yang dialami tadi juga
mulai dipahami sebagai tanda-tanda bakal segera datangnya akhir zaman tadi.
Berbarengan dengan itu, berkembang kepercayaan akan tibanya seorang tokoh
besar yang bakal memimpin orang keluar melewati zaman edan tadi. Dia akan
membangun kembali kehidupan yang morat-marit itu. Mereka yang bertahan dalam
zaman susah itu akan diselamatkan dan akan memasuki hidup baru.

Itulah secara garis besar alam pikiran yang kini lazim disebut eskatologi
apokaliptik ("akhir zaman yang diberitahukan lewat tanda-tanda zaman edan")
dan mesianisme apokaliptik ("harapan akan datangnya tokoh terurapi pada
akhir zaman tadi"). Alam pikiran ini terungkap dalam Perjanjian Lama dengan
jelas dalam Kitab Daniel. Terdapat banyak tulisan lain yang bercorak sastra
apokaliptik tetapi tidak termasuk Kitab Suci orang Yahudi. Ada yang berpikir
zaman baru itu akan terjadi dalam kehidupan di dunia ini, ada pula yang mau
menghayatinya sebagai kenyataan rohani.

Baik dalam pengertian politik maupun dalam pemahaman rohani, alam pikiran
itu makin berkembang di tengah-tengah ketegangan yang makin memuncak.
Akar-akarnya sudah ada sejak akhir abad 4 sebelum Masehi ketika para penerus
Iskandar Agung, sang penakluk seluruh wilayah Timur Tengah itu, mulai
meluaskan budaya Yunani di Siria-Palestina. Ada perlawanan keras dari
beberapa golongan orang Yahudi. Tetapi haluan itu juga mengakibatkan
munculnya tekanan pada mereka yang tidak berniat mengadakan perlawanan lewat
kekerasan tapi mencari jalan lain. Orang-orang ini malah sering dimusuhi
baik oleh sesama orang Yahudi yang mau melawan pengaruh Yunani maupun
penguasa asing yang menyamaratakan semua orang Yahudi. Banyak di antara
mereka mengungsi ke padang gurun dan tinggal di pelbagai "pertapaan". Itulah
asalmula pelbagai kelompok pertapa, seperti kaum Esseni, para rahib Qumran,
dan tokoh-tokoh seperti Yohanes Pembaptis dan murid-murid mereka. Ketegangan
tadi berlangsung terus pada zaman Romawi. Tidak semua orang Yahudi sepaham.
Yesus dan murid-muridnya ada di dalam keadaan seperti itu tetapi mereka
tetap berada di lapangan bersama orang-orang yang tetap mau bertahan, tidak
mengungsi ke padang gurun.

IMAN YANG HIDUP

Penguasa Romawi menjalankan penumpasan keras terhadap tiap pergerakan yang
mereka anggap mau melepaskan diri dari kuasa mereka. Tahun 63 seb. Masehi
tentara Romawi dipimpin Pompei mengurung Yerusalem dan membawahkan negeri
orang Yahudi pada pengaturan administrasi Romawi. Keadaan ini dirasakan
orang sebagai tanda-tanda makin dekatnya akhir zaman.  Kemudian penghancuran
kota itu bersama dengan Bait Allah pada tahun 70 oleh Titus membuat orang
makin melihat bahwa akhir zaman itu sebuah kenyataan yang tak terelakkan.
Murid-murid Yesus pun hidup dalam alam pikiran seperti itu. Tetapi bagi
mereka, Yesus yang telah bangkit nanti akan kembali lagi dengan kemuliaannya
mengawali zaman baru setelah zaman edan yang sedang mereka alami itu
selesai.

Ada dua macam cara menghayati iman kepercayaan. Murid-murid Yesus tergolong
mereka yang berusaha memahami bagaimana bisa hidup terus sebagai orang
percaya dan menemukan maknanya dalam zaman yang berubah-ubah dan sering
sukar. Iman mereka menjadi hidup. Tapi ada juga kelompok yang lebih suka
memperlawankan iman kepercayaan secara frontal dengan pelbagai perubahan
zaman. Meski kelihatan kukuh, pemahaman iman atau teologi seperti itu tidak
banyak membantu. Tetapi itulah sikap umum Sanhedrin sebagai pemegang kendali
hukum agama waktu itu. Mereka jelas tak mau menerima kehadiran orang Romawi.
Tetapi karena menghitung kekuatan sendiri tidak cukup, mereka tidak
mengadakan perlawanan. Bahkan mereka menekan siapa saja yang mereka anggap
akan membuat orang Roma menyangka ada gerakan perlawanan Dalam pandangan
mereka, Yesus dan pengikut-pengikutnya mau berontak dan waswas bila nanti
pihak Roma akan pukul rata menumpas semua mereka dan kelembagaan agama
mereka, yaitu Bait Allah dan kedudukan khas kota Yerusalem. Tetapi para
pemimpin itu tetap tidak bisa meluputkan dua lembaga itu dari kehancuran.
Bagi mereka yang memandang semua ini dengan alam pikiran mengenai datangnya
akhir zaman tadi, kedua lembaga keagamaan tadi memang sudah lapuk dari
dalam, tinggal tunggu runtuhnya. Penumpasan oleh pasukan Romawi itu
memudahkan, bukan menjadi penyebabnya.

WARTA INJIL

Warta Injil bagi orang-orang yang hidup pada zaman itu sederhana tapi
memberi ketenangan, yakni jangan mudah mempercayai orang yang mengaku diri
Mesias (ayat 8), dan tabahlah dalam penderitaan (9-19). Penderitaan tidak
membuat orang-orang putus harapan asal masih percaya akan datang seorang
pembebas. Murid-murid dihimbau agar tidak mudah mempercayai orang-orang yang
mengaku diri Mesias karena klaim seperti itu tidak berdasar, tidak
meyakinkan. Kemesiasan bukan kedudukan melainkan apa yang nyata-nyata
dijalankan. Batu ujinya ialah apakah membuat orang makin lega dan merdeka.
Para murid diajak mengingat kembali semua ajaran Yesus dan menjadikannya
bagian suara hati. Kemudian, mengapa mereka juga diminta agar tabah, agar
bertahan? Bila orang tidak tabah dan mudah menyerah kepada keyakinan yang
dipaksakan, maka keyakinan yang mereka ajarkan itu tak bisa dipersaksikan.
Sulit mempercayai warta orang yang tak memiliki integritas. Tabah bukan
berarti nekat atau biar asal menderita. Tabah berarti bijaksana, inilah
maksud ayat 15 yang menyampaikan perkataan Yesus bahwa ia sendiri akan
memberikan "kata-kata hikmat" kepada para pengikutnya.

MENUJU KE BAIT YANG BARU

Keagamaan yang berpusat pada Bait Allah itu macet dan tidak membuat orang
merasakan kehadiran Yang Ilahi di situ. Bait seperti ini tidak akan
bertahan. Memang petikan Injil hari ini ditulis Lukas setelah Bait Allah
betul-betul sudah diruntuhkan pada tahun 70. Murid-murid ingat bahwa Yesus
dulu pernah mengatakan bahwa akan terjadi. Bagi penguasa Roma, menghancurkan
Bait Allah berarti menghilangkan lambang yang menyatukan perasaan religius
orang Yahudi yang menjadi ancaman bagi kuasa Romawi. Namun, bagi orang-orang
seperti Yesus dan murid-muridnya, kehancuran Bait Allah ini tak terelakkan
karena lembaga ini telah terlalu jauh menyalahi perannya sendiri. Pernah
ditunjukkan di dalam pembicaraan mengenai kesembuhan sepuluh orang kusta
(Luk 17:11-19) bahwa mereka tak mungkin dinyatakan sembuh oleh imam di Bait
Allah meski sudah sembuh sungguh. Juga dalam perumpamaan orang Farisi dan
pemungut cukai (Luk 18:9-14) ditekankan bahwa orang yang dibenarkan ialah
pemungut cukai yang "berdiri jauh-jauh" (ayat 13) dari Bait tempat berdoa
orang yang merasa memiliki kebenaran, yakni orang Farisi yang akhirnya tidak
dibenarkan itu. Dalam perumpamaan tentang orang yang hampir mati dirampok di
perjalanan, diceritakan ada imam dan seorang Lewi lewat dan melihat orang
tadi tanpa memberi pertolongan. Mereka itu termasuk lembaga Bait Allah! Dan
masih ada beberapa contoh lain di mana Bait Allah tampil bukan sebagai
tempat orang memperoleh kebaikan ilahi, tapi malah menghalang-halangi.
Karena itu keberadaannya tak lagi berarti. Akan hancur. Namun, seperti
disampaikan Injil Yohanes sehubungan dengan peristiwa pembersihan Bait
Allah, (Yoh 2:19), Bait yang hancur itu akan dibangun Yesus kembali dalam
tiga hari. (Lihat juga tuduhan kepadanya di Sanhedrin Mat 26:61 Mrk 14:58.)
Dan bangunan yang baru itu akan menjalankan peran dari Yang Terurapi yang
sesungguhnya, yang tidak menyekap Yang Ilahi dan memagari ruang gerakNya,
tapi bisa menghadirkanNya di tengah-tengah manusia.

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment