Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Injil Minggu Adven III/B

Injil Mingggu Adven III/B 11 Des 2011( Yoh 1:6-8;19-28)

07 Desember 2011 09:32

Rekan-rekan yang baik!
Seperti Minggu lalu, Injil bagi Minggu Adven III/B kali ini ( Yoh
1:6-8;19-28) hampir seluruhnya berbicara mengenai Yohanes Pembaptis. Namun
kali ini yang ditonjolkan ialah kesaksiannya. Pertama-tama ia ditampilkan
sebagai yang diutus Yang Maha Kuasa untuk menjadi saksi bagi "terang"
meskipun ia bukan terang itu sendiri (ay. 6-8). Kepada orang-orang yang
datang kepadanya Yohanes menegaskan bahwa dirinya bukan Mesias, bukan Elia,
bukan nabi, melainkan orang yang berseru-seru di padang gurun menghimbau
agar jalan bagi Tuhan diluruskan (ay. 19-23). Juga tegas-tegas ia menyatakan
dirinya tak pantas melepas tali sandal dia yang bakal datang ini (ay. 27).
Seperti diuraikan Minggu lalu, ungkapan ini berarti Yohanes merasa tidak
patut menjalankan urusan yang menjadi hak dia yang akan datang itu. Yohanes
membantu orang mengungkapkan niatan untuk hidup bersih menyongsong dia yang
akan datang.

MENUMBUHKAN HARAPAN

Yohanes Pembaptis memang tokoh yang sudah sedemikian dikenal sebelum orang
mulai mendengar tentang Yesus. Banyak orang datang kepadanya. Warta serta
tindakannya amat komunikatif. Maklum, suasana di tanah suci waktu itu terasa
semakin tak menentu. Zaman edan. Ada krisis identitas nasional. Ajaran nenek
moyang bahwa mereka bangsa terpilih makin menjauh dari kenyataan
sehari-hari. Juga usaha menyegarkan kembali kepercayaan itu tak banyak
berhasil. Kata-kata para nabi terdengar makin lirih, makin jauh. Orang makin
kecewa, apatis. Orang merasa semakin menjadi mangsa kekuatan-kekuatan yang
menghimpit cita-cita mereka sebagai umat Tuhan. Harapan satu-satunya yang
masih memberi mereka pandangan ke depan ialah Mesias yang bakal datang. Yang
Terurapi, utusan Yang Maha Kuasa akan datang untuk memimpin mereka.
Kedatangannya juga akan mengakhiri zaman ini dan mengawali era baru. Itulah
saatnya bangsa terpilih akan dipimpin sang Mesias baru ini ke dalam Tanah
Terjanji surgawi. Mereka yang tidak ada bersama mereka akan binasa bersamaan
dengan kiamat. Begitulah ringkasnya alam pikiran yang kerap pula disebut
"mesianisme apokaliptik".

Ada orang-orang yang mulai menjalani hidup bertapa menyepi di padang gurun.
Beberapa tulisan dari masa itu menyebut mereka kaum Esseni. Banyak dari
mereka yang hidup di pertapaan sekitar Laut Mati. Salah satu di antaranya
ialah komunitas Qumran yang dikenal kembali dari penemuan arkeologi sejak
tahun 1947. Mereka hidup menantikan Mesias dan mengusahakan diri agar siap
menghadapi bagi peristiwa besar yang bakal datang itu. Yohanes Pembaptis ada
dalam gerakan kerohanian ini walau ia tidak memutuskan hubungan dengan dunia
luar. Ia malah membantu banyak orang agar semakin dapat memusatkan perhatian
kepada yang mereka nanti-nantikan itu.

MENANTIKAN MESIAS

Dalam tradisi Perjanjian Lama ada kepercayaan bahwa nabi besar Elia, yang
dalam 2Raj 2:1-18 diceritakan diangkat naik ke surga, akan datang kembali.
Ada pula anggapan, seperti tercermin dalam Mal 4:5, bahwa kedatangan Elia
kembali nanti itu menandai akhir zaman yang diawali oleh Mesias segera tiba.
Dalam Mrk 1:6 dan Mat 3:4, Yohanes digambarkan berpakaian jubah bulu dan
ikat pinggang kulit, mirip dengan cara berpakaian Elia yang disebutkan 2Raj
1:8. Memang Yohanes Pembaptis sering dianggap Elia yang kini telah kembali
ke dunia. Pandangan ini kiranya hidup di dalam umat Injil Sinoptik (Mrk, Mat
dan Luk). Injil Yohanes lain. Di situ sang Pembaptis justru menyangkal
pendapat bahwa dirinya ialah Elia yang datang kembali (Yoh 1:21)

Sudut pandang yang berbeda ini menggambarkan dinamika perkembangan gagasan
mengenai akhir zaman. Pada mulanya memang besar anggapan bahwa akhir zaman
segera akan tiba. Kemudian semakin disadari bahwa peristiwa itu baru akan
terjadi jauh di masa depan. Yang penting ialah masa kini ini. Perkembangan
selanjutnya ialah tidak lagi menghitung-hitung kapan akhir zaman itu tiba.
Dalam Injil Yohanes, gagasan yang menyibukkan perhatian orang itu dikatakan
sudah terjadi. Era baru dengan kehadiran terang ilahi di dunia inilah zaman
akhir jagat. Tidak lagi perlu memikirkan kapan, di mana, dan bagaimana.
Sudah hadir dan kini sedang membuat kegelapan tersingkir. Yang perlu ialah
menerimanya. Inilah pandangan Injil Yohanes.

"MARTYRIA" YOHANES

Yohanes Pembaptis ditampilkan oleh Injil Yohanes lebih sebagai tokoh yang
memberikan "martyria", yaitu kesaksian mengenai siapa Yesus itu. Injil ini
tidak memakai sebutan "Pembaptis" baginya, karena yang ditonjolkan ialah
perannya memberi kesaksian mengenai siapa Yesus itu.

Apa kesaksian Yohanes? Tokoh yang dikenal banyak orang itu disebut sebagai
yang datang diutus Tuhan untuk memberi kesaksian akan terang yang sudah
bersinar dalam kegelapan. Ditandaskan bahwa ia bukan terang itu sendiri.
Dari penjelasan di muka mengenai latar belakang zaman itu, maka amat
berartilah penegasan bahwa ada "terang bercahaya dalam kegelapan, dan
kegelapan tidak menguasainya" (Yoh 1:5) Apakah orang-orang langsung
menerimanya dan mempercayainya? Bacaan hari ini mulai dengan kedua ayat
berikutnya. Yohanes diutus untuk menjadi saksi bagi terang itu agar dengan
demikian orang mulai percaya kepada terang itu sendiri. Dan dalam bagian
kedua Injil hari ini (Yoh 1:18-28) dijelaskan lebih lanjut kesaksiannya itu.


Pertama-tama ada serangkaian pernyataan negatif. Yohanes bersaksi bahwa (1)
ia bukan Mesias, yaitu orang yang resmi diutus Tuhan kepada umatNya untuk
menuntun mereka kembali kepadaNya, (2) ia bukan juga Elia, artinya ia bukan
menjadi pertanda bahwa akhir zaman sudah di ambang pintu. Ia menyatakan diri
bukan pula sebagai nabi yang pada waktu itu dipercaya sebagai orang yang
menyadarkan orang bahwa akhir zaman akan segera terjadi.

Dengan penyangkalan itu ia membuat orang mulai kritis terhadap
harapan-harapan saleh yang sudah menjadi gaya berpikir pada masa itu. Apakah
harapan seperti itu sebetulnya bukan hanya impian yang menjauhkan orang dari
kenyataan? Kecenderungan untuk melarikan diri ke dalam janji-janji dan rasa
aman yang diberi warna agama memang ada di mana-mana di sepanjang zaman,
terutama di masa-masa sulit. Orang-orang berdatangan menemui Yohanes belum
tentu dengan maksud untuk belajar darinya. Banyak yang datang kepadanya
untuk mendengarkan harapan-harapan mereka sendiri. Tetapi Yohanes tidak
meninabobokan mereka.

Kemudian Yohanes menegaskan diri sebagai suara orang yang berseru-seru di
padang gurun, tempat dulu umat Perjanjian Lama hidup dalam bimbingan Tuhan
sendiri, tetapi yang kini terasa tidak lagi banyak artinya. Hubungan dengan
Tuhan terasa sudah amat renggang. Tetapi justru dalam keadaan itu terdengar
Yohanes yang berseru "Luruskanlah jalan Tuhan!" Seperti dalam Yes 40:3,
seruan itu bukan ditujukan kepada manusia, melainkan kepada
kekuatan-kekuatan surga. Mereka sendiri akan menyiapkan kedatangan Tuhan.
Yang diharapkan dari manusia ialah membiarkan diri dibimbing. Dan Yohanes
mengajak orang menghidupi iman ini, bukan membuai diri dengan
harapan-harapan saleh akan kedatangan seorang Mesias menurut idealisme
mereka sendiri.

Yohanes juga menjelaskan kepada orang-orang yang bertanya mengapa ia
membaptis. Ia berkata, yang mereka harap-harapkan itu sudah datang. Terang
sudah bersinar, hanya perlu mengenalinya! Itulah puncak kesaksiannya.

"MARTYRIA" GEREJA DI INDONESIA

Kesaksian Yohanes dapat menjernihkan batin orang zaman ini,. Juga dapat
menumbuhkan kekuatan baru. Batin orang dipenuhi dengan macam-macam
pengharapan dan niatan. Juga dengan pelbagai gambaran mengenai tokoh-tokoh
besar. Pimpinan Gereja, pendiri tarekat, santo pelindung, pembimbing
rohani.... Para tokoh panutan ini akan semakin mendekatkan ke inti kehidupan
batin bila dihayati sebagai "martyria" atau kesaksian seperti yang
dijalankan Yohanes. Ada gunanya mendalami perutusan yang mereka jalani
mereka sebagai perutusan Yohanes: mempersaksikan bahwa terang sudah
menyinari kegelapan.

Gereja di Indonesia menyatakan diri mau membangun keadaban baru yang tidak
membiarkan kesetujuan-kesetujuan dasar dalam hidup bermasyarakat semakin tak
jelas, semakin suram. Semua orang berkemauan baik diajak membangun wahana
terang yang baru bagi kehidupan bersama. Itulah "martyria" Gereja di
Indonesia.

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment