Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Injil Minggu Prapaskah I - B 2012

Minggu Prapaskah I/B 26 Feb 2012 (Mrk 1:12-15)

KEKUATAN ROH DAN KERAJAAN ALLAH

Pada hari Minggu I Masa Prapaskah kali ini dibacakan Mrk 1:12-15. Dengan singkat dan padat diceritakan dua hal: pertama, Yesus dicobai di padang gurun, dan kedua, bagaimana ia mengumumkan sudah datangnya Kerajaan Allah. Kedua peristiwa ini mendasari kegiatan Yesus di masyarakat. Ia akan memilih murid-murid pertama dan bersama-sama mereka ia akan melayani orang-orang di Galilea. Ia juga akan berjalan ke Yerusalem tempat peristiwa Paskah nanti terjadi.

Rabu Abu 2012

Rabu Abu 22 Feb 2012 (2Kor 5:20-6:2 & Mat 6:1-6; 16-18)

Bacaan Misa Rabu Abu

Dalam 2Kor 5:20-6:2 (bacaan hari Rabu Abu) Paulus mengimbau umat Korintus agar membiarkan diri "didamaikan" dengan Yang Ilahi oleh pengorbanan Kristus. Mereka diajak Paulus agar tidak lagi menganggap kehadiran ilahi sebagai ganjalan dalam hidup mereka. Itulah yang dimaksud dengan berdamai
dengan-Nya. Bagaimana penjelasannya?

TEOLOGI REKONSILIASI PAULUS

Bagi Paulus, berdamai dengan Allah bukan semata-mata mencari pengampunan dari pelbagai perbuatan yang salah. Bila hanya itu, maka tidak akan tercapai perdamaian atau rekonsiliasi yang utuh. Lebih-lebih, bukan bagi pengampunan seperti itulah kurban Yesus Kristus terjadi. Paulus melihat permasalahannya dalam ukuran yang jauh lebih besar. Ia bertolak pada pelbagai kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia dan alam yang menunjukkan bahwa ciptaan ini bukanlah barang yang sempurna. Banyak cacatnya. Besar kekurangannya. Terasa kerapuhannya. Ada macam-macam ketimpangannya. Dan semua ini memang menjadi bagian dari kehidupan. Akan tetapi, bagi Paulus, keliru bila orang membiarkan keadaan ini berlangsung terus. Hanya mereka yang tidak mempercayai maksud baik Pencipta akan beranggapan demikian. Mereka itu sebetulnya tidak mau menerima bahwa Ia tetap bekerja memperbaiki dan menyempurnakan ciptaan-Nya. Allah belum beristirahat. Lebih tepat bila dikatakan, Ia belum dapat beristirahat karena karya-Nya belum selesai. Hari ketujuh belum sepenuhnya tercapai. Hari ketujuh pada Kitab Kejadian itu dipaparkan untuk menegaskan bahwa hari itu nanti sungguh akan tercapai. Sementara itu yang kini sedang terlaksana ialah penciptaan dunia, isinya dan manusia yang menjadi gambar dan rupa Pencipta di jagat ini.

Injil Minggu Biasa VII/B

Injil Minggu Biasa VII/B 19 Feb 2012 (Mrk 2:1-12)

Rekan-rekan yang baik!

Seperti dikisahkan di dalam Mrk 2:1-12, Yesus kini kembali berada di
Kapernaum. Di sebuah rumah tempat ia menguraikan Alkitab oang-orang berjejal
mendengar dan melihatnya. Pada kesempatan itu seorang lumpuh datang digotong
empat orang. Tapi karena jalan masuk penuh orang, mereka membongkar atap dan
menurunkan tikar tempat orang itu berbaring. Melihat kepercayaan mereka,
Yesus berkata kepada si lumpuh, "Nak, dosa-dosamu sudah diampuni!" Beberapa
ahli Taurat yang sedang duduk di situ merasa kurang enak. Siapa selain Allah
dapat mengampuni dosa! Yesus mengetahui apa yang mereka pikirkan dan
menanyai mereka, mana yang lebih mudah mengatakan dosa-dosamu diampuni atau
bangun, angkat tikarmu dan berjalanlah?

KETEGANGAN

Petikan ini adalah yang pertama dari lima kisah mengenai ketegangan antara
Yesus dengan para pemimpin dalam Mrk 2:1-3:6. Kisah-kisah ini dimaksud untuk
menunjukkan bagaimana para pemimpin tidak bersedia menerima Yesus dan bahkan
semakin memusuhinya. Sekaligus digambarkan bagaimana orang banyak semakin
menyambutnya. Secara tidak langsung diungkapkan bagaimana para pemimpin
semakin menjauh dari umat. Minggu lalu diutarakan bagaimana para imam tidak
lagi biasa menjalankan wewenang untuk menyatakan orang kusta sembuh sehingga
diterima kembali dalam masyarakat. Orang kusta itu malah minta agar Yesus
jugalah yang menyatakannya sembuh. Jadi wewenang mereka kini dijalankan
Yesus. Dalam kisah penyembuhan orang lumpuh kali ini ada hal yang mirip.
Para ahli Taurat kurang senang mendengar Yesus mengeluarkan kata-kata
mengampuni orang tadi. Mereka berpegang pada pendapat bahwa dosa hanya dapat
diampuni oleh Allah. Tapi mereka tidak mau melihat jalan apa yang dipakai
Allah untuk memberi pengampunan. Para ahli Taurat menutup pikiran mereka
sendiri. Inilah keadaan yang digambarkan Markus pada tahap-tahap awal Yesus
mulai dikenal orang sebagai yang membawakan kehadiran Allah dengan cara
baru.

MEMBONGKAR ATAP

Marilah kita ikuti kisah Markus mengenai kejadian ini. Apa yang bakal
terjadi bila orang membongkar atap seperti diceritakan di sini? Meski atap
rumah di sana mudah dibongkar, pasti banyak kepingan tanah kering dan
ranting yang berjatuhan. Orang-orang yang berjejal mengerumuni Yesus di
dalam rumah pasti jadi ribut dan menyingkir. Tapi tak disebutkan demikian.
Perhatian lebih dipusatkan pada usungan yang diturunkan. Orang-orang yang
ikut menyaksikan ini juga mereka yang sebetulnya memenuhi jalan sehingga
orang lumpuh tadi tak dapat masuk. Ada semacam ironi. Jalan ke arah Yesus
terhalang olah orang-orang yang berhasil mendapat tempat walaupun mereka
tidak mempunyai kebutuhan mendesak. Orang yang sungguh membutuhkan dia saat
itu tidak dapat masuk! Apa ini semacam analisis mengenai keadaan umat waktu
itu? Dalam hati kecil, pembaca zaman sekarang mungkin juga melihat
kelembagaan di kalangan umat yang acap kali tidak memudahkan orang maju.
Tetapi tak usah kita berhenti di situ dan marilah kita perhatikan kisah
selanjutnya.

Ada orang-orang yang berusaha sebisanya, dengan cara yang tidak biasa:
membongkar atap. Tidak kita ketahui siapa orang-orang itu. Tetapi Markus
memberitahukan bahwa Yesus "melihat iman mereka" (ay. 5). Dari teks Injil,
jelas kata "mereka" di sini merujuk kepada empat orang yang menggotong orang
lumpuh dan membongkar atap tadi. Apakah Markus hendak mengatakan bahwa iman
orang-orang yang membawa si lumpuh itulah yang mendatangkan kesembuhan bagi
si lumpuh? Pokok ini dapat dijadikan bahan pendalaman bagi orang zaman ini
juga. Lebih menarik lagi bila diamati bahwa dalam kisah ini sebenarnya
Yesus-lah yang menghubungkan iman orang-orang tadi dan keadaan si lumpuh. Ia
melihat iman empat orang ini, tetapi ia berbicara kepada si lumpuh yang
dibawa ke hadapannya oleh orang-orang tadi.

DISAPA OLEH YESUS

Orang lumpuh itu disapa dengan kata "Nak!". Tidak dikatakan Yesus "iba
hati", atau "kesal", seperti dalam teks Minggu lalu ketika ia menghadapi
orang kusta (Mrk 1:41). Kini Markus membiarkan pembaca membayangkan apa yang
dirasakan Yesus. Dengan demikian pembaca akan belajar kenal dengannya
sendiri. Bagaimanapun juga, sapaan "Nak!" tadi, baik dalam bahasa kita
maupun dalam teks Markus, nadanya penuh pengertian. Yesus menyapa orang yang
tak bisa berjalan, kemanusiaan yang tak utuh, ciptaan yang cacat. Keadaan
orang lumpuh ini menjadi tantangan bagi orang yang percaya bahwa manusia
diciptakan dalam "gambar dan rupa" Pencipta. Tapi untung masih ada
orang-orang yang percaya bahwa bisa diusahakan sesuatu untuk memperbaikinya.
Inilah iman yang dilihat Yesus. Inilah yang membuatnya berani mengatakan
"Nak, dosa-dosamu sudah diampuni!" Apa yang dipikirkannya? Sebagai orang
zaman itu, tentunya baginya kelumpuhan itu tampil sebagai pekerjaan
kekuatan-kekuatan yang membuat manusia tidak sesuai dengan maksud
Penciptanya. Itulah yang disebut dengan kata "dosa-dosa" di sini. Tidak
selamanya akibat kelakuan yang bersangkutan, melainkan kenyataan yang jahat
yang ada di muka bumi ini. Tapi yang jelas, kekuatan-kekuatan itu tidak
membatalkan iman orang-orang yang membawa si lumpuh lewat atap tadi. Iman
mereka membuat Yesus bisa mengatakan kepada si lumpuh bahwa
kekuatan-kekuatan yang mengikat dan melumpuhkannya bisa disingkirkan! Oleh
siapa? Tak usah tergesa-gesa kita katakan oleh Yesus. Kita boleh menegaskan
bahwa iman orang-orang yang dilihat Yesus itulah yang mulai melepaskan
ikatan-ikatan dosa tadi. Bila begini maka Injil hari ini berisi pengajaran
bagi kehidupan dalam umat. Solidaritas iman menjauhkan kekuatan-kekuatan
jahat. Tapi ceritanya belum selesai.

PARA AHLI TAURAT

Pandangan pembaca kini dialihkan kepada beberapa ahli Taurat yang dikatakan
"sedang duduk di situ" dan membatinkan peristiwa tadi. Bila ahli Taurat
disebut "sedang duduk", artinya lebih hanya sekedar duduk biasa, melainkan
ditunjukkan juga wibawa pengajarannya sebagai ahli Taurat, sebagai ahli ilmu
ketuhanan. Dalam hati kini mereka mempertanyakan wewenang Yesus mengampuni
dosa. Ini sikap mereka. Keberatan mereka ialah keberatan dari segi agama,
keberatan dari sisi teologi resmi. Bagi mereka, Yesus ini seakan-akan mau
merebut wewenang Allah mengampuni dosa. Menghujat! Para ahli Taurat ini di
satu pihak melindungi kepentingan Yang Maha Kuasa, tapi di lain pihak mereka
malah membatasi ruang gerak-Nya.

Markus menjelaskan bahwa Yesus mengetahui yang dipikirkan para ahli Taurat
tadi. Tak perlu kita kaitkan dengan pengetahuan luar biasa. Ini cara Markus
menampilkan Yesus bagi pembaca yang sadar atau tak sadar boleh jadi ada di
pihak ahli Taurat tadi. Untung diketahui sehingga bisa dibicarakan, dan kita
bisa berubah pendapat, menjadi lebih terbuka. Pertanyaan Yesus, dalam
rumusan bahasa sehari-hari, "Kenapa kalian berpikir ketat begitu. Mana yang
lebih mudah dilakukan: berkata kepada orang lumpuh ini "dosa-dosamu sudah
diampuni" atau "bangunlah, angkat tikarmu dan berjalanlah"? Ini mencerminkan
pembicaraan di antara sesama ahli. Yesus juga tahu tentang Taurat, ia juga
tahu cara-cara bertikai di kalangan mereka. Pertanyaan seperti itu dua
ujungnya. Pertama, ditanyakan kalimat mana lebih mudah diucapkan. Kedua,
ditanyakan mana kalimat yang isinya lebih mudah terjadi. Apa saja
jawabannya, lawan bicara Yesus pasti tak berkutik. Bila mereka mengatakan
lebih mudah mengucapkan kalimat tentang mengampuni dosa, mereka benar karena
memang kalimat itu lebih pendek dan tentunya lebih mudah diucapkan. Tapi
dengan demikian mereka menyatakan setuju dengan yang dikatakan Yesus yang
mereka persoalkan tadi. Maka alternatifnya ialah mengatakan bahwa yang lebih
mudah ialah yang lain, yang lebih panjang: menyuruh bangun, mengangkat
tikar, dan menyuruh orang itu berjalan. Mereka harus memilih yang ini bila
tidak mau dikatakan tak konsekuen. Dan itulah yang terjadi. Yesus kemudian
betul-betul mengatakan demikian kepada si lumpuh tadi. Dan orang itu betul
melakukan tiga hal yang diperintahkan: bangun, mengangkat tikar, dan pergi
keluar. Para ahli Taurat terbungkam. Mereka tidak bisa menyangkal yang
mereka lihat sendiri: orang lumpuh tadi berjalan kembali. Patut dicatat,
mereka juga beranggapan bahwa kelumpuhan dan penyakit berat lain ialah
akibat dosa dalam arti kekuatan jahat yang membelenggu tadi. Tapi kini orang
itu betul-betul lepas. Mau tak mau para lawan Yesus mesti mengakui bahwa
yang sedang mereka hadapi ini ialah "Anak Manusia" yang "berkuasa mengampuni
dosa di bumi ini" (ay. 10).

TAKJUB

Orang-orang takjub dan mengucap seruan terpujilah Allah, seruan yang juga
mengungkapkan rasa lega. Mereka juga mengalami kemerdekaan yang kini
dinikmati orang yang tadi terbelenggu dan lumpuh itu. Markus masih menambah
bahwa mereka belum pernah melihat yang begini (ay. 12), maksudnya,
pengampunan (tindakan!) dan kesembuhan (hasil!). Kita diajak menengok
kembali pengalaman kita dan menemukan manakah kenyataan "yang begini" itu.

Salam.
A. Gianto

Injil Minggu Biasa VI B

Injil Minggu Biasa VI/B 12 Feb 2012 (Mrk 1:40-45)

Rekan-rekan yang baik!

Diceritakan dalam Mrk 1:40-45 (Injil Minggu Biasa VI tahun B) bagaimana
seorang penderita kusta memohon kepada Yesus dengan mengatakan bila Yesus
menghendaki, tentu ia dapat membersihkannya, maksudnya menyembuhkannya.
Yesus pun menyentuhnya dan mengatakan ia mau agar ia jadi bersih. Begitu
sembuh, orang itu diperingatkan agar tidak mengatakan apa-apa kepada siapa
pun. Kemudian disuruhnya pergi menghadap imam, karena menurut perintah Musa
(Im 14:2-32), imamlah yang berwenang secara resmi menyatakan orang sudah
bersih dari kusta. Apa sebetulnya pokok persoalannya? Penyembuhan atau
pernyataan bahwa sudah bersih dari kusta? Kita boleh bertanya-tanya,
bagaimana perasaan Yesus ketika melihat orang tadi? Apa pula relevansi kisah
ini bagi kita?

PENDERITA KUSTA

Dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, "kusta" sebenarnya
bukan penyakit kusta yang dikenal ilmu kedokteran sekarang, yaitu yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae, melainkan. semacam penyakit
kulit akibat jamur yang membuat kulit melepuh merah. Penyakit kulit ini
menyeramkan dan membuat penderita dijauhi orang. Mereka juga tak diizinkan
mengikuti ibadat karena dalam keadaan itu mereka dianggap tidak cukup bersih
untuk masuk ke tempat suci.

Menurut hukum adat dan agama Yahudi dulu, meski sudah sembuh, orang kusta
baru akan diterima kembali ke dalam masyarakat dan boleh ikut perayaan suci
setelah dinyatakan sembuh dalam upacara yang hanya dapat dilakukan para
imam. Hanya imamlah yang berhak menyatakan "najis" (kotor karena kusta) atau
"tahir" (bersih, sembuh dari kusta). Peraturan ini termaktub dalam bagian
Taurat, yakni Im 14:2-32. Tujuannya tentunya menjaga kebersihan kurban.
Tetapi pelaksanaan hukum itu kemudian menjadi soal. Menjelang zaman
Perjanjian Baru, semua upacara keagamaan yang penting semakin dipusatkan di
Bait Allah di Yerusalem. Penegasan sudah tahir atau masih kotor praktis
kemudian hanya dilakukan di Bait Allah pada kesempatan terbatas walaupun
tidak ada larangan melakukannya di tempat lain. Alhasil orang kusta yang
sudah sembuh sekalipun sulit sekali mendapat pernyataan sudah bersih
kembali. Orang itu akan benar-benar terkucil dan tidak memiliki tempat
mengadu lagi. Dengan latar belakang seperti ini Yesus itu memang menjadi
harapan satu-satunya. Tak heran orang tadi datang kepadanya, berlutut, lalu
mengatakan kalau engkau mau, engkau dapat mentahirkan diriku.

Orang itu memohon dua hal. Pertama, kesembuhan dari kusta, dan kedua, tidak
kalah pentingnya, ia mohon agar Yesus mau menyatakan ia sudah tahir kembali.
Baginya, Yesus inilah yang dapat memenuhi peraturan dalam Taurat karena
kelembagaan yang didukung imam-imam tidak lagi mendukung. Inilah sudut
pandang orang kusta tadi. Bagaimana dengan Yesus?

PERASAAN YESUS

Dikatakan Yesus "tergerak hatinya" (Mrk 1:41). Kerap disebut Yesus iba hati
bila melihat penderitaan atau kebutuhan orang yang tak terpenuhi. Ikut
merasakan, itulah yang dimaksudkan Injil, dalam bahasa Yunani,
"splagkhnistheis", kata yang dijumpai dalam ay. 41 ini. Tetapi pada ayat itu
beberapa naskah tua memakai kata lain, yakni "orgistheis", yang artinya
marah, kesal, berang. Mana yang benar? Bukankah iba hati lebih cocok dan
lebih biasa? Pemikiran seperti inilah yang mengakibatkan penggantian teks
asli "marah" menjadi "iba hati" pada ay. 41 itu. Tidak di setiap tempat ia
disebut iba hati sebetulnya ia marah.

Waktu itu di seluruh Galilea ia memberitakan Injil dan mengusir setan
(1:39). Tentunya ia berharap kekuasaan setan dan penyakit akan surut. Tapi
masih ada saja! Malah sekarang datang orang kusta yang sembari berlutut
minta disembuhkan. Apa lagi yang belum kulakukan, kata Yesus dalam hati!
Kesal, berang, marah, begitulah perasaan Yesus waktu itu. Dan dengan
perasaan inilah ia mengatakan, tentu saja aku mau. Hai, kau, jadilah bersih!
Dan seketika itu juga penyakit kusta itu pergi meninggalkan orang tadi, sama
seperti demam yang lenyap dari badan ibu mertua Simon. Kekuatan kusta itu
jeri padanya, begitu gagasan Markus.

Selanjutnya dalam ay. 43 disebutkan Yesus "menyuruh pergi orang tadi dengan
peringatan keras". Dan dalam ayat selanjutnya dikutip kata-kata yang
melarang orang itu menceritakan apapun kepada siapa saja dilanjutkan
perintah agar menghadap imam agar dinyatakan bersih menurut hukum Musa.
Sebenarnya teks aslinya lebih keras, harfiahnya, "Dengan geram Yesus
menyuruh orang itu pergi. Katanya, 'Ingat, jangan katakan apapun kepada
siapa saja!'" Orang itu disuruhnya menghadap imam supaya dinyatakan bersih
menurut aturan Musa. Apa yang membuat Yesus geram?

Sering para imam, yang berwenang menyatakan orang kusta sudah sembuh serta
bisa diterima kembali dalam masyarakat, kurang bersedia melakukannya. Jadi
sekalipun sudah sembuh, orang yang bersangkutan tetap tersisih. Yesus
menyuruh orang itu membawa persembahan yang diwajibkan hukum untuk keperluan
seperti itu justru untuk menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan siap
dinyatakan bersih. Inilah yang dimaksud dengan "sebagai bukti" dalam ay. 44.
Tapi Yesus sendiri tentu juga tahu bahwa tak mudah orang itu menemui imam
yang bersedia menolong orang itu. Karena itu ia geram. Lebih parah lagi,
yang menghalangi bukan kekuatan jahat yang menyebabkan penyakit - yang sudah
tersingkir - melainkan orang-orang yang memiliki wewenang menjalankan hukum
Musa, yakni para imam! Ini membuatnya geram dan merasa tak berdaya.

SIAPA MENGABARKANNYA?

Bila dibaca sekilas, bagian pertama ay. 45 memberi kesan bahwa yang pergi
memberitakan dan mengabarkan ke mana-mana ialah orang yang baru saja
dilarang mengatakan tentang hal itu. Beberapa kali memang Yesus ingin agar
kejadian luar biasa yang dilakukannya tidak disiarkan. Tetapi "ia" dalam ay.
45 itu dapat menunjuk pada orang kusta, tapi bisa juga pada Yesus sendiri.
Secara harfiah bunyinya begini: "Sambil berjalan pergi ia (=si kusta, tapi
bisa juga Yesus) mulai mengabarkan dan menyebarluaskan..." Lebih lanjut,
yang disebarluaskan, ialah "ton logon", dari kata "logos", yang bisa berarti
"hal itu", maksudnya penyembuhan, bila "ia" dimengerti sebagai orang kusta;
tetapi "logos" bisa pula berarti "kata", dan dalam konteks ini khususnya,
"Injil". Ini cocok bila yang dimaksud dengan "ia" ialah Yesus sendiri.

Memang akhirnya orang yang barusan disembuhkan itu menyebarluaskan berita
tentang hal itu. Ia tidak diam seperti yang diinginkan Yesus. Tetapi juga
benar bahwa Yesus mengabarkan dan menyebarluaskan Injil. Dalam kedua makna
ini, kejadiannya sama: baik warta Injil maupun berita tentang kesembuhan si
kusta itu tersebar luas. Akibatnya juga sama, seperti disebutkan dalam
bagian kedua ay. 45, "...ia (=Yesus) tidak dapat memasuki kota dengan
terang-terangan. Ia tinggal di luar di tempat-tempat terpencil, namun orang
terus juga datang kepadanya dari segala penjuru" Boleh dicatat, dalam teks
asli tidak dipakai kata "Yesus" yang ditambahkan dalam terjemahan Indonesia
demi kejelasan. Kiranya Markus bermaksud memunculkan dua gambaran tumpang
tindih bagi kejadian yang sama. Pembaca diajak melihat kejadian itu baik
dari sisi orang kusta maupun dari sisi Yesus. Kisah ini bukan hanya kisah
kesembuhan, melainkan juga kisah pewartaan Injil. Kedua-duanya perlu
ditampilkan dalam pembicaraan mengenai petikan ini.

HIKMAT KISAH

Dikatakan, Yesus tinggal di "tempat-tempat terpencil", dari kata Yunani
"eremos" yang juga sering dialihbahasakan sebagai padang gurun yang memang
terpencil. Kita boleh ingat akan peristiwa Yesus menghadapi kekuatan iblis
yang menggodainya di padang gurun, di tempat terpencil (Mrk 1:12). Tapi
kekuatan ilahi tetap menyertainya. Pada lain kesempatan, dikatakan pagi-pagi
benar ia pergi berdoa di tempat terpencil (Mrk 1:35). Dan orang-orang
mencari dan mendatanginya, seperti disebutkan dalam petikan kali ini juga.
Kisah ringkas ini menjadi ajakan untuk menemukan dia yang mengusahakan diri
agar bersama dengan Yang Maha Kuasa. Di situ kekuatannya, di situ terjadi
kesembuhan yang utuh.

Markus menggambarkan perasasan Yesus yang kesal, mengalami frustrasi melihat
adanya halangan-halangan yang memisahkan manusia dari sumber hidupnya
sendiri. Kita diajak penginjil untuk mulai bersimpati pada Yesus, menyelami
perasaannya agar makin memahami kesungguhannya. Bukan supaya kita menirunya
atau membenarkan diri kita bila kesal dan kecewa, melainkan untuk membantu
agar kita dapat mengenal siapa dia itu. Bukan pula untuk mengutuk kaum imam
yang kurang bersedia menjalankan yang digariskan hukum Musa. Kita diajak
menyadari akan adanya halangan-halangan yang membuat kebaikan terbelenggu.
Akan makin besar pula kebutuhan mendengarkan warta yang melegakan.

Tadi disebutkan bahwa sukar bagi orang kusta yang sembuh untuk menghadap
imam di Bait Allah agar resmi dinyatakan sembuh dan dapat kembali ke dalam
masyarakat. Tempat Yang Ilahi hadir secara nyata sekarang tidak lagi di Bait
Allah, tapi di tempat Yesus berada. Dialah Bait yang baru. Dia juga yang
menyatakan orang jadi bersih kembali. Ia sendiri jugalah yang menjadi kurban
bagi pulihnya orang kusta serta kaum terpinggir lainnya. Ini warta yang
melegakan yang disampaikan Injil!

Salam hangat,
A. Gianto