Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Injil Misa Natal 2012

Injil Misa Natal (Luk 2:1-14; Luk 2:15-20;Yoh 1:1-18)

SELAMAT NATAL!

Rekan-rekan yang baik!

Dalam tradisi Gereja Katolik ritus Latin, Natal dirayakan dengan tiga Misa
Kudus yakni Misa Malam Natal 24 Desember, kemudian Misa Fajar 25 Desember
pagi , dan akhirnya Misa Siang. Ketiga perayaan itu melambangkan tiga sisi
kenyataan lahirnya Sang Penyelamat Dunia. Pertama, kelahirannya sudah
terjadi sejak awal, yakni dalam kehendak Bapa di surga untuk mengangkat
martabat kemanusiaan ke dekatnya. Kenyataan kedua terjadi ketika Yesus lahir
dari kandungan Maria. Dan kenyataan ketiga, kelahiran Kristus secara rohani
di dalam kehidupan orang beriman. Bacaan Injil dalam ketiga Misa Natal
tersebut sejajar dengan tiga kenyataan tadi. Dalam Misa malam hari dibacakan
Luk 2:1-14 yang menceritakan Maria melahirkan di Betlehem, kemudian dalam
Misa fajar diperdengarkan Luk 2:15-20 yang mengabarkan lahirnya Kristus di
dalam kehidupan orang beriman yang pertama, yakni para gembala. Akhirnya,
dalam Injil Misa siang hari, Yoh 1:1-18, ditegaskan bahwa sang Sabda ini
sudah ada sejak semula. Pembicaraan kali ini akan menggarisbawahi ketiga
kenyataan peristiwa kelahiran Kristus itu.

INJIL MISA MALAM HARI: Luk 2:1-14

Seperti dikisahkan dalam ay. 1-3, Yusuf dan Maria pergi ke Betlehem untuk
mematuhi maklumat umum Kaisar Augustus yang mewajibkan orang mencatatkan
diri di kampung halaman leluhur. Sekalipun tidak ada arsip sejarah yang
membuktikan bahwa maklumat seperti itu pernah dikeluarkan Kaisar Augustus,
dapat dikatakan bahwa hal seperti itu bukannya tak mungkin. Di sini Lukas
mempergunakannya sebagai konteks kisah kedatangan Yusuf dan Maria ke
Betlehem. Ini juga cara Lukas mengatakan bahwa Tuhan bahkan memakai pihak
bukan-Yahudi untuk menjelaskan bagaimana Yesus tetap lahir di Yudea, tempat
asal kaum Daud, dan bukan di Nazaret. Kelembagaan Yahudi sendiri kiranya
tidak cukup. Bahkan lembaga itu sudah tak banyak artinya lagi. Seperti
banyak orang asli Yudea lain, Yusuf dan Maria termasuk kaum yang
"terpencar-pencar" hidup dalam diaspora di daerah bukan asal. Ironisnya,
yang betul-betul masih bisa memberi identitas "orang Yudea" kini bukan lagi
ibadat tahunan di Yerusalem, melainkan cacah jiwa yang digariskan penguasa
Romawi.

Dalam ay. 4-5 disebutkan bahwa Yusuf pergi dari Nazaret ke Yudea "agar
didaftar bersama-sama dengan Maria, tunangannya yang sedang mengandung".
Dengan cara ini mereka nanti akan resmi tercatat sebagai suami-istri di
Yudea. Oleh karena itu, Yesus juga secara resmi bakal tercatat sebagai
keturunan Daud, baik bagi orang Yahudi maupun bagi administrasi Romawi.
Dengan demikian, Lukas sedikit menyingkap apa yang nanti akan diutarakannya
dengan jelas dalam Kisah Para Rasul, yakni kedatangan Juru Selamat bukanlah
melulu bagi orang Yahudi, melainkan bagi semua orang di kekaisaran Romawi,
bahkan bagi semua orang di jagat ini. Malahan bisa dikatakan bahwa justru
kehadiran orang bukan Yahudi-lah yang membuatnya betul-betul datang ke dunia
ini! Kita-kita ini, sekarang ini juga, masih ikut membawanya datang ke
dunia.

Menurut ay. 7, Maria melahirkan anak lelaki, anaknya yang sulung. Penyebutan
"anak sulung" ini terutama dimaksud untuk menggarisbawahi makna yuridis,
bukan biologis. Anak sulung memiliki hak yang khas yang tak ada pada
saudara-saudaranya. Dalam hal ini hak sebagai keturunan Daud dengan semua
keleluasaannya. Oleh karena itu, ia juga nanti dapat mengikutsertakan siapa
saja untuk masuk dalam keluarga besarnya. Anak bukan sulung tidak memiliki
hak seperti ini.

Sang bayi yang baru lahir itu kemudian dibungkus dengan lampin dan
dibaringkan dalam palungan. Ditambahkan pada akhir ay. 7 "karena tidak ada
tempat bagi mereka di rumah penginapan". Bukan maksud Lukas mengatakan bahwa
mereka tidak dimaui di mana-mana. Tempat-tempat yang biasa sudah penuh para
pengunjung yang mau mendaftarkan diri menurut maklumat Kaisar Augustus.
Mereka akhirnya menemukan tempat umum yang biasa dipakai tempat istirahat
rombongan karavan bersama hewan angkutan mereka. Semacam stasiun zaman dulu.
Tempat-tempat seperti ini memiliki beberapa kelengkapan dasar, misalnya
palungan tempat menaruh makanan bagi kuda atau hewan tunggangan. Sekali lagi
ini cara Lukas mengatakan kelahiran Yesus ini terjadi di tempat yang bisa
terjangkau umum. Tempat seperti itulah tempat bertemu banyak orang. Maka
dari itu, nanti para gembala dapat dengan cepat mendapatinya.

Kelahiran Yesus yang diceritakan sebagai kejadian sederhana seperti di atas
itu nanti dalam Luk 2:8-14 diungkapkan para malaikat kepada para gembala.
Mereka amat beruntung bisa menyaksikan perkara ilahi dan perkara duniawi
dalam wujud yang sama. Orang diajak melihat bahwa yang terjadi sebagai
kejadian lumrah belaka itu ternyata memiliki wajah ilahi yang mahabesar.
Bala tentara surga, para malaikat menyuarakan pujian kepada Allah. Dia yang
Mahatinggi kini menyatakan diri dalam wujud yang paling biasa bagi semua
orang. Apa maksudnya? Kiranya Lukas mau mengatakan bahwa orang-orang yang
paling sederhana pun dapat merasakan kehadiran Yang Ilahi dalam peristiwa
yang biasa tadi. Dan bahkan mereka bergegas mencari dan menemukan kenyataan
duniawi dari kenyataan ilahi yang mereka alami tadi.

Pengalaman rohani yang paling dalam juga dapat dialami orang sederhana. Oleh
karena itu, orang dapat melihat kehadiran Tuhan dalam peristiwa biasa.
Sebuah catatan. Arah yang terjadi ialah dari atas, dari dunia ilahi ke dunia
manusia, bukan sebaliknya. Kita tidak diajak mencari-cari dimensi ilahi
dalam tiap perkara duniawi. Ini bisa mengakibatkan macam-macam masalah dan
keanehan. Yang benar ialah mengenali perkara duniawi yang memang memiliki
dimensi ilahi. Ada banyak perkara duniawi yang tidak memilikinya. Dalam arti
itulah warta para malaikat kepada para gembala dapat membantu kita menyikapi
dunia ini. Misteri inkarnasi ialah kenyataan yang membuat orang makin peka
akan kenyataan duniawi yang betul-betul menghadirkan Yang Ilahi, bukan tiap
kenyataan duniawi.

INJIL MISA FAJAR: Luk 2:15-20

Yang diberitakan malaikat Tuhan kepada para gembala (ay. 10-12) kini mereka
teruskan kepada orang-orang yang ada di sekitar palungan (ay. 15). Boleh
kita bayangkan, di tempat umum di sekitar palungan itu ada banyak orang lain
yang juga menginap di situ. Mereka sedang menolong keluarga baru ini.
Mendengar kata-kata para gembala mengenai warta malaikat tadi, semua orang
ini menjadi terheran-heran (ay. 18). Bagi mereka bayi yang dilahirkan ibu
muda ini biasa saja. Tapi apa para gembala ini menjelaskan hal yang luar
biasa yang sedang terjadi kini! Para gembala itulah orang-orang yang
pertama-tama memberi arti rohani bagi peristiwa kelahiran tadi. Mereka itu
juga pewarta kedatangan Penyelamat yang bukan orang-orang yang secara khusus
berhubungan dengan  Allah seperti halnya Maria atau Yohanes Pembaptis ketika
masih ada dalam kandungan. (Katakan saja, para gembala itulah para teolog,
para ahli kristologi generasi awal, yang mampu memukau perhatian orang. Guru
Besar mereka ialah para malaikat dan semua bala tentara surgawi.)

Satu catatan. Disebutkan dalam ay. 15 "... gembala-gembala itu berkata satu
kepada yang lain, 'Marilah sekarang kita pergi ke Betlehem untuk melihat
....'" Kepada siapa kata-kata itu ditujukan? Dalam bacaan teks yang biasa,
jelas ajakan itu ditujukan kepada satu sama lain. Namun demikian, bacaan
teks ini juga tertuju kepada pembaca. Teks ini membuat siapa saja yang
membaca atau mendengarkannya merasa diajak gembala-gembala tadi bersama
pergi dengan mereka ke Betlehem menyaksikan kebesaran ilahi dalam wujud yang
membuat orang mulai bersimpati kepada Tuhan. Lukas kerap memakai teknik
berbicara seperti ini. Dengan memakai bentuk percakapan - bukan hanya dengan
cerita - Lukas membuat pembaca merasa seolah-olah ikut hadir di situ. Dan
pada saat tertentu ajakan akan terasa ditujukan bagi pembaca juga.

Yang hadir dalam pembacaan Injil Misa fajar bisa pula merasakannya. Dan bila
itu terjadi, warta petikan Injil Misa Fajar akan menjadi makin hidup. Orang
diajak para gembala yang telah menyaksikan kebesaran Tuhan untuk ikut pergi
mencarinya "di Betlehem", di tempat yang kita semua tahu, yang dapat
dicapai, bukan di negeri antah-berantah. Warta Natal Lukas tak lain tak
bukan ialah pergi mendapati dia yang lahir di tempat yang bisa dijangkau
siapa saja - di "Betlehem" - boleh jadi dalam diri orang yang kita cintai,
boleh jadi dalam kehidupan orang-orang yang kita layani, dalam diri
orang-orang yang membutuhkan kedamaian, atau juga dalam diri kita sendiri
yang diajak ikut menghadirkannya. Ini bisa memberi arah baru dalam
kehidupan. Betlehem bisa bermacam-macam wujud dan macamnya, namun satu hal
sama. Di situlah Tuhan diam menantikan orang datang menyatakan simpati
kepada-Nya. Adakah perkara lain yang lebih menyentuh?

INJIL MISA SIANG: Yoh 1:1-18

Pembukaan Injil Yohanes ini sarat dengan makna. Dikatakan dalam kedua ayat
pertama "Pada mulanya adalah Firman dan Firman itu bersama-sama dengan
Allah. Dan Firman itu adalah Allah. Ia pada awal mulanya ada bersama dengan
Allah" (Yoh 1:1-2). Guna memahaminya, orang perlu mengingat Kisah Penciptaan
menurut tradisi dalam Kej 1:1-2:4a. Di situ dikisahkan bahwa pada awalnya
Tuhan menjadikan terang dengan memfirmankannya. Firman-Nya (yakni "jadilah
terang!") menjadi kenyataan, yakni terang. Dan begitu selanjutnya hingga
ciptaan yang paling akhir, yakni umat manusia (dengan memakai gaya bahasa
merismus "laki-laki dan perempuan") yang diberkati dan diberi wewenang
mengatur jagat ini sebagai wakil Tuhan Pencipta sendiri.

Terjemahan ay. 1 "Dan Firman itu Allah" ialah terjemahan harfiah kalimat
Yohanes "kai theos een ho logos". Kalimat Yunani seperti itu sebetulnya
bukan hendak menyamakan Firman dengan Tuhan. Alih bahasa yang lebih dekat
dengan maksud Yohanes boleh jadi demikian: "keilahian itu adalah Firman".
Kata "theos" dipakai tanpa artikel atau kata sandang di sini tampil dalam
arti keilahian. Pemakaian seperti ini maksudnya untuk menekankan bahwa yang
sedang dibicarakan, yakni Firman itu memiliki bagian dalam keilahian. Dengan
demikian juga hendak dikatakan bahwa keilahian yang kerap terasa jauh dan
menggentarkan belaka itu kini mulai dekat dan dapat didengarkan, membiarkan
diri dimengerti, dikaji, dipikir-pikirkan, dan dengan demikian ikut di dalam
kehidupan manusia. Itulah maksud Yohanes. Oleh karena itu, juga tidak
mengherankan bila dalam Yoh 1:3 ditegaskan tak ada yang ada di jagat ini
yang dijadikan tanpa Firman. Tak ada yang tak berhubungan denganNya.
Hubungan ini tetap ada sekalipun dianggap sepi, disangkal, tidak
diperhatikan. Selanjutnya, dalam ay. 4 ditegaskan bahwa ia itu kehidupan dan
kehidupan itu adalah terang bagi manusia. Dalam Kisah Kejadian tadi, terang
menjadi ciptaan pertama yang mendasari semua yang ada.

Bagi Yohanes, kata "dunia" (ay. 9, 10) mengacu pada tempat beradanya
kekuatan-kekuatan gelap yang melawan kehadiran ilahi (lihat ay. 5). Ke
tempat seperti inilah terang ilahi tadi bersinar dan terangnya tak
dikalahkan oleh kekuatan-kekuatan gelap. Yohanes menghubungkan peristiwa
kelahiran Yesus sebagai kedatangan terang ilahi ke dunia ini. Dengan latar
Kisah Penciptaan maka jelas kelahiran Yesus itu ditampilkan Yohanes sebagai
tindakan yang pertama dalam karya penciptaan Tuhan. Namun demikian, arah
tujuan pembicaraan Yohanes bukan sekadar menyebut itu. Penciptaan ini
dimaksud untuk menghadirkan Tuhan Pencipta. Bukan sebagai Tuhan yang
kehadiran-Nya harus diterjemahkan terutama dalam wujud hukum-hukum agama,
seperti hukum Taurat, melainkan sebagai Bapa yang mengasalkan kehidupan
manusia, yang menyapa manusia dengan Firman yang membawakan kehidupan.

Bagi zaman ini, akan besar maknanya bila dikatakan bahwa iman akan kelahiran
Kristus di dunia ini ialah kelanjutan kepercayaan bahwa Allah terus
menciptakan jagat beserta isinya. Firman-Nya kuat. Terangnya tak terkalahkan
meskipun banyak yang menghalangi. Artinya, yang menganggap ciptaan ini buruk
dan gelap belaka dan memperlakukannya dengan buruk boleh jadi sudah mulai
memisahkan diri dari Dia, sumber terang itu sendiri, dan akan tersingkir
sendiri. Tetapi mereka yang percaya bahwa jagat ini dapat menjadi baik dan
ikut mengusahakannya sebetulnya memilih ada bersama Dia.

Salam hangat,
A. Gianto

Injil Minggu Adven IV C 2012

Injil Minggu Adven IV tahun C 2012(Luk 1:39-45)

DARI PERSPEKTIF LAIN!

Dalam Luk 1:39-45 (Injil  Minggu Adven IV tahun C) diceritakan kunjungan Maria kepada Elisabet. Sekilas, kisah ini terjadi sebagai pertemuan antara kedua tokoh itu. Namun bila ditengok lebih dalam, ada dua tokoh penting lain, yakni Yohanes dan Roh Kudus. Tanpa mereka ini, ceritanya tidak akan utuh lagi. Manakah tafsir yang membantu? Kita ikuti pembicaraan dua orang yang berusaha mendalami petikan itu.

MAKNA KUNJUNGAN MARIA

HAR: Sedang menyiapkan ulasan episode kunjungan Maria ke Elisabet?

GUS: Iya. Tapi belum jelas mana nih yang mesti ditekankan: Maria-kah, Elisabet-kah atau Yohanes yang ada dalam kandungan, atau Roh Kudus. Masing-masing kan dapat dianggap berperan sebagai tokoh utama dalam peristiwa itu

HAR: Betul! Boleh jadi bisa mulai dengan Maria seperti teks Injil sendiri. Banyak dapat dikatakan tentang perjalanan Maria mengunjungi sanaknya itu.

GUS: Paling sedikit 150 km di daerah berbukit-bukit harus ditempuhnya. Gadis hebat ini berani berjalan sejauh itu ... untuk menyaksikan yang diperbuat Tuhan kepada sanaknya, Elisabet, yang kini sudah mengandung enam bulan pada usia lanjut, seperti dikabarkan oleh malaikat Gabriel (Luk 1:36).

HAR: Tapi maknanya bisa berbeda-beda. Boleh jadi Maria memang bermaksud menyaksikan apa benar kata-kata malaikat dalam Luk 1:37 bahwa tak ada hal yang tak mungkin bagi Tuhan. Namun bisa pula dikatakan, Maria menempuh perjalanan itu agar makin dekat dengan Tuhan yang sungguh bekerja dalam diri Elisabet.

GUS: Pembedaan ini menarik! Memang perjalanan itu menegaskan kebenaran kata-kata malaikat. Tetapi dari sisi lain, perjalanan itu juga ziarah Maria mendekati misteri kehadiran ilahi. Dua sisi ini sama-sama berdasarkan kepercayaan yang tebal, tetapi dunia makna yang tampil berbeda. Mungkin dari segi sensitivitas perempuan, yang kedua itu lebih menyapa.

HAR: Ya, dan ini juga jelas dalam madah Elisabet. Ayat 42-43 mengutarakan siapa Maria itu: perempuan yang paling beruntung ("terberkati") karena menjadi jalan kedatangan Tuhan ke dunia! Ayat 45 memuji kekuatan imannya ("berbahagialah ia yang percaya") yang memungkinkan Sabda Tuhan menjadi kenyataan.

GUS: Di situ justru Elisabet-lah yang memungkinkan Maria menjalankan perannya.

HAR: Setuju. Lalu bagaimana mengenai Yohanes dan Roh Kudus?

GUS: Teringat kata-kata Santo Ambrosius, betul Elisabet-lah yang pertama-tama menerima salam, namun yang lebih dulu menanggapi ialah Yohanes yang masih ada dalam kandungannya. Ia serta merta "mengenali" kehadiran Juru Selamat. Dan dengan melonjak kegirangan ia membuat Elisabet ikut memahami karya Tuhan dalam diri Maria. Lukas menyebut Elisabet "dipenuhi Roh Kudus" yang membuatnya bersaksi mengenai siapa Maria itu.

HAR: Memang dengan cara ini kita memandangi berganti-ganti keempat tokoh itu. Masing-masing memberi makna pada kunjungan itu.

SEKALI LAGI YOHANES PEMBAPTIS

Bacaan Injil dari Minggu Adven I dan II yang lalu berkisar pada Yohanes Pembaptis. Pada kesempatan ini, ia juga tampil walaupun sebatas hubungannya dengan Elisabet. Menurut Injil Lukas, sejak dalam kandungan ia terpilih menjadi orang yang merintis jalan bagi kedatangan Tuhan. Di sinilah pertama kali Yohanes menjalankan peran itu. Sewaktu memberi tahu Zakharia bahwa ia akan mendapat keturunan, malaikat Gabriel menegaskan bahwa anak itu akan "penuh Roh Kudus sejak dari rahim ibunya dan akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan" (Luk 1:15). Dalam petikan dari Luk 1:39-45dinyatakanlah kebenaran hal itu. Siapakah orang pertama yang "berbalik kepada Tuhan"? Tak lain tak bukan adalah Yohanes sendiri. Ia langsung mengenali hadirnya Tuhan. Inilah gambaran ideal orang yang betul-betul telah berbalik kepada Tuhan. Oleh karena itu, ia dapat mewartakan tobat kepada banyak orang. Juga jelas adanya unsur kegembiraan. Ia melonjak kegirangan di dalam rahim ibunya. Dan kegembiraan ini menjalar ke orang-orang yang ada di sekitarnya. Pertama-tama, seperti dalam petikan ini, kepada Elisabet, kemudian kepada Zakharia (Luk 1:64; juga kidung Zakharia Luk 1:67-79), dan akhirnya juga ke orang-orang yang berdatangan kepadanya minta dibaptis seperti diulas di bawah judul-judul sebelumnya.

SUDUT PANDANG PEREMPUAN

Pembicaraan berikut ini agak lain dari yang lain. Anggap saja tamasya ke alam kritik sastra yang peka masalah jender ("gender") belakangan ini mulai berpengaruh di dunia tafsir Kitab Suci, juga di beberapa kalangan di Indonesia. Maklum, di sana sini Injil Lukas memang menonjolkan sensitivitas dari kalangan perempuan, khususnya dalam Kisah Masa Kanak-Kanak. Versi Matius lain; di situ tokoh Yusuf-lah yang ditonjolkan dan di sana sudut pandang kaum lelakilah yang tampil.

Tafsir dari segi sensitivitas perempuan tidak mudah, juga bagi penafsir yang wanita. Butuh pengalaman membaca. Namun demikian, bila pernah berjumpa dengan karya sastra yang ditulis dari sudut pandang perempuan (tidak perlu oleh wanita), orang akan mulai menikmati kekayaannya. Tentunya banyak yang kenal puisi "Padamu Jua" karya A. Hamzah atau roman Kalau Tak Untung dari Selasih, atau Kehilangan Mestika karangan Hamidah, atau Pada Sebuah Kapal tulisan N.H. Dini atau juga Pengakuan Pariyem-nya Linus Suryadi. Banyak karya dalam khazanah sastra Indonesia seperti itu akan lebih bermakna bila dibaca dalam perspektif perempuan. Apa itu? Ringkasnya, khusus bagi karya-karya yang disebut di atas, pengalaman "diperalat" dan "dipermainkan" amat menonjol. Oleh siapa? Tidak begitu dilacak. Bahkan pertanyaan itu tidak relevan. Yang disorot ialah penderita dan penderitaannya, bukan penyebabnya. Dalam perspektif ini, merasa "diperalat" dan "dipermainkan" itu diterima sebagai pengalaman pokok dalam kehidupan. Persoalannya bukanlah bagaimana melepaskan diri dari belenggu penderitaan itu ("emansipasi"), melainkan bagaimana tetap hidup dengannya dan mencoba memelihara secercah harapan untuk berjalan terus kendati apa pun yang terjadi. Akan terasa hambar bila karya-karya itu dibaca dengan menanyakan manakah pemecahan soalnya. Cara membaca seperti itu termasuk dalam "perspektif lelaki". Memang banyak karya yang lebih cocok dibaca dengan perspektif lelaki, misalnya Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisjahbana meskipun dua tokoh utamanya perempuan. Mereka hanya corong dua sikap mengenai masa depan kemanusiaan menurut pengarangnya. Begitu juga Belenggu karya A. Pane. Nasib tokoh-tokohnya berjalan sesuai dengan aturan-aturan penalaran khas lelaki. Belenggu patah karena Kartono, Tini, dan Yah memutuskan untuk tidak saling berhubungan lagi - ini perspektif lelaki, bukan perempuan. Juga karya-karya besar Pramoedya, semuanya berkembang dalam perspektif lelaki, tak peduli apakah mereka wanita atau pria.

Kembali ke kisah Elisabet dan Maria. Dalam perspektif perempuan, akan terasa bahwa kedua tokoh itu sebetulnya orang-orang yang kehidupannya "dikesanakemarikan" dan "dipermainkan" tanpa sadar oleh siapa dan dengan alasan mana. Elisabet tergolong orang yang "kena aib"; ia tidak dapat memberi keturunan kepada Zakharia. Sama dengan Hana, yang bakal melahirkan Samuel. Juga Sarai, istri Abraham. Tapi kini Elisabet mengandung pada hari tua, begitu pula tokoh-tokoh lain itu. Tak wajar! Sudah bertahun-tahun Elisabet hidup tenang dalam golongan "kaum kena aib", kok sekarang dibuat mengandung! Dipermainkan! Maria lebih runyam lagi. Ia diberi tahu akan melahirkan sebelum menjadi istri Yusuf. Ini tak terterima. Malangnya, tak ada kemungkinan keadaan berbaik justru karena yang bakal memperbaikinya malah ikut melawan. Yusuf tidak berlaku menurut adat yang wajar, yakni menjauhi Maria. Alhasil Maria tetap sebagai "tunangannya yang sedang mengandung" seperti tersurat dalam Luk 2:5 ketika mereka pergi mendaftarkan diri ke kota Daud. Tak masuk akal! Umur tua tidak membuat Elisabet makin hidup tenang. Ini kendala yang dialami perempuan. Namun demikian, mereka hidup terus dan bertahan. Mereka saling menguatkan dengan saling membicarakan kehidupan mereka. Kita ingat kumpulan ibu-ibu sepenanggungan yang ada di paroki. Dengan saling berbagi pengalaman dan penderitaan, masalah yang besar menjadi tidak lagi mengusik. Malah menurut Lukas di situ bisa tumbuh kegembiraan. Satu detail lagi. Dari mana terbit kegembiraan itu? Dari dalam kandungan. Ini khas perspektif perempuan. Dan apa yang dilihat sebagai yang paling membuat Maria beruntung? Tak lain tak bukan "buah rahim"-nya. Sekali lagi ini khas perempuan.

MEMBIARKAN TEKS "MEKAR"

Manakah relevansi perspektif perempuan tadi bagi tafsir kisah kunjungan Maria ini? Bagi penafsir yang beranjak dari perspektif lelaki, kisah ini akan melulu tampil sebagai kunjungan maksud baik Maria yang mau membantu Elisabet dan kisah mukjizat melonjaknya Yohanes dalam kandungan. Namun demikian, dalam perspektif perempuan, muncul makna menyapa kehidupan. Aib yang paling dalam, yang menyangkut keberadaan Maria dan Elisabet sebagai perempuan, kini bertukar menjadi berkat yang muncul dari kegembiraan dan kekuatan iman. Inti kehidupan perempuan yang dalam Kej 3:16 terumus sebagai penderitaan kini menjadi jalan berkat. Bila dibaca dengan cara ini, makna cerita itu bisa mengembang, kata orang Jawa, "mekar". Bisa juga semua ini dilakukan tanpa acuan pada perspektif "perempuan" lawan "lelaki", tetapi dengan kepekaan yang membuat teks makin hidup. Kerangka teori hanya membantu, bukan mengganti perjumpaan dengan teks dan kehidupan.

Injil kali ini mengajak orang membiarkan diri menjadi seperti tokoh-tokoh dalam cerita itu. Masing-masing dari ketiga tokoh ini "dipenuhi Roh Tuhan" dalam cara masing-masing: Yohanes Luk 1:15; Maria Luk 1:35; dan Elisabet Luk 1:41. Memberi ruang kepada Roh Tuhan menjadi persiapan paling cocok untuk menyongsong kedatangan Penyelamat,


Salam hangat,
A. Gianto

Injil Minggu Adven III C 2012

Injil Minggu Adven III C 16 Des 2012 Luk 3:10-18

LANGKAH-LANGKAH PEMBARUAN HIDUP

Dalam Injil yang dibacakan bagi kesempatan ini, yakni Luk 3:10-18, dikisahkan bagaimana orang-orang yang datang kepada Yohanes Pembaptis berharap dapat membarui diri. Ter­ung­kap dalam beberapa ayat sebelumnya (ay. 7-9) kecaman keras Yohanes Pembaptis terhadap mereka yang disebut­nya "keturunan ular berbisa". Mereka diperingatkan agar jangan melamun akan luput dari murka pada akhir zaman nanti. Bahwasanya mereka lahir sebagai keturunan Abraham sama sekali bukan jaminan. Jalan satu-satunya agar selamat ialah bila mereka menghasilkan buah yang baik. Bila tidak, mereka ibarat pohon yang akan ditebang dan dimusnahkan dengan api.

"NYEPI" KE PADANG GURUN

Mendengar kata-kata Yohanes tadi, orang-orang mulai gelisah lalu minta dibaptis olehnya sambil menyatakan niat mau memperbarui diri. Waktu itu baptisan lazim dilakukan sebagai ungkapan niat membarui diri di hadapan seorang guru yang dihargai. Ada macam-macam kelompok: orang kaya, pemungut cukai, dan tentara. Meskipun termasuk "kaum terhormat" dalam masyarakat, mereka sering dianggap sudah terlampau jauh terpisah dari kehidupan orang Yahudi yang beragama. Mereka dinilai sebagai kaum egois, orang-orang kemaruk dan kawanan pemeras. Namun demikian, dalam Injil Lukas digambarkan bagaimana orang-orang yang biasanya dianggap sudah tak tertolong lagi itu masih mempunyai kesempatan. Ingat perumpamaan anak yang hilang tetapi kembali (Luk 15:11-32), perumpamaan pemungut cukai yang dengan tulus mengakui keberdosaannya (Luk 18:9-14), Zakheus yang ikhlas mengamalkan separo miliknya (Luk 19:1-10). Mereka ditonjolkan Lukas sebagai orang-orang yang dengan rendah hati bertanya "Apakah yang harus kami perbuat?" Pertanyaan ini juga sering timbul dalam lubuk hati banyak orang, juga dalam batin kita.

Cara-cara memperbaiki diri yang dianjurkan Yohanes sejalan dengan kehidupan masing-masing. Yang serba berkecukupan dianjurkan berbagi kelebihan dengan orang lain, yang mem­punyai wewenang menarik pajak hendaknya belajar berlaku jujur, yang memiliki kekuasaan, senjata, dan organisasi dapat belajar agar tidak mempraktekkan kekerasan. Tidak pada tempatnya mengkhotbahkan secara harfiah anjuran-anjuran Yohanes itu. Keadaan masyarakat berbeda-beda dari zaman ke zaman dan dari tempat ke tempat. Tetapi tak meleset bila dikatakan anjuran Yohanes itu membuat orang berpikir bahwa kedudukan dan kekuasaan tak dapat dilepaskan dari kewajiban untuk menjalankannya sesuai dengan maksud kedudukan itu, begitu pula kelebihan material menuntut pengamalan, bukan penimbunan belaka. Inilah prinsip penalaran moral yang berlaku di mana-mana dan kapan saja.

Namun demikian, penalaran seperti di atas belum tentu membawa perubahan dalam diri orang secara menyeluruh. Orang perlu sejenak meninggalkan kebisingan hidup dan menemukan ketenangan batin. Mereka yang mendengarkan Yohanes Pembaptis itu datang ke padang gurun untuk "nyepi" ke daerah Yordan, meninggalkan Yerusalem yang inggar- bingar dan penuh kezaliman ("Ierousaleem" katakan saja mudahnya "Yeru-zalim") untuk melihat prospek kembali ke Yerusalem yang jadi tempat keselamatan ("Hierosolyma" - mudahnya - "Yeru-syalom"). Di situ orang boleh berharap mendapat pertolongan kekuatan-kekuatan ilahi yang diimbau Yohanes Pembaptis dan menjadi peka mendengarkan isyarat ilahi. Dalam suasana seperti inilah ajakan untuk memperbaiki diri akan lebih merasuki batin dan budi. Kekuatan-kekuatan ilahi itulah yang akan meluruskan batin orang dan menimbun lubang-lubang yang biasanya membuat batin orang tak rata, yang "nggronjal". Pertobatan yang sungguh baru bisa terjadi bila berawal dalam suasana kesunyian yang sarat dengan kehadiran ilahi. Ini pertobatan yang menghadirkan Tuhan.

Bisa ditengok bacaan pertama Minggu Adven III tahun C ini, yakni Zef 3:14-18a. Di situ terungkap bagaimana Tuhan menghibur kota Yerusalem yang kini tinggal reruntuh­an belaka akibat penyerbuan Nebukadnezar. Seperti jelas dalam 13 ayat yang mendahuluinya, malapetaka ini dipahami sebagai hukuman bagi kelakuan buruk umat sendiri. Tetapi keadaan sudah berubah. Tuhan kini berbalik mengasihani umat-Nya dan berjanji akan berada kembali di tengah-tengah mereka. Ia akan mengumpulkan mereka yang tercerai-berai. Yerusalem dan penduduknya diimbau agar tidak lagi bersedih. Kebe­sarannya akan pulih. Harapan hidup kembali. Tuhan akan mendatangi kota suci-Nya dan tinggal di sana lagi. Iman ini tum­buh pada zaman setelah pembuangan dan tetap hidup dalam masa Perjanjian Baru. Injil-Injil, khususnya Lukas, memakainya dalam wujud pola perjalanan Yesus menuju ke Yerusalem - dia itulah Raja yang dinanti-nantikan orang, dia itulah Penyelamat yang diharap-harapkan datang ke kota sucinya.

LANGKAH-LANGKAH PEMBARUAN HIDUP

Dalam Injil bagi Minggu Adven II tahun C yang lalu kita mendengar Yohanes mewartakan baptisan tobat demi pengampunan dosa (Luk 3:1-6). Ia mendekatkan orang kepada kekuatan-kekuatan ilahi yang memberi hiburan dan karena itu orang dapat mulai berharap dan mencari arah baru yang segar. Orang baru bisa berharap bila pernah mengalami penghiburan bahwa ada kemungkinan untuk itu. Warta Kitab Suci menekankan adanya penghiburan dari atas sebagai dasar harapan sejati. Ini landasan bagi teologi harapan yang kukuh dan yang dapat nyata-nyata menolong orang.

Memang tidak dapat disangkal adanya unsur jeri dan jera. Dalam tahap tertentu kekuatan-kekuatan ilahi itu bukan hanya pesona yang menghibur, tetapi juga membuat orang tergetar. Perjumpaan dengan Yang Ilahi sering dialami orang sebagai yang mengejutkan, sebagai keberdosaan yang menyakitkan, yang mencemaskan. Kecaman keras yang sebelumnya diutarakan Yohanes dalam Luk 3:7-9 menyadarkan orang akan dimensi ini. Akan tetapi, kata-kata tajam Yohanes itu ditujukan bagi orang yang sudah mulai mencari arah baru, dengan kata lain, sudah mulai "bertobat". Mereka itu sudah terhibur dan memiliki harapan.

Tahapan selanjutnya ialah sikap bertanya "Apa yang harus dikerjakan?" (Luk 3:10.12.14) seperti terungkap dalam Injil kali ini. Orang mau belajar mengubah diri, belajar memperhatikan sesama, belajar berlaku adil dan lurus. Keinginan inilah yang menjadi kenyataan hadirnya kekuatan-kekuatan ilahi yang datang mempersiapkan dan meluruskan jalan seperti kata-kata Yesaya yang dikutip dan diterapkan Lukas dalam bacaan Injil pada ulasan Injil Minggu lalu. Inilah kekuatan-kekuatan moral yang bakal menjinakkan kecenderungan serakah, main kuasa, curang ... dan pelbagai kenyataan buruk di dunia ini yang menjadi bagian kehidupan manusia. Bila terjadi, mulai jelaslah makna anjuran Yohanes agar orang memberikan sehelai dari "dua helai baju" kepada orang yang tak mempunyainya.

Ada pasang surut dalam tahap-tahap tadi. Ini deskripsi, bukan evaluasi terhadap pengalaman. Pengalaman membawa kita maju bila digambarkan dan dimengerti, bukan bila dinilai begini atau begitu menurut seperangkat ukuran yang sudah lazim dipakai. Kepekaan mengenai hal ini amat berguna dalam bimbingan rohani dan pelayanan pastoral pada umumnya.

MENGAJAK ORANG BERTANYA

Dalam konteks Injil Lukas, orang-orang yang datang ke Yohanes itu sebenarnya orang-orang yang sudah maju jauh. Banyak ahli tafsir yang melihat tokoh Yohanes Pembaptis beserta pengikutnya sebagai kaum rahib yang menjauhi hidup di Yerusalem dan menyepi di padang gurun. Kita banyak mendengar mengenai kelompok-kelompok seperti itu: kaum Ebioni, kaum Eseni, dan kaum rahib dari pertapaan Qumran.

Bagaimana menerapkan gagasan di atas bagi keadaan yang berbeda, bagi umat yang tidak hidup dalam suasana pertapaan seperti itu, bagi orang-orang yang belum melangkah ke pertobatan seperti orang-orang yang datang ke Yohanes Pembaptis itu? Tak banyak faedahnya memakai mimbar khotbah untuk mencela sikap-sikap atau contoh-contoh kejahatan dan kedosaan. Salah-salah malah akan menjauhkan orang dari Gereja. Lebih mudah diterima bila dijelaskan bahwa bertobat dapat mulai dengan membangun sikap tidak mengalah kepada ketidaksempurnaan dalam kehidupan ini. Sikap yang paling berlawanan dengan pertobatan ialah takut, tak berbuat apa pun. Yohanes Pembaptis mengajarkan sikap tidak menerima begitu saja bengkak-bengkoknya jagat ini yang mempengaruhi dan membentuk kehidupan. Dalam pandangan Lukas, sang Pembaptis menyerukan kekuatan-kekuatan dari atas sana untuk mengalahkan daya-daya yang tidak lurus tadi. Sekali lagi sikap "nyepi" dapat membantu orang membiarkan diri disertai kekuatan-kekuatan tadi sambil menjauhi kebisingan daya-daya jahat.

SPIRITUALITAS PELAYAN SABDA: Luk 3:15-18 Yohanes Pembaptis itu pewarta kedatangan sang Penyelamat. Pelayanannya juga khas. Ia menyiapkan orang agar makin ingin berjumpa dengan Tuhan sendiri. Pelayanan seperti inilah yang menjadi dasar kerohanian para pelayan sabda. Juga di masa kini. Dan lebih dalam lagi. Ketika orang mulai menduga-duga apakah dia itu sang Mesias sendiri, Yohanes menegaskan dirinya bukan Dia yang dinanti-nantikan. Ia mengatakan tak pantas melepaskan tali kasut Mesias sekalipun. Ungkapan ini berlatar yuri­dik dan artinya "mengklaim" harapan umat. Maklum, melepaskan tali kasut di sini berhubungan dengan praktek menunjukkan alas kaki kepada pihak yang boleh memandang pembawa alas kaki itu mewakili secara sah pemilik yang tak hadir secara fisik. Ini praktek yuridik tradisional yang dikenal di pelbagai tempat dan sering dipakai dalam upacara nikah per procura. Yohanes tidak merasa pantas menjadi wakil yang sah sekalipun dari Yesus. Jadi, ungkapan itu bukan ungkapan basa-basi saleh, melainkan ungkapan yuridik. Ia menyatakan diri sama sekali tak memiliki hak mengukuhi umat Tuhan. Lalu siapakah Yohanes Pembaptis itu? Menurut Lukas, dia itu suara di padang gurun, di kesunyian, suara yang memperdengarkan kehadiran Tuhan dan mengajak kekuatan-kekuatan ilahi menyiapkan orang agar mampu menerima Tuhan sendiri. Yohanes Pembaptis bergerak dalam senyapnya awang-uwung yang sarat dengan kekuatan-kekuatan ilahi, tetapi ia juga bisa didengar oleh orang-orang yang hidup dalam kebisingan sehari-hari.

Salam hangat,
A. Gianto

Injil Minggu Adven II C

Adven C II (Luk 3:1-6)
09 Desember 2012

MENYONGSONG DIA

Dalam Luk 3:1-6 dikisahkan bagaimana Yohanes Pembaptis mewartakan baptisan tobat. Petikan Injil ini dibacakan pada hari Minggu Adven II tahun C bersama dengan kitab Barukh 5:1-9 yang menyerukan agar orang menang­galkan pakaian berkabung dan  berbesar hati karena mereka akan dekat kembali dengan Allah. Kedua bacaan ini berusaha meyakinkan orang agar tidak lagi hidup dalam kegelisahan dalam menyongsong kedatangan Tuhan. Bila dalam Minggu Adven I tahun C kita diajak melihat kelahiran Yesus di Betlehem dengan teropong kedatangan Anak Manusia di akhir zaman, dalam Minggu Adven II tahun C kita didorong melangkah maju lebih lanjut dengan bantuan Yohanes Pembaptis. Karena perannya sedemikian besar, marilah kita coba lebih mengenalnya.

WARTA BAPTISAN TOBAT

Yohanes mewartakan baptisan di seluruh kawasan Yordan sebagai tanda "tobat". Orang yang menerima baptisan ini akan mendapat pengampunan dosa (Luk 3:3). Baptisan yang diwartakan Yohanes ini disebut baptisan tobat (lihat juga Mat 3:2-11; Mrk 1:4-6), artinya baptisan yang menandai tekad untuk membuka lembaran baru dalam kehidupan. Dalam alam pikiran Kitab Suci, bertobat itu upaya untuk menanggalkan pikiran-pikiran yang mengekang batin dan membiarkan diri dibawa oleh kekuatan ilahi. Memang untuk bertobat dengan arti ini perlu ada dorongan yang membesarkan hati. Jadi, gagasan utama bertobat tidak sama dengan yang dikenal dalam pembicaraan sehari-hari, yakni kapok dari berbuat dosa dan kesalahan. Bukan itu, meskipun "jauh dari dosa" memang nanti menjadi buah dari tobat yang sungguh. Lha, lalu apa yang pokok? Ya, seperti di atas: membiarkan diri dipimpin Tuhan, tak usah lagi gelisah. Biasanya dalam Kitab Suci tobat terjadi sebagai perubahan dari sikap hidup murung dan rasa terganjal menjadi lega dan leluasa. Itulah yang juga dikemukakan dalam bacaan dari kitab Barukh 5:1-9.



MENGAPA Yes 40:1-2 TIDAK DIKUTIP LUKAS?

Lukas mengutip Yes 40:3-5. Tidak dikutip dua ayat sebelumnya yang erat hubungannya, yakni: "Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Tuhan, tenangkan hati Yerusalem ... kesalahannya telah diampuni ...!" Ada tiga catatan. (1) Ayat 1-2 itu tidak dikutip Lukas dan sebagai gantinya ia berbicara mengenai Yohanes Pembaptis dalam Luk 3:3: "Lalu datanglah Yohanes ke seluruh daerah Yordan dan memberitakan baptisan tobat untuk pengampunan dosa". Coba jajarkan ayat ini dengan Yes 40:1-2. Akan jelas bahwa Lukas bermaksud mengaktualkan suruhan Tuhan menghibur tadi dalam wujud tindakan Yohanes Pembaptis. Seruan Yohanes mengenai baptis tobat untuk penghapusan dosa mesti dipahami dalam konteks seruan menghibur dalam Yesaya tadi. (2) Makna dasar kata-kata Ibrani yang biasa diterjemahkan sebagai "Hiburkanlah umat-Ku!" itu sebenarnya "Ubahlah cara umat-Ku memandang hal-hal!" Akan tetapi, dalam konteks kegelisahan, tentu saja perubahan cara berpikir baru terjadi dengan penghiburan. Gagasan beralih dari sedih ke merasa betul terhibur itulah yang menjadi kenyataan "bertobat". (3) Perintah menghibur itu difirmankan oleh Tuhan kepada siapa? Kepada para penghuni surga, kepada kekuatan-kekuatan ilahi yang menyertai orang yang percaya. Mendengarkan warta Pembaptis sama dengan membiarkan diri dihibur oleh kekuatan ilahi yang datang dari Tuhan sendiri dan buahnya juga sama: dosa dihapus. Perkara yang mengganjal hubungan Tuhan dengan manusia dilepaskan. Oleh karena itu, dulu umat dapat berjalan terus menuju tanah terjanji, dapat kembali dari pengasingan. Dan kini dengan penghiburan tobat itu orang akan dapat menyongsong kedatangan Penyelamat. Lukas lebih dalam lagi. Yohanes Pembaptis kini digambarkan sebagai yang sedang berseru di padang gurun kepada "rekan-rekan" penghuni surga agar mereka mempersiapkan dan meluruskan jalan bagi Tuhan. Ini cara Lukas mengaktualkan nubuat Yesaya! Itu semua agar orang melihat dengan jelas kedatangan Tuhan yang sebentar lagi tengah-tengah manusia. Gereja diberkati Tuhan dengan adanya orang-orang yang membaktikan diri bagi hidup rohani. Dalam banyak arti, mereka itu akrab dengan daya-daya ilahi yang ada di atas sana dan yang dapat menolong orang. Dalam ajaran Gereja, daya-daya itu dialami sebagai rahmat. Mereka yang akrab dengan daya-daya ilahi itu da­pat menggapai rahmat untuk menghibur dan mengajak "tobat" umat agar nanti bisa melihat dia yang datang itu. Warta tobat dalam Masa Adven ialah warta yang membawa penghiburan.

YOHANES DAN IMAN PERJANJIAN LAMA

Yohanes berada di ambang era baru walaupun tetap berpijak pada tradisi kepercayaan leluhurnya. Manakah unsur-unsur dalam tradisi itu yang memungkinkan Yohanes menempuh jalan baru ini? Marilah kita dengarkan pembicaraan antara Yohanes dengan ayahnya....

ZAKHARIA: Nak, kau diberitakan Lukas sebagai suara orang yang berseru-seru di padang gurun seperti yang diutarakan Yesaya. Apa tidak merasa memikul beban berat?

YOHANES: Bapak ini kuno, dari orde Perjanjian Lama. Saya sudah termasuk Perjanjian Baru.

ZAKHARIA: Anak muda, sok tahu!

YOHANES: Ah, Bapak mau nyuruh apa?

ZAKHARIA: Kau mesti berusaha memahami Yes 40:3-5 yang dikutip Luk 3:4-6 dengan baik dulu. Apa tahu maksud Yesaya dengan suara yang berseru-seru itu dan kepada siapa seruan itu ditujukan?

YOHANES: Lukas mengatakan bahwa semua yang kukerjakan membaptis orang sebagai tanda tobat merupakan hal yang sudah diramalkan jauh-jauh oleh Yesaya, tidak macam-macam.

ZAKHARIA: O, Nak, tafsirmu terus terang masih terlalu hijau dan keburu-buru. Kalau mau serius, mesti paham dulu bahwa yang dimaksud Yesaya dengan suara yang berseru-seru itu ialah siapa saja yang betul-betul dekat dengan Tuhan seperti umat zaman eksodus dulu dekat dengan-Nya selama di padang gurun.
YOHANES [melongo]:  Wah, ndak kepikir alusinya ke zaman dulu, bukan ke zaman depan. Lalu ramalannya bagaimana?

ZAKHARIA [tersenyum puas]: Nah, baru mulai mengerti perkaranya kan! Nabi Perjanjian Lama meramalkan sesuatu ke masa depan atas dasar peristiwa penting yang pernah terjadi di masa lampau. Ini prinsip nubuat nabi-nabi, bukan asal-asalan saja. Tafsirnya ya mesti ingat itu.

YOHANES: Baiklah kalau begitu. Jadi, dasarnya peristiwa Tuhan memimpin umat-Nya keluar dari Mesir dan tentunya bila perlu Ia akan bertindak seperti itu lagi.

ZAKHARIA: Nah, kau baru mengerti kan sekarang!

YOHANES: Lha, seruan "persiapkan dan luruskan jalan" itu ditujukan kepada siapa?

ZAKHARIA [sambil menepuk-nepuk bahu anaknya]: Gini lho, jangan heran, seruan itu ditujukan kepada semua penghuni surga dan semua kekuatan-kekuatan yang ada di langit sana. Diserukan agar mereka mempersiapkan dan meluruskan jalan bagi Tuhan yang akan memimpin umat masuk ke tanah terjanji. Alusi ke eksodus dulu ini diterapkan Yesaya ke peristiwa kem­bali­nya umat dari pembuangan dari Babilonia. Ada eksodus baru, tapi Tuhan dan kekuatan-kekuatan surga yang samalah yang bakal memimpin umat. Lukas paham hal ini, dan seperti Yesaya, ia menerapkan peristiwa besar di masa lampau itu ke depan, ke masa kini.

YOHANES: Wah, hebat nih!

ZAKHARIA: Paham kan? Sekarang pikirkan dirimu. Lukas menerapkan suara yang berseru di padang gurun itu kepadamu. Kau bisa dan wajib menggugah para penghuni surga untuk menyiapkan kedatangan kembali Tuhan.

WARTA YANG MENYEGARKAN

Umat diajak agar berani menanggalkan sikap menghukum diri dan membiarkan diri dituntun Allah sendiri agar dekat kepadaNya kembali. Keyakinan ini dihidupi oleh orang-orang saleh menjelang zaman Yesus. Ada gerakan kebatinan yang mengajarkan bahwa Yang Ilahi bukan lagi sebagai yang akan datang menghukum dosa-dosa melainkan sebagai Dia yang akan membawa kembali umatNya ke kebahagiaan bersamaNya. Kehidupan serta tindakan Yohanes Pembaptis menjadi kesaksian akan warta tadi. Ia mengajak orang melihat ke arah lain, ke arah datangNya Dia yang akan mengajar umat merasakan kasihNya. Inilah pertobatan yang diperkenalkan kepada orang-orang pada zamannya. Iman sedalam dan seberani itu mengubah gambaran mengenai Yang Ilahi sendiri. Ia bukan lagi yang jauh, melainkan yang mau mendekat dan peduli akan manusia dengan segala kelemahannya. Ia bukan lagi yang menuntut pertanggungjawaban, melainkan yang datang menguatkan manusia sehingga mampu hidup terus kendati kerapuhannya.

Salam,
A. Gianto