Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Injil Minggu Biasa XXI C

Injil tgl 25 Agustus 2013 (Luk 13:22-30)

Rekan-rekan yang baik!

Pada awal Injil Minggu Biasa XXI tahun C (Luk 13:22-30) dikisahkan Yesus
mengajar dari kota ke kota dan wilayah di sekitarnya dalam perjalanannya
menuju ke Yerusalem. Di sini nama kota ini dieja sebagai "Hierosolyma" -
seperti dalam 19:28 ketika arah perjalanan ini disebut untuk terakhir
kalinya - dan dengan demikian digarisbawahi sisi kota yang menerima
kedatangannya. (Bandingkan dengan ejaan "Ierousaleem" dalam Luk 9:51, kali
pertama kota itu disebut sebagai arah perjalanan Yesus. Ejaan ini dipakai
mengisyaratkan kota yang tidak bersedia menerima kehadirannya.) Jadi dalam
konteks perjalanan ke arah Yerusalem-Hierosolyma itulah Lukas mengolah lebih
lanjut ajaran Yesus mengenai bagaimana orang dapat masuk ke dalam Kerajaan
Allah. Injil Lukas menampilkan kata-kata Yesus tadi kepada orang yang sudah
bersimpati terhadap ajarannya. Bagi orang-orang yang sudah bersedia menerima
Yesus, dapatlah diungkapkan beberapa ajaran yang bakal terasa agak keras.
Mereka sudah bersama Yesus, tetapi janganlah mereka kemudian merasa terlalu
yakin bakal selamat dan menjadi alpa. Mereka diingatkan bahwa perjalanan ini
belum selesai dan agar orang dapat sampai ke sana perlu diperhatikan
beberapa hal. ("Menuju Yerusalem" dalam Luk 9:51 pernah dibicarakan
sehubungan dengan Injil Minggu Biasa XIII tahun C.) Sekaligus mereka yang
mau menjadi muridnya dihimbau agar berani bertekun berjalan bersamanya
menuju ke tempat kemuliaannya di Yerusalem nanti.


DUA MACAM PINTU

Dalam Luk 13:24-25 kiasan "pintu" dipakai untuk menggambarkan perihal
memasuki Kerajaan Allah. Dalam ayat 24 ditampilkan "pintu yang sempit",
sedangkan dalam ayat "pintu yang sudah ditutup". Intinya, jalan masuk ke
dalam Kerajaan Allah tidak mudah. Perlu ada upaya khusus. Orang harus dapat
melewati pintu yang sempit dan jangan datang terlambat dan mendapati pintu
sudah tertutup. Apakah pintu yang sempit itu sama dengan pintu yang akan
ditutup oleh tuan rumah? Bagaimana kita dapat memahami kata-kata itu?

Marilah kita periksa terlebih dahulu apakah kedua pintu itu betul-betul
pintu yang sama seperti kesan pertama ketika mendengar petikan ini.
Pembicaraan mengenai pintu sempit dalam Luk 13:24 ini mengingatkan orang
akan bagian khotbah di bukit dalam Mat 7:13-14 yang menyebutkan pintu sempit
ke arah keselamatan dan pintu lebar ke arah kebinasaan. Memang Lukas juga
mengenal bahan yang dipakai Matius ini, tapi ia hanya meneruskan kata-kata
mengenai pintu yang sempit dan tidak menyebut pintu yang lebar. Beberapa
ahli berpendapat bahwa Lukas lebih dekat dengan sumber aslinya, sedangkan
Matius menambahkan kontras dengan pintu yang lebar. Penambahan bahan dari
tradisi mengenai kata-kata Yesus seperti ini agak biasa pada Matius.
Bandingkan rumusan Bapa Kami dalam Mat 6:9-13 yang lebih panjang daripada
teks Luk 11:2-4 (Minggu Biasa XVII tahun C).

Bahan yang disampaikan dalam Luk 13:25, yaitu orang yang terlambat datang ke
perjamuan dan mendapati pintu sudah ditutup banyak kemiripannya dengan nasib
lima gadis bodoh yang terlambat menyambut mempelai dalam perumpamaan sepuluh
gadis (Mat 25:10-12) yang hanya didapati dalam Matius. Kedua Injil itu
sama-sama menyampaikan bahwa sang empunya rumah pesta tidak mengizinkan
masuk orang yang datang terlambat. Rupa-rupanya baik Matius maupun Lukas
sama-sama memakai kumpulan kata-kata Yesus yang mengatakan tak kenal pada
orang yang datang terlambat tetapi masing-masing menyampaikannya dengan
caranya sendiri. Lukas lebih ringkas dan kiranya juga lebih dekat dengan
aslinya, sedangkan Matius mengembangkannya dalam ujud perumpamaan sepuluh
gadis, lima di antaranya pintar dan lima lainnya bodoh. Bagaimanapun juga
intinya sama. Orang yang alpa dan datang terlambat akan mendapati pintu
sudah ditutup. Tuan rumah tidak akan mengizinkannya masuk

Dari perbandingan itu jelas ada dua macam kata-kata Yesus mengenai pintu,
yang pertama pintu yang sempit dan yang kedua pintu yang sudah ditutup. Jadi
bukan mengenai pintu yang sama. Matius mengembangkannya menjadi nasihat dan
perumpamaan dalam konteks yang berlainan. Lukas mendekatkan kedua-duanya
tanpa menyamakannya. Maksudnya ialah agar orang makin memikirkan peran
masing-masing pintu tadi sehubungan dengan hal memasuki Kerajaan Allah.

BERJUANG MEMASUKI PINTU YANG SEMPIT?

"Pintu yang sempit" dalam ayat 24 kerap dihubungkan dengan gambaran banyak
orang yang berdesak-desakan mau memasuki pintu tertentu. Gambaran seperti
ini timbul dari kerancuan dengan pembicaraan mengenai orang yang terlambat
masuk yang ada dalam ayat 25. Karena itu sering ada kesan orang perlu
berebut memasuki pintu sebelum ditutup. Apalagi dinasihatkan dalam ayat 24
agar orang berjuang memasuki pintu yang sempit. Tetapi gambaran itu kurang
membantu mengerti warta Injil sendiri. Uraian mengenai sumber Lukas dengan
membanding-bandingkannya dengan Matius menunjukkan bahwa pintu sempit itu
tidak sama dengan pintu yang nanti ditutup dan tidak dapat dimasuki lagi
oleh yang terlambat datang.

Kiasan pintu sempit itu dimaksudkan agar orang makin menyadari keadaan diri
sendiri bila ingin benar-benar menjadi warga Kerajaan Allah. Kata-kata
mengenai sulitnya pintu kecil ini dimasuki sebetulnya menyampaikan ajakan
agar orang berani mengecilkan diri dalam upaya memasuki Kerajaan Allah.
Orang yang membesar-besarkan diri akan sulit memasuki pintu Kerajaan Allah.
Bahkan tak mungkin melewatinya tanpa menyesuaikan diri dengan pintu itu. Di
sini ada ajaran yang dalam dan sekaligus amat nyata. Kerajaan Allah
mengajarkan agar orang tahu diri di hadapan Allah yang Mahabesar. Orang yang
mengecilkan diri akan mampu mengalami betapa besarnya Dia. Dengan demikian
Yang Ilahi itu betul-betul menjadi bagian kehidupan. Jadi pintu yang sempit
itu bukan semata-mata batu uji melainkan sebuah pengajaran. Yesus
menghimbau, "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sempit itu!"
Tentunya di sini tidak diserukan agar orang berebut melewatinya, mungkin
dengan saling menyikut atau saling menjegal, atau membuka bisnis tukang
catut jalan masuk ke pintu sempit, atau jadi preman pungutan rohani liar
untuk itu. Nasihat agar berjuang itu ajakan agar orang tekun belajar
menerima betapa diri sendiri itu kecil di hadapan Allah yang Mahabesar. Dan
bila orang berhasil menjadi kecil, pintu sesempit apapun akan dapat dilalui.

Upaya mengecilkan diri ini bukan barang asing. Macam-macam aliran ajaran
spiritualitas melatihkannya. Namanya macam-macam, askese, laku tapa, latihan
kerendahan hati, mengosongkan diri, melepaskan kekayaan, dan seterusnya.
Tujuannya sama, yakni membuat diri kecil di hadapan Dia yang Mahabesar itu.
Dan upaya ini bukan hanya dalih mencapai keselamatan melainkan menjadi
pujian bagi Dia yang sungguh besar itu. Yesus sendiri memberi contoh. Dia
makin mengosongkan diri dalam perjalanan ke Yerusalem, sampai nanti menjadi
orang yang dina, yang ditolak, disalibkan. Dan justru dengan demikian ia
memperoleh Kerajaan Allah bagi umat manusia.

PINTU SUDAH DITUTUP?

Pintu yang sudah ditutup dalam ayat 25 disampaikan sebagai ajaran agar orang
tetap berjaga-jaga. Jangan sampai orang terlalu merasa sudah aman dan
berlaku seenaknya atau malah bermain-main menikmati "kebebasan" di luar.
Kehidupan beragama sering terlalu membuat orang merasa diri terjamin, merasa
pasti akan selamat, dan oleh karena itu orang sering lalai bahwa yang
terpenting bukan asal terdaftar dan menjalankan praktek agama melulu,
melainkan menekuni keakraban dengan Yang Ilahi. Orang yang tak diizinkan
masuk protes bahwa telah makan dan minum, maksudnya pernah hidup bersama
tuan rumah. Tapi "pernah" itu tidak cukup. Bila ini terjadi, semua yang
telah dilakukan akan sia-sia belaka, termasuk hidup bersama Yesus di masa
lampau. Maka orang diperingatkan agar tetap waspada, berbudi wening dan
pandai-pandai mengenali gerak-gerik hadirnya Yang Ilahi di dalam kehidupan
ini. Bila kepekaan ini tidak tumbuh atau hilang, risikonya orang tidak lagi
akan dapat menyadari kapan Yang Ilahi itu datang menyapa dan dalam cara apa.
Orang akan mendiamkanNya. Orang yang tak bisa peduli akan kehadiran ilahi
itu akan terhukum sendiri. Orang ini akan berada di luar dan hanya menjadi
mangsa kekuatan-kekuatan jahat. Di situ akan ada tangis dan kertak gigi
belaka.

AGAMA MEMONOPOLI KESELAMATAN?

Luk 13:24-30 sebetulnya mengolah pertanyaan kepada Yesus apakah sedikit saja
yang bakal selamat (ayat 23). Yesus tidak memberi jawaban yang sudah jadi.
Ia mengajarkan bagaimana mencapai keselamatan itu. Orang diajak agar
pandai-pandai mengecilkan diri sehingga bisa masuk ke hadirat ilahi serta
menumbuhkan kepekaan terhadap kehadirannya. Keselamatan tidak lagi terbatas
pada keturunan Abraham, Ishak, dan Yakub, melainkan terbuka bagi siapa saja
yang mau menghadapkan diri kepada Allah dan peka akan kehadiranNya.

Keselamatan tidak disamakan dengan ajaran dalam agama tertentu. Agama memang
jalan mendekat ke pada Yang Ilahi. Dan dalam banyak hal menjamin orang
sampai kepadaNya. Lagipula bagi orang yang memeluknya dengan jujur, agama
tertentu menjadi jalan yang satu-satunya baginya. Orang juga perlu
mempersaksikan kepercayaannya, tentunya caranya tidak hanya satu. Dalam
kepercayaan kita, pengutusan Gereja itu hal keramat pula. Tetapi ada ajakan
bagi semua agama agar juga mengecilkan diri dalam klaim keselamatan dan
kebenaran ajaran. Bila orang mau memaksakan ajaran agama dan hukum-hukumnya,
Yang Ilahi itu tetap mengelak, mrucut, elusif . Dan orang akan kehilangan
Dia. Sulit dibayangkan ada hal yang lebih menyedihkan daripada praktek agama
yang terpisah dari kehadiran ilahi. Agama juga diingatkan agar selalu
waspada akan gerak-gerik kehadiran ilahi dan tidak hanya membakukannya
menjadi barang beku belaka. Suatu ironi bila agama membuat kehadiran ilahi
tidak lagi bisa menyapa.

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment