Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Injil Minggu Prapaskah III C

Injil Minggu Prapaskah III/C (Luk 13:1-9)

Rekan-rekan,

Luk 13:1-9 yang dibacakan pada hari Injil Minggu Prapaskah III/C ini memuat dua bagian. Yang pertama mengisahkan dua kejadian yang dapat menjadi bahan pelajaran untuk "bertobat" (ayat 1-3 dan 4-5) sedangkan bagian kedua (ayat 6-9) berbentuk perumpamaan yang melengkapi ajakan tadi.

Dalam kerohanian Alkitab, bertobat berarti semakin mengalihkan kehidupan dan perhatian kepada Tuhan sambil menyadari pelbagai kekeliruan yang telah terjadi. Orang yang merasa terhukum bisa diajak agar tidak lagi memandang diri selalu ada dalam keadaan itu. Orang yang merasa hidup beres di hadapan Tuhan masih perlu belajar agar tidak dibuai keyakinan semuanya sungguh begitu. Orang yang merasa sudah menjalankan agama dengan baik juga diajak agar berhati-hati agar tidak memperalat agama demi gengsi atau kepentingan
sendiri.

Injil Minggu Prapaskah II C

Injil Minggu Prapaskah II/C 24 Feb 2013 (Luk 9:28b-36)

Rekan-rekan sekalian!

Luk 9:28b-36 menceritakan bagaimana Petrus, Yakobus dan Yohanes mengalami penampakan kemuliaan Yesus di atas gunung. Dengan penekanan yang di sana sini agak berbeda, peristiwa ini juga diceritakan dalam Mat 17:1-9 dan Mrk 9:2-10. Ketiga Injil itu sama-sama mengatakan bahwa ketiga murid itu diajak naik ke gunung, tetapi hanya Lukaslah yang menambahkan "untuk berdoa". Kemudian diceritakan bagaimana wajah dan pakaian Yesus menampakkan kemuliaannya. Saat itu juga tampillah Musa dan Elia. Dari situ pokok perhatian Injil Markus dan Matius beralih kepada Petrus serta tawarannya untuk mendirikan tiga kemah. Injil Lukas menampilkan beberapa hal khusus (Luk 9:31-33a; akan dibicarakan di bawah) sebelum menceritakan tawaran Petrus. Setelah usulan Petrus muncullah awan dan suara yang terdengar dari dalam awan itu. Di sini hanya Matius sajalah yang menyebutkan murid-murid itu tersungkur ketakutan tetapi Yesus datang menyentuh mereka agar tidak takut (Mat 17:6-7). Seterusnya ketiga Injil mengutarakan bahwa mereka hanya melihat Yesus sendirian saja. Dan peristiwa itu berakhir di situ. Injil Yohanes menyebutkan penampakan kemuliaan Yesus dengan cara lain, yakni dalam Yoh 1:14 "Firman itu telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita dan kita telah melihat kemuliaannya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadanya sebagai anak tunggal Bapa, penuh anugerah dan kebenaran." Kata-kata ini mengungkapkan pengalaman salah satu dari ketiga murid yang menyaksikan kemuliaan Yesus di gunung, yaitu Yohanes sendiri.

Injil Minggu Prapaskah I C

Injil Minggu Prapaskah I/C 17 Feb 2013 (Luk 4:1-13)

Rekan-rekan yang baik!

Injil Minggu Prapaskah pertama  tahun  ini (Luk 4:1-13) mengisahkan bagaimana Yesus dicobai di padang gurun selama 40 hari. Marilah kita dalami terlebih dahulu beberapa pengertian pokok ini: dibawa Roh, padang gurun, dicobai 40 hari, dan saat Iblis kembali.

Injil Minggu Biasa V C

Injil Minggu V/C 10 Feb 2013 ( Luk 5:1-11)

Rekan-rekan yang budiman!

Bacaan Minggu Biasa V tahun C ini ialah Yes 6:1-2a.3-8; 1Kor 15:1-11; Luk 5:1-11. Pengalaman merasakan kehadiran Yang Ilahi memang mempesona tapi sekaligus menggetarkan. Yesaya terpukau oleh para Serafim yang khidmat memuji kebesaran Tuhan yang Maha Kudus. Saat itu juga ia merasa segera akan luluh binasa karena mendapati diri "kotor" Dalam petikan Injil Lukas diceritakan bagaimana Simon menyaksikan keajaiban yang terjadi serta-merta kata-kata Yesus diturutinya. Tetapi ia serta-merta merasa diri pendosa dan mohon agar Yesus - yang disapanya sebagai Tuhan - menjauhinya. Tidak tahan ia berdekatan dengan Yang Ilahi. Yesaya dan Simon sama-sama dilanda kekuatan sabda ilahi dan merasa tak pantas.

Namun pada saat-saat itu juga mereka dikuatkan. Bibir Yesaya dibersihkan. Yang kotor di-"bakar" habis, kesalahannya dihapus. Kepada Simon berkatalah Yesus, "Jangan takut!" Sapaan ini menghibur dan memberi kekuatan. Mereka boleh merasa lega di hadapan Yang Ilahi tanpa dirundung rasa gentar. Kini mereka mampu berbuat sesuatu. Yesaya bersedia diutus untuk menghadirkan Tuhan. Simon meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus sepenuhnya. Pengalaman batin berjumpa dengan Tuhan dapat betul-betul menggerakkan orang dan membukakan lembaran baru dalam kehidupan. Orang tidak berhenti pada rasa terpukau atau gentar yang pasif melulu.

Ada tiga tahap pokok dalam mengalami kehadiran ilahi. Pertama-tama orang mendapati diri dipenuhi kehadiran itu, kemudian orang akan langsung merasa tak pantas, namun akhirnya tertolong sehingga dapat menerima kehadiran itu dengan ikhlas, tanpa takut-takut. Orang juga terdorong berbuat sesuatu yang cocok. Pengalaman ini menjadi inti panggilan menjadi orang suruhan Tuhan yang bakal membawa orang-orang kepada Dia, bukan hanya membawakan Dia kepada manusia. Inilah inti panggilan rasul.

PANGGILAN UNTUK "MENJALA MANUSIA"

Dalam teks Yunani Luk 5:10, kata-kata Yesus "(kau akan) menjala manusia" berbunyi "anthropous (esee) zoogroon" dan sarat dengan pengertian "(kau akan) bekerja menangkap manusia-manusia untuk membawa mereka ke kehidupan". Bila dipikirkan lebih lanjut, kata-kata Yesus itu berisi suruhan kepada Simon agar merenggut umat manusia dari kuasa maut. Penugasan seperti ini berarti pula ajakan ikut serta menjalankan karya Sang Juru Selamat sendiri. Ada beberapa hal yang dapat dicatat bersangkutan dengan panggilan ini dalam Injil-Injil. Dalam Injil Markus, panggilan Simon, Andreas, Yakobus dan Yohanes (Mrk 1:16-20) dikisahkan setelah Yesus mengumumkan kedatangan Kerajaan Allah (Mrk 1:15). Matius mengambil alih Markus, juga dalam hal menaruh peristiwa panggilan keempat murid pertama (Mat 4:18-22) setelah kedatangan Kerajaan Surga diumumkan (Mat 4:17; Matius memakai istilah Kerajaan Surga bagi Kerajaan Allah). Markus dan Matius hendak menunjukkan bahwa murid-murid dipanggil agar ikut mewartakan Kerajaan Allah kepada orang banyak. Injil Lukas mengolah bahan ini lebih jauh:

-        Pertama-tama Lukas memisahkan pewartaan Yesus mengenai Kerajaan Allah dari panggilan para murid pertama. Panggilan mereka diceritakan terjadi baru setelah Yesus mengajar orang banyak, mengusir setan, menyembuhkan orang sakit (Luk 4:14-44). Lukas rupa-rupanya ingin menunjukkan bahwa murid-murid pertama itu sebetulnya sudah mendengar tentang Yesus sebelum terpanggil mengikutinya secara penuh. Perjalanan menjadi pengikut Yesus dikisahkannya setapak demi setapak.

-        Kemudian Lukas menggarisbawahi satu arti "menjala manusia" yakni, seperti dijelaskan di atas, agar manusia menemukan sumber kehidupan - yakni Tuhan sendiri. Markus dan Matius memakai ungkapan Yunani "halieis anthropou" yang harfiahnya "nelayan/penjala manusia", tanpa penjelasan lebih jauh mengenai tujuannya.

-        Akhirnya Lukas menyoroti tokoh Simon Petrus secara khusus. Dan dalam hal ini ia memakai kisah penangkapan ikan secara menakjubkan yang tidak ada dalam Injil Markus dan Matius, tetapi yang muncul dalam bagian belakang Injil Yohanes (Yoh 21:4-14). Dalam Injil Yohanes kisah penangkapan ikan yang berlimpah-limpah itu dikaitkan langsung dengan penugasan Simon Petrus untuk memelihara domba-domba Yesus serta mengusahakan tempat hidup bagi mereka (Yoh 21:15-17). Ia tidak diangkat menjadi gembala mereka; Yesus sendirilah gembala mereka dari awal sampai akhir!

Peran khusus Simon Petrus itu ditampilkan Matius dalam hubungan dengan kisah pengakuan Petrus bahwa Yesus itu Mesias. Di situ Matius menambahkan Simon disebut Yesus sebagai batu karang dasar Gereja dibangun, tak bakal terkalahkan oleh maut, dan pemegang kunci surga (Mat 16:18-19). Tambahan seperti ini tidak didapati dalam Injil lain.

Jelas bahwa Matius, Lukas dan Yohanes sama-sama mengetengahkan peran utama Simon Petrus, tetapi dengan cara yang berbeda-beda. Markus tidak mengolahnya secara khusus. Maklum ketika Injil Markus selesai ditulis, yaitu pada paruh kedua tahun 60-an, peran utama Simon Petrus dalam Gereja Perdana diterima tanpa perlu diceritakan asal usulnya. Selang sepuluhan tahun kemudian ada upaya untuk menjelaskan bahwa peran ini memang berasal dari penugasan oleh Yesus sendiri. Upaya ini tercermin dalam Injil Matius, Lukas dan Yohanes.

DIALOG AKTUALISASI

HAR: Uraian tentang "menjala manusia" menarik. Tapi Injil-Injil tidak sama dalam menyebutkan pelakunya. Bagaimana menjernihkan hal ini?

GUS: Sabar. Justru dengan menyebut macam-macam orang itu mau diisyaratkan bahwa sebetulnya yang mengemban tugas itu terutama bukan orang perorangan melainkan kelompok orang yang mempercayai Yesus dan bersedia mengikutinya.

HAR: Maksudnya kelompok murid-murid yang pertama-tama dipanggil?

GUS: Betul. Dan kemudian Gereja sampai zaman kita ini. Tugas "merenggut umat manusia dari maut" itu tugas Gereja.

HAR: Dijalankan dengan membaptis? Mewartakan sabda?

GUS: Antara lain. Tetapi kita jangan hanya berpikir mengenai Gereja dengan ukuran-ukuran ritual belaka. Membaptis juga berarti mengubah wajah kemanusiaan dari yang bisa dikungkung kuasa-kuasa jahat menjadi yang merdeka untuk mengenal Yang Baik dan mengikuti Dia. Banyak macam bentuk mewartakan Injilnya Kerajaan Allah. Gereja perlu terus menerus menawarkan ujud Kerajaan Allah yang menjawab kebutuhan zaman sekarang.

HAR: Termasuk kepedulian terhadap orang-orang yang terpojok dalam masyarakat?

GUS: Tentu. Lihat tuh keuskupan Purwokerto yang sedang membuat terobosan baru dengan kepedulian sosial yang terarah dan yang melibatkan pelbagai lapisan orang. Langkah-langkah kecil seperti itu bila ditelateni akan membawa kita melangkah jauh lho. Ini satu bentuk "merenggut umat manusia dari kuasa maut" tadi.

HAR: Dan kita para pemerhati sabda ilahi ini jangan membiarkan sorot sabda itu pudar. Kepada orang di sekitar jangan hanya kita berikan lip service alias "mung kélangan abab" kata orang Jawa.

GUS: Kembali ke "menjala manusia" dalam pengertian "merenggut umat manusia dari kuasa maut".  Kenyataan "maut" itu panjang: kemelaratan, kebodohan, ketakadilan, penindasan, perpecahan, dan banyak lagi, you name it.

HAR: Gereja bisa mengajak orang-orang yang berkehendak baik untuk bersama-sama merenggut manusia dari serentetan ujud "maut" itu Kan?

GUS: Bila bisa mengentas orang dari situ, integritas Gereja akan makin besar.

HAR: Setuju. Dan orang-orang yang kita layani akan menjadi pribadi yang merasa tak dilupakan Tuhan.

GUS: Dan bukan memperlakukan mereka sebagai komoditi kerasulan. Begitulah tanggapan orang beriman terhadap Kristus yang bangkit yang dibicarakan Paulus dalam 1Kor 15:1-11. Bila tidak bisa mewujudkan keselamatan yang dapat dialami secara nyata, maka kata Paulus, kita ini "sia-sia saja menjadi percaya" (ayat 2).



Salam hangat,
A. Gianto

Injil Minggu Biasa 4 C - 3 February 2013

Injil Minggu Biasa IV Tahun C 3-Feb-2013 C(Luk 4:21-30)

Rekan-rekan yang baik!

Injil Minggu Biasa IV tahun C, yakni Luk 4:21-30, amat erat hubungannya dengan petikan yang dibacakan Minggu lalu, yakni pengajaran Yesus di sebuah rumah ibadat di Nazaret. Orang-orang terpesona oleh pengajarannya tetapi mereka juga menginginkan dia berbuat mukjizat di situ seperti di tempat lain. Yesus tidak menuruti keinginan mereka. Ia mengatakan bahwa Yang Mahakuasa mengutus nabi Elia untuk menolong seorang janda di tanah Sidon. Juga banyak orang kusta di Israel pada zaman Elisya, tapi hanya Naaman orang Siria disembuhkan. Mendengar ini semua marahlah orang-orang yang tadinya mengaguminya. Bahkan mereka menyeretnya keluar kota dan mau menjatuhkannya ke dalam tebing... Apa arti kejadian ini?

DIALOG PEMANASAN

ANI: Belum jelas Injil hari ini. Konteksnya kan Luk 4:21 seperti dibacakan hari Minggu yang lalu. Di situ ada dikatakan "orang-orang membenarkan dia dan heran akan kata-kata yang indah yang diucapkannya..." Lalu mereka mulai kurang percaya dan berkata, "Bukankah ia ini anak Yusuf?"

LEX: Nanti dulu! Ungkapan "Bukankah ia ini anak Yusuf" jangan ditafsirkan sebagai ungkapan keraguan begitu saja. Lain sama sekali dari ungkapan mencibir seperti "Lha itu kan anaknya Minto Areng itu ta?" yang diucapkan orang di pasar ketika melihat Slamet anak Pak Minto penjual arang itu kini maju dalam pilkada.

ANI: Habis artinya apa?

LEX: Orang-orang di Nazaret sudah tahu betapa kondangnya Yesus. Mereka juga menyaksikan sendiri penampilannya di sinagoga mereka. Lalu mereka mbatin, lho, orang kita ini bikin macam-macam hal hebat di lain tempat. Kok tidak di sini lebih dulu. Dia itu kan anak Yusuf yang kita kenal itu. Masakan tidak ingat orang sekampung, mentang-mentang sudah jadi orang besar.

ANI: Apa ini juga menjelaskan perkataan Yesus selanjutnya?

LEX: Ia tahu orang-orang itu mengharapkan supaya ia membuat mukjizat di Nazaret. Mereka iri Yesus mulai di tempat lain, kok tidak di kotanya sendiri.

ANI: Ah sekarang jadi jelas mengapa Yesus kemudian juga berbicara mengenai Elia dan Elisya. Ia mau mengatakan, kalian ingat, nabi-nabi sakti zaman dulu pun tidak mengerjakan hal-hal besar di kampungnya sendiri, melainkan di wilayah lain dan bagi orang-orang luar. Tapi ini justru perkara yang membuatku heran. Kenapa ia tidak mulai di Nazaret?

LEX: Mereka mengharapkan yang tidak-tidak. Mereka mau melihat yang menakjubkan tok.

ANI: Maksudnya mereka menginginkan mukjizat?

LEX: Demam mukjizat memang penyakit kronik hidup beragama. Dan tuh, orang-orang Nazaret murka bagai kesurupan dan menyeret Yesus ke tebing mau menghempaskannya ke bawah.

ANI: Wah, wah, serem. Tadinya mengagumi kok sekarang malah mau bikin celaka ya?

LEX: Eh, kita jangan cuma kasih gong moral pada Injil! Mesti ditafsirkan dulu!

ANI: Lha gimana, wong saya tahunya cuma ini. Lupa-lupa ingat kuliah di Seminari dulu. Eh, mungkin orang-orang itu bukan mau membantingnya ke dasar tebing sampai lumat...boleh jadi mereka bermaksud memaksa Yesus membuat mukjizat bagi dirinya sendiri: dilempar ke jurang tapi kakinya tak terantuk ke batu!

LEX: Bingo! Itulah maksud orang-orang itu! Mereka bertindak seperti Iblis yang mendorong-dorong Yesus supaya menerjunkan diri dari wuwungan Bait Allah untuk memaksa Allah menyelamatkan dia.

ANI: Karena mereka tidak melihat mukjizat di Nazaret lalu mereka berpikir satu-satunya cara ialah mendorongnya jatuh dan supaya ia terpaksa bermukjizat bagi dirinya sendiri. Kagak abis ngerti nih!

ANDAIKATA SAJA....

Seandainya orang-orang Nazaret itu menyadari apa yang sedang terjadi, mereka akan merasa sebagai orang-orang yang paling berbahagia di muka bumi ini. Tapi mereka tak puas, jadi berang dan bermaksud memaksa Yesus membuat mukjizat. Ironi. Yang mereka peroleh sebetulnya jauh lebih besar dan lebih khusus dari segala perbuatan yang mengherankan yang terjadi di tempat lain. Tapi mereka tak menangkap. Kepada mereka ditegaskan bahwa nubuat Yesaya (Luk 4:18-19=Yes 61:1-2, Injil Minggu lalu) menjadi kenyataan. Di tengah-tengah mereka - "hari ini" - hadir Mesias yang dikabarkan kedatangannya oleh nabi-nabi dan dinanti-nantikan orang selama berabad-abad. Ia datang membawakan keleluasaan batin dan kemerdekaan berpikir. Namun demikian, mereka menginginkan hal-hal yang lebih spektakuler. Mereka menolak kehadiran Yang Ilahi demi keinginan melihat mukjizat.

Kita tidak tahu persis bagaimana cara Yesus meloloskan diri dari keberingasan massa itu. Tapi hal ini bukan hal pokok yang hendak disampaikan Lukas. Memang ada yang mengatakan bahwa perbawa Yesus sedemikian besar sehingga massa dapat diredamnya dan ia pergi dengan tak kurang suatu apa. Tetapi kalau betul begitu mengapa tadi mereka berani menyeretnya ke pinggir tebing? Orang-orang di Nazaret itu bukan Iblis yang bisa dibentak pergi dengan mengutip Ul 6:16 seperti terjadi dalam Luk 4:12. Amat boleh jadi orang-orang itu akhirnya tidak jadi menghempaskan Yesus ke jurang karena melihat Yesus tak mau bermukjizat seperti mereka kehendaki. Boleh jadi ada salah satu dari mereka yang mencegah. Imaginasi kita boleh bermacam-macam dan memang Lukas membiarkan orang membaca Injilnya secara kreatif. Lukas hanya memberitahukan bahwa Yesus "lewat dari tengah-tengah mereka dan pergi". Yang penting dalam seluruh episode ini bukan bagaimana Yesus meloloskan diri, melainkan apa yang terjadi dengan orang-orang Nazaret itu. Tingkah mereka membuat kehadiran Yesus lepas dari tengah-tengah mereka. Mereka kehilangan dia.

Dengan kisah ini Lukas hendak mengajak orang mewaspadai sikap beragama dan perilakunya. Demam mukjizat bisa berakhir dengan hilangnya sumber mukjizat sendiri seperti yang terjadi di Nazaret. Dan memang setelah peristiwa ini, dusun Nazaret yang berperan besar dalam bab-bab sebelumnya tidak terucap lagi dan dilupakan orang. Perannya telah selesai. Nama dusun ini selanjutnya hanya diingat dalam sebutan "Yesus dari Nazaret", yang kehadirannya justru tidak diterima dengan baik oleh orang-orang Nazaret sendiri.

PENYAKIT KRONIK HIDUP BATIN

Agama mengajarkan agar orang mengimani Yang Ilahi, pasrah kepada kekuatan-kekuatanNya. Namun, sikap pasrah yang asal saja sering malah menggiring orang ke tujuan lain. Beberapa kenyataan dalam penghayatan agama menunjukkan hal ini. Iman yang unsur pokoknya adalah keteguhan dapat menjadi sikap fanatik dan intoleran. Tata upacara atau ritus yang tujuannya membantu orang merasakan batas-batas antara yang duniawi dengan Yang Ilahi bisa menjadi serangkai tindakan magi yang justru mengaburkan batas-batas tadi. Akibatnya barang-barang yang berhubungan dengan tata upacara beralih peran menjadi jimat dan guna-guna. Doa beralih fungsi menjadi jampi-jampi mendatangkan roh. Hukum agama yang menata hidup beragama bisa menjadi aturan-aturan yang mencekik kerohanian dengan rasa takut yang bisa dimanipulasi demi tujuan-tujuan tertentu. Spiritualitas yang muncul dari pengalaman akan kehadiran yang ilahi bisa menjadi praktek ulah batin yang kurang sehat bila tak terolah terus.

Penyakit kronik dalam hidup batin ini juga dikenali oleh Paulus. Dalam 1Kor 12:31-13:13 ia mengatakan bahwa macam-macam karunia khusus bila tak disertai perhatian kepada sesama dalam kasih, Yunaninya "agape", akan tidak bermakna. Kemampuan berbicara bahasa malaikat dan manusia, bernubuat, menguasai ilmu gaib, iman sempurna, sikap mau berkorban bisa jadi satu saat tak lagi dibutuhkan, akan tetapi, menurut Paulus, kasih tidak ada habisnya. Ia menggambarkan pelbagai kenyataan yang menunjukkan adanya kasih: sikap sabar, baik hati, tak cemburu, tak besar kepala dan sombong, jauh dari sikap tak sopan dan egoist, bukan pemarah, bukan pendendam, memihak kebenaran dan menjauhi ketakadilan, telaten, bisa mempercayai, penuh harap, tahan uji. Daftar ini tentu dapat diperpanjang. Namun, semuanya sama-sama mencerminkan sikap apa adanya, tidak mengada-ada. Dalam bahasa orang sekarang: integritas, bersikap apa adanya. Itulah penerapan kasih bagi zaman ini. Agama dapat membawakan keleluasaan  batin bila dihayati secara apa adanya. Bila tidak, akan gampang kena penyakit kronik demam mukjizat yang mengaburkan kehadiran Yang Ilahi di tengah-tengah manusia. Paulus mengajak orang-orang di Korintus dan kita semua agar waspada dan jangan sampai mabuk roh.


Salam hangat,
A. Gianto