tag:blogger.com,1999:blog-12379603398256176022024-03-13T10:19:45.621-07:00Renungan Kitab Suci MingguanUnknownnoreply@blogger.comBlogger700125tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-53159599829509561172018-06-22T01:27:00.002-07:002018-06-22T01:27:38.659-07:00Berterima Kasih Atas Segala Hal<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala mereka menunggunya mengucapkan doa. Dia memulai doanya, berterima kasih kepada Tuhan untuk semua teman-temannya, menyebut mereka satu demi satu. Kemudian dia bersyukur kepada Tuhan untuk Ibu, Ayah, saudara laki-laki, perempuan, Nenek, Kakek, dan semua bibi dan pamannya. Kemudian dia mulai bersyukur kepada Tuhan atas makanannya. Dia bersyukur untuk ayam, saus, salad buah, saus cranberry, kue, ice cream, dan steak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu dia berhenti sejenak, dan semua orang menunggu-nunggunya. Setelah lama terdiam, si anak kecil itu memandang ibunya dan bertanya, "Jika saya berterima kasih kepada Tuhan atas brokoli juga, apakah Tuhan akan tahu bahwa saya berbohong?"</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-22021538760808980632018-06-22T01:15:00.001-07:002018-06-22T01:29:48.215-07:00Jangan Mengeluh, Lihat Sudut Pandang Lain<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Suatu hari seorang peternak babi di Thailand datang menemui Sang guru bijak di hutan. Ia mengeluh mengenai bisnisnya, "Ampun, tahun ini benar-benar keterlaluan! Harga pakan naik. Harga daging babi turun. Saya akan bangkrut!"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sang guru mendengarkan ratapannya, kemudian saya berkata, "Jangan merasa terlalu sedih terhadap dirimu sendiri, Pak. Jika kamu itu babi, maka kamu punya alasan baik untuk merasa sedih. Ketika harga daging babi tinggi, babi-babi dijagal. Ketika harga daging babi rendah, babi masih di jagal juga. Para babi benar-benar punya alasan untuk mengeluh. Orang-orang seharusnya tidak mengeluh. Tolong pikirkan ini dengan serius!"<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia hanya cemas mengenai harga yang didapatnya. Babi-babi punya lebih banyak lagi alasan untuk cemas, namun kita tidak mempertimbangkan itu. Kita tidak akan dijagal, jadi kita masih bisa mencoba cari jalan untuk bertahan.</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-39755500972906316732018-06-21T23:20:00.001-07:002018-06-21T23:20:03.571-07:00Bacaan Kitab Suci Hari Raya Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis 24 Juni 2018<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: center;">
Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Hari Raya Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis</div>
<div style="text-align: center;">
24 Juni 2018</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rekan-rekan yang baik!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Minggu tgl. 24 Juni 2018 ini dirayakan kelahiran Yohanes Pembaptis (<b>Luk 1:57-66.80</b>). Pada awal petikan Injil ini dikisahkan bagaimana istri Zakharia, Elisabet, yang mengandung pada usia lanjut, kini melahirkan anak laki-laki. Para tetangga dan sanak saudara menyadari bahwa Tuhan telah merahmati pasangan ini. Mereka pun berdatangan memberi selamat. Mereka ingin agar anak ini dinamai Zakharia seperti bapaknya. Tetapi Elisabet mengatakan anaknya harus dinamai Yohanes. Para tamu pun heran karena nama itu tidak dikenal dalam keluarga besar mereka. Tetapi Elisabet meminta mereka bertanya ke Zakharia sendiri. Waktu itu Zakharia masih belum bisa berkata-kata sejak bertemu malaikat di Bait. Ia pun menuliskan “Namanya adalah Yohanes.” (<b>Lihat Luk 1:13</b>, Malaikat Gabriel menyuruh Zakharia menamai anak yang dijanjikan itu Yohanes.) Dan seketika itu juga ia dapat berbicara kembali. Ia pun memuji kebesaran ilahi (<b>Kidung Zakharia, Luk 1:67-79</b>). Orang-orang dikatakan dalam bahasa Alkitab “ketakutan”, maksudnya menyadari kebesaran Tuhan. Peristiwa ini tersiar dan menjadi buah bibir orang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bagaimana bacaan ini dapat dicermati lebih jauh?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nama Yohanes<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Petikan kali ini menonjolkan penamaan anak yang baru lahir, yakni Yohanes. Nama ini ucapan Yunani bagi nama Ibrani, yakni Yohanan, artinya “Tuhan (Yo-) berkenan (-hanan)”. Seperti didapati di pelbagai masyarakat, nama anak diberikan sebagai ungkapan kepercayaan, keyakinan atau ingatan akan peristiwa yang penting. Di sini yang terungkap ialah kepercayaan bahwa Yang Mahakuasa tidak melupakan umat-Nya, Ia tetap peduli akan umat-Nya, Ia tetap melimpahkan kebaikan kepada mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Guna memahami kepercayaan tadi, baik diingat bahwa zaman sekitar itu dirasa oleh banyak orang beriman di Tanah Suci sebagai zaman sulit, zaman edan. Keagamaan dan kebudayaan mereka mengalami krisis besar. Memang mereka dibawahkan pada pemerintahan Yunani dan kemudian Romawi. Boleh dikatakan, ketika itu dirasa kandas sudah keyakinan beberapa generasi sebelumnya pulang dari pembuangan di Babilonia untuk membangun kembali negeri dan identitas mereka. Yang terjadi bukan bangkitnya kembali kejayaan umat, melainkan penaklukan oleh orang Yunani dan Romawi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mereka bertanya-tanya apakah pelindung ilahi dan sesembahan mereka masih berkenan kepada mereka bahkan mereka juga meragukan kebesaran-Nya. Banyak dari antara orang Yahudi yang memeluk kebudayaan dan tatacara hidup Yunani – waktu itu cara hidup modern. Kemudian ketika orang Romawi berkuasa, tak sedikit yang memilih menjadi warga Romawi dengan segala hak yang memberi mereka keleluasaan, tapi juga kewajiban yang bisa jadi bertentangan dengan adat istiadat dan agama lehuhur. Dalam keadaan krisis seperti ini banyak tawaran muncul. Di sana sini tampil tokoh yang menjanjikan kembalinya kebesaran di masa lampau. Mereka ini menampilkan diri sebagai Mesias, yakni Yang Terurapi untuk memimpin kembali umat. Kebanyakan mereka ini malah membuat mereka dimusuhi penguasa. Namun dalam krisis itu tetap ada sekelompok kecil di kalangan umat yang tetap percaya akan kebaikan Tuhan. Mereka ini mengharapkan kehadiran Tuhan meski mereka tidak tahu bagaimana. Inilah kalangan tempat Yohanes Pembaptis lahir.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Zakharia</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nama bapak Yohanes Pembaptis ialah Zakharia. Juga ada arti yang dalam, yakni “Tuhan ingat”, maksudnya tidak melupakan umat-Nya. Begitulah Injil Lukas dengan mahir memakai nama-nama ini untul membuat pembaca menyadari bahwa “Yohanes” – Tuhan berkenan telah lahir dari kepercayaan bahwa Dia tetap ingat dan peduli akan keadaaan umat-Nya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada awal <b>Luk 1:5</b> disebutkan, semasa Herodes, raja Yudea, hiduplah imam Zakharia dan istrinya, Elisabet. Dikatakan pada ayat 6 bahwa mereka itu hidup benar di hadapan Tuhan. Mereka inilah bagian dari umat yang tetap mempercayai kebesaran ilahi dan kebaikan-Nya terhadap umat-Nya kendati krisis zaman edan waktu itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tinggal Di Padang Gurun</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada akhir bacaan Injil kali ini disebutkan bahwa “…anak itu bertambah besar dan makin kuat rohnya. Dan ia tinggal di padang gurun sampai kepada hari ia harus menampakkan diri kepada Israel.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Padang gurun dalam Kitab Suci sudah menjadi motif penulisan untuk melukiskan tempat umat mendalami kehadiran Yang Mahakuasa yang telah menyelamatkan mereka dan tempat Dia memberikan hukum Taurat kepada umat. Bukan semata-mata tempat yang kering kerontang dan berbahaya. Dalam masa krisis identitas dalam kehidupan umat, kaum saleh di kalangan umat Yahudi sering menjauhkan diri dari kehidupan kota (Yerusalem) untuk diam di padang gurun menyendiri. Mereka mendalami kitab-kitab keramat mereka, yang akhirnya menjadi Perjanjian Lama yang kita kenal.Tak sedikit yang hidup bersama di dalam pertapaan. Ada kalanya secara perorangan penghuni pertapaan itu menyepi ke gua-gua di seputar Laut Mati sebelah timur kota Yerusalem. Dalam sumber-sumber kuno salah satu kelompok seperti itu dikenal sebagai kaum Esseni yang tinggal bertapa di padang gurun.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mulai tahun 1947 berangsur-angsur ditemukan naskah-naskah di beberapa gua di seputar Laut Mati tak jauh dari Khirbet Qumran (sebuah reruntuhan pertapaan kuno). Naskah-naskah tadi sebagian berupa tulisan mengenai cara hidup dalam pertapaan, doa-doa, juga ada naskah-naskah Kitab Suci Perjanjian Lama, tafiran Kitab Suci. Dari semua ini tergambar kehidupan orang-orang yang “meninggalkan” kehidupan ramai di kota untuk berdiam di padang gurun, dalam sebuah pertapaan dengan komunitas seperti kaum biarawan, atau hidup menyendiri perorangan di gua-gua. Tak jarang ada orang dari kota datang ke tempat itu untuk sekedar menyepi atau mendapatkan bimbingan dari para rahib yang menetap di pertapaan. Inilah kiranya yang melatari kehidupan Yohanes Pembaptis di padang gurun. Nanti ia di datangi orang dari kota dan bertanya apa yang bisa diperbuat. Ia mewartakan pertobatan untuk dapat menerima kedatangan sang Mesias sejati. Begitulah kehidupan Yohanes Pembaptis yang dirayakan hari Minggu 24 Juni 2018 ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salam hangat,</div>
</div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-64855267930470445072018-06-21T22:35:00.000-07:002018-06-21T22:38:04.256-07:00Injil Minggu XI/B 17 Juni 2018 <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: center;">
Injil Minggu XI/B 17 Juni 2018 </div>
<div style="text-align: center;">
(Mrk 4:26-34)</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rekan-rekan yang budiman,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam <b>Mrk 4:26-34</b> (Injil Minggu Biasa XI/B) didapati dua buah perumpamaan mengenai Kerajaan Allah (ayat 26-29 dan 30-32) diikuti sebuah catatan bahwa Yesus memakai perumpamaan bagi orang banyak tapi bagi para murid diberikannya penjelasan tersendiri (ayat 33-34). Perumpamaan yang pertama hanya didapati dalam Injil Markus, sedangkan yang kedua diceritakan juga dalam <b>Mat 13:31-32 dan Luk 13:18-19</b>. Guna memahami warta petikan ini baiklah ditengok sejenah gagasan apa itu Kerajaan Allah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kerajaan Allah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ungkapan “Kerajaan Allah” kerap dijumpai dalam Injil Markus dan Lukas. Injil Matius mengungkapkannya dengan “Kerajaan Surga”. Makna ungkapan ini bukanlah wilayah atau pemerintahan seperti dalam “kerajaan Majapahit” melainkan kebesaran, kemuliaan, kekuasaan Tuhan yang diberitakan kedatangannya kepada umat manusia. Maklum pada zaman itu orang Yahudi mengalami pelbagai kekuasaan yang amat berbeda dengan masa lampau mereka sendiri sebagai umat-Nya Tuhan. Pada zaman Yesus mereka tidak lagi bisa menganggap diri umat merdeka seperti leluhur mereka karena mereka ada di bawah kuasa Romawi. Di kalangan umat ada harapan satu ketika nanti mereka akan kembali menjadi umat Tuhan seperti dahulu. Tak jarang harapan ini berujung pada keinginan untuk merdeka dari kekuasaan Romawi dan menjadi negeri dengan pemerintahan dan kekuasaan sendiri. Namun cukup jelas harapan seperti ini tidak bakal terwujud. Ada bentuk rohani dari harapan akan kembali menjadi umat-Nya Tuhan. Yesus termasuk kalangan yang mengajarkan bentuk rohani harapan ini. Begitu pula para rahib yang juga dikenal pada zaman itu. Namun kebanyakan dari mereka menghayati harapan itu dengan menjauh dari kehidupan ramai dan pergi bertapa di padang gurun dan sekitar Laut Mati. Kelompok Yesus berbeda. Mereka tetap berada dalam masyarakat namun berusaha menumbuhkan iman akan kebesaran Tuhan dalam kehidupan mereka. Mereka yakin bahwa kebesaran-Nya tetap ada, juga di dunia ini, namun sering sukar dialami. Bagaimanapun juga bagi kelompok ini berusaha menemukan apa itu kehadiran-Nya yang mulia di dalam kehidupan mereka. Kehadiran-Nya diimani oleh kelompok ini sebagai yang dekat, yang melindungi dan memberi kekuatan dari hari ke hari, yang tidak menghitung-hitung kedosaan melainkan bersikap pengampun. Semua ini juga didapati dalam doa Bapa Kami yang diajarkan oleh Yesus.<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Inilah warta yang digambarkan dengan pelbagai perumpamaan dalam Injil-Injil. Juga dalam petikan yang dibacakan kali ini. Menurut Injil Markus, Yesus mulai tampil di Galiea dengan warta bahwa Kerajaan Allah sudah dekat dan orang-orang diajak untuk bertobat, yakni meninggalkan anggapan yang bukan-bukan seperti di atas dan memegang warta yang sejati dengan mempercayainya sebagai warta gembira (<b>Mrk 1:15, lihat juga Mat 4:17</b>).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dua Perumpamaan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan latar penjelasan mengenai Kerajaan Allah di atas, kini dapat ditengok perumpamaan pertama. Di situ pertumbuhan Kerajaan Allah digambarkan sebagai biji yang ditaburkan dan dibiarkan bertunas, tumbuh hingga berbuah dan dituai pada musimnya. Bagaimana menangkap maksudnya?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebaiknya perumpamaan ini jangan difahami sebagai penjelasan bahwa Kerajaan Allah itu butuh waktu untuk tumbuh hingga berbuah. Pendapat seperti itu memang tidak keliru – semua pertumbuhan memerlukan waktu dan keuletan dst. Tetapi perumpamaan ini justru tidak memusatkan perhatian ke sana. Yang ditonjolkan dalam perumpamaan ini ialah kuasa ilahi yang tidak bergantung pada upaya manusia. Dengan demikian diajarkan agar orang membiarkan kehadiran ilahi ini bergerak menurut iramanya sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apakah tafsiran ini berlawanan dengan pengertian bahwa manusia perlu menerima dan menanggapi anugerah ilahi agar pemberian itu betul-betul menjadi nyata? Guna mendalami pertanyaan ini baiklah diingat sebuah perumpamaan lain mengenai penabur dalam <b>Mrk 4:1-20</b> yang menebar benih di lahan berbeda-beda: pingir jalan, tanah berbatu-batu, semak berduri, dan tanah yang baik.. Hanya di tanah yang baik sajalah benih akan tumbuh terus dan berbuah berlipat ganda. Begitu digambarkan pula bahwa benih membutuhkan lahan yang cocok. Namun pengajaran dalam perumpamaan itu bukannya untuk menilai dan menghakimi mana lahan yang tak baik, melainkan untuk mengajak agar orang mengusahakan agar benih mendapat lahan yang baik. Bila mendapati benih jatuh di pingir jalan, bawalah ke tanah yang baik, begitu pula bila mendapati benih di tanah yang berbatu-batu dan semak duri, pindahkan ke tanah yang baik! Perumpamaan diberikan untuk menghimbau, bukan untuk mengadili.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bila demikian maka perumpamaan dalam <b>Mrk 4:26-29</b> yang dibicarakan kali ini dapat dimengerti sebagai ajakan untuk membiarkan benih tumbuh terus dengan daya yang ada di dalamnya. Sudah diandaikan bahwa lahannya ialah lahan yang cocok. Hanya butuh dibiarkan dan dijaga agar tetap baik. Membiarkan daya ini bergerak sendiri ialah kerohanian yang dapat memberi kepuasan batin. Orang boleh merasa aman karena sadar dirinya tanah yang baik dan telah menerima benih. Nanti bila waktunya tiba maka akan ada tuaian yang besar. Begitulah perumpamaan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perumpamaan kedua, <b>Mrk 4:30-32</b>, mengenai biji sesawi, yang disebut biji terkecil dari segala jenis biji, tapi bila ditabur – tentunya di tanah yang cocok – dan bertumbuh akan menjadi besar sehingga burung-burung di udara dapat membuat sarang di dahan-dahannya dan bernaung di situ. Yang hendak disampaikan di sini kiranya ialah besarnya Kerajaan Allah sendiri yang tak terduga-duga sebelumnya. Dari yang paling kecil tumbuhlah yang sedemikian besar. Pendengar dan juga pembaca akan bertanya-tanya biji apakah biji sesawi itu? Orang tergugah rasa ingin tahu. Boleh dikatakan, zaman itu juga orang tidak tahu persis apa biji sesawi yang dibicarakan Yesus. Bahkan Yesus sendiri pun bisa jadi tak pernah melihat apa tu biji sesawi. (Bandingkan dengan orang Jawa yang bisa bicara mengenai Pandawa lima tanpa pernah bertemu dengan salah seorang pun dari mereka, karena memang mereka tak pernah ada!) Ungkapan itu dipakai sebagai perumpamaan dan tidak perlu dicari-cari apa padanannya dalam dunia pengetahuan tumbuh-tumbuhan! Beberapa waktu yang lalu dalam ilmu tafsir memang sering “pengetahuan” seperti ini dicari-cari dan dijadikan ukuran bagi penafsiran, tapi sekarang para ahli tafsir lebih berusaha menyadari makna sastra perumpamaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bila hal di atas diterima, maka boleh dibayangkan bahwa Yesus justru memakai kata “biji sesawi” yang bakal mengherankan banyak orang guna menyampaikan warta khas mengenai Kerajaan Allah. Keheranan, ketakjelasan mengenai apa itu biji yang dimaksud justru menjadi bagian dari wartanya. Kerajaan Allah tetap misteri, namun pertumbuhannya nyata dan lingkupnya amat besar tak terduga-duga. Orang dihimbau untuk menjadi seperti burung di udara, membangun sarang dan bernaung padanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam penjelasan di atas, kedua perumpamaan mengenai Kerajaan Allah dipahami sebagai ajakan untuk membiarkannya tumbuh dengan daya ilahi yang ada di dalamnya dan menghormati bahkan mengherani kebesaran yang kerap tidak segera tampak. Dengan demikian perumpamaan ini dapat menjadi pengajaran yang menumbuhkan rasa percaya akan daya ilahi sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengajaran Khusus – bagi siapa?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam ay. 33-34 disebutkan bahwa Yesus tidak berbicara kepada orang banyak tanpa memakai perumpamaan, tetapi penjelasannya ia berikan kepada para murid. Kepada orang banyak Yesus menyampaikan imbauan, seperti dalam uraian di atas. Kepada para murid, yakni kelompok yang lebih dekat padanya, diberikannya uraian secara tersendiri. Dalam kaitan dengan dua perumpamaan tadi Injil Markus tidak memberi penjelasan lebih jauh tentang uraian Yesus itu. Pembaca boleh menduga-duga. Tetapi tak akan sampai pada pengertian baru. Perlu diingat bahwa catatan Markus itu mengenai para murid, bukan mengenai kita pada zaman ini. Kelirulah bila kita ingin menyamakan diri sebagai para murid yang dikatakan telah menerima uraian tersendiri. Ini semacam sikap sok rohani yang mau menonjolkan diri telah dapat pengajaran khusus. Bisa-bisa malah menghimpit iman. Lebih baik menganggap diri sama seperti “orang banyak”, pendengar umum, yang disebut dalam Injil, yang mendengarkan perumpamaan dan menikmatinya. Sikap ini lebih memberi kemerdekaan batin, lebih memungkinkan orang memasuki dunia perumpamaan dan memetik hikmatnya. Bila langsung ingin menyamakan diri dengan para murid waktu itu, paling banter orang hanya akan sampai pada pernyataan-pernyatan moralistis basi tanpa mengolah makna perumpamaannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salam hangat,</div>
<div style="text-align: justify;">
A. Gianto</div>
</div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-15826467760781371012018-06-08T20:41:00.002-07:002018-06-08T20:41:45.748-07:00Dua Serigala<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Suatu malam, seorang pemimpin Indian yang sangat bijaksana berbicara dengan cucunya tentang kehidupan, memberitahunya tentang pertempuran internal yang terjadi di dalam diri semua orang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia berkata, “Cucuku, di dalam diri kita semua ada pertempuran terus-menerus antara dua serigala. Serigala yang satu sangat jahat. Dia memaksa kita untuk bergumul dengan rasa tamak, rakus, marah, iri hati, cemburu, kesedihan, penyesalan, keserakahan, arogansi, mengasihani diri sendiri, rasa bersalah, dendam, rendah diri, kebohongan, kesombongan palsu, superioritas, dan diri yang egois dan destruktif.<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
<div style="text-align: justify;">
Serigala yang lainnya baik. Dia membantu kita mengalami sukacita, puas diri, menerima kenyataan, bersyukur atas yang sudah kita terima, kedamaian, cinta, harapan, ketenangan, kerendahan hati, kebaikan, kebajikan, empati, kedermawanan, kebenaran, kasih sayang, iman, harga diri, dan mengembangkan diri yang memberi dan membangun.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sang cucu memikirkannya sebentar dan kemudian bertanya pada kakeknya, "Serigala mana yang menang?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kepala suku Indian tua yang bijaksana itu menjawab, “Cucu-ku, yang akan kamu beri makan yang akan menang.”</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-52492882079690693662018-06-08T20:38:00.000-07:002018-06-08T20:38:13.354-07:00Tiga Sekawan Naik-naik ke Puncak Gunung<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Suatu hari, Andre, Gandung, dan Yan sedang menikmati naik-naik ke puncak gunung dan berada di area hutan belantara ketika mereka mendapati sungai besar yang arusnya kuat. Mereka harus menyeberangi sungai tersebut supaya sampai di sisi seberang, tetapi tidak tahu bagaimana cara melakukannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Andre berdoa kepada Tuhan, berkata, "Ya Tuhan, beri aku kekuatan untuk menyeberangi sungai ini."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Abrakadabra....Poof...! Tuhan memberinya lengan besar dan kaki yang kuat, sehingga dia bisa berenang menyeberangi sungai dalam waktu sekitar dua jam, meskipun dia hampir tenggelam beberapa kali.<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
<div style="text-align: justify;">
Melihat ini, Gandung juga ikut berdoa kepada Tuhan, dan berkata, "Ya Tuhan, beri aku kekuatan dan alat atau sarana untuk menyeberangi sungai ini."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Abrakadabra...Poof...! Tuhan memberinya sebuah perahu dan dayung dan dia dapat mendayung menyeberangi sungai dalam waktu sekitar satu jam, setelah bersusah payah menaiki perahu dan hampir terbawa arus beberapa kali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yan yang sudah menyaksikan hal tersebut pada dua orang temannya, jadi dia juga ikut-ikutan berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, beri aku kekuatan, alat dan sarana, dan kecerdasan, untuk menyeberangi sungai ini."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Abrakadabra....Poof....! Tuhan mengubahnya menjadi seorang wanita. Dia diberi peta dan mengamati peta tersebut, mendaki ke hulu beberapa ratus meter, lalu berjalan menyeberangi jembatan di atas situ.</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-79083434623389994512018-06-08T20:20:00.001-07:002018-06-08T20:20:49.685-07:00Minggu Biasa X/B 2018<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: center;">
Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Minggu Biasa X/B<br />
(Mrk 3:20-25)</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
A. Gianto</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rekan-rekan yang baik!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Mrk 3:20-35 (Injil Minggu Biasa X tahun B)</b> mengisahkan bagaimana tokoh Yesus yang dikagumi, diterima, dan diikuti orang banyak itu justru dianggap tidak waras oleh orang-orang yang paling dekat dengannya. Para ahli kitab dari Yerusalem, yakni para ulama yang dihormati, malah beranggapan Yesus itu dirasuki setan. Mengapa begitu? Bagaimana sikap Yesus? Pengajaran mana dapat dipetik dari bacaan Injil kali ini?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
TOKOH KONTROVERSIAL…BAGI SIAPA?<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di Galilea, yakni wilayah utara Tanah Suci, Yesus sudah menjadi tenar dan diikuti banyak orang. Ia mampu mengeluarkan roh jahat dari dalam diri orang kerasukan. Ia mahir menyembuhkan orang sakit. Ia berani mendekati orang kusta. Ia mewartakan pengampunan. Ia juga tak canggung mendekati para pendosa. Ia mengajar dengan wibawa, bukan mengulang ajaran-ajaran saleh belaka. Orang banyak ingin mendekat kepadanya. Mereka mencarinya. Mereka dapat merasakan kehadiran Tuhan dalam diri tokoh Yesus ini. Ia memilih murid-muridnya. Semua ini dikisahkan dalam <b>Mrk 1:16-3:19</b> yang mendahului petikan kali ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Orang-orang yang terdekat dengan dia, anak saudaranya tidak langsung memahami ketenaran Yesus ini. Mereka meragukan apa Yesus yang mereka kenal dari dekat itu masih waras atau sedang keranjingan ketenaran. Ironi! Bagi sanak saudaranya, Yesus ini aneh, kontroversial, mabuk ketenaran, tidak waras, sinting!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lain lagi para ulama yang khusus datang dari Yerusalem. Memang Yesus sudah terkanal di wilayah utara, di Galilea. Para tokoh di Yerusalem, di pusat keagamaan, curiga. Mana bisa orang dari utara seperti Yesus ini kok bisa membawakan kehadiran Yang Maha Kuasa. Mereka waswas. Jangan-jangan dia dirasuki rajanya para setan untuk mengacaukan pikiran dan hati orang banyak! Bisa jadi ia memakai kuasa roh jahat sendiri untuk menyembuhkan orang kerasukan!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Markus hendak menampilkan dua sikap yang saling berlawanan terhadap Yesus. Di satu sisi ada sikap terbuka, penuh harapan, percaya dari orang banyak. Ini dikontraskan dengan sikap waswas, curiga, dan ragu-ragu kaum ulama dan dari sanak saudara Yesus sendiri. Yang pertama menginsafi kehadiran Tuhan dalam diri Yesus, yang kedua malah menduga yang tidak-tidak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pendengar Injil Markus tidaklah diajak untuk langsung mengikuti sikap orang banyak dan mencela sanak saudara Yesus dan kaum ulama dari Yerusalem. Injil mengajak orang untuk memeriksa diri di mana berada. Begitu pula pembaca pada zaman ini diharapkan dapat memahami pesan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
JAWABAN YESUS</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam menanggapi para ulama yang mencurigainya bertindak dengan kuasa roh jahat, Yesus mengutarakan dua perumpamaan (ayat 24-26 dan ayat 27) diikuti sebuah peringatan keras (ayat 28-29). Marilah kita lihat satu persatu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perumpamaan yang pertama menunjukkan bahwa kerajaan yang terpecah dari dalam tentu tidak bisa terus ada. Bila Iblis melawan diri sendiri, tentu kerajaannya akan pecah sendiri. Bila Yesus memakai kuasa roh jahat untuk menyembuhkan orang kerasukan tentunya akan membuat kuasa jahat terbelah. Tapi nyatanya kuasa seperti itu masih ada dan masih ada orang yang butuh disembuhkan. Begitulah kecurigaan para ulama itu tidak masuk akal!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perumpaam yang kedua menegaskan (ayat 27) bahwa orang kuat tak dapat dirampas hartanya tanpa diikat terlebih dahulu, maksudnya, mengalahkannya sampai tak berkutik. Pendengar waktu itu tentunya faham bahwa Yesus hendak mengatakan bahwa dirinya telah mengalahkan orang kuat tadi. Yesus sudah terbukti lebih besar. Penyembuhan, tindakannya mengeluarkan roh jahat dari orang kerasukan, kesungguhannya mengajarkan keagamaan sejati, keberaniannya untuk mendekati para pendosa, bukankah semua ini justru menunjukkan dirinya lebih besar dari orang kuat dalam perumpamaan tadi? Kuasanya lebih besar dari roh jahat! Jadi kecurigaan para ulama itu keliru belaka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesudah dua perumpamaan tadi Yesus pun menegaskan (ayat 28-29) bahwa dosa dan hujat apa pun bisa diampuni, kecuali hujatan terhadap Roh Kudus. Dosa melawan Roh Kudus tidak bakal terhapus. Injil Markus menjelaskan (ayat 30) mengapa Yesus mengutarakan hal itu. Yesus bertindak dengan kuasa Roh Kudus, tetapi ada yang mau menyebut kuasa ini kuasa roh jahat. Hujatan seperti ini tidak dapat diampuni! Terasa betapa kerasnya penandasan ini. Pendengar Injil diminta sungguh berhati-hati agar tidak menganggap kuasa ilahi Roh Kudus yang ada dalam diri Yesus sebagai kuasa Iblis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
SIAPA IBUKU? SIAPA SAUDARAKU?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika diberitahu bahwa ibu dan saudaranya “berdiri di luar” (ayat 31, 32) dan berusaha menemuinya, Yesus malah bertanya, “Siapa ibuku?” “Siapa saudaraku?” Lalu sambil memandangi orang-orang “yang duduk di sekelilingnya” (ayat 32, 34), ia pun menegaskan bahwa menjalankan kehendak ilahi membuat orang menjadi saudara dan ibu baginya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada awal petikan kali ini (ayat 21) disebutkan bahwa sanak saudara Yesus menganggap Yesus sinting. Mereka tidak mengenali siapa dia sesungguhnya. Mereka tidak peka. Pada bagian awal itu juga lebih dahulu disebutkan bahwa orang banyak datang berkerumun (ayat 20) di dalam rumah tempat Yesus berada. Kedua kelompok orang inilah yang dalam ayat 30-35 ditampilkan kembali sebagai “berdiri di luar” dan “duduk di sekelilingnya”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pendengar Injil diajak bertanya di mana sedang berada – duduk di sekelilingnya atau berdiri di luar. Di sini Injil Markus menggarisbawahi perbedaan antara “berdiri di luar” dengan “duduk di sekelilingnya”. Yang hendak disorot bukanlah sikap Yesus terhadap ibu dan saudaranya atau orang banyak, melainkan sikap orang terhadap Yesus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
MENJALANKAN KEHENDAK ILAHI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada ayat 35 ditegaskan, kedekatan dengan Yesus itu ukurannya ialah menjalankan kehendak ilahi. Bagaimana menjalankan kehendak ilahi? Ironinya, ungkapan ini kerap dipakai untuk apa saja. Sering orang yang merasa diri saleh beranggapan dapat menentukan inilah kehendak ilahi dan mengharapkan orang lain menerimanya. Memang tugas para ulama menjernihkan kesadaran orang. Akan tetapi di mana batas-batasnya? Sulit. Namun Injil Markus memberi pegangan sudah sejak awal, yakni pada Mrk 1:15 “Saatnya sudah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” Menjalankan kehendak ilahi dalam ajaran Injil Markus pertama-tama ialah menerima kehadiran Tuhan di dalam kehidupan ini (“Kerajaan Allah sudah dekat”), dengan selalu mengarahkan diri ke sana (=”bertobat”) dan menerima tulus apa-apa yang dibawakan Yesus kepada orang banyak (“percaya kepada Injil”). Inilah menjalankan kehendak ilahi. Ini pulalah yang menentukan apa orang dekat dengannya atau tetap berada di luar…atau bahkan menolaknya seperti para ulama dari Yerusalem.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salam hangat,</div>
</div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-75673582306534583342018-05-30T22:11:00.000-07:002018-05-30T22:11:05.091-07:00Godaan Pikiran<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Ada seorang asing sedang mencari Bapa Kepala Biara di biara Sceta. "Aku ingin membuat hidupku lebih baik," katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memiliki pikiran yang berdosa." </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sang Bapa Kepala Biara sedang memperhatikan bahwa angin bertiup dengan cepat di luar sana, dan kemudian berkata kepada orang asing itu: "Hawa disini panas sekali. Aku ingin tahu apakah engkau bisa menangkap sedikit angin di luar dan membawanya ke sini untuk mendinginkan ruangan."<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Itu tidak mungkin," kata orang asing itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Begitu pula tidak akan mungkin engkau menahan diri dari memikirkan hal-hal yang berdosa," jawab Sang Keapala Biara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Tetapi, jika kamu tahu cara mengatakan tidak pada godaan pikiran itu, maka dia tidak akan membahayakan dan meresahkanmu."</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-9800611080568255262018-05-30T20:02:00.001-07:002018-05-31T19:00:45.805-07:00Doa Anak Kecil Sebelum Tidur<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Seorang anak lelaki kecil sedang berlutut di samping tempat tidurnya bersama ibu dan neneknya dan dengan lembut mengucapkan doa-doanya, "Ya Tuhan, tolong berkati nenek, ibu dan ayah dan semua keluarga dan tolong beri aku tidur yang nyenyak malam ini."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba-tiba dia mendongak dan berteriak, "<b>DAN JANGAN LUPA BERI SAYA SEPEDA UNTUK ULANG TAHUN SAYA!!</b>"<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Tidak perlu berteriak seperti itu," kata ibunya. "Tuhan tidak tuli."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Memang," kata bocah kecil itu, " Tetapi Nenek kan agak tuli..."</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-50235350462598612018-05-30T19:43:00.000-07:002018-05-30T19:43:08.966-07:00Minggu Tubuh dan Darah Kristus<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: center;">
Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Minggu Tubuh dan Darah Kristus</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Dalam Kesatuan Batin</div>
<div style="text-align: center;">
A. Gianto</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PERISTIWA yang dikisahkan dalam Injil bagi pesta Tubuh dan Darah Kristus kali ini dikaitkan Markus dengan Perjamuan Paskah Yahudi (<b>Mrk 14:12-16</b>). Begitu pula dalam Injil Matius dan Lukas (<b>Mat 26:2. 17-19; Luk 22:7-14</b>) yang memang ditulis atas dasar bahan Markus. Yohanes lain. Baginya, peristiwa itu bukan Perjamuan Paskah, melainkan perjamuan perpisahan Yesus dengan murid-muridnya. Pada hari Paskah Yahudi sendiri, menurut Yohanes, Yesus sudah meninggal (<b>bdk. Yoh 18:28; 19:14</b>) dan justru wafatnya diartikannya sebagai korban domba Paskah. Pembicaraan kali ini tidak mencakup <b>Mrk12: 22-26</b> yang ikut dibacakan pada perayaan kali ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kapan Terjadi?<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di kalangan Yahudi zaman itu, hari dihitung mulai dari terbenamnya matahari hingga magrib berikutnya. Jadi satu hari terdiri dari sore dan malam hari serta siang hari berikutnya. Menjelang Paskah Yahudi, masih pada hari keenam (Jumat) domba kurban disembelih, tetapi baru dipersembahkan dalam upacara pada sore harinya yang sudah terhitung hari berikutnya, yakni malam Paskah Yahudi. Injil Yohanes mengartikan wafat Yesus di kayu salib sebagai penyembelihan domba yang terjadi pada hari Jumat, sedangkan sore harinya, yakni malam Paskah orang Yahudi, Yesus dikuburkan dan tinggal di sana sampai bangkit pada hari pertama minggu berikutnya. Injil-Injil Sinoptik (yakni Markus, Matius, dan Lukas) menampilkan penyaliban Yesus setelah Paskah Yahudi yang dirayakan Yesus bersama para muridnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Baik Injil Sinoptik maupun Injil Yohanes sama-sama menampilkan Yesus sebagai kurban Paskah. Tetapi kapan peristiwa ini terjadi, dan dalam bentuk mana, ada perbedaan. Dalam Injil Yohanes perjalanan waktu sengaja “dibalik” sehingga tampil kesan semuanya kembali ke keadaan sebelum penciptaan. Bagi Yohanes, Paskah Yahudi dibarengi dengan kegelapan dalam kubur, dalam kematian. Ini keadaan sebelum sang Pencipta menyabdakan terang. Paskah Yahudi tampil sebagai yang tak berbentuk, keadaan kalang kabut (<b>bdk. Kej 1:2</b>). Perlu ada pengaturan dan terang. Dan Yang Maha Kuasa sendiri memberikannya, yakni Paskah yang baru, yaitu kebangkitan Yesus. Dia itu terang yang disabdakan bagi jagat. Dan terang itu kini berada bersama Yang Maha Kuasa, yang disebutnya Bapa. Dari sana ia akan mengirim Rohnya kepada para muridnya. Ini juga telah diutarakannya dalam pesan-pesan terakhirnya pada perjamuan malam sebelum ia ditangkap.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Injil Sinoptik memakai cara penggambaran yang mengarah ke depan dan mengantisipasi peristiwa wafat Yesus di salib dengan Perjamuan Paskah. Di sini Yesus menegaskan pemberian dirinya – tubuh dan darahnya – sebagai jaminan Perjanjian keselamatan yang baru. Barangsiapa bersatu dengannya akan terikut di dalam keselamatan. Roti yang disambut dan anggur yang diminum menandai kesatuan dengan tubuh dan darah Yesus – dengan dirinya sepenuh-penuhnya. Injil Sinoptik juga memakai Perjamuan Paskah, yakni peringatan pembebasan umat Perjanjian Lama dari perbudakan di Mesir, untuk mengartikan kurban diri Yesus di salib nanti. Dia itu kurban yang membebaskan kemanusiaan dari perbudakan dosa. Dengan demikian, Injil Sinoptik juga menampilkan perjamuan bersama para murid tadi sebagai perayaan penebusan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bersama Orang Banyak</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun agak rumit, uraian di atas menunjukkan dinamika pemahaman para murid tentang Yesus sang Mesias yang telah mereka ikuti dari tempat ke tempat dan kini tetap menyertai mereka walaupun dengan cara yang berbeda. Dan perjamuan “berakah” yang menjadi ibadat mereka sebagai orang Yahudi menjadi perayaan bersama untuk semakin menyadari kenyataan batin ini. Seperti halnya perjamuan “berakah” untuk memperingati dan menghadirkan kembali peristiwa keluaran dari Mesir, perjamuan ekaristi dijalankan untuk mengenang kembali kebersamaan batin dengan Yesus yang mengurbankan diri bagi keselamatan orang banyak. Patut dicatat, gagasan “eukharistia” ialah padanan dalam bahasa Yunani bagi “berakah” Ibrani. Dengan latar pemahaman di atas marilah kita petik warta Injil hari ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bayangan kita mengenai perjamuan terakhir boleh jadi amat dipengaruhi lukisan gaya Leonardo da Vinci: di sebuah ruang khusus Yesus memimpin perjamuan yang dihadiri hanya oleh murid-murid paling dekat. Dan kita akan mengamati siapa-siapa dan bagaimana sikap mereka dan bagaimana sikap Yesus. Tafsiran artistik ini memang mengungkapkan kekhususan kesempatan itu. Saat itulah lahir kelompok kecil yang akan menjadi komunitas penerus karya dan kehadiran Yesus di dunia ini. Mereka akan berbagi ingatan akan siapa Yesus yang mereka kenal dari dekat, yang mereka kagumi, yang mereka ikuti. Walaupun demikian, gambaran itu tidak amat cocok dengan yang kiranya terjadi dulu. Ruang tempat Yesus dan murid-muridnya makan pasti dipenuhi orang-orang lain juga. Yesus ialah tokoh yang telah menggemparkan seluruh wilayah utara – Galilea – dan tempat-tempat di sepanjang perjalanannya ke Yerusalem. Ia disambut dengan sorak sorai ketika memasuki kota itu, bagaikan seorang raja. Yerusalem waktu itu juga ramai banyak didatangi para peziarah yang akan beribadat tahunan di kota suci itu. Ia bahkan disangka akan menggerakkan masa membangun kerajaan baru. Itulah yang dituduhkan oleh para pemimpin Yahudi sendiri di hadapan penguasa Romawi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemilihan tempat perjamuan juga dikisahkan dalam <b>Mrk 14:12-16</b> dengan cara yang unik. Seakan-akan semuanya sudah diatur. Dua orang murid disuruhnya memasuki kota dan di sana mereka akan berjumpa dengan seorang laki-laki yang membawa kendi air. Mereka disuruh mengikutinya. Dan orang itu akan menunjukkan ruang besar yang sudah diperlengkapi dan siap pakai. Pembaca zaman dulu tahu bahwa seorang lelaki yang membawa kendi air bukan pemandangan yang biasa, bahkan aneh. Biasanya air dibawa dengan kerbat dari kulit. Ini cara Markus menarik perhatian pembacanya. Juga untuk menunjukkan bahwa tempat perjamuan yang direncanakan ini mudah diketahui orang, bukan hal yang diam-diam dipilih bagi kelompok sendiri. Siapa saja akan bisa melihat orang yang membawa kendi air – sebuah pemandangan yang mencolok – dan mengetahui tempat yang ditunjukkan orang itu kepada kedua murid tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Roti dan Anggur</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yesus sudah jadi tokoh tenar waktu itu. Ke mana saja ia pergi, ia selalu diiringi orang banyak. Juga tempat ia berjamu dengan para muridnya pasti didatangi orang banyak pula. Mereka ingin melihat tokoh ini bersama kelompok murid yang kondang itu. Boleh kita hubung-hubungkan keadaan ini dengan peristiwa Yesus memberi makan orang banyak yang diceritakan sampai enam kali dalam Injil-Injil. Ia berbagi rezeki yang diperoleh dari Bapanya dengan orang banyak yang mengikutinya dan menaruh kepercayaan serta harapan kepadanya. Ia berusaha memurnikan harapan serta angan-angan mereka. Ia datang bukan sebagai Mesias yang akan membangun kembali kejayaan dulu atau menumbangkan lembaga penindas. Ia datang untuk memperkenalkan Allah yang bisa didekati. Juga kali ini, di Yerusalem, di kotaNya yang suci itu, Yesus memperkenalkanNya sebagai Allah yang bisa dijangkau orang banyak. Bukan lewat kurban dan upacara, tetapi lewat dirin Yesus, lewat dia yang berani dengan tulus memanggilNya sebagai “Bapa”. Tentu peristiwa ini mengagetkan. Dan ini terjadi bukan di Bait Allah, melainkan di sebuah ruang tempat ia mengadakan perjamuan dengan para muridnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada kesempatan itulah Yesus membuat roti dan anggur perjamuan menjadi tanda pemberian diri seutuhnya kepada mereka yang ikut makan dan minum. Kata-kata “inilah tubuhku” (<b>Mrk 14:22</b>) dan “inilah darahku” (24) menjadi ajakan bagi mereka yang ikut serta dalam perjamuan itu untuk menyadari bahwa sebenarnya mereka bersatu dengan dia yang kini menjadi tanda keselamatan bagi orang banyak. Injil merumuskannya sebagai darah perjanjian, yakni yang dulu secara ritual diadakan dalam upacara kurban sembelihan untuk meresmikan Perjanjian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagaimana kita memahami perayaan yang dikisahkan Injil itu bagi orang sekarang? Yang terjadi pada kesempatan itu erat hubungannya dengan inti perayaan ekaristi seperti kita kenal kini. Dalam peristiwa itu kumpulan orang di sekitar Yesus menyadari adanya dua kenyataan. Pertama, kurban Yesus, dan yang kedua ialah kemungkinan berbagi kehidupan dengannya. Kepercayaan inilah yang kemudian berkembang dalam ujud perayaan ibadat ekaristi mengenang kurban tadi. Dan ingatan ini diteruskan turun temurun hingga zaman ini. Tak ada satu hari pun lewat tanpa kenangan tadi. Dalam hal inilah peristiwa perjamuan terakhir tadi masih terus berlangsung. Juga kesatuan dengan dia yang mengorbankan diri demi orang banyak menjadi semakin nyata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salam hangat</div>
</div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-37097809997885591342018-05-25T11:25:00.000-07:002018-05-26T09:59:39.898-07:00Arti Kehidupan dan Rancangan Tuhan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Ada cerita tentang sebuah ulat. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di tanah, dan selalu iri pada burung yang bisa terbang dan marah pada nasib dan bentuk tubuhnya. "Aku adalah makhluk yang paling tidak disukai dari semua makhluk," pikirnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Jelek, menjijikkan, dan dikutuk untuk merangkak di tanah." </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu hari, Sang Bunda Alam Semesta, meminta ulat untuk membuat kepompong. Ulat itu kaget - karena ia tidak pernah membuat kepompong sebelumnya. Dia mengira bahwa dia sedang membuat kuburan untuk dirinya sendiri, dan bersiap-siap untuk mati.<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun tidak pernah bahagia dengan kehidupan yang dia jalani sampai saat itu, toh akhirnya dia juga mengeluh kepada Tuhan: "Ketika saya akhirnya sudah menjadi terbiasa dengan berbagai hal, Tuhan, Engkau mengambil apa yang sedikit dan kecil yang saya miliki itu."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam ke-putus-asa-annya, ia mengunci diri ke dalam kepompong dan menunggu ajalnya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa hari kemudian, dia mendapati bahwa dia telah berubah menjadi kupu-kupu yang indah. Dia bisa terbang ke langit, dan dia sangat dikagumi. Dia terkejut dengan arti kehidupan dan rancangan Tuhan.</div>
</div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-28005641657073339142018-05-25T11:00:00.000-07:002018-05-30T19:43:11.543-07:00Hari Raya Tritunggal Mahakudus 2018<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: center;">
Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Hari Raya Tritunggal Mahakudus</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
A. Gianto</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rekan-rekan yang budiman!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti diperintahkan sang Guru, para murid kini berkumpul di Galilea. Yesus sendiri telah mendahului mereka. Begitulah, seperti disampaikan Matius pada akhir Injil pada Hari Raya Tritunggal Mahakudus tahun ini (<b>Mat 28:16-20</b>), di Galilea, di sebuah bukit yang ditunjukkan sang Guru, mereka melihat Yesus dan mengenali kebesarannya, dan mereka sujud kepadanya. Kepada mereka ia menegaskan bahwa semua kuasa di surga dan di bumi telah diberikan kepadanya (ay. 18); sehingga tak perlu lagi ada keraguan (terungkap pada akhir ay. 17). Para murid diminta memperlakukan semua bangsa sebagai muridnya dan membaptis mereka dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus (ay. 19-20a). Ia juga berjanji menyertai mereka hingga akhir zaman (ay. 20b).<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Injil Matius menampilkan Yesus sebagai tokoh Musa yang membawakan hukum-hukum dari Allah sendiri kepada umat. Tetapi berbeda dengan Musa, Yesus mengajar di sebuah bukit yang dapat didekati orang banyak, tidak dari puncak gunung yang tak terjangkau, yang diliputi awan-awan tebal. Bukit tempat Yesus mengajar menampilkan suasana lega, tidak mencekam. Para murid dapat memandanginya, tidak seperti Musa dulu yang wajahnya sedemikian menyilaukan. Tempat pemberian hukum sudah bukan lagi di wilayah yang terpisah dari masyarakat luas dan kehidupan sehari-hari. Bukan lagi di padang gurun, bukan lagi di puncak Sinai, tak lagi terpusatkan di Yerusalem dan Bait Allah. Hukum baru ini tersedia bagi siapa saja. Injil mengutarakannya dengan “Galilea”, yakni wilayah persimpangan tempat macam-macam orang bisa bertemu. Yang disampaikan bukan lagi seperangkat aturan dan hukum, melainkan ajaran kehidupan, kesahajaan, serta keluguan batin, karena Kerajaan Allah berdiam dalam kesahajaan dan keluguan seperti itu. Kini pada akhir Injil Matius, para murid diminta agar membuat ajaran tadi lebih dikenal lebih banyak orang lagi. Akan kita dalami hal ini lebih lanjut nanti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
KUASA DI SURGA DAN DI BUMI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gambaran ini bukan barang baru. Sudah dikenal dari kitab <b>Daniel 7:14</b>. Dalam penglihatan Daniel, tampillah sosok yang seperti manusia datang menghadap Yang Lanjut Usia untuk memperoleh kuasa daripada-Nya. Dan kekuasaan ini tak akan ada selesainya. Bagaimana menafsirkan gambaran ini? Sering sosok itu diterapkan kepada seorang Mesias yang akan datang. Pendapat ini tidak banyak berguna. Hanya membuai harapan. Juga sering dipandang sebagai kejayaan kaum beriman. Tetapi pemahaman ini juga tidak banyak membantu. Malah kurang cocok dengan kehidupan beragama yang sejati yang tidak mencari kejayaan, melainkan terarah pada sikap bersujud. Penglihatan Daniel tadi sebetulnya menggambarkan kemanusiaan yang baru. Yakni kemanusiaan yang selalu mengarah kepada Yang Ilahi. Kemanusiaan yang berkembang dalam hubungan dengan dia yang memberi kuasa atas jagat ini. Itulah yang telah diperoleh kembali oleh Yesus dengan salib dan kebangkitannya. Dan itulah yang kini dibagikan kepada umat manusia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yesus membuat kemanusiaan baru dalam penglihatan Daniel tadi menjadi kenyataan. Di dalam dirinya Yang Ilahi dapat tampil dengan leluasa, bukan hanya di surga, tapi juga di bumi. Juga tidak ada lagi tempat di surga atau di bumi yang menjadi terlarang bagi kemanusiaan karena semuanya diciptakan bagi kemanusiaan baru ini. Bukan berarti ruang leluasa itu dapat dipakai begitu saja. Keleluasaan membawa serta tanggung jawab menjaga kelestarian. Justru kemanusiaan yang terbuka ini ialah yang ikut mengembangkan jagat sehingga menjadi tempat Yang Ilahi dimuliakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Siapa Saja Sebagai Sesama Murid</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kata-kata Yesus dalam ay. 19 itu tidak perlu ditafsirkan sebagai perintah untuk “mempertobatkan” semua bangsa menjadi muridnya. Dengan bahasa yang lebih mudah dipahami, perintah itu dapat dirumuskan demikian: “Kalian akan pergi ke mana-mana dan menjumpai macam-macam orang; perlakukanlah mereka itu sebagai muridku!” Jadi tekanan bukan pada membuat bangsa-bangsa menjadi murid Yesus dengan menurunkan ilmu atau pengetahuanatau kebiasaan-kebiasaan. Yang diminta Yesus ialah agar para murid tadi menganggap siapa saja yang akan mereka jumpai nanti sebagai sesama murid. Pernyataan ini amat berani. Di situ terungkap kepercayaan yang amat besar akan kemanusiaan. Bagaimana penjelasannya?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wafat dan kebangkitan Yesus telah mengubah jagat ini secara menyeluruh sehingga siapa saja, pernah ketemu atau tidak dengannya, pernah mendengar atau belum tentangnya, pada dasarnya sudah menjadi ciptaan baru, menjadi kemanusiaan baru. Dalam bahasa Injil – mereka sudah menjadi murid Yesus sendiri. Dan murid-murid yang mengikutinya dari tempat ke tempat dulu diminta menganggap semua orang yang mereka jumpai nanti sebagai sesama murid. Tak ada ruang lagi bagi mereka untuk berbangga-bangga. Mereka tidak lebih dekat, tidak lebih baik, tidak lebih memiliki ajaran benar. Semua orang ialah muridnya dan para murid pertama justru diminta memperlakukan mereka seperti diri mereka sendiri. Dan yang memang merasa dekat hendaknya memperlakukan orang lain yang belum pernah mendengar tentang Yesus sebagai yang sama-sama telah mendapat pengajaran batin dari Yesus sendiri! Tentu saja janganlah kita mengerti hal ini sebagai gagasan sama rata sama rasa yang akan membuat pengajaran ini sebuah karikatur belaka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apakah tafsiran ini tidak berseberangan dengan ciri misioner Gereja? Samasekali tidak. Pemahaman ini justru menunjukkan betapa luhurnya pengutusan para murid. Mereka diminta memperlakukan semua orang sebagai sesama, bahkan sesama murid. Mereka dapat saling belajar tentang kekayaan masing-masing. Baru demikian komunitas para pengikut Yesus akan memenuhi keinginannya. Inilah yang membuat iman tidak berlawanan dengan kebudayaan. Bahkan iman berkembang dengan kebudayaan. Bila begitu kemanusiaan dapat menjadi juga kemanusiaan yang dapat didiami keilahian seperti dalam kehidupan Yesus sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengutusan tidak perlu diartikan sebagai penugasan membagi-bagikan kebenaran kepada mereka yang dianggap berada dalam ketidaktahuan. Sebaliknyalah, para murid itu baru boleh disebut menjadi utusan yang sungguh bila membiarkan diri diperkaya oleh “para bangsa” – oleh orang-orang yang mereka datangi. Para murid diutus ke mana-mana dan di semua tempat itulah mereka akan menemukan orang-orang lain yang memiliki pelbagai pengalaman mengenai Yang Ilahi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam Injil hari ini hal itu dikatakan dengan “Baptislah mereka dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus!” Artinya, mengajak orang mengenal adanya pengasal hidup (Bapa), dan yang menjalankannya sebaik-baiknya (Putra), serta yang melangsungkan dan menjaganya (Roh Kudus). Mengantar orang ke dalam hidup komunitas Gereja – membaptis – ialah sebuah cara untuk menandai niat untuk mendalami serta menghayati perintah tadi. Ada pelbagai cara lain dalam hidup bersama sebagai murid Yesus. Kehidupan Gereja pada abad-abad pertama justru menunjukkan kenyataan ini. Orang dari kalangan Yahudi diajak terbuka menerima orang dari kalangan Yunani. Inilah kekayaan pengutusan para murid.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
RAGU-RAGU?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam ay. 17b disebutkan ada beberapa orang yang ragu-ragu. Maksudnya, tidak begitu yakin bahwa yang mereka dapati dan mereka lihat di gunung di Galilea itu ialah Yesus yang sudah bangkit. Dalam hati kecil mereka bertanya, betulkah demikian? Kok sesederhana ini, kok tidak menggetarkan, kok tidak membuat orang takluk langsung. Dan juga, kok tidak memberi kemuliaan besar kepada mereka yang telah setia mengikutinya dari tempat ke tempat? Terhadap keraguan ini Yesus hanyalah memberi penegasan iman: yang dibawakannya ke dunia ini ialah kemanusiaan yang tertebus, kemanusiaan baru, yang terbuka bagi keilahian. Dan itulah kuasa atas surga dan bumi. Menjadi muridnya berarti ambil bagian dalam kemanusiaan yang tertebus ini. Bila demikian para murid boleh yakin akan tetap disertai guru mereka hingga akhir zaman, hingga saat kemanusiaan yang tertebus itu menjadi kenyataan di bumi dan di surga seutuhnya. Kata-kata ini menjadi bekal hidup bagi siapa saja yang mau mengikuti Yesus. Juga bagi kita sekarang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
DARI BACAAN KEDUA: PENGARAHAN PAULUS (<b>Rom 8:14-17</b>)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Paulus dalam petikan surat Roma yang dibacakan kali ini menegaskan bahwa siapa saja- semua orang – yang dipimpin Roh Allah ialah “anak Allah”, artinya, sudah amat dekat dengan-Nya. Inilah kekuatan Roh-Nya. Penegasan ini menggemakan iman akan karya ilahi dalam tiap orang seperti tertera dalam <b>Mat 28:19</b> yang dikupas di atas, yakni menganggap siapa saja sebagai sesama murid. Bukan untuk ditobatkan, melainkan untuk diajak berbagi keyakinan akan karya ilahi dalam diri masing-masing.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pandangan seperti ini bisa terasa terlalu optimis dan bisa jadi rada naif dalam dunia yang terbagi-bagi dalam agama. Tetapi yang diarah Paulus bukan sekadar keagamaan melainkan kerohanian mempercayai kehadiran ilahi di dalam diri siapa saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PAHAM TRITUNGGAL</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam menjelaskan iman akan Tritunggal, dapat membantu bila diperlihatkan juga pendapat mana yang tidak cocok dengan penghayatan iman yang nyata dalam Gereja. Yang bukan ajaran iman ialah gagasan “tri-teisme”, yakni adanya tiga sesembahan. Ada dua pendapat lain yang tidak amat kentara ketidaksesuaiannya dengan penghayatan iman yang benar. Yang pertama mengatakan bahwa Putra dan Roh Kudus itu diciptakan oleh Bapa, atau semacam perpanjangan dari Allah yang satu – pendapat ini biasanya disebut “subordinasionisme” karena mem-bawah-kan kedua pribadi pada salah satu. Ada pula penjelasan yang mengatakan bahwa Tritunggal hanyalah sekadar tiga cara (“modus”) Allah tampil bagi manusia dan bukan sungguh pribadi ilahi. Pendapat lazim disebut “modalisme”. Termasuk di sini pendapat bahwa ketiganya hanya kiasan mengenai sifat-sifat ilahi belaka. Iman yang benar tidak berdasarkan gagasan-gagasan tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengertian akanTritunggal yang sesuai dengan ajaran iman ialah yang menerima keilahian sebagai yang mengasalkan kehidupan. Inilah Sang Bapa. Kehidupan yang diberikan Bapa ini terlaksana sepenuhnya dalam Sang Putera. Oleh karena itu Dia menjadi jalan yang benar yang menghidupkan. Dan kekuatan yang membuat kehidupan ini betul-betul ada serta terpelihara ialah Roh Kudus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salam hangat,</div>
</div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-47755288410430772522018-05-24T11:35:00.000-07:002018-05-25T11:35:39.295-07:00Guru Yang Kagum Dengan Iman Pastor<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Seorang Guru Sekolah Minggu sedang sibuk berusaha untuk membuka kunci kombinasi almari kabinet yang digunakan untuk menyimpan berbagai keperluan gereja. Dia sudah pernah diberi tahu tentang angka kombinasi itu, tetapi dia tidak bisa mengingatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya dia pergi ke pastor paroki dan meminta bantuan tentang kunic kombinasi tersebut. Pastor lalu masuk ke ruangan dan mulai memutar angka kombinasi tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah dua angka pertama dia kemudian berhenti dan menatap kosong sejenak seperti lupa dengan kombinasi angka berikutnya.<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya dia tampak tenang dan menangadah ke langit dan bibirnya bergerak-gerak tanpa suara seperti orang yang berdoa kepada Tuhan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian dia melihat kembali kunci itu, dan dengan cepat beralih ke nomor terakhir, dan akhirnya berhasil membuka kunci.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sang guru kagum. "Saya kagum pada imanmu, pastor," katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ah tidak perlu, tidak ada soal dengan iman" jawabnya. "Nomornya ada di selembar kertas di langit-langit."</div>
</div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-24711470853829196362018-05-18T21:32:00.000-07:002018-05-25T11:00:06.511-07:00Minggu Pentakosta 20 Mei 2018<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: center;">
Minggu Pentakosta 20 Mei 2018 </div>
<div style="text-align: center;">
Yoh 15:26-27; 16:12-15</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
DISERU AGAR DATANG MENOLONG</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rekan-rekan yang baik!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di kalangan umat Perjanjian Lama, Pentakosta (artinya “hari ke-50”) dirayakan 7 minggu setelah panen gandum, seperti disebutkan dalam <b>Im 23:15-21 dan Ul 16:9-12</b>. Perayaan ini juga disebut dalam hubungan dengan perayaan lain, lihat <b>Kel 23:14-17; 34:22; Bil 28:26-31 dan 2Taw 8:13</b>. Dalam perkembangan selanjutnya, hari “ke-50” ini dihitung dari tanggal 14 Nisan, yaitu Paskah Yahudi. Hari itu kemudian juga dipakai untuk memperingati turunnya Taurat kepada Musa. Di kalangan umat Kristen, peringatan “hari ke-50” ini terjadi 7 minggu setelah kebangkitan Yesus dan dirayakan sebagai hari turunnya Roh Kudus kepada para murid seperti digambarkan dalam <b>Kis 2:1-11</b>. Jadi perayaan 7 minggu setelah panen dari dunia Perjanjian Lama itu diterapkan dalam Perjanjian Baru pada panenan rohani yang kini mulai melimpah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada hari Pentakosta tahun B ini dibacakan kata-kata Yesus dalam <b>Yoh 15:26-27</b>. Teks itu jelas-jelas menyebut kedatangan Penolong yang diutus Yesus dari Bapa. Bagaimana memetik warta Pentakosta khususnya bagi kita sekarang? Adakah relevansinya bagi zaman kita dan lingkungan kita sekarang?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
KETABAHAN BERSAMA<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Petikan hari ini sebenarnya bagian dari pesan-pesan Yesus kepada para murid pada perjamuan terakhir. Setelah menyampaikan perumpamaan pokok anggur dan ranting (<b>Yoh 15:1-8; Minggu Paskah V tahun B</b>) dan imbauan agar menumbuhkan kebersamaan yang sejati (<b>Yoh 15:9-17; Minggu Paskah VI tahun B</b>), Yesus mengajak mereka melihat pelbagai kenyataan hidup yang kerap kali kurang memberi rasa tenteram. Ditegaskannya bahwa ia sendiri dimusuhi dunia. Maka tak usah heran bila para pengikutnya juga akan mengalami hal yang sama. Kedatangan Yesus ke dunia membuat jelas siapa dan apa yang termasuk wilayah gelap tadi. Yang tadinya tidak kentara sekarang mulai dapat dirasakan hadir dan mencekam. Inilah teka teki kehidupan di dunia ini. Sering yang jahat, yang menyakitkan, yang membingungkan itu tidak dapat diterangkan kejadiannya, hanya dapat dirasakan adanya serta daya perusaknya. Ini semua dikatakan dalam <b>Yoh 15:18-25</b> yang menjadi lanjutan dari bacaan Injil hari-hari Minggu sebelumnya tadi. Dapatkah kita hidup terus dalam keadaan ini? Mana bisa kita tahan? Begitulah tanya para murid dalam hati kecil mereka.. Apalagi katanya sebentar lagi guru mereka akan diambil dan mereka akan sendirian. Apa gunanya bertahan? Injil hari Pentakosta kali ini menjawab kegundahan itu. Dan kekuatan yang muncul dari Injil itu dapat juga membuat kita berani ikut merasakan penderitaan saudara-saudara kita yang tertimpa bencana. Keberanian itu bisa menjadi kekuatan bagi mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mari kita lihat keadaan para murid dulu. Hingga saat itu mereka bisa membanggakan menjadi pengikut seorang tokoh tenar dan dianggap penting di mana-mana. Semua yang dilakukan Yesus serta tanggapan orang banyak membuat mereka percaya diri. Masa depan yang cemerlang kini tersedia bagi mereka. Yesus sendiri sebenarnya beberapa kali berusaha membuat kepala mereka tetap dingin. Tetapi biasanya antusiasme orang tidak gampang diatur akal. Hanya kenyataanlah yang dapat membuat mereka sadar apa yang sedang terjadi. Permusuhan, kedengkian para pimpinan masyarakat Yahudi waktu itu mulai terasa. Mula-mula hanya dalam ujud mempertanyakan kompetensi Yesus mengajarkan Taurat. Kelompok baru di sekitar Yesus ini dirasa sebagai ancaman. Konflik menjadi makin tajam dan akhirnya mereka menemukan pelbagai cara untuk mendiskreditkan Yesus di hadapan lembaga resmi agama dan pemerintahan Romawi. Kelanjutannya kita ketahui. Ketika Yesus ditangkap dan disalibkan, para murid bubar. Dari bangga dan penuh keyakinan, kini mereka berkecil hati. Dari orang-orang yang berani bercerita mengenai sang Guru, sekarang mereka menjadi orang yang takut dituduh pengacau dengan risiko ditangkap. Mereka juga dianggap menawarkan ajaran yang keliru oleh para simpatisan mereka dulu. Mereka kehilangan muka di hadapan kaum sendiri. Inilah situasi para murid.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
MENGENANG PERKATAAN YESUS</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam keadaan itulah mereka teringat akan pesan-pesan Yesus pada perjamuan terakhir. Injil memang terjadi sebagai kumpulan kenangan bersama mengenai tindakan dan kata-kata sang Guru. Pada kesempatan itu ia berbicara mengenai Penolong yang akan diutusnya dari Bapa. Pengertian kunci di sini ialah “Penolong”. Yunaninya ialah “parakleetos”, arti harfiahnya ialah yang diseru, dipanggil, diminta agar datang menolong. Ungkapan ini sebenarnya kata biasa dalam bahasa Yunani. Orang datang menolong mereka yang kena musibah dengan memberi bantuan apa saja. Mulai dengan memberi pertolongan sebisanya sampai ke regu khusus yang menangani keadaan yang paling gawat. Juga pertolongan bisa berujud penghiburan untuk membesarkan hati, menumbuhkan harapan dan kekuatan. Apa saja yang dapat menopang orang yang tidak dapat mengatasi keadaan dengan kekuatan sendiri dan oleh karenanya membutuhkan pertolongan secepatnya. Itulah “parakleetos”. Dalam keadaan bencana, kehadiran para penolong memang lebih terasa. Tapi dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya penolong ada di mana-mana. Boleh dikata, bakat alamiah manusia yang paling dasar ialah tumbuh menjadi orang yang bisa dimintai tolong orang lain. Bakat ini biasanya berkembang menjadi macam-macam pola tingkah laku “baik” di masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Itulah latar pemakaian ungkapan “Penolong” dalam <b>Yoh 15:27</b>. Di situ Yesus mengatakan bahwa ia mengutus dia yang menanggapi seruan minta tolong tadi itu. Ditambahkannya bahwa Penolong itu berasal dari Bapa sendiri. Diutus berarti dikirim, seperti orang yang diutus menjalankan urusan tertentu. Itulah yang dimaksud Yesus dengan “Penolong yang kuutus”. Tugasnya ialah menanggapi kebutuhan orang yang minta tolong apa saja. Dan Penolong ini “keluar dari Bapa”. Artinya, pertolongan yang akan diterima orang yang berseru itu berasal dari Yang Maha Kuasa yang berperhatian sebagai bapak. Bagi orang zaman itu, cara berbicara seperti sarat muatan maknanya. Dulu orang Yahudi berseru minta tolong ketika mengalami penderitaan di Mesir. Dan Tuhan mendengar keluhan mereka dan turun untuk menolong mereka dan menuntun mereka ke tanah yang akan diberikan-Nya kepada mereka (lihat <b>Kel 3:7-10; 6:5-7 Ul 26:5-9</b>). Kekuatan seperti itulah yang dimaksud oleh Yesus sebagai “Penolong yang kuutus dari Bapa”. Ia adalah Roh Kebenaran, yakni kekuatan yang benar, yang terpercaya, bukan yang bakal membawa ke tujuan lain</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BERSAKSI?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Roh Kebenaran tadi akan menegaskan bahwa yang dikerjakan Yesus selama hidupnya itu benar-benar dari Bapa asalnya. Ia menjauhkan kekuatan yang jahat, menyembuhkan, menghibur yang kena kesusahan, mengajar, membimbing banyak orang. Semuanya itu untuk memperbaiki kemanusiaan. Bagaimana? Roh tidak membuat orang takjub dan takut. Ia datang ke dalam kehidupan para murid dan dari dalam diri mereka ia menegaskan bahwa semua yang dilakukan Yesus adalah karya ilahi sendiri. Itulah yang dimaksud dengan Penolong atau Roh Kebenaran yang “bersaksi tentang diriku”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kekuatan ini mengatasi apa saja yang dirasa mencengkam dan tak bisa dihadapi sendiri. Tidak bergantung pada jenisnya, bisa berupa penindasan sosial dan religius seperti di Mesir dulu, bisa pula dirasa sebagai bencana alam, bisa pula dialami sebagai kekuatan-kekuatan yang tak tergambarkan tetapi yang selalu mengancam kehidupan. Inilah yang sering membuat orang merasa tak berdaya dan hanya bisa berdoa berseru minta tolong.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Para murid percaya bahwa sang Penolong sudah datang. Bagaimana penjelasannya? Ada dalam <b>Yoh 15:26</b>. Di situ mereka diminta menjadi saksi. Alasannya, mereka sejak semula sudah ada bersama dengan Yesus sendiri dan melihat karyanya. Kini mereka diminta melihat kembali semua itu sebagai karya ilahi dalam Roh Kebenaran yang datang kepada mereka. Kesaksian yang dimaksud jelas bukan sedia mati demi mempertahankan agama. Ini lain perkara. Dalam ayat-ayat Yohanes ini, kesaksian yang dimaksud ialah membiarkan sang Penolong yang ada dalam komunitas orang beriman leluasa bertindak. Inilah kekuatan yang bisa memperbaiki kemanusiaan yang sedang mengalami kejadian seburuk apa saja. Para murid Yesus didampingi Sang Parakleetos yang siap dimintai tolong dan selalu ada di dekat. Kita juga. Pelbagai upaya pertolongan yang kita usahakan dapat makin kuat, makin ambil bagian dalam yang dikerjakan Yesus dan yang kini dilakukan bersama dengan kekuatan yang dikirimkannya dari atas sana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sang Penolong tadi membuat orang percaya bahwa yang dilakukan Yesus itu ialah karya ilahi. Inilah kesaksian sang Penolong. Murid-murid Yesus di masa kini pun ikut diminta menjadi saksi karya ilahi yang masih berlangsung. Juga di tengah-tengah orang yang paling membutuhkan penghiburan dan pertolongan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sabda Tuhan dapat menjadi bagian dalam kehidupan, khususnya pada saat-saat orang merasa tak berdaya, di waktu kesusahan dan penderitaan, juga dalam kesulitan rohani. Kita biarkan Sabda Tuhan ikut memikul beban penderitaan kita. Marilah kita pahami gerak gerik kehadiran Penolong yang diutus Yesus bagi murid-muridnya dan bagi kita juga, sekarang ini, dalam keadaan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salam hangat,</div>
<div style="text-align: justify;">
A. Gianto</div>
</div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-15938243853470099342018-05-18T08:06:00.000-07:002018-05-18T08:06:03.494-07:00Ada Tertulis<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<div>
"Maktub" berarti "Ada tertulis". Orang-orang Arab merasa bahwa "Ada tertulis" bukanlah benar-benar terjemahan yang terbaik, karena, meskipun semuanya sudah tertulis, Tuhan adalah berbelas kasih, dan menulis semuanya hanya untuk membantu kita.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sang pengembara sedang berada di New York. Dia bangun kesiangan dan terlambat menepati suatu appointment, dan ketika dia meninggalkan hotelnya, dia menemukan bahwa mobilnya telah diderek oleh polisi. Dia datang terlambat untuk appointmentnya, makan siang terasa lebih lama dari biasanya, dan dia berpikir tentang denda yang harus dia bayar. Ini akan menghabiskan banyak uang. Tiba-tiba, dia ingat uang dolar yang dia temukan di jalan sehari sebelumnya. Dia melihat semacam hubungan aneh antara uang dolar tersebut dan apa yang terjadi padanya pagi itu. "Siapa yang tahu..., mungkin saja aku menemukan uang tersebut sebelum orang yang seharusnya menemukannya? Mungkin aku sudah mengambil uang tersebut dari jalan orang yang seharusnya benar-benar membutuhkannya. Siapa yang tahu... tapi apakah aku sedang mencampuri apa yang sudah ditulis?"<a name='more'></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dia merasa perlu menghindari uang dolar tersebut, dan pada saat itu ia melihat seorang pengemis duduk di trotoar. Dia dengan cepat memberikannya, dan merasa bahwa dia telah melakukan semacam keseimbangan pada berbagai hal.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Tunggu sebentar," kata pengemis itu. "Aku tidak mencari pemberian. Aku seorang penyair, dan aku ingin membacakan puisi untukmu."</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Yah baiklah, bacakan puisi yang pendek, karena aku sedang terburu-buru," kata si pengembara.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pengemis itu berkata,<b> "Jika Engkau masih hidup, itu karena Engkau belum tiba di tempat Engkau seharusnya."</b></div>
</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-30229923089772397352018-05-18T07:30:00.000-07:002018-05-18T07:30:49.500-07:00Siapa Yang Bisa Berdoa?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Setelah badai menggempur suatu kapal dan kapal tersebut terasa akan tenggelam, si kapten segera menyadari dan segera berteriak membuat pengumuman, "Siapa disini yang tahu bagaimana caranya berdoa?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hanya satu orang yang melangkah maju dan berkata, "Saya, kapten, saya tahu bagaimana harus berdoa."<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Baik kalau begitu," kata kapten, "Anda berdoa sedangkan yang lain silahkan mengenakan pelampung, karena pelampung kita kurang satu".</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-67853809981552827972018-05-18T07:04:00.000-07:002018-05-18T07:07:23.235-07:00Minggu Paskah VII Tahun B - 13 Mei 2018<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: center;">
Minggu Paskah VII Tahun B - 13 Mei 2018 </div>
<div style="text-align: center;">
Yoh 17:11b-19</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
DOA YESUS BAGI PARA MURID</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada hari Minggu Paskah VII tahun B ini dibacakan bagian doa Yesus pada perjamuan terakhir bagi para muridnya (<b>Yoh 17:11b-19</b>). Yesus meminta agar Bapa memelihara para murid dalam nama-Nya agar mereka menjadi satu seperti dia satu dengan Bapa. Diungkapkannya pula bahwa para murid diutus ke dunia, sebagaimana ia sendiri. Marilah kita dalami unsur-unsur itu dan lacak ke mana arahnya bagi zaman kita sekarang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“PELIHARALAH DALAM NAMA-MU”<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Disampaikan permohonan agar Bapa “memelihara” para murid. Ungkapan ini dipakai dalam arti yang lazim dikenal, yakni mengurus, menjaga agar mereka terus hidup dan bertumbuh. Sekaligus diminta agar mereka dijauhkan dari marabahaya. Dalam Injil Yohanes memang ada gagasan bahwa kehidupan ini terancam oleh kekuatan-kekuatan “dunia” yang berusaha menjauhkan orang dari sumber kehidupan sendiri. Boleh dikata, dalam alam pikiran Injil ini, dunia diperlihatkan sebagai tempat berkuasanya kekuatan jahat. Tetapi tidak diajarkan untuk menyangkal dunia sebagai kenyataan seburuk apapun kenyataan itu. Karya penebusan justru mendatangi dan menerangi tempat gelap, yakni dunia, sehingga berangsur-angsur berubah menjadi tempat terang sendiri. Tempat kegelapan tidak dipaparkan sebagai tempat terhukum yang bakal dihancurkan kelak. Kekhususan pandangan Injil Yohanes ialah tekad dan keberanian Yesus untuk memasuki tempat gelap dan mengubahnya karena dirinya ialah terang itu sendiri. Gagasan ini muncul berkali-kali sejak pembukaan Injil ini. Memang diisyaratkan ada semacam “pergumulan” antara gelap dan terang, tapi ditegaskan bahwa terang takkan dikuasai yang gelap.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ungkapan “dalam nama (Bapa)” amat luas cakupan maknanya. Semua tindakan Yesus seperti diungkapkan dalam Injil terjadi untuk memperkenalkan siapa sesungguhnya Yang Maha Kuasa itu, bagaimana Dia bisa dikenal, dan siapa nama-Nya: “Bapa” , Aramnya “Abba”. Dia yang sedemikian luhur itu kini dikenal bukan lagi dengan nama yang tak boleh diucapkan karena teramat keramat seperti dihayati dalam agama Yahudi dulu. Kini Ia dapat diseru sebagai Abba, “Pak”. Tentu saja terjemahan seperti ini hanya dapat mengalihbahasakan satu sisi arti sebutan itu, yakni perasaan akrab. Panggilan Abba juga mengungkapkan kepatuhan penuh dari yang mengucapkannya, dan bukan hanya itu saja, seruan itu juga mengungkapkan bahwa Dia adalah tumpuan harapan yang paling tepercaya. Bila semuanya tak ada lagi, seperti pada saat-saat terakhir Yesus di salib, yang diserukannya, seperti dicatat Lukas, ialah “ke dalam tangan-Mu, Abba – ya Bapa – kuserahkan nyawaku”. Atau seperti dicatat Yohanes, terucap oleh Yesus, “Sudah terlaksana!” dan Yohanes menjelaskan lebih lanjut “Ia menundukkan kepala dan menyerahkan nyawanya”. Bahasa badaniah ini – menundukkan kepala – mengungkapkan keikhlasan dalam penyerahan tadi..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam <b>Yoh 17:11</b> Yesus menyerahkan para murid kepada Bapanya. Murid-murid itu karya terbesar Yesus karena dalam diri merekalah nanti ia tetap bisa hadir bagi orang-orang yang membutuhkannya. Juga oleh murid-murid itu nanti Allah yang dapat diseru sebagai Bapa tadi akan diperkenalkan kepada banyak orang. Tetapi agar semuanya ini tetap berlangsung butuh kekuatan dan perhatian dari atas sana sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AGAR MEREKA MENJADI SATU SEPERTI KITA”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Injil Yohanes membongkar batas-batas waktu dan tempat. Inilah salah satu dimensi khas Kabar Gembira yang ditampilkannya. Yesus membongkar tembok Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari dalam ujud bait rohani, yakni dirinya yang hidup di dalam batin pengikut-pengikutnya. Kawasan yang ditemboki tadi kini menjadi ruang hidup yang tak mengenal batas. Kehidupannya dalam kebangkitan tidak lagi ada selesainya. Inilah keleluasaan yang menjadi warta khas Injil Yohanes bagi para pengikut Yesus, juga di masa kini. Kita boleh merasa masih ikut didoakan Yesus sendiri seperti para muridnya dulu sendiri. Menyadari hal ini dapat menumbuhkan rasa aman tanpa menyangkal pelbagai kekurangan yang tampak dalam kehidupan sehari-hari. Inilah iman yang hendak disampaikan oleh Injil Yohanes khusus dalam petikan hari ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yesus juga mendoakan agar para murid bersatu. Bila dibaca dalam konteks zaman Yohanes sendiri, pokok ini amat berarti. Dari dulu para murid tidak berasal dari kalangan yang seragam, setingkat, atau seasal Perbedaan satu sama lain cukup besar. Kisah para rasul memperlihatkan segi itu juga. Tetapi justru keragaman itu dipandang sebagai sumber kekuatan untuk bersatu. Ini paradoks kehidupan komunitas. Justru karena dirasa ada perbedaan, semakin pula dirasa kebutuhan bersatu. Tentu saja keberlainan belaka atau keseragaman belaka juga tak ada artinya. Baru bila dipadukan muncullah kekuatannya. Begitulah doa Yesus di sini memberi ruang agar tiap orang berkembang seleluasa-leluasanya, tetapi juga agar menghasilkan yang baru.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kesatuan yang didoakan Yesus tadi didasarkan pada kesatuan antara dirinya dengan Bapanya. Cara bicara seperti ini acap kali dianggap terlalu teologis, bahkan sarat muatan mistiknya, dan sulit dimengerti. Tak ada yang lebih meleset dari perkiraan itu. Yohanes mau memakai cara bicara yang biasa. Kesatuan antara Yesus dan Bapanya itu jelas bukan kesatuan kesenyawaan, sehingga yang satu jadi sama persis dan melebur dengan yang lain. Justru tidak benar. Kesatuan yang ditonjolkan itu kesatuan yang timbul karena yang satu patuh dan yang lain beperhatian. Jelas tidak sama, tetapi keduanya membangun keselarasan. Kesatuan ini tumbuh karena ada saling tunjang menunjang. Itulah kiranya yang dialami sebagai kekuatan di dalam komunitas para pengikut Yesus yang pertama dan yang mereka ajarkan kepada generasi selanjutnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam ay. 12 Yesus mengutarakan bahwa ia telah berusaha menjaga para murid agar mereka tidak “binasa”, maksudnya, kehilangan arah, tak tahu lagi ke mana harus berjalan dan menjadi mangsa macam-macam kekuatan jahat. Pembaca akan teringat pada ibarat gembala yang baik yang menyertai kawanannya juga dalam bahaya apa saja. Gagasan “binasa” didasarkan juga pada ibarat domba yang hilang di jalanan. Di sini ada tambahan “kecuali yang ditentukan untuk binasa”. Acuannya kiranya kepada tokoh seperti Yudas yang memang memisahkan diri dari kawanan dan tidak dapat lagi hidup bersama dengan yang lain dan dengan gembalanya sendiri. Sayang, terjemahan “ditentukan untuk binasa” dalam versi LAI itu bunyinya agak keras dan dapat memberi kesan ada suratan takdir ke sana. Bukan demikian maksudnya. Teks aslinya secara harfiah mengatakan “kecuali anak kebinasaan”. Maksudnya, bukan dia yang sudah digariskan untuk binasa nantinya, melainkan yang kini sudah terlanjur ada dalam keadaan itu. Jadi yang dibicarakan bukan keadaan yang akan datang melainkan orang yang sudah dalam keadaan tak tertolong lagi. Sudah terlanjur ke sana, yang sudah memilih ke sana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
MENGENAL DIA YANG MENDOAKAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Doa ini juga mengungkapkan keprihatinan sang gembala karena ada yang terlanjur hilang dan binasa walaupun sudah diusahakannya sebisa-bisanya agar tak seorang pun memasuki jalan kebinasaan. Doa ini menjadi ungkapan pertanggungjawaban di hadapan Bapanya. Juga tampil sebagai pengakuan bahwa ada yang tak berhasil direnggutnya dari dunia gelap. Seolah-olah kini ia menyerahkan yang gawal itu pada kerahiman Bapa sendiri. Bila dibaca dengan cara ini doa itu dapat lebih memperkenalkan perasaan dan perhatian Yesus terhadap mereka yang telah mau mengikutinya dan yang boleh jadi mengalami kesulitan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Murid-murid itu boleh merasa aman dalam mengarungi kawasan yang penuh ancaman karena ada yang memintakan perlindungan bagi mereka.. Mereka ini juga “dikuduskan”, artinya, dipisahkan dari yang gelap secara sungguh-sungguh (“dalam kebenaran”). Oleh karena itu, mereka akan juga dapat menjadi rujukan bagi orang lain. Inilah yang diartikan dengan “aku mengutus mereka ke dunia”. Diminta agar para murid tidak hanya berupaya menyelamatkan diri sendiri, melainkan menyertakan juga orang-orang lain yang masih ada dalam kawasan gelap dunia tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gagasan kosmik kekuatan-kekuatan gelap Injil Yohanes, yakni “dunia”, memiliki kenyataan sosialnya juga. Dan Gereja sebagai komunitas pembaca Injil ini juga diajak menjadi makin peka akan adanya kenyataan yang gelap dalam kehidupan sehari-hari. Tapi bukan hanya itu. Kita juga diajak menumbuhkan masyarakat yang makin memungkinkan orang menemukan kehidupan yang layak, dan bukan “ditentukan binasa”. Apakah Gereja sebagai kawanan orang percaya dapat mendalami doa Yesus ini untuk membaca kehidupan? Kiranya begitu. Sebagai kumpulan komunitas para murid, Gereja ada di dunia ini, hidup di tengah-tengah pelbagai tarikan kuasa gelap, tetapi bukan dari dunia ini. Tidak menjadi bagian kekuatan-kekuatan itu. Justru yang diharapkan ialah mengubah lingkungan seperti itu menjadi wahana terang, tempat orang lain menemukan tempat bernaung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salam hangat,</div>
<div style="text-align: justify;">
A. Gianto</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-15613843160518271152017-09-15T07:27:00.001-07:002017-09-15T07:27:10.566-07:00Menjadi Garam Dunia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Yan adalah seorang murid Sekolah Minggu dari suatu gereja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Walaupun ibunya belum mengenal Tuhan Yesus, ia tidak pernah melarang Yan untuk pergi ke Sekolah Minggu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada suatu hari Minggu, sesampainya Yan di rumah, ibunya bertanya,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Pelajaran apa yang kamu dapatkan di Sekolah Minggu tadi pagi?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yan dengan semangat menjawab, "Tadi pagi guru Sekolah Minggu saya, Ibu Lina bersama dengan asistennya Ibu Susi, mengajarkan saya untuk menjadi garam bagi dunia ini."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ibunya terkejut dan berkata, "Weee lhadalah Nak, kamu mau jadi garam? Jangan kecewakan Ibu, Nak! Ibu maunya kamu tuh jadi dokter atau insinyur!"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kisah Kocak Yang Membuat Bijak lainnya:</div>
<div style="text-align: justify;">
<div>
<ul>
<li><a href="https://renungan-kitabsuci.blogspot.co.id/2016/06/putri-kecil-yang-jujur.html" target="_blank">Putri Kecil yang Jujur</a></li>
<li><a href="https://renungan-kitabsuci.blogspot.co.id/2015/10/lampu-merah-di-gereja.html" target="_blank">Lampu Merah di Gereja</a></li>
<li><a href="https://renungan-kitabsuci.blogspot.co.id/2016/09/tuhan-sedang-melihat-apel.html" target="_blank">Tuhan Sedang Melihat Apel</a></li>
</ul>
</div>
</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-51736215477081045432017-09-15T07:19:00.003-07:002017-09-15T07:19:57.605-07:00Tiga Guru<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Ketika seorang mistikus sufi yang besar, Hassan, sedang sekarat, seseorang bertanya, 'Hassan, siapakah gurumu?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia berkata,'Sekarang sudah terlambat untuk bertanya. Waktunya singkat, aku sebentar lagi mati." Tapi si penanya bertanya, 'Engkau hanya perlu mengatakan namanya. Engkau masih hidup, engkau masih bernafas dan berbicara, engkau hanya perlu memberitahuku namanya.'</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia berkata, "Ini akan sulit karena aku memiliki ribuan guru. Jika aku hanya menyebut nama mereka itu perlu bulanan dan tahunan. Itu sudah terlambat. Tapi tiga guru aku akan memberitahumu.</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
'Satu adalah seorang pencuri. Suatu kali aku tersesat di padang pasir, dan ketika aku mencapai desanya, hari sudah sangat malam. Setengah malam telah lewat; toko-toko tutup, penginapan sudah tutup. Tidak ada seorang manusia pun ada di jalan. Aku mencari seseorang untuk bertanya. Aku menemukan satu orang yang mencoba untuk membuat lubang di dinding satu rumah. Aku bertanya di mana aku bisa tinggal, dan dia berkata, "Aku pencuri, dan engkau terlihat seperti Sufi mistik bagiku." 'Jubah-Nya, auranya. "Dan pencuri berkata," Sekarang ini akan sangat sulit untuk menemukan tempat untuk tinggal, tapi engkau bisa datang ke rumahku. Engkau bisa tinggal denganku - jika engkau bisa tinggal dengan seorang pencuri."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hassan berkata,' Aku ragu-ragu sedikit. Lalu aku ingat. Jika pencuri tidak takut pada seorang Sufi, maka mengapa harus Sufi yang takut kepada pencuri? Bahkan, ia harus takut padaku. Jadi aku berkata, "Ya, aku akan datang."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan aku ikut, dan aku tinggal dengan si pencuri. Dan orang itu begitu menyenangkan, begitu indah, aku tinggal bersamanya selama satu bulan! Dan setiap malam ia akan berkata kepadaku, "Sekarang aku akan pergi bekerja. Engkau beristirahatlah, engkau berdoalah, engkau lakukanlah pekerjaanmu." Dan ketika ia kembali aku akan bertanya," Bisakah engkau mendapatkan apa-apa? "Dia berkata," Tidak malam ini. Tapi besok aku akan mencoba lagi." Dan dia tidak pernah dalam keadaan putus asa.</div>
<div style="text-align: justify;">
'Selama satu bulan terus menerus ia kembali dengan tangan kosong, tapi ia selalu bahagia. Dan dia berkata, "Aku akan mencoba besok. Insya Allah, besok itu akan terjadi. Dan engkau juga berdoalah untukku. Setidaknya engkau bisa mengatakan kepada Allah, 'Bantulah orang miskin ini.' "</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan kemudian Hassan berkata," Ketika aku sedang bermeditasi dan bermeditasi selama bertahun-tahun pada akhirnya, tidak ada yang terjadi, dan berkali-kali saatnya datang ketika aku begitu putus asa, begitu putus asanya sehingga aku berpikir untuk menghentikan semua omong kosong ini. Tidak ada Tuhan, dan semua doa ini hanya kegilaan, semua meditasi ini adalah palsu - dan tiba-tiba aku akan teringat pada pencuri yang akan mengatakan setiap malam". Insya Allah, besok akan terjadi."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Jadi aku mencoba satu hari lagi. Jika pencuri itu begitu penuh harapan, dengan harapan dan kepercayaan seperti itu, aku harus mencoba setidaknya satu hari lagi. Dan berkali-kali hal itu terjadi, tetapi pencuri dan ingatan tentangnya membantuku untuk menunggu satu hari lagi. Dan satu hari, hal itu terjadi, itu BENAR terjadi! Aku membungkuk penuh hormat. Aku berada ribuan mil jauhnya dari pencuri itu dan rumahnya, tapi aku menghormat ke arahnya. Dia adalah guru pertamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
'Dan guru keduaku adalah seekor anjing. Suatu ketika aku haus dan aku berjalan menuju sungai, dan seekor anjing datang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia juga haus. Dia melihat ke sungai, ia melihat anjing lain di sana - bayangannya sendiri - dan menjadi takut. Dia menyalak dan anjing lainnya menyalak juga. Tapi rasa hausnya amatlah sangat hingga ia akan ragu-ragu dan kembali lagi. Dia akan datang lagi dan melihat ke dalam air dan menemukan anjing lain di sana. Tapi hausnya itu sedemikian sehingga ia tiba-tiba melompat ke dalam air, dan bayangannya menghilang. Dia minum airnya, ia berenang di dalam air – waktu itu adalah musim panas. Dan aku sedang menyaksikannya. Aku tahu bahwa sebuah pesan telah datang kepadaku dari Allah. Orang harus melompat terlepas dari semua ketakutan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
'Ketika aku berada di ambang untuk melompat ke yang tidak diketahui, ketakutan yang sama ada di sana. Aku akan pergi ke tepi, ragu, dan kembali. Dan aku akan ingat anjing itu. Jika anjing itu bisa berhasil, mengapa aku tidak? Dan kemudian suatu hari aku melompat ke yang tidak diketahui. Aku menghilang dan hanya yang tak diketahui itu yang tersisa. Anjing itu adalah guru keduaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
'Dan guru ketigaku adalah seorang anak kecil. Suatu kali aku masuk ke suatu kota dan seorang anak kecil sedang membawa lilin, menyalakan lilin, menyembunyikannya dalam tangannya dan pergi ke masjid untuk meletakkan lilin itu di sana. Dengan bercanda, aku bertanya kepada anak itu, "Apakah engkau telah menyalakan lilin sendiri?" Dia berkata, "Ya, Pak." Dan aku bertanya, dengan bercanda, "Bisakah engkau memberitahuku darimana cahaya itu datang? </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada saat ketika lilin itu tidak menyala, kemudian ada saat ketika lilin dinyalakan, dapatkah engkau tunjukkan sumber dari mana cahaya itu datang? Dan engkau telah menyalakan itu, sehingga engkau pasti sudah melihat cahayanya datang – darimana?" Dan anak itu tertawa dan meniup lilinnya, dan berkata," Sekarang engkau telah melihat cahayanya pergi, kemanakah itu pergi? Engkaulah yang memberitahu padaku!"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan egoku hancur, dan seluruh pengetahuanku hancur. Dan saat itu aku merasa kebodohanku sendiri. Sejak itu aku menjatuhkan semua pengetahuanku. '</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Osho, The secret of secrets vol.1, Chp 6, Born with joy</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-33558723078145609262017-09-15T06:46:00.001-07:002017-09-15T06:46:46.094-07:00Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Minggu Biasa 24 A 2017<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
By A. Gianto on September, 2017 Jendela Alkitab, Mingguan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rekan-rekan yang budiman,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Injil kembali berbicara mengenai pengampunan. Kali ini, pada hari Minggu Biasa XXIV tahun A, dibacakan <b>Mat 18:21-35</b>. Petrus bertanya sampai berapa kalikah pengampunan bisa diberikan. Pada dasarnya jawaban Yesus hendak mengatakan, tak usah menghitung-hitung, lakukan terus saja. Kemudian ia menceritakan perumpamaan untuk menjelaskan mengapa sikap pengampun perlu ditumbuhkan (ay. 23-35). Pembaca setapak demi setapak dituntun agar menyadari mengapa sikap mengampuni dengan ikhlas itu wajar. Tapi juga yang wajar inilah yang akan membuat Kerajaan Surga semakin nyata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Sampai Tujuh Puluh Kali Tujuh Kali</b><br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
GUS: Matt, apa sih maksud “7 kali” dan “70 kali 7 kali” dalam pembicaraan antara Petrus dan Yesus?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
MATT: Itu gaya berungkap orang Yahudi dulu. Ingat <b>Kej 4:24</b>? Menghilangkan nyawa Kain akan mendatangkan balasan “tujuh kali lipat”, tetapi kejahatan terhadap nyawa Lamekh, keturunan Kain, bakal dibalas bahkan sampai tujuh puluh tujuh kali lipat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
GUS: Kain kan bersalah membunuh Habel, adiknya, karena dengki.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
MATT: Benar. Tetapi Kain kan ditandai Allah agar nyawanya tidak diganggu-gugat. Yang membunuhnya sebagai balas dendam malah akan kena hukuman balas sampai tujuh kali lipat (<b>Kej 4:15</b>), maksudnya sampai penuh. Lamekh juga membunuh orang yang melukainya (<b>Kej 4:23</b>). Memang untuk membela diri, bukan karena dengki seperti Kain. Dan siapa membalas dendam dengan mengakhiri nyawa Lamekh akan terkena hukuman yang tak terperi besarnya – tujuh puluh tujuh kali lipat – artinya, tanpa batas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
GUS: Jadi orang Perjanjian Lama mulai sadar bahwa kebiasaan balas dendam tidak boleh dilanjut-lanjutkan, dan bila dilakukan malah akan memperburuk keadaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
MATT: Persis, ya begitulah. Kembali ke pertanyaan Petrus. Kata-katanya menggemakan upaya membatasi sikap balas dendam tadi. Bila seorang saudara menyalahi untuk pertama kalinya, ditolerir saja dah, begitu juga untuk kedua kalinya, dan seterusnya sampai ketujuh kalinya. Tapi sesudah tujuh kali dianggap kelewat batas dan tak perlu diampuni lagi! Amat longgar, walau masih tetap ada batasnya. Tetapi Yesus hendak mengatakan semua itu tak cukup. Orang mesti berani mengampuni sampai “tujuh puluh kali tujuh kali”, artinya, tak berbatas. Malah tak usah memikirkan sampai mana. Sikap pengampun jadi sikap hidup.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
GUS: Kalau begitu, pengampunan tak berbatas itu kutub lain dari gagasan yang mendasari ancaman balasan hukuman yang tak berbatas seperti dalam seruan Lamekh tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
MATT: Tapi sebenarnya pusat perhatian Injil lebih dalam daripada mengampuni tanpa batas. Kan sudah diandaikan para murid punya sikap itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
GUS: Lho lalu apa?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
MATT: Begini, sikap pengampun memungkinkan Kerajaan Surga menjadi nyata di muka bumi ini. Itu tujuan Mat <b>18:23-35</b>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
GUS: Dalam Sabda Bahagia antara lain disebutkan, orang yang berbelaskasihan itu orang bahagia, karena mereka sendiri akan memperoleh belas kasihan (<b>Mat 5:7</b>). Katanya begitulah cara hidup di dalam Kerajaan Surga. Bolehkah disebutkan, di muka bumi Kerajaan ini baru terasa betul nyata bila ada sikap belas kasihan satu sama lain?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
MATT: Benar. Kerajaan Surga memang sudah datang, tapi baru betul-betul tumbuh dan bisa disebut membahagiakan bila yang mempercayainya juga ikut mengusahakannya. Yesus memahami sikap pengampun bukan sebagai kelonggaran hati atau kebaikan semata-mata, melainkan sebagai upaya ikut memungkinkan agar Kerajaan Surga menjadi kenyataan, bukan angan-angan belaka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
GUS: Doa Bapa Kami (<b>Mat 6:9-13</b>) berawal dengan seruan pujian bagi nama Allah Yang Mahakuasa sebagai Bapa dan diteruskan dengan permohonan agar KerajaanNya datang dan kehendakNya terlaksana dan permintaan agar diberi kekuatan cukup untuk hidup dari hari ke hari.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
MATT: Dan baru setelah itu, dalam <b>Mat 6:12</b>, disampaikan permohonan agar kesalahan “kami” diampuni “seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami”. Jelas kan? Ukuran bagi dikabulkan tidaknya permintaan ampun tadi ialah kesediaan mengampuni saudara yang kita rasa menyalahi kita.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
GUS: Rasa-rasanya Yesus hendak menggugah kesadaran bahwa pengampunan hanya mungkin bila disertai kesediaan seperti terungkap dalam doa Bapa Kami tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Perumpamaan</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Petikan hari ini juga memuat sebuah perumpamaan (ay. 23-35). Pada bagian pertama (ay. 23-27) digambarkan kebesaran raja yang pengampun terhadap hambanya yang tak dapat membayar hutangnya yang amat besar – 10.000 talenta. Dalam keadaan biasa hamba itu mesti dijual untuk menebus hutangnya, begitu juga anak dan istrinya serta seluruh harta miliknya. Tetapi ia meminta kelonggaran. Ia mohon agar raja bersabar. Dan sang raja tergerak hatinya dan malah menghapus hutang yang besar itu. Raja itu sanggup merugi karena mau sungguh-sungguh menunjukkan belas kasih terhadap hamba yang kesempitan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Siapakah raja itu? Mungkin kita cepat-cepat menganggapnya ibarat bagi Tuhan Allah yang berbelas kasih. Tapi pemahaman ini tidak amat jitu. Matius sendiri memberi isyarat bahwa bukan itulah maksudnya. Pada awal perumpamaan itu, disebutkan Kerajaan Surga itu seumpama “seorang raja” (ay. 23). Dalam teks Matius dipakai ungkapan “anthropos basileus”, harfiahnya, “manusia yang berkedudukan sebagai raja” dan juga “raja yang tetap manusiawi”. Memang boleh dimengerti bahwa ungkapan itu mencerminkan gaya bahasa Semit dan “manusia” di situ berarti “seorang”, tak penting siapa. Bagaimanapun juga, hendak ditonjolkan bahwa tokoh ybs. itu orang, manusia seperti orang lain, sesama yang saudara, walau beda kedudukannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gagasan di atas bisa diterapkan kepada siapa saja yang mempunyai kuasa atas orang lain. Jadi yang hendak ditampilkan ialah kebesaran orang yang berkedudukan. Makin tinggi kedudukannya makin patutlah ia menunjukkan kemurahan hati terhadap yang dibawahinya. Kan pada dasarnya sama-sama manusia. Makin beruntung makin boleh diharapkan sanggup merugi, sanggup kehilangan sebagian miliknya, sebesar apapun, agar membuat orang bisa ikut merasakan keberuntungan. Ini keluhurannya. Berapa yang dilepaskannya? Amat besar. Satu talenta nilainya antara 6.000 hingga 10.000 dinar. Dan satu dinar ialah upah buruh harian sehari. Maka sepuluh ribu talenta itu jumlah yang amat besar. Makin beruntung orang makin diharapkan dapat menyelami keadaan orang yang sedang bernasib malang. Cara berpikir demikian ditonjolkan. Mengapa? Kiranya memang ada kesadaran bahwa setinggi apapun, sekaya apapun, orang tetap sesama bagi orang lain. Tapi juga semalang apapun, seterpuruk apapun keadaan sosialnya, orang tetap bisa mengharapkan bantuan dari saudara yang lebih beruntung. Inilah yang bakal membuat Kerajaan Surga menjadi kenyataan di dunia ini juga. Ini spiritualitas Injil Matius.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ringkasnya, bagian pertama perumpamaan itu dimaksud untuk menunjukkan bahwa Kerajaan Surga dibangun atas dasar kesediaan mereka yang berkelebihan untuk berbagi dengan yang kurang beruntung. Dimensi horisontal Kerajaan Surga digarisbawahi dengan jelas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada bagian kedua muncul gambaran yang berlawanan. Hamba yang dihapus hutangnya itu tidak mau meneruskan berbelaskasihan yang dialaminya kepada rekannya yang berhutang kepadanya seratus dinar saja. Jadi hanya seperseratus dari hutangnya sendiri. Permintaan rekannya tak digubris. Bisa dicatat, tindakan bersujud dan permintaan kelonggaran rekan ini (ay. 29) sama dengan yang diucapkannya sendiri di hadapan raja majikannya tadi (ay. 26). Tetapi ia tetap tidak mau berbagi keberuntungan. Rekannya dijebloskannya ke penjara. Ada ironi. Tadi atasan bersikap longgar. Kini rekan sekerja kok malah berlaku kejam!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam ay. 31 ada hal yang menarik. Rekan-rekan sekerja lain yang menyaksikan perlakuan kejam tadi menjadi sedih dan melaporkan kejadian itu kepada raja sang majikan hamba yang hutangnya dihapus tadi. Para rekan ini bukan hanya sekadar tambahan cerita. Mereka berperan sebagai suara hati yang masih peka akan keadilan, peka akan kewajiban moral. Dan kepekaan ini menjadi keberanian bersuara mengungkapkan ketidakberesan. Tapi hamba yang kejam tak mau melihat semua ini. Ia tak mau bertindak seperti tuannya. Akhirnya ia sendiri tersiksa sampai ia melunasi hutangnya yang amat besar itu. Apa kesalahannya? Ia menolak menjadi saudara bagi rekan sekerjanya. Dan lebih dari itu, ia juga menolak menjadi saudara bagi tuannya sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Arah ke Dalam dan ke Luar</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perumpamaan itu berakhir dengan perkataan berikut (ay. 35): “Demikianlah juga yang akan diperbuat oleh Bapaku yang ada di surga terhadap kamu bila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” Terasa gema permintaan ampun dalam Bapa Kami dan Sabda Bahagia. Keikhlasan mengampuni kiranya menjadi tolok ukur integritas murid-murid Yesus. Ini menjadi cara hidup para pengikutnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Petrus bertanya tentang mengampuni “saudara” – dan tidak dipakai kata “sesama”. Begitu pula perkataan Yesus di atas. Seperti disinggung minggu lalu, “saudara” memang juga sesama, tapi lebih bersangkutan dengan upaya membangun umat dari dalam daripada menggarap kehidupan di masyarakat luas. Tidak semua hal digariskan Injil walau semangatnya bisa berlaku umum. Tetapi diamnya Injil itu menjadi ajakan agar umat mencari jalan bersama dengan unsur-unsur lain di masyarakat luas agar kemanusiaan semakin pantas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salam,</div>
</div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-54026668443744595172017-09-08T06:51:00.000-07:002017-09-15T06:51:42.845-07:00Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Minggu Biasa 23 A 2017<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
By A. Gianto on September, 2017 Jendela Alkitab, Mingguan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rekan-rekan yang budiman!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
DISEBUTKAN dalam <b>Mat 18:15-20</b> (Injil Minggu Biasa XXIII tahun A) bila seorang saudara didapati berbuat dosa, hendaknya ia diberi tahu mengenai kesalahannya secara perorangan terlebih dahulu. Jika tidak ada hasilnya, sebaiknya ia dinasihati di hadapan saksi. Kalau tetap tidak peduli, barulah perlu ia dibawa ke sidang umat. Wartanya lebih dari pada sekadar mengajarkan cara-cara menegur kesalahan atau berprihatin mengenai orang lain. Tujuan utamanya ialah membangun komunitas pengikut Yesus yang saling menopang. Diketengahkan bagaimana umat dapat semakin dewasa berkat adanya perhatian satu sama lain, juga dalam menunjukkan kekeliruan. Akan dibicarakan pula bagaimana dalam bacaan kedua (<b>Rom 13:8-10</b>) Paulus berusaha membuat orang yang mengenal macam-macam aturan Taurat sampai pada inti yang dimaksudkan Taurat itu sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Pelbagai Cara Membangun Umat</b><br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kali ini Injil menyampaikan salah satu dari beberapa imbauan yang terdapat dalam <b>Mat 18:1-35</b>. Pertama-tama ditonjolkan pentingnya sikap tidak mementingkan diri sendiri (18:1-5 disebut dalam cara bicara Injil, bersikap sebagai “anak kecil”). Hukuman besar akan dialami orang yang kurang menghargai sikap ini (18:6-11). Yang kehilangan arah hendaknya sungguh ditolong agar bisa berada bersama kembali bersama umat (18:12-14 “domba yang hilang”). Karena itu perlu diusahakan agar yang salah ditegur dengan penuh perhatian (petikan hari ini, 18:15-20). Akhirnya juga perlu ditumbuhkan sikap pengampun yang seikhlas-ikhlasnya (18:21-35).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahan petikan ini dipungut oleh Matius dari himpunan kata-kata Yesus yang sudah beredar waktu itu dan diperluas oleh sang penulius Injil dengan kenyataan yang ada di kalangan para murid yang berasal dari kalangan Yahudi tradisional. Lukas juga memakai himpunan kata-kata Yesus. Tetapi bagian yang sejajar dengan Matius kali ini hanya menyebut titik tolak pembicaraan, yakni perihal menegur saudara yang berbuat dosa, lihat <b>Luk 17:3a (= Mat 18:15a</b>). Tidak dirincikan caranya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketiga tahap memperingatkan kesalahan serta menegur saudara itu kiranya khas terjadi dalam umat Matius yang memang berlatarkan tradisi Yahudi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keadaan umat Lukas lain. Dalam <b>Kis 2:44-46; 3:34-35</b> ada secercah gambaran ideal mengenai keadaan umat Lukas serta keprihatinan utama mereka. Disebutkan antara lain bahwa mereka menjual milik mereka, mengumpulkan uangnya, lalu menyerahkan kepada para rasul agar dibagi-bagikan kepada mereka yang membutuhkan. Umat yang digambarkan Lukas memang terutama dari kalangan yang berada. Iman menumbuhkan dalam diri mereka niat serta usaha nyata bagaimana memperbaiki keadaan ekonomi orang-orang yang kurang mampu. Tentunya mereka tidak berpikir akan “membeli” keselamatan bagi diri sendiri dengan mmberi derma dan sedekah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gagasan dasarnya bukanlah melepaskan harta demi amal semata-mata, melainkan kepedulian akan keadaan orang-orang yang tidak seberuntung mereka. Berbagi harta bagi mereka menjadi salah satu bentuk nyata bagaimana membangun umat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semangat yang mendasari sikap peduli terhadap saudara seumat itu juga ada dalam kehidupan umat Matius. Tetapi dalam kehidupan mereka, kepedulian dasar tadi diwujudkan dengan cara yang berbeda. Seperti dalam petikan Injil kali ini, lebih ditekankan upaya dalam umat untuk menyadarkan saudara yang melakukan kesalahan. Demikian terbangun sikap saling percaya dan saling menopang secara moral. Inilah keutamaan yang dianggap lebih butuh dikembangkan di kalangan umat Matius.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh lain. Lukas menggarisbawahi bahwa umat makin tumbuh bila dipupuk dengan kebesaran hati dalam mengampuni. Matius juga mengolah pokok ini (lihat kelanjutan petikan ini, yakni Mat 18:21-27), tetapi baru setelah menunjukkan pentingnya keberanian memperingatkan kesalahan serta kesediaan menerima teguran. Dari situ bisa terbangun rasa saling percaya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Tiga Langkah Membangun Rasa Saling Percaya</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam bacaan Injil kali ini dipakai kata “saudara” dan bukan “sesama”. Gagasan “sesama” memang berhubungan dengan kehidupan masyarakat yang mengutamakan solidaritas, kepentingan bersama, dan perlakuan terhadap orang lain sebagaimana diinginkan terjadi pada diri sendiri. Tapi gagasan ini lebih diterapkan pada orang yang berada di luar kalangan sendiri. Ungkapan “saudara” lebih berbicara mengenai lingkungan sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selain itu juga lebih diutamakan sikap saling bertanggung jawab, saling mengurus kebaikan, saling memperhatikan kebutuhan seperti layaknya di antara anggota keluarga. Cara-cara menegur yang diikuti umat di sekitar Matius menunjukkan adanya keterbukaan satu sama lain. Karena itu langkah pertama ialah mengajak bicara di bawah empat mata (ay. 15). Bila urusan selesai di situ, maka sudah cukup. Rasa saling percaya sudah terbangun.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak perlu melibatkan pihak-pihak lain sejak awal. Tetapi bila yang bersalah tidak menggubris, maka perlu didatangkan seorang atau dua orang saksi atau lebih (ay. 16). Maksudnya agar yang bersalah menyadari bahwa perbuatannya memang tidak bisa dibenarkan bukan hanya berdasarkan pendapat satu orang saja. Ada kesempatan melihat kedudukan diri sendiri dengan lebih kritis. Tetapi bila ia tetap tidak bersedia mendengarkan, maka persoalannya patut dibawa ke kalangan yang dapat memutuskan apakah cara hidupnya sebetulnya sudah tidak lagi cocok dengan cara hidup umat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia boleh memeriksa diri apakah sepadan bila tetap bersikeras mempertahankan sikapnya sendiri dengan akibat malah memisahkan diri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam langkah-langkah tadi jelas yang bersangkutan tetap diperlakukan sebagai orang dewasa. Meskipun demikian, ia juga diharapkan berani bertanggung jawab atas kelakuannya sendiri. Dengan cara ini bisa terbangun rasa saling percaya. Para anggota umat juga dapat saling menunjang. Itulah dinamika dalam umat yang dilayani Matius.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Orang yang tak mau memperbaiki diri akhirnya dikatakan berlaku sebagai orang yang “tidak mengenal Allah”. Dalam umat yang berlatar tradisi Yahudi, orang yang dianggap demikian sebenarnya sudah tidak termasuk umat lagi. Juga disebut “pemungut cukai”, gambaran mengenai orang yang tega bekerja bagi kepentingan penindas umat. Itulah gambaran paling buruk yang dapat dibayangkan. Terlihat betapa Matius sedemikian mementingkan terbangunnya umat yang saling menunjang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Mengikat Dan Melepaskan</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut <b>Mat 18:18</b> Yesus berkata, “perkara-perkara (perhatikan bentuk jamak) yang kalian (jamak) ikat di dunia akan terikat di surga dan perkara-perkara (jamak) yang kalian (jamak) lepaskan di dunia akan terlepas di surga.” Kata “kalian” di situ merujuk kepada mereka yang hidupnya sesuai dengan tujuan umat, yakni mengikuti Yesus dan oleh karenanya dapat memberi tuntunan kepada orang lain. Mereka juga diminta memperhatikan keadaan umat. Terjemahan harfiah di atas juga menunjukkan bahwa yang diikat atau dilepaskan bukanlah orang, melainkan perkara, tindakan atau sikapnya. Mengenai orang, nanti akan diajarkan bahwa pengampunan baginya tak terbatas (<b>Mat 18:21-22; lihat juga Luk 17:4</b>).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam <b>Mat 16:19</b> terdapat pernyataan yang mirip, tetapi hal yang diikat atau dilepaskan ada dalam bentuk tunggal, bukan jamak seperti di atas. Ditekankan dalam ulasan Injil Minggu XXII tahun A yang lalu bahwa yang dimaksud “diikat di bumi dan di surga” ialah jalan ke arah alam maut, bukan orang ini atau itu. Begitu pula, yang dilepaskan ialah keterkungkungan kondisi manusia pada umumnya, bukan orang perorangan. Yang ditugasi sebagai pelaku ialah Petrus. Ia dinyatakan sebagai batu karang penyumbat lubang menuju alam maut dan tempat umat dibangun. Itulah ujud kuasa dan tanggung jawabnya sebagai penjaga agar umat tidak tersedot masuk ke alam maut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Permohonan Bersama Dan Iman Yang Hidup</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada akhir kutipan hari ini masih ditambahkan, bila dua orang atau lebih memohon kepada Bapa, maka permintaan itu pasti akan dikabulkan. Gagasan yang mendasarinya begini: bila pendapat satu orang mengenai apa yang baik bagi kehidupan umat diterima oleh orang lain sebagai pendapat yang jujur dan bisa dipertanggungjawabkan, maka pendapat tadi dijamin sejalan dengan yang dikehendaki oleh Yesus sendiri. Dan permohonan yang diungkapkan dengan dasar ini pasti dikabulkan Bapa. Permohonan bersama yang dikatakan pasti dikabulkan seperti di atas tidak dapat dipisahkan dari sikap saling percaya. Digarisbawahi dimensi horizontal iman kepercayaan. Di situ besar artinya hubungan antara “umat dan diriku”. Dimensi vertikal, “Tuhan dan diriku”, saja belum mencukupi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Juga diberikan gambaran tentang iman yang dapat mmembuat hati lega dan bukan yang mengekang. Sikap iman yang merdeka ini membuat orang berani mencari kebenaran bersama dan berani pula mempercayai satu sama lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Iman bukanlah kesediaan mengiakan begitu saja pernyataan-pernyataan doktrin, bukan pula melaksanakan aturan-aturan secara ketat. Memang kejujuran dan ketulusan dipersyaratkan. Iman kristiani memang pemberian dari atas, seutuhnya anugerah ilahi, tetapi pertumbuhannya bergantung pada kesediaan manusia mengembangkannya bersama-sama dalam komunitas, dalam umat. Inilah kreativitas iman yang hidup. Umat yang memiliki integritas juga mempunyai peluang lebih untuk berbicara dengan kelompok masyarakat luas. Pembicaraan bukan hanya pada taraf rumusan-rumusan doktrin kepercayaan dan ibadat, melainkan langsung terarah pada penanganan masalah-masalah bersama di masyarakat. Integritas umat adalah sumbangan terbesar bagi masyarakat majemuk di negeri kita ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Tentang Bacaan Kedua (Rom 13:8-10)</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada bagian pertama ayat 8 Paulus menegaskan, “Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapa pun juga…”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Baik diketahui bahwa dalam alam pemikiran agama Yahudi, “dosa” digambarkan sebagai berhutang, berhutang sakit hati, hinaan, kesalahan, dan tindakan seperti itu. Menghapus dosa sama dengan menghapus hutang kesalahan. Timbul macam-macam aturan yang terhimpun dalam Taurat untuk menjamin agar orang tidak menjalankan kesalahan. Hidup kerap diukur dengan upaya menjalankan aturan-aturan Taurat dengan sebaik-baiknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam kenyataannya ini kerap menjadi sumber kesulitan hidup bersama. Ada sikap menilai orang lain sebagai pendosa, pezinah…. Oleh karena itu Paulus menunjukkan pengertian dasar yang menjiwai aturan-aturan Taurat tadi, yakni “saling mengasihi” yang diungkapkannya dalam bagian kedua ayat 8, yakni, “…tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab siapa saja yang mengasihi sesama manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pernyataan itu tidak dimaksud untuk menggantikan “hukum Taurat” dengan “saling mengasihi”. Yang dikemukakan Paulus ialah apa yang menjadi dasar hukum Taurat. Paulus berbicara kepada pengikut Kristus dari lingkungan orang Yahudi yang berpendidikan modern waktu itu (orang Yahudi berpendidikan Yunani, kalangan helenist). Tapi lingkungan budaya modern yang mereka alami, yakni dunia helenist, membuat cara berpikir mereka agak berbeda dengan orang Yahudi tradisional di tanah kelahiran mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagi orang-orang ini ada kebutuhan intelektual untuk mengenali dasar yang mengasalkan macam-macam hal. Katakan saja, cara berpikir melihat prinsip umum mana yang menerangkan adanya macam-macam kenyataan tertentu. Mana dasar umum hukum serta aturan yang amat banyak seperti hukum-hukum Taurat. Maka Paulus, yang juga mengenal pemikiran helenist, hendak mengatakan bahwa hukum-hukum Taurat yang banyak yang mereka kenal itu memiliki satu dasar yang umum, yakni “saling mengasihi” tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begitulah dalam ayat 9 ditunjukkan dasar yang mengasalkan larangan-larangan dalam hukum Taurat. Malah dalam ayat 10 Paulus menambahkan bahwa dasar umum Taurat, yakni “kasih” yang diutarakannya sebelumnya, bakal membuat Taurat menjadi utuh, tidak lagi terasa macam-macam. Inilah yang dimaksud dengan “kegenapan” yang disebut pada ayat itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salam hangat dari Roma,</div>
</div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-35305598482962063232017-09-01T21:50:00.006-07:002017-09-15T07:27:26.162-07:00Survey ke Surga<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Ada seorang pengusaha kaya yang mata duitan yang bergerak di bidang jual beli tanah bertanya pada Pastor Paroki</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Psator, apakah di surga nanti ada lahan yang bisa dijual, ya? Pasti pendapatannya sangat besar, soalnya banyak umat kita yang ingin tinggal di surga."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh, begitu. Kenapa Bapak tidak survei tempat saja kesana secepatnya?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kisah Kocak Yang Membuat Bijak lainnya:</div>
<div style="text-align: justify;">
<div>
<ul>
<li><a href="https://renungan-kitabsuci.blogspot.co.id/2017/02/orang-pelit-yang-mengaku-dosa.html" target="_blank">Orang Pelit Yang Mengaku Dosa</a></li>
<li><a href="https://renungan-kitabsuci.blogspot.co.id/2017/06/opa-dan-cewek-cantik.html" target="_blank">Opa dan Cewek Cantik</a></li>
<li><a href="https://renungan-kitabsuci.blogspot.co.id/2016/06/putri-kecil-yang-jujur.html" target="_blank">Putri Kecil yang Jujur</a></li>
</ul>
</div>
</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-61429632300986218652017-09-01T21:37:00.001-07:002017-09-01T21:53:47.100-07:00Orang Religius<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Apakah keadaan batin yang berkata, ”Saya tidak tahu apakah ada Tuhan, apakah ada cinta,” yakni ketika tidak ada respons dari ingatan? Harap jangan menjawab pertanyaan ini dengan seketika kepada diri sendiri, oleh karena jika Anda lakukan itu, jawaban Anda hanyalah sekadar mengenali apa yang Anda pikir begini atau bukan begitu. Jika Anda berkata, ”Itu adalah keadaan negasi,” Anda membandingkannya dengan sesuatu yang telah Anda ketahui; oleh karena itu, keadaan yang di situ Anda berkata, ”Saya tidak tahu,” tidak ada. ... Maka, batin yang mampu berkata, ”Saya tidak tahu,” ia berada dalam satu-satunya keadaan yang di situ dapat ditemukan apa pun. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi orang yang berkata, ”Saya tahu,” orang yang telah mempelajari berbagai pengalaman manusia yang tak terhitung banyaknya, dan yang batinnya penuh dengan beban informasi, penuh dengan pengetahuan ensiklopedik, dapatkah ia mengalami sesuatu yang tidak tertimbun? Itu akan sangat sukar baginya. Bila batin mengesampingkan secara total seluruh pengetahuan yang pernah dikumpulkannya, yang baginya tidak ada lagi Buddha-Buddha, Kristus-Kristus, para Master, para guru, agama-agama, kutipan-kutipan; bila batin berada sendiri sepenuhnya; tidak tercemar, yang berarti bahwa gerakan dari apa yang diketahui telah berhenti, hanya di situ ada kemungkinan suatu revolusi yang hebat, suatu perubahan fundamental.</div>
<div style="text-align: justify;">
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="text-align: justify;">
... Orang religius adalah orang yang tidak merasa dirinya termasuk suatu agama apa pun, bangsa apa pun, ras apa pun, yang di dalam dirinya berada sendirian sepenuhnya; berada dalam keadaan tidak tahu; dan bagi dia muncullah berkah dari yang suci.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: right;">
<i>~ diadopsi dari Buku Kehidupan, J. Khrisnamurti ~</i><br />
<i><br /></i>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
Cerita dari Sang Guru lainnya:</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ul>
<li><a href="https://renungan-kitabsuci.blogspot.co.id/2017/06/tiga-orang-suci-yang-selalu-tertawa.html" target="_blank">Tiga Orang Suci Yang Selalu Tertawa</a></li>
<li><a href="https://renungan-kitabsuci.blogspot.co.id/2017/01/adakah-kebenaran-di-dalam-agama.html" target="_blank">Adakah Kebenaran di Dalam Agama?</a></li>
<li><a href="https://renungan-kitabsuci.blogspot.co.id/2016/12/doa-adalah-sesuatu-yang-rumit.html" target="_blank">Doa Adalah Sesuatu yang Rumit</a></li>
</ul>
<br />
<div style="text-align: justify;">
</div>
</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-64522584586076155702017-09-01T21:14:00.001-07:002017-09-01T21:14:40.185-07:00Injil Minggu Biasa 22 A 2017<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<b>Barangsiapa Mau Mengikuti Aku…</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BY A. GIANTO ON AUGUST, 2017 JENDELA ALKITAB, MINGGUAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rekan-rekan peminat ruang Alkitab!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
INJIL Minggu Biasa ker-22 tahun A ini <b>(Mat 16:21-27)</b> berbeda nadanya dengan petikan yang dibacakan <a href="https://renungan-kitabsuci.blogspot.co.id/2017/09/injil-minggu-biasa-21-2017.html" target="_blank">Minggu sebelumnya <b>(Mat 16:13-20)</b></a>. Kali ini Yesus menyampaikan pemberitahuan yang pertama mengenai penderitaan, kematian, dan kebangkitannya. Ini agak aneh. Kan baru saja (<b>Mat 16:16</b> – <a href="https://renungan-kitabsuci.blogspot.co.id/2017/09/injil-minggu-biasa-21-2017.html" target="_blank">Injil Minggu lalu</a>) Petrus menyatakannya sebagai “Mesias, anak Allah yang hidup”. Tentunya Yesus ini tokoh yang luar biasa. Kini kok Yesus mulai bicara tentang penderitaan dan kematian segala. Tentu saja Petrus tak habis mengerti. Dengan spontan ia menegur Yesus agar tidak berpikir aneh-aneh. Tapi ia malah balik dibentak. Yesus yang tadinya menyebut Petrus berbahagia kini meng-iblis-iblis-kannya! Malah Petrus disebut-sebut sebagai batu sandungan segala. Beberapa saat sebelumnya Yesus menyebutnya sebagai batu karang yang di atasnya akan dibangun umatnya dan alam maut tidak akan menguasainya! Selanjutnya dalam ayat 21-27 Yesus malah menandaskan, siapa yang mau mengikutinya harus menyangkal diri terlebih dulu, lalu memikul salib, dan setelah itu baru bisa disebut menjadi pengikutnya. Barangsiapa kehilangan nyawa karena dia akan memperolehnya, katanya pula. Ke mana Yesus hendak membawa kita? Apa maksud Injil menampilkan semua ini?<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Kemesiasan Yesus dan Penderitaannya</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Petrus yang mewakili para murid baru saja mengakui Yesus sebagai Yang Terurapi, Mesias, yakni dia yang ditugasi oleh Yang Mahakuasa untuk memimpin umat-Nya. Dialah yang kehadirannya diharapkan banyak orang. Dan memang mereka mulai menyadari Yesus sebagai tokoh istimewa. Mereka menyaksikan pelbagai pengusiran roh jahat, macam-macam penyembuhan, serta pengajarannya yang memerdekakan batin. Namun Injil ingin menumbuhkan kesadaran yang lebih utuh akan siapa Yesus itu, bukan hanya lewat tindakan-tindakannya saja. Menurut <b>Mat 16:17</b> bukanlah manusia melainkan Bapa di surga yang menyatakan kepada Petrus siapa Yesus itu sesungguhnya: Mesias, anak Allah yang hidup. Kemesiasannya tidak pertama-tama berasal dari kesan hebat yang ada di mata orang, tetapi karena Allah sendiri berkenan kepadanya. Perkenan ilahi ini terungkap pada peristiwa pembaptisan Yesus (<b>Mat 3:17 Mrk 1:11 Luk 3:22</b>) dan ditegaskan kembali dalam penampakan kemuliaan Yesus di gunung (<b>Mat 17:5 Mrk 9:7 Luk 9:35</b>). Di situ juga terdengar suara dari langit yang menghimbau orang agar mendengarkan dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendengarkan dia juga berarti mulai mengenal siapa Allah Yang Mahakuasa yang mengutusnya, yakni Dia yang boleh diseru sebagai Bapa. Lebih lanjut, siapa yang mau mendengarkannya dengan sungguh akan dapat memahami peristiwa yang nanti terjadi pada diri sang Mesias ini, yakni ditolak para pemimpin agama, dibunuh, tetapi dibangkitkan pada hari ketiga. Semua itu terjadi sebagai akibat keteguhannya pada perutusannya tadi. Ia nanti dituduh menghujat oleh lembaga agama Yahudi karena tidak menyangkal kemesiasannya yang sejati; lihat <b>Mrk 14:61-64 Mat 26:63-66</b>. Rangkaian kejadian ini memang sulit diterima. Pemberitahuan mengenai penolakan, kematian dan kebangkitan tadi disampaikan hingga tiga kali dan tiap kali para murid dikatakan tidak memahami pernyataan tadi. (Pemberitahuan pertama: <b>Mrk 8:31-9:1 // Mat 16:21-27 // Luk 9:22-26; kedua: Mrk 9:30 // Mat 17:22-23 // Luk 9:33-45; ketiga: Mrk 10:32-34 // Mat 20:17-19 // Luk 18:31-34</b>.) Memang demikianlah kenyataannya. Satu-satunya cara untuk mengerti ialah mendengarkannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menarik diingat bahwa setelah pemberitaan yang pertama, ketiga Injil langsung memberitakan penampakan kemuliaan di gunung. Lebih menarik lagi, kedua peristiwa yang berurutan ini disampaikan langsung setelah pengakuan Petrus mengenai kemesiasan Yesus. Urutan ketiga peristiwa tadi (pengakuan Petrus – pemberitahuan pertama kesengsaraan – penampakan kemuliaan) termasuk warta Injil juga. Ringkasnya, kemesiasan Yesus itu tidak menyangkal penderitaan. Ia justru menghayatinya sebagai jalan ke arah kebesarannya. Inilah pokok yang paling dalam dan sekaligus paling sulit diterima para murid Yesus. Hanya bisa dipahami dengan mempercayainya. Berupaya menerima kenyataan ini menjadi bentuk nyata mengimaninya. Dengan demikian orang belajar mengakui ketergantungan pada Yang Mahakuasa. Tidak mempertahankan apa-apa, bahkan nyawa sendiri, maksudnya diri sendiri termasuk pendapat, anggapan, serta kemauan sendiri. Yesus menghayatinya hingga akhir. Karena itu ia juga dibangkitkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Tindakan Petrus</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan penuh spontanitas Petrus bermaksud mencegah agar Yesus tidak berjalan ke arah penolakan dan kematian tadi. Ia menegur Yesus dengan keras. Reaksi Yesus juga keras, bahkan lebih. Petrus malah didampratnya sebagai “Iblis”. Pembaca akan ingat pada peristiwa Yesus menghadapi godaan di padang gurun. Satu saat penggoda memperlihatkan seluruh kerajaan dunia dengan seluruh kemegahannya dan menawarkannya kepada Yesus asal ia mau bersujud kepadanya. Reaksi Yesus ketika itu (<b>Mat 4:10</b>) sama dengan yang kini diarahkan kepada Petrus: menghardik penggoda yang disebutnya “Iblis” dan mengusirnya pergi. Ditambahkannya kutipan ayat suci yang tegas-tegas mewajibkan orang menyembah hanya pada Tuhan Allah dan kepadaNya sajalah berbakti. Inilah yang dipegang Yesus di padang gurun. Terhadap Petrus kini Yesus berkata bahwa ia menjadi batu sandungan baginya. Maksud baiknya malah akan menjauhkan Yesus dari jalan kemesiasannya. Hal yang tadi tak berhasil dilakukan penggoda kini hendak diusahakan oleh Petrus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bentakan Yesus dalam <b>16:23 maupun dalam 4:10</b> memang dapat dialihbahasakan sebagai “Enyahlah, Iblis!”. Namun ada perbedaan kecil yang mengandung arti bila teks aslinya diterjemahkan secara harfiah. Dalam <b>16:23</b> sebetulnya tidak hanya dikatakan kepada Petrus, “Pergi sana, Iblis!” seperti dalam <b>4:10</b>, tetapi “Pergi sana kebelakangku Iblis!” Dalam konteks pengusiran, ungkapan “kebelakangku” jelas berarti “mundur pergi dariku”, maksudnya menjauh, tidak lagi menghalang-halangi. Tetapi bila ungkapan “kebelakangku” tadi dibaca seolah-olah didahului dan diikuti tanda koma, akan tampil juga perintah agar pindah ke belakang. Jadi dalam hardikan menyuruh enyah tadi tersirat juga perintah agar Petrus tahu tempatnya yang sebenarnya, yakni di belakang Yesus, sebagai pengikutnya, dan bukan sebagai yang mau mengarah-arahkan dia yang baru saja diakuinya sebagai Mesias, anak Allah yang hidup tadi. Ada ajaran untuk tidak berusaha mengambilalih kepemimpinan. Bila diucapkan dengan suara lantang, pembaca teks asli atau terjemahan harfiah bisa menampilkan makna yang satu atau makna yang lain, bergantung apa berhenti sejenak pada awal dan akhir ungkapan “ke belakangku” tadi. Tanpa jeda, bentakan Yesus kepada Petrus tadi menjadi dampratan keras yang sama rasanya dengan yang diarahkan pada penggoda di padang gurun. Bila diadakan jeda, memang hardikannya masih keras bunyinya, namun nadanya seperti seorang guru bijak yang mengingatkan muridnya agar menaruh diri pada tempat yang semestinya, yakni di belakang, mengikuti dan tidak menjadi penghalang, apalagi mengambilalih perannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pembaca Injil pada zaman itu melihat betapa para murid pertama mengalami kesulitan menerima kenyataan salib dan prospek kebangkitan. Para murid dari generasi kedua dan selanjutnya sudah hidup dalam iman akan salib dan kebangkitan. Mereka sudah mengerti alasan pemberitahuan kesengsaraan tadi. Bagi mereka, makna kedua yang terdapat dalam teguran balasan tadi (yang timbul bila dibuat jeda sebelum dan sesudah “ke belakangku”) memuat saran tersirat agar pemimpin umat tetap berada di belakang Yesus dan tidak berusaha merebut kedudukannya! Saran ini boleh jadi masih berarti pada zaman ini juga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Barangsiapa Mau Mengikuti Aku…</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Uraian di atas dapat membantu menjelaskan mengapa setelah mendamprat Petrus dengan cara tadi Yesus menambahkan serangkai tuntutan keras. Siapa yang mau mengikutinya, yakni yang mau berjalan di belakangnya dan tidak menaruh diri di muka atau bahkan menghalangi derap langkahnya harus berani juga menyangkal diri. Yang dimaksud dengan menyangkal diri di sini ialah menanggalkan praanggapan-pranggapan sendiri mengenai Yesus. Bukan tuntutan bermatiraga keras. Penyangkalan diri yang diajarkan Yesus berbeda. Orang diminta tidak lagi memegang pendapat dan keyakinan yang tidak cocok mengenai siapa Yesus itu, dan baru demikian dapat dengan tulus mengakui dia sebagaimana adanya. Dan penyangkalan diri ini ialah jalan berbagi salib dengannya dan mengimaninya. Bisa berat bila sikap keagamaan yang dipegang sudah membeku dan tidak berkembang, tidak lagi bisa menerima kenyataan iman, dan hanya bisa mempercayai pikiran-pikiran sendiri. Dalam hubungan itulah dibicarakan tentang “kehilangan nyawa karena aku akan memperolehnya”. Menanggalkan pikiran sendiri dan meluangkan diri bagi dia yang hidup dalam iman kita.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayat 26 memuat pertanyaam retorik, “Apa gunanya memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya!” Gagasan dalam kalimat ini perlu dihubungkan dengan peristiwa godaan di padang gurun ketika Iblis menunjukkan kebesaran dunia (<b>Mat 4:9</b>). Yesus menolaknya dengan berpegang pada ayat Kitab Suci bahwa hanya Allah-lah yang patut disembah. Kini kepada murid-muridnya dijelaskannya mengapa seluruh dunia tidak sepadan dengan kehidupan sejati yang perlu dijaga sampai akhir zaman. Mereka yang menjalani pilihan tadi akan mendapati diri berjalan bersama Yesus sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Teriring salam,</div>
</div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1237960339825617602.post-75448699684267048312017-09-01T20:55:00.000-07:002017-09-01T20:55:10.517-07:00Injil Minggu Biasa 21 A 2017<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<b>Mesias, Batu Karang, Dan Kunci Kerajaan Surga</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BY A. GIANTO ON AUGUST, 2017 JENDELA ALKITAB, MINGGUAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
HINGGA kini ketiga Injil Sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas) memperkenalkan Yesus terutama lewat ajarannya, tindakan-tindakannya menyembuhkan orang sakit, termasuk mengeluarkan roh jahat, dan peristiwa perbanyakan roti. Orang mulai bertanya-tanya, siapa sebenarnya dia itu dan bagaimana ia mampu mengerjakan semua itu. Semakin disadari bahwa dia lain dari orang-orang luar biasa lainnya. Siapakah dia sesungguhnya? Dalam <b>Mat 16:13-20</b> (Injil hari Minggu Biasa XXI tahun A), Petrus menyuarakan kesadaran para murid bahwa Yesus itu Mesias, anak Allah yang hidup. Penegasan ini barulah satu sisi saja dalam pewartaan mengenai siapa sebenarnya Yesus. Sisi yang lain menyangkut perjalanan ke arah penderitaan, wafat dan kebangkitan Yesus yang juga disampaikan ketiga Injil Sinoptik langsung sesudah penegasan akan kemesiasan Yesus. Kali ini petikan Injil Matius mengajak pembaca mendalami sisi yang pertama. Hari Minggu berikutnya akan didalami sisi yang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Apa Yang Hendak Disampaikan?</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika itu memang terdapat pelbagai perkiraan di masyarakat mengenai siapa Yesus itu. Di Kaisaria Filipi para murid diajak Yesus berbicara mengenai pelbagai pendapat mengenai dirinya. Sudah matang saatnya para murid dituntun mengenali siapa dia itu sebenarnya. Mereka telah mendengar ajarannya, telah melihat perbuatannya, dan menyaksikan kekuatannya. Kini tibalah waktunya memahami siapa dia itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tentu saja mulai disadari bahwa Yesus yang mempesona dan diikuti banyak orang ini ialah dia yang resmi ditugasi Allah dan kedatangannya yang dinanti-nantikan banyak orang. Dialah Mesias yang diharapkan membangun kembali umat Allah seperti dahulu kala. Dialah yang bakal memimpin orang banyak makin mendekat kepada Allah sendiri. Di dalam kesadaran orang banyak, Mesias ini ialah keturunan Daud yang akan mengawali zaman adil dan damai. Dalam keagamaan Yahudi, gagasan Mesias seperti ini disatukan dengan pengertian “Anak Manusia”, seperti terungkap dalam penglihatan <b>Daniel (Dan 7:13)</b>. Gereja Awal juga percaya bahwa Yesus ialah tokoh ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keyakinan di atas mau tak mau berhadapan dengan kenyataan bahwa Yesus akhirnya mengalami penderitaan, ditolak oleh para pemimpin masyarakat Yahudi yang sah (“tetua, imam kepala dan ahli Taurat” ialah tiga macam anggota di dalam Sanhedrin, badan resmi masyarakat Yahudi) sampai dihukum mati di salib. Namun demikian, nanti dengan pelbagai cara para murid Yesus juga mengalami kebangkitan Yesus pada hari ketiga. Dan pengalaman inilah yang membuat mereka percaya bahwa Yesus itulah sungguh Mesias.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rumusan penegasan Petrus yang disampaikan secara sederhana tapi tegas dalam <b>Mrk 8:29</b> “Engkaulah Mesias” mengungkapkan pokok kepercayaan yang tumbuh dalam Gereja Awal. Bukan tanpa arti bila dalam ketiga Injil Sinoptik pemberitahuan pertama mengenai penderitaan, wafat dan kebangkitan didahului dengan penegasan Petrus mengenai siapa sebenarnya Yesus itu. Penegasan ini kemudian dipertajam rumusannya oleh Matius dan Lukas dengan cara mereka masing-masing. Menurut <b>Mat 16:16</b>, Petrus berkata, “Engkaulah Mesias, anak Allah yang hidup!” (<b>Mat 16:16</b>).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Matius menambahkan “anak Allah yang hidup” untuk menggarisbawahi bahwa Allah sendirilah yang memilih Yesus sebagai pewarta kehadiran-Nya di dunia. Matius juga bermaksud menjelaskan bahwa Mesias yang dinanti-nantikan ini bukanlah pemimpin politik atau penguasa yang bakal membangun kembali kejayaan Israel dengan kekuatan militer. Maklum di kalangan Yahudi harapan akan Mesias politik ini amat kuat. Persoalan ini tidak amat terasa dalam lingkungan Lukas yang bukan berasal dari kalangan Yahudi. Mereka lebih berminat memahami apakah kuasa dan kekuatan Yesus itu memang sungguh berasal dari Allah sendiri. Karena itu ditandaskan dalam <b>Luk 9:20</b> bahwa Mesias tadi “dari Allah”. Maksudnya, Yesus datang dari Dia. Allah sendiri bertindak dalam diri Yesus untuk membebaskan manusia dari kuasa-kuasa jahat, dari penyakit, dari kekersangan batin. Menurut Lukas inilah yang membuat Yesus betul-betul menjadi Mesias bagi semua orang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Apa Arti “Anak Manusia”?</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika Yesus menanyai murid-muridnya apa kata orang mengenai siapa “Anak Manusia” tampil jawaban yang bermacam-macam. Ungkapan “Anak Manusia” dipakai merujuk pada diri Yesus. Dalam kesadaran orang Yahudi pada zaman Yesus, ada kaitan antara tokoh yang dinanti-nantikan datangnya sebagai Mesias dengan penglihatan dalam <b>Dan 7:13</b> yang menggambarkan tokoh yang mirip manusia (“tokoh “seperti anak manusia”) yang datang mengarah menuju kepada Yang Mahakuasa dan mendapat kuasa di bumi dan di langit dari-Nya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan memakai ungkapan itu Yesus hendak menampilkan dirinya yang sesungguhnya. Ia tidak bertanya mengenai apa kata orang mengenai ajarannya, mengenai tindakannya, mengenai kelakuannya. Ia ingin mendengar bagaimana orang menerapkan siapa tokoh yang terarah kepada Yang Mahakuasa itu, siapa “Anak Manusia” tadi. Para murid diajak menengarai pelbagai pandangan yang ada mengenai dirinya: ia seperti Yohanes Pembaptis, tokoh spiritual yang masih segar dalam ingatan orang, juga bisa dibandingkan dengan Elia, seorang nabi besar yang diceritakan telah naik ke langit dan tentunya akan kembali diutus Allah mendatangi umat pada saat-saat mereka membutuhkan dampingan dan arahan, atau seperti nabi Yeremia yang dikenal tak jemu-jemunya memperingatkan umat dan para pemimpin agar tetap setia pada Allah di tengah penderitaan dan mengajarkan kerohanian yang sejati dan bukan praktek luar-luar saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>“Bagi Kalian, Siapa Aku Ini?”</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pendapat-pendapat itu tidak bisa dikatakan meleset. Walaupun demikian, ada pemahaman yang dapat lebih menolong. Yesus menanyai Petrus dengan ungkapan yang berbeda, “Tetapi apa katamu, siapakah aku ini?” Tidak lagi ditanyakan apa kata orang, melainkan apa katamu. Juga tidak lagi dipakai sebutan “Anak Manusia”, melainkan “aku”. Petrus kini tampil sebagai wakil para murid yang kemudian mempersaksikan Yesus Kristus dan meneruskan wartanya. Pertanyaan Yesus kepadanya bukan pertanyaan kepada individu Petrus saja. Setelah menanyai para murid, pada ay. 15 disebutkan Yesus bertanya kepada “mereka” – yakni para murid tadi. Terjemahan LAI “apa katamu” tidak amat jelas. Memang dalam bahasa Indonesia “-mu” bisa berarti tunggal bisa pula jamak. Teks asli dalam bahasa Yunani memakai kata “kalian” yang hanya bisa berarti jamak. Maka pertanyaan tadi jelas ditujukan kepada para murid, begitu juga menurut Injil Markus dan Lukas. Dalam situasi itulah Petrus tampil mewakili para murid. Oleh karena itu, tak usah ditafsirkan bahwa di sini ada imbauan untuk menumbuhkan jawaban iman yang digarap secara pribadi, bukan rumus-rumus yang siap pakai saja. Memang iman yang dewasa dan kuat juga semakin pribadi sifatnya. Tetapi tanya jawab dengan Petrus ini bukan ke sana arahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jawaban Petrus juga mencerminkan pemahaman para murid. Memang kemudian Matius secara khusus menyoroti Petrus. Setelah penegasan tadi, pada ay. 17, Matius menambahkan episode Yesus menyebut Petrus berbahagia karena pengetahuan tadi didapat bukan dari manusia melainkan dari Bapa di surga. Kemudian dalam dua ayat berikutnya Simon disebut Yesus sebagai batu karang dasar Gereja dibangun yang tak bakal terkalahkan oleh maut, ia juga disebut pemegang kunci surga (<b>Mat 16:18-19</b>). Tambahan ini tidak ada dalam Injil lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Batu Karang Dan Kunci Kerajaan Surga</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Batu karang menjadi tempat berlindung dari hempasan ombak dan tempat berpegang agar tak hanyut oleh arus-arus ganas. Dengan menyebut Petrus sebagai batu karang, Yunaninya “petra”, ditandaskan bahwa ia bertugas melindungi umat yang dibangun Yesus dari marabahaya yang selalu menghunjam. Dikatakan juga bahwa alam maut (Yunaninya “hades”, Ibraninya “syeol”) takkan bisa menguasainya, maksudnya takkan dapat mematikan kumpulan orang yang percaya tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Orang dulu membayangkan jalan ke alam maut sebagai lubang yang menganga lebar. Seperti liang lahat yang besar. Semua orang mati pasti akan ke sana dan tak ada jalan kembali. Satu-satunya cara untuk mencegah agar orang tidak tersedot ke dalamnya ialah dengan menyumbatnya dengan batu besar yang tidak bakal tertelan dan tak tergoyah. Petrus digambarkan sebagai tempat Yesus mendirikan umat yang takkan terkuasai alam maut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gambaran di atas dapat membantu mengerti mengapa kepada Petrus diberikan kunci Kerajaan Surga. Bukannya ia dipilih menjadi orang yang menentukan siapa boleh masuk siapa tidak, melainkan sebagai yang bertugas menahan agar kekuatan-kekuatan maut tidak memasuki Kerajaan Surga! Ia mengunci jalan ke surga dari pengaruh yang jahat. Apa yang diikatnya di bumi, yang tetap dikunci di bumi, yakni jalan ke alam maut akan tetap terikat dan tidak akan bisa merambat ke surga. Tak ada jalan ke surga bagi daya-daya maut. Apa yang dilepaskannya di bumi, yakni manusia yang bila dibiarkan sendirian akan menjadi mangsa lubang syeol menganga tadi. Tidak amat membantu bila kata-kata itu ditafsirkan sebagai penugasan Petrus menjadi “juru kunci gerbang surga” menentukan siapa orang diperkenankan masuk dan dibiarkan di luar tidak peka konteks. Malah tafsiran itu akan membuat warta Injil Matius kurang terasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bisakah gagasan kunci Kerajaan Surga dipakai sebagai dasar bagi wibawa takhta apostolik Paus penerus Petrus? Tentu saja, asal dilandasi dengan pengertian di atas. Bukan dalam arti juru kunci gerbang ke arah keselamatan, membuka atau menutup akses ke surga, melainkan sebagai penangkal kekuatan-kekuatan alam maut. Pernyataan itu memuat penugasan melindungi umat, bukan pemberian kuasa menghakimi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salam asyik dari Refter Kanisius,</div>
<div style="text-align: justify;">
A. Gianto</div>
</div>
<center>
<script async="" src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- Renungan_KS_in_article_336_280 -->
<ins class="adsbygoogle" data-ad-client="ca-pub-6980540903831364" data-ad-slot="9975207700" style="display: inline-block; height: 280px; width: 336px;"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
</center>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0