Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa XI/C - 13 Juni 2010

Injil Minggu Biasa XI tahun C - 13 Juni 2010 (Luk 7:36-8:30)

"DOSAMU SUDAH DIAMPUNI...PERGILAH DENGAN DAMAI!"

Rekan-rekan yang baik!
Injil Minggu Biasa XI tahun C (Luk 7:36-8:30) menceritakan bagaimana Yesus
datang ke perjamuan di rumah seorang Farisi yang bernama Simon. Di kota itu,
seperti disebutkan dalam Injil, ada seorang perempuan yang dikenal sebagai
pendosa. Ketika mendengar tentang Yesus, ia pun datang membawa botol pualam
berisi minyak wangi. Sambil menangis ia pun datang membasahi kakinya dengan
air matanya, menyekanya dengan rambutnya, lalu diciumnya kakinya dan
diminyakinya Simon orang Farisi yang mengundang Yesus tadi berkata dalam
hati, jika Yesus itu nabi pasti tahu bahwa perempuan itu seorang pendosa.
Yesus mengetahui pikiran Simon. Mulailah sebuah pembicaraan antara tuan
rumah itu dengan Yesus. Yesus menceritakan sebuah perumpamaan. Ada orang
yang berhutang 50 dinar dan orang lain yang berhutang 500 dinar, jadi
sepuluh kali lipat. Ketika jelas kedua-duanya tak bisa melunasinya, pemilik
uang menghapus hutang mereka. Lalu Yesus menanyai Simon orang Farisi tadi:
siapa yang bisa dikatakan "lebih mengasihi" dari antara keduanya? Tentu
saja, jawab Simon, orang yang berhutang lebih besar. Jawaban ini dibenarkan
Yesus dan dipakai untuk menjelaskan keadaan perempuan pendosa tadi.
Ditegaskan oleh Yesus bahwa perempuan tadi telah diampuni dari dosanya yang
banyak itu karena ia telah mengungkapkan kasih yang besar.

SIAPAKAH PEREMPUAN ITU

Kisah seorang perempuan yang datang mengurapi Yesus dalam sebuah perjamuan
ini mirip-mirip dengan yang diceritakan dalam Mrk 14:3-9, Mat 26:6-13, dan
Yoh 12:1-7. Tetapi semakin disimak semakin kentara perbedaannya. Dalam Injil
Lukas, peristiwa ini terjadi di sebuah kota di Galilea, di utara dan
jauh-jauh hari sebelum Yesus datang di Yerusalem. Dalam ketiga Injil yang
lain, peristiwa yang mirip itu terjadi di Betania, di dekat Yerusalem,
menjelang hari-hari Yesus mengalami penolakan oleh para pemimpin dan
disingkirkan oleh mereka.  Namun lebih penting lagi, tidak seperti dalam
Injil Lukas, perempuan yang mendekat ke Yesus itu bukan seorang pendosa,
melainkan seorang yang datang menghargai Yesus dengan mengurapinya dengan
minyak yang mahal. Menurut Lukas perempuan tadi menangis lalu mengurapi kaki
Yesus; tapi dalam Injil Markus dan Matius sang perempuan mengurapi kepala
Yesus tanpa menangis. Injil Yohanes bahkan menyebutkan bahwa Maria mengurapi
kaki dan kepala Yesus dan menyeka dengan rambutnya. Selain Lukas, ketiga
Injil tadi menampilkan pernyataan Yesus menanggapi amatan orang bahwa
perempuan itu boros belaka dengan menegaskan, yang dilakukan perempuan tadi
ialah melembangkan pemakamannya nanti. Ia pun menambahkan bahwa peristiwa
ini akan dikisahkan untuk mengenang sang perempuan tadi - maksudnya
tindakannya memperlambangkan penguburannya nanti. Pernyataan ini tidak ada
dalam Lukas. Selain itu semua, menurut Lukas, tuan rumah yang mengundang
Yesus ialah seorang Farisi yang bernama Simon. Markus dan Matius memang
menyebut tuan rumah yang bernama Simon, tetapi agaknya bukan orang yang
sama. Dari perbandingan ini dapat disimpulkan, meskipun ada kemiripan di
antara kisah-kisah itu, peristiwa yang ditampilkan dalam Injil Lukas
bukanlah peristiwa yang diceritakan dalam ketiga Injil lainnya.

Baik dicatat bahwa perempuan pendosa yang diceritakan Lukas ini bukanlah
Maria Magdalena yang memang disebut-sebut dalam bagian kedua petikan kali
ini (Luk 8:2) dan jelas pula bukan Maria saudara Marta dan Lazarus (Yoh
12:3). Kisah perempuan ini tidak dapat dibaca dengan memancangkannya pada
seorang tokoh yang dikenal pembaca dulu maupun kini. Justru karena tidak
dapat dikenali lagi siapa dia maka kisah ini dapat lebih berarti bagi umum.

APA YANG HENDAK DISAMPAIKAN?

Semakin dibaca dan didalami, kisah ini tampil bukan sebagai kisah
bertobatnya seorang perempuan pendosa, melainkan sebagai pengajaran untuk
menumbuhkan kepekaan batin akan kebesaran sang Maharahim. Bagaimana
penjelasannya?

Melihat ada perempuan pendosa yang dikenal di kota itu datang menangis dan
mengurapi kaki Yesus, maka Simon, tuan rumah yang mengundang Yesus berpikir,
kalau sungguh orang yang dihargai ini orang "pintar" - nabi - pasti tahu
siapa dan apa yang terjadi! Maka lihat saja! Tentu saja tokoh Farisi ini
orang terpandang di kota itu. Orang baik-baik. Orang saleh. Jauh dari
kawanan orang dosa. Dan ia mau tahu apa nabi kita ini tahu siapa yang
mendekatinya. Dalam hati kecil, pembaca zaman dulu dan zaman kini bisa jadi
akan juga berpikir seperti Simon.

Ada ironi. Yesus bukan hanya saja tahu bahwa perempuan yang datang menangis
dan mengurapi kakinya itu pendosa, tetapi juga mengetahui isi pikiran Simon
yang ingin menjajaginya! Di sini jalan ceritanya beralih menjadi kisah
pengajaran bagi Simon. Tentunya juga pengajaran bagi siapa saja yang
berpikir dan bersikap sebagai Simon, bagi semua orang yang beranggapan sudah
berada pada rel keselamatan, merasa aman, tak perlu meributkan diri dengan
keadaan orang lain. Sebagaimana orang yang telah merasa yakin mendapat
keselamatan dan serba beres, Simon juga merasa perlu menarik garis jelas
yang memisahkan kaum saleh seperti dia dengan para pendosa seperti perempuan
yang dikenal sebagai pendosa itu. Ia juga yakin bahwa semua orang baik-baik,
bila betul saleh, akan menarik garis batas dengan para pendosa.
Diharapkannya Yesus juga akan begitu.

Sebelum mendalami lebih jauh, baik diingat bahwa sepanjang  kisah ini Yesus
tidak mencela Simon. Ia hanya diajak berpikir lewat sebuah perumpamaan
mengenai dua orang yang sama-sama dihapus hutangnya, tapi yang satu
berhutang sepuluh kali lipat dari yang lain (Luk 7:41-42). Simon ditanya
siapa yang lebih mengasihi orang yang menghapus hutang tadi. Jawabnya tentu
yang hutangnya lebih besar.

Perumpamaan yang diceritakan Yesus kepada Simon itu kerap diartikan sebagai
ajaran bahwa orang yang berhutang lebih besar tadi seharusnya lebih
berterima kasih bila hutangnya dihapus. Dengan kata lain, orang yang berdosa
besar sepatutnyalah lebih mengasihi Tuhan bila dosanya diampuni. Tapi maksud
perumpamaan itu lain. Kedua orang yang berhutang tadi sebenarnya berhubungan
baik - mengasihi - pemilik uang. Katakan saja, ada dua orang yang memang
dekat dengan Tuhan meski satu ketika mereka berbuat salah terhadapNya. Yang
satu jauh lebih besar kesalahannya dari yang lain. Tapi kedua-duanya dihapus
hutangnya. Besar kecilnya tak dihitung lagi. Bila Tuhan sama-sama mengampuni
dua orang yang jauh berbeda kesalahannya, yang satu sepuluh kali lihat dari
yang lain, maka apa yang dapat disimpulkan mengenai sikap kedua orang yang
membuat mereka diampuni? Jawabnya tentu saja karena mereka masih tetap
mengasihi Tuhan meski telah menyalahiNya. Tapi karena yang satu hutangnya -
dosanya - sepuluh kali lipat dari yang lain, tentunya dia lebih merasa sedih
telah menyalahi Tuhan jauh lebih dari yang lebih sedikit hutangnya.

Dalam kisah ini, "mengasihi" dapat dibaca kembali dengan menerapkannya pada
kepekaan batin seorang pendosa yang merasa pilu telah melakukan kesalahan,
telah mengurangi kebesaran Tuhan dengan perbuatan yang kurang baik. Dan
inilah yang terjadi pada perempuan pendosa yang datang kepada Yesus di rumah
Simon tadi. Inilah cara berpikir yang mendasari perumpamaan yang diceritakan
untuk menajamkan batin Simon. Dan Simon pun akhirnya menangkapnya.

PENGAJARAN BAGI SEMUA

Pengajaran bagi Simon ini juga pengajaran bagi semua orang seperti dia.
Tetapi untuk memperjelas Lukas juga menyampaikan perkataan Yesus yang
menerangkan tindakan perempuan tadi (Luk 7:44-47). Sikap Simon diperhadapkan
dengan sikap perempuan tadi. Perempuan pendosa tadi mengungkapkan kepiluan
hatinya dengan menangis dan membasahi kaki Yesus dengan air matanya. Tapi
Simon sang tuan rumah tidak memberi air pada Yesus untuk berbasuh kaki.
Memang adat orang di sana dulu bila masuk rumah untuk dijamu, tetamu diberi
air oleh pelayan untuk berbasuh kaki. Atau bila tamu amat dihormati maka
tuan rumah sendiri akan memberikan kendi air tadi. Dalam kisah ini justru
yang menyambut kedatangan Yesus ialah pendosa dan bukan hanya dengan air
pembasuh, melainkan dengan air mata. Perempuan itu berkali-kali mencium kaki
Yesus. Penghargaan sebesar ini tidak diungkapkan oleh Simon. Bahkan ungkapan
keramah-tamahan yang lazim, yakni memeluk tamu yang datang ("mencium" cara
orang di sana) tidak dilakukan Simon. Juga penghargaan khusus dengan
mengurapi kepala tamu tidak terjadi. Tapi perempuan itu bahkan mengurapi
kaki Yesus dengan minyak wangi. Perbandingan seperti ini dimaksud juga
sebagai ajaran bagi orang banyak. Yesus hendak menunjukkan bahwa ada orang
yang amat mengasihi Tuhan yang entah karena apa telah menyalahi Dia. Orang
seperti ini akan merasa pilu dan sedih bila mendapati diri berdosa. Ia
menyadari bahwa kesalahannya itu menyakitkan bagi Tuhan. Tetapi ada juga
orang yang tak sepeka itu. Simon dan siapa saja yang seperti Simon. Dan
kepada Simon ada ajakan untuk berkaca pada rekan yang lebih berkepekaan
batin tadi. Itulah inti kisah ini.

Kebesaran Tuhan terarah bagi siapa saja. Besar kecilnya dosa bukan ukuran
bagi kerahimanNya. Lalu apa arti pengampunan? Injil Lukas justru memusatkan
pada orang yang diampuni sendiri. Dosa itu menyakitkan, dan orang yang
diajak untuk ikut merasakan betapa pedihnya dosa itu bagi Tuhan. Yesus dalam
tampilan Injil Lukas ini amat berani. Diajarkannya, pengampunan itu terjadi
ketika orang bisa dan mau ikut mengalami kepedihan Tuhan. Terlihat bagaimana
Lukas menampilkan kekhasan pribadi Yesus dan pengajarannya.

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment