Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa XXIII C - 5 Sept 2010

Injil Minggu Biasa XXIII/C - 5 Sept 2010

Rekan-rekan!
Pada awal Luk 14:25-33 yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XXIII tahun C
disebutkan bahwa "ada banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam
perjalanannya" (ayat 25). Tentunya yang dimaksud ialah perjalanan ke
Yerusalem, tempat nanti ia bakal ditolak dan disalibkan tapi akan
dibangkitkan setelah wafat. Dengan berita yang bunyinya sederhana itu Lukas
mau membuat pembaca merasa bertanya-tanya apakah orang banyak itu juga
berani mengikutinya terus sampai ke akhir perjalanannya. Pertanyaan itu juga
diharapkan timbul dalam diri siapa saja yang berusaha menyertai perjalanan
Yesus.

Pada bagian selanjutnya diuraikan bagaimana caranya orang dapat mengikut
Yesus sampai akhir. Menurut para ahli tafsir, kata-kata Yesus dalam ayat
25-33 disampaikan oleh Lukas guna menjelaskan maksud perumpamaan tentang
seorang tuan rumah yang mengadakan perjamuan dalam Luk 14:15-24. Di situ
disebutkan bahwa semua yang sanggup datang ikut perjamuan kini berdalih
dengan macam-macam alasan untuk tidak jadi datang. Saking kesalnya tuan
rumah itu kemudian menyuruh hamba-hambanya mengumpulkan orang miskin, orang
cacat, orang buta dan orang lumpuh agar datang memenuhi rumahnya.
Perumpamaan itu pada dasarnya mengatakan bahwa yang akhirnya masuk ke dalam
perjamuan Kerajaan Allah justru orang-orang yang tadinya tidak
diperhitungkan. Dalam sejarah tafsir acap kali para undangan yang tidak jadi
datang tadi dikenakan kepada orang Yahudi, "umat terpilih zaman dulu".
Bagian mereka dalam perjamuan itu kini diberikan kepada "umat baru". Namun
hal yang sama bisa berlaku pula bagi siapa saja yang memperoleh ajakan
menjadi umat tapi kemudian mangkir.

MASUK KERAJAAN ALLAH?

Segera timbul persoalan baru. Apakah status sebagai "orang miskin,
penyandang cacat, buta, lumpuh", status sebagai "umat baru" itu jaminan
menikmati kelimpahan tuan rumah tadi? Dengan kata lain menjadi miskin, dst.
itu sama dengan mendapat tiket gratis masuk ke Kerajaan Allah? Kok gampang.
Sesederhana itukah? Persoalan ini menjadi masalah hangat dalam kehidupan
Gereja sejak awal. Luk 14:25-33 memuat salah satu pemecahan. Ditegaskan
bahwa agar benar-benar nanti dapat memasuki Kerajaan Allah orang perlu
menjadi murid Yesus. Apa syarat-syaratnya? Petikan itu memberi rincian lebih
jauh.

Marilah sebentar ditengok cara Injil Matius menyampaikan pembicaraan yang
sejalan. Dalam Mat 22:1-14 dituturkan perumpamaan yang mirip dengan Luk
14:15-24, yakni para undangan yang berdalih tidak datang. Dalam Injil Matius
perumpamaan itu langsung diikuti dengan cerita mengenai orang yang datang
tanpa berpakaian pantas ("pakaian perjamuan", ayat 11-14) dan oleh karenanya
tidak boleh ikut berpesta meski sudah didatangkan. Bagian ini menjelaskan
apa syaratnya agar orang betul-betul dapat ikut serta dalam pesta. Jadi
sejajar dengan petikan Injil Lukas yang sedang dibicarakan sekarang, yakni
Luk 14:25-33. Bagi Lukas, "pakaian perjamuan" dalam Matius itu dijelaskan
sebagai upaya menjadi murid Yesus. Cara penyampaian Matius dalam hal ini
lebih langsung dan lebih jelas, namun Lukas lebih mendalam walaupun meminta
pembaca lebih memikirkan perkaranya. Dalam pembicaraan dengan ahli tafsir di
bawah nanti akan didalami lebih lanjut masalah ini. Sekarang marilah kita
pelajari ayat 25-33.

MENJADI MURID YESUS

Kepada para pengikut Yesus kini disampaikan pengajaran mengenai apa artinya
menjadi murid yang sejati. Ujung pangkal perjalanan ini hanya dapat
dijabarkan dari keakraban dengan sang tokoh yang diikuti ini. Memang berawal
dari Luk 13:22 kata-kata Yesus yang ditampilkan kembali dalam Injil Lukas
terasa makin menantang. Menjadi muridnya menuntut komitmen yang makin besar.
Diutarakan syarat-syarat menjadi murid Yesus. Mengikutinya mengatasi ikatan
sanak keluarga dan kepentingan sendiri. Menjadi muridnya sama dengan
menempuh hidup baru yang bisa jadi amat berlainan dengan yang biasa dijalani
hingga kini.

Petikan Injil Lukas ini menyampaikan tiga syarat yang harus dipenuhi agar
orang dapat disebut murid Yesus yang sejati. Syarat pertama (Luk 14:26)
kedengarannya keras. Orang yang tidak "membenci" orangtua, keluarga, sanak,
nyawa sendiri tak layak menjadi muridnya. Dalam gaya bicara orang Semit yang
dipakai dalam kumpulan kata-kata Yesus, ungkapan "membenci" biasa dipakai
untuk menggambarkan sikap tidak memihak. Begitu pula "mengasihi" maksudnya
sama dengan berpihak. Dalam mengikuti jalan menuju Kerajaan Allah orang
diingatkan agar tidak lagi memihak pada ikatan-ikatan kekerabatan atau
mengikuti naluri menyelamatkan diri. Mengapa? Bukan karena mengikuti Yesus
itu bertolak belakang dengan ikatan-ikatan tadi, melainkan agar perkara
Kerajaan Allah tidak dibataskan lagi menjadi perkara "mengurus nyawa
sendiri" (mengurus keselamatan sendiri), dan dibawahkan pada kelembagaan
sosial yang tumbuh dari ikatan-ikatan keluarga. Tetapi juga tak usah kita
tafsirkan ajaran itu sebagai program hidup masyarakat alternatif. Yesus
bukan nabi "kehidupan sosial baru". Bukan maksudnya membangun masyarakat
yang merombak pelbagai bentuk kelembagaan. Ia sekadar menggarisbawahi bahwa
warta Kerajaan Allah pada dasarnya bebas dari pelbagai kelembagaan yang
muncul dari hubungan keluarga atau naluri mempertahankan diri dan
ikatan-ikatan primordial seperti itu. Dengan demikian warta itu bisa memberi
angin baru. Bila dipikirkan lebih lanjut kata-kata ini sebenarnya juga
mengajak Gereja memeriksa diri apa kelembagaan yang dijalankannya berada
pada jalan kemerdekaan Kerajaan Allah.

Syarat kedua (ayat 27) ialah mengangkat salib dan mengikuti Yesus. Perkataan
ini janganlah kita pahami sebagai ajakan mencari-cari salib. Cara yang
paling menjamin untuk menemukan salib ialah mengikutinya jejak langkah Yesus
meniti jalan yang sama. Begitulah orang akan sampai ke tujuan perjalanan
Yesus ("exodos" Luk 9:31 tempat kemuliaannya), bukan penderitaan melulu.
Bila cara berpikir ini tak ada gunanya mencari-cari salib. Salib sudah
ditemukan oleh Yesus dan orang tinggal ikut memanggulnya. Ikut meringankan
beban perjalanan. Itulah makna mengangkat salib dan mengikutinya. Menjadi
murid berarti menjadi rekan seperjalanan. Dalam artian itulah Yesus berkata:
"Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut aku, ia tak layak mengikut
aku." (lihat juga Mat 10:38; Mrk 8:34; 10:21; Mat 16:24; Luk 9:23). Dalam
semua ayat itu, "memikul salib" dan "mengikut aku" tak bisa dipisahkan satu
dari yang lainnya. Bila dipisahkan, beban yang dipikul orang bisa-bisa bukan
lagi salib yang membawa ke "keselamatan", tapi berhenti pada penderitaan
yang tanpa ujung pangkal. Dan upaya menjadi murid akan terganjal.

Syarat ketiga (ayat 33) ialah melepaskan harta milik. Syarat ini disebutkan
sesudah diberikan perumpamaan mengenai membuat anggaran yang cukup sebelum
mulai membangun (ayat 28-30) dan memperhitungkan kekuatan sendiri
masak-masak sebelum mulai berperang (31-32). Bagaimana penjelasannya? Kedua
perumpamaan itu mengajarkan agar murid belajar mempertanggungjawabkan
rencana yang penting dengan cara yang matang. Hal-ihwal menjadi murid
bukanlah keinginan saleh dari saat ke saat dan mudah berubah menurut
keadaan. Orang harus masak-masak menimbang kekuatan sendiri dulu. Bukan
hanya keberanian memulai, tetapi juga kemampuan meneruskan dan menerima
segala konsekuensinya. Kepribadian murid Yesus ialah merdeka, juga dalam hal
harta milik. Dalam hubungan ini lebih jelas mengapa ada syarat agar orang
melepaskan ikatan harta milik. Salah satu kekhususan Kerajaan Allah dalam
perspektif Lukas ialah perhatian kepada orang yang miskin. Berarti orang
yang memiliki kelebihan diajak agar menggunakan kekayaan dengan mereka
membantu mereka yang kurang mempunyai. Untuk itu perlu ada sikap merdeka
terhadap harta. Orang sering lebih rela berbagi kekayaan dengan sanak
keluarga sendiri. Menjadi murid itu gaya hidup yang membentuk yang membentuk
"umat", membentuk masyarakat yang memberi ruang hidup bagi siapa saja yang
hidup di dalamnya. Bukan masyarakat yang ditokohi orang-orang yang siap
saling menyingkirkan agar bisa maju.

Yesus bukan pelopor sistem sosial yang berusaha menggariskan sistem ekonomi
yang berciri khas melepas milik pribadi. Ia sekadar ingin mengajarkan agar
mereka yang mau mengikutinya belajar makin memperhatikan orang-orang yang
tidak berkesempatan cukup untuk maju. Mereka itu berhak mendapat bagian
dalam kelimpahan yang dipunyai murid. Kita ingat juga bahwa para pengikut
Yesus dalam abad-abad pertama banyak yang berasal dari kalangan yang berada.
Mereka diajak memperhatikan orang-orang di sekitar mereka, baik yang
termasuk para murid atau yang tidak. Karena itulah makin lama mereka makin
dikenal sebagai komunitas baru, sebagai umat baru.

TANYA JAWAB TENTANG TEKS

TANYA: Menurut Anda, Injil mengatakan, agar bisa sungguh masuk Kerajaan
Allah orang perlu menjadi murid Yesus. Begitu kan?

JAWAB: Benar.

TANYA: Belum jelas mengapa Lukas justru menampilkan macam-macam persyaratan
menjadi murid untuk memasuki Kerajaan Allah. Kok tidak seperti Matius yang
dengan lebih sederhana mengatakan bahwa orang mesti datang dengan pakaian
pantas? Soal ini jadi rumit bila kita ingat bahwa kata-kata tentang membenci
sanak saudara dan nyawa sendiri (Luk 14:26-27) muncul kembali dalam konteks
lain dalam Injil Matius, yakni Mat 10:37-38.

JAWAB: Anda pinter! Memang Matius dan Lukas sama-sama mengolah kumpulan
kata-kata lepas Yesus yang dikenal waktu itu untuk menjelaskan berbagai hal
yang tak sama. Dalam Injil Matius kata-kata itu menjelaskan mengapa pengikut
Yesus dari kalangan Yahudi akhirnya berseberangan dengan sanak saudara
mereka yang tetap memeluk agama Yahudi. Komunitas Lukas tidak begitu
mengalami soal ini karena mereka terutama bukan orang asal Yahudi. Bagi
Lukas lebih masuk akal bila mengikuti Yesus dijelaskan sebagai keikutsertaan
dalam perjalanan Yesus sendiri ke Yerusalem dengan dedikasi total.

TANYA: Wah, wah, jadi kehidupan umat awal itu penuh dinamika! Dan ternyata
bukan hanya satu kelompok seragam belaka. Jadi pluralitas itu kenyataan
sejak awal, begitu kan?

JAWAB: Mengikuti Yesus itu bisa dijalankan oleh macam-macam orang dan dengan
macam-macam cara. Tidak berhenti pada rumus-rumus teologi atau kesalehan
ibadat belaka. Ikut memanggul salib, ikut serta dalam perjalanan Yesus
sendiri, itu yang ingin ditegaskan Lukas.

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment