Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Palma - 17 Apr 2011

Minggu Palma 17 Apr 2011

Digambarkan dalam Mat 21:1-11 (yang dibacakan dalam upacara perarakan palma)
bagaimana Yesus disambut meriah di Yerusalem. Pada hari Minggu Palma
diperdengarkan pula Kisah Sengsara menurut Matius mulai dengan kisah
pengkhianatan Yudas pada hari Rabu (Mat 26:14-16) diteruskan dengan
kejadian-kejadian pada Kamis petang (26:17-75 perjamuan malam, penangkapan
dan persidangan di Sanhedrin, penyangkalan Petrus), dan peristiwa-peristiwa
pada hari Jumat (27:1-61 penetapan hukuman bagi Yesus, penyaliban, dan
wafatnya, penguburan) dan Sabtu (27:62-66 penjagaan kubur).

Mengapa dia yang disambut meriah di kota kediaman Yang Maha Kuasa nanti
membiarkan diri ditolak oleh para pemimpin di situ? Mengapa ia tidak membela
diri atau balas menyerang dengan kekuatan masa yang menyambutnya di sana?
Dari bacaan pertama dari Yes 50:4-7 dapat diketahui sikap batin orang ini.
Ia hamba yang taat seutuhnya pada Yang Mahakuasa, bukan karena ia memang mau
menunjukkan ketaatan dengan menjalani segala akibat pilihan ini, melainkan
karena kehidupannya memang sudah terarah untuk itu. Sang hamba mengakui
bahwa ia diutus untuk menyampaikan Sabda Ilahi kepada siapa saja yang letih
lesu, yang tidak lagi mampu mencari tahu kehendakNya. Terlalu capai dengan
macam-macam urusan. Sang hamba juga mengakui tiap hari Yang Maha Kuasa
sendiri menajamkan pendengarannya sehingga baginya jelas apa kehendakNya.
Oleh karena itu ia dapat membawakan kehadiran ilahi ke tengah-tengah umat
manusia. Ia tidak melawan bila dimusuhi. Ia membawakan kehadiran yang tidak
menggetarkan. Inilah yang masih dikenali orang-orang yang menyambutnya di
Yerusalem ketika mereka mendengar kedatangannya. Tetapi segera pendengaran
dan penglihatan batin mereka digelapkan oleh sikap penolakan. Namun ia
sendiri tetap pada jalannya: membawakan kehadiran ilahi di dalam keadaan
apapun.

KEARIFAN - KUASA YANG LEMBUT

Menurut Mat 21:5, kedatangan Yesus di Yerusalem itu peristiwa yang telah
dinubuatkan nabi Zakharia 9:9, "Katakanlah kepada putri Sion (= Yerusalem
beserta penghuninya): Lihat Rajamu datang kepadamu. Ia lemah lembut dan
mengendarai seekor keledai betina dan seekor keledai beban yang muda."
Kemudian dalam ay. 7 disebutkan, setelah orang-orang mengalasi punggung
keledai betina dan anaknya, Yesus pun "menaiki kedua-duanya". Memang menaiki
dua keledai itu sama anehnya bagi orang sekarang dan orang dulu. Tapi ini
cara Matius mengatakan bahwa nubuat tadi kini sedang dipenuhi. Yang tak bisa
dibayangkan secara biasa itu kini terjadi.

Dalam pemahaman Matius dan orang-orang yang penuh harapan pada zaman itu,
Mesias yang mendatangi mereka ialah dia yang memiliki wibawa seorang raja
(dalam teks Ibrani Zakharia ada penjelasan "ia adil dan jaya" - yang tidak
ikut ditampilkan Matius karena sudah jelas) dan sekaligus tokoh yang "lemah
lembut", maksudnya, yang dapat memahami kerapuhan manusia. Memang
seolah-olah ada dua tokoh: satu sisi kebesaran, sisi lain kelemahlembutan.
Kedua-duanya mendatangi Yerusalem bersama. Inilah gagasan yang hendak
diutarakan oleh Matius secara surrealistik dengan mengatakan Yesus menaiki
keledai betina dan anaknya. Matius mempertajam Markus yang menceritakan
Yesus mendatangi Yerusalem menunggang seekor keledai yang belum pernah
dinaiki orang (Mrk 11:1-10). Matius mengajak mereka yang mendengar Injilnya
melihat dengan mata batin kedua sisi Yesus itu: sebagai raja yang penuh
wibawa tapi juga sebagai utusan Tuhan yang lemah lembut. Dengan demikian
nanti dalam mengikuti kisah penghinaan, penderitaan, penyalibannya orang
akan tetap dapat melihat sisi Yesus yang anggun dan berwibawa itu.

Lebih sukar mengendarai keledai daripada tunggangan lain karena keledai
biasanya bukan hewan penurut dan tidak berjalan cepat. Oleh karenanya,
sering keledai hanya dipakai untuk mengangkut beban; pemilik berjalan di
muka mengarahkannya, tidak menaikinya. Hanya orang yang "pintar" sajalah
yang bisa mengendarainya tanpa ada yang menggiringnya di muka. Apalagi
keledai yang belum pernah ditunggangi orang! Ingat kisah mengenai Balaam,
seorang ahli ilmu gaib yang diminta raja Balak menenung kocar kacir umat
Tuhan, tapi akhirnya Balaam yang menunggang keledai betina itu memahami apa
dan siapa yang sedang dihadapinya dan tidak jadi menuruti permintaan raja
angkara murka itu (Bil 22-24. khususnya 22:21-35). Kini Yesus memasuki
Yerusalem di atas keledai, sebagai orang yang tahu mengarahkan tunggangan
yang sukar ini. Maka jelas yang hendak dikatakan: ia orang yang penuh
kearifan. Ia dapat menyatukan kejayaan dan kelemahlembutan, dua kenampakan
yang sulit dibayangkan ada bersama pada diri orang yang sama.

Orang-orang menghamparkan pakaian di jalan ketika Yesus lewat. Apa maksud
tindakan ini? Pertama-tama, dia yang lewat itu pasti tidak akan menjejak
tanah yang kerap dipakai untuk menggambarkan kerapuhan serta kelemahan
manusiawi. Yang mendatangi Yerusalem ini raja yang mengatasi kelemahan
dengan kebijaksanaan yang lembut tapi berwibawa. Sekaligus tindakan
menghamparkan pakaian itu juga menggambarkan kesediaan orang-orang untuk
tunduk kepada dia yang sedang mendatangi dengan kebijaksanaannya itu.
Pakaian membuat orang yang memakainya menjadi jelas. Bila dihamparkan
berarti yang memakainya sedia menghamparkan diri di muka dia yang sedang
lewat. Memang saat-saat ini kekuatan yang mengancam Yesus belum bertindak.
Sebentar lagi kekuatan-kekuatan yang mau menyingkirkan kebijaksanaan ini
akan tampil. Orang-orang yang menyambut kedatangan Yesus dan menyatakan diri
tunduk kepadanya itu nanti juga akan ikut meneriakkan kematian baginya.
Terlihat nanti betapa besar dan mengerikannya kekuatan yang melawan
kebijaksaan itu. Sedemikian kuat hingga dapat menembus sampai ke lingkungan
yang paling dekat dengan Yesus sendiri: Yudas.

KISAH SENGSARA

Kisah sengsara menurut Matius terdiri dari dua bagian. Bagian pertama ialah
Mat 26:14 -27:10; bagian ini berawal dan berakhir dengan episode Yudas,
yakni Mat 26:14-16 (Yudas menjual Yesus kepada imam-imam kepala) dan 27:3-10
(Yudas mengembalikan 30 perak yang diterimanya dari mereka, lalu menggantung
diri). Bagian kedua Kisah Sengsara berawal dengan peran Pilatus (menahan
Yesus dan melepaskan Barabas atas desakan imam-imam kepala, Mat 27:11-26)
dan berakhir dengan tindakan Pilatus juga (atas permintaan imam-imam kepala
ia mengirim penjaga ke kubur agar jenazahnya tidak diambil murid-muridnya
pada hari ketiga, Mat 27:65-66). Kehidupan Yesus pada hari-hari terakhir itu
memang dijungkirbalikkan oleh Yudas dan Pilatus. Tetapi pembaca yang jeli
akan melihat bahwa kedua tokoh ini sebenarnya juga cuma sekadar menjadi
tangan kotor "para imam kepala, orang Farisi, tetua-tetua Yahudi", yakni
pihak yang membadankan kekuatan-kekuatan yang hendak membatasi gerak utusan
ilahi yang datang ke Yerusalem itu.

Kisah tragis Yudas sering kurang didalami maknanya, atau paling-paling ia
menjadi sasaran cercaan. Namun lebih membuat kita memahami misteri tindakan
ilahi bila dilihat bagaimana Yesus menanggapinya. Ketika mengumumkan dalam
perjamuan malam bahwa di antara yang hadir ada yang bakal menyerahkannya,
Yesus tidak menuduh siapapun. Bahkan ketika Yudas ikut bertanya apakah dia
itu orangnya, jawab Yesus hanyalah "Engkau telah mengatakannya." (Mat
26:25). Kata-kata ini maksudnya sama dengan "Coba pikirkan apa sebenarnya
yang sedang kaulakukan ini!" (Bandingan dengan ungkapan sama yang dikatakan
dalam interogasi di depan imam agung Mat 26:64 dan di hadapan Pilatus
27:11.) Yudas sebenarnya orang yang terlalu naif. Ia ingin mendapatkan
relasi dengan kaum berkuasa, bukan untuk mencelakakan Yesus. Dalam hati
kecil kiranya ia berangan-angan, toh Yesus akan dapat menghindari
penangkapan dan konsekuensi lebih jauh. Ia kan orang yang luar biasa.

Yudas mempunyai persepsi sendiri mengenai siapa Yesus itu. Inilah yang
membuat Yudas celaka. Dia salah satu orang yang terdekat dengan Yesus tetapi
tak mau melihat siapa dia dan makin menutup hati dan pikiran sendiri. Yesus
telah tiga kali mewartakan bahwa ia akan mengalami sengsara dan mati dan
bangkit. Itu jalannya. Murid-murid tidak memahami. Juga Yudas. Tetapi Yudas
bukan hanya tak memahami melainkan bertindak gegabah menolak untuk memahami
dia. Ia mau mendapatkan keuntungan dengan perhitungan sendiri. Dengan
demikian ia menyepelekan kebijaksanaan ilahi. Menurut Mat 26:24 Yesus
berkata bahwa yang terjadi pada Anak Manusia, yakni dirinya, sesuai dengan
yang dituliskan tentang dia, tapi celakalah orang yang olehnya dia
diserahkan. Maksudnya Yudas. Lebih baik baginya sekiranya ia tidak
dilahirkan. Artinya, tindakan orang itu sebetulnya tak bakal mengubah jalan
yang sedang ditempuh Yesus. Yudas mengklaim bagi dirinya sendiri perkara
yang sedang ditindakkan Yang Mahakuasa! Tragisnya, Yudas tidak menyadari hal
ini. Ia baru terbangun ketika sudah terlambat. Dan sekali lagi ia masih
mengira dapat mengurungkan yang terjadi dengan mengembalikan 30 perak yang
diperolehnya. Ia makin terkurung dalam dirinya sendiri. Orang bisa
memungkiri Yesus seperti yang dilakukan Petrus atau meninggalkannya seperti
murid-murid lain, tetapi mereka tidak mendahului tindakan ilahi. Mereka itu
bisa ditolong dan kembali. Tetapi dia yang mendahului tindakan ilahi atau
mau mengurungkannya tidak bakal tertolong.

Disebutkan dalam bagian kedua Kisah Sengsara, istri Pilatus semalaman
gelisah bermimpi dan keesokan harinya mengirim pesan kepada suaminya agar
jangan mencampuri perkara "orang yang benar" itu (27:19). Ini isyarat dari
Matius bagi pembaca Injilnya agar menengok kembali ke belakang, ke nasib
tragis Yudas. Dengan menyerahkan Yesus sebetulnya Yudas "mencampuri perkara
orang yang benar" dan mendapat celaka. Sekaligus pembaca diajak memeriksa
dari dekat apakah Pilatus betul-betul mencampuri perkara ini dan sejauh
mana. Sekalipun ia ikut campur, semua yang terjadi pada Yesus sebetulnya
terjadi bukan karena Pilatus. Malah dalam seluruh bagian kedua kisah
sengsara itu Matius memperlihatkan betapa konyolnya sang penguasa itu. Ia
membiarkan diri dimanipulasi oleh pemuka-pemuka Yahudi.

Yesus tetap setia pada jalannya. Baginya tetap berlaku gambaran yang
bertumpang-tindih antara raja yang jaya dan kelembutan yang membuatnya rapuh
di hadapan kekuatan-kekuatan yang sedang berusaha menjungkirbalikkan
kebijaksanaan dengan mempergunakan baik Yudas maupun Pilatus. Tapi Yesus
tetap berada di dalam garis kebijaksanaan hingga akhir. Inilah kebesaran
utusan ilahi yang dirayakan selama Minggu Paskah ini.

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment