Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Injil Minggu Biasa XXV C

Injil Minggu XXV/C 22 September 2013 (Luk 16:1-13)

Rekan-rekan yang baik!

Perumpamaan mengenai bendahara yang tidak jujur dalam Luk 16:1-8a
dilanjutkan dengan pernyataan bahwa kepintaran anak-anak dunia ini melebihi
anak-anak terang (ayat 8b-9) ditambah pepatah barangsiapa setia dalam
perkara kecil bisa dipercaya pula dalam perkara besar (ayat 10-12). Petikan
yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XXV tahun C ini berakhir dengan
penegasan bahwa tak mungkin mengabdi dua tuan (ayat 13). Ada ajakan untuk
menemukan jalan lurus dalam liku-liku kehidupan di dunia ini. Dengan kata
lain, orang beriman didorong agar berani belajar dari kenyataan dalam
kehidupan yang acap kali terasa berlawanan dengan cara hidup "orang
baik-baik".


MENGABDI DUA TUAN?!

Marilah kita mulai dengan akhir petikan itu, yaitu ayat 13. Di situ
ditegaskan bahwa tak mungkin mengabdi kepada dua tuan. Alasannya, cepat atau
lambat akhirnya orang akan memihak kepada yang satu dan meninggalkan yang
lain. Tak mungkin menyembah Allah dan pada saat yang sama mengabdi Mamon,
maksudnya uang, harta, kedudukan...semua yang serba duniawi. Ini pernyataan
atau peringatan? Bentuknya memang pernyataan. Tapi dapat pula dimengerti
sebagai peringatan agar murid Yesus tidak berhati mendua. Memang dalam hal
apapun sikap mendua tidak baik. Namun ini kan bukan barang baru. Sama dengan
peringatan agar melepaskan "orang tua, sanak saudara, diri sendiri, milik"
agar menjadi murid yang sejati seperti terungkap dalam Luk 14:25-33. Namun
bukan barang baru pula bila dalam prakteknya komitmen utuh seperti itu tidak
mudah. Arahnya memang jelas, tapi dalam pelaksanaannya kerap orang gagal
mengabdikan diri dengan sepenuh hati. Lalu untuk apa mengutik-utik perkara
yang tak bisa dielakkan ini? Kenyataan hidup sering menampilkan wajah yang
berbeda daripada yang diidealkan begitu saja. Apakah Injil mau
menyederhanakan kehidupan? Bila demikian, yang kita dengar bukan Warta
Gembira melainkan serangkai omongan saleh tapi basi dan tidak banyak
membantu orang semakin mengenali liku-liku kehidupan yang nyata. Begitukah?
Untuk menjawabnya baiklah diperiksa perumpamaan mengenai bendahara yang
tidak jujur. Petikan ini juga berguna untuk lebih memahami tuntutan menjadi
murid sejati dalam Luk 14:25-33 tadi.

Di manakah ketidakjujuran bendahara dalam perumpamaan ini? Pada perbuatan
memotong hutang yang diceritakan dalam ayat 6-7 atau karena telah
"menghambur-hamburkan" milik tuannya seperti disebut dalam ayat 1? Dengan
kata lain, karena kolusi, kongkalikong dengan langganan dan merugikan
pemilik perusahaan atau pada perbuatan korupsi dan memboroskan uang
perusahaan bagi keperluan sendiri? Lalu kenapa ia dipuji?

APA PERKARANYA?

Bendahara tadi kiranya pernah mengadakan jual beli minyak dan gandum dengan
maksud kurang jujur. Jumlah yang disebut, 100 tempayan minyak dan 100 pikul
gandum adalah jumlah yang besar, dan tetap besar setelah dipotong menjadi 50
tempayan dan 80 pikul. Jelas pula dari jumlah yang disebutkan itu ia tidak
berurusan dengan konsumen, tetapi dengan pedagang lain. Transaksi besar
seperti ini di mana-mana lazimnya tidak dibayar lunas seketika. Langganan
memiliki rekening pada perusahaan dagang tempat bendahara itu bekerja. Dalam
hal ini bendahara tadi telah berlaku tak jujur. Yang sebetulnya 50 tempayan
dicatatnya sebagai 100 tempayan, yang 80 pikul didaftarnya sebagai 100
pikul. Ia tentu berpikir akan dapat mengantongi keuntungan pembayaran nanti.

Malang baginya, perbuatannya yang tak terpuji itu terendus dan rupa-rupanya
ada keluhan yang sampai ke telinga pemilik perusahaan. Karena itu pemilik
meminta pertanggungjawaban. Bendahara itu menyadari, kini ia tak bisa
enak-enak saja. Ia akan diperkarakan. Memang ia tidak langsung dipecat. Ia
baru diminta memberi laporan. Di sinilah titik balik dalam perumpamaan tadi.
Bendahara tadi mencari upaya bagaimana melepaskan diri dari krisis ini.
Terpikir olehnya, mumpung masih ada waktu, baiklah cepat-cepat memperbaiki
keadaan. Caranya lihai. Ia membersihkan pembukuan palsu yang tadinya
diperhitungkan akan menguntungkannya. Inilah sebetulnya yang terjadi dalam
pemotongan utang yang diceritakan dalam ayat 6 dan 7.

Perlu kita pahami cerita ini bukan sebagai laporan peristiwa. Bukan nasihat
agar para penjahat keuangan bertobat. Ini perumpamaan yang disampaikan untuk
mengajak para murid berpikir bagaimana bisa menghadapi liku-liku kehidupan
ini dengan sikap yang cocok. Pembaca zaman dulu juga sadar bahwa yang
diceritakan ialah perumpamaan dan tidak akan berusaha mencek dengan
kenyataan praktek dagang atau mempertanyakan rinciannya. Malah bisa kita
andaikan para pembaca dulu tidak mengalami kesukaran di dalam menangkap
tujuan perumpamaan itu. Mereka langsung melihat di mana ketidakjujuran si
bendahara, yakni dalam hal memboroskan milik yang dipercayakan kepadanya
agar dikelola dengan baik, tapi akhirnya mau dikantonginya sendiri. Ini
jelas dari tuduhan yang dikenakan kepadanya pada ayat 1. Jelas pula mengapa
pemilik meminta pertanggungjawaban dan segera akan memecatnya.

Oleh karena itu transaksi yang diceritakan dalam ayat 6-7, yakni mengurangi
jumlah hutang itu, sebaiknya dimengerti sebagai usaha si bendahara membenahi
tindakan korupsi yang dilakukannya sebelumnya. Dengan demikian juga tidak
sukar mengerti mengapa ia dipuji. Kita tidak tahu bagaimana kelanjutan
karier bendahara itu. Seluk beluk selanjutnya itu tidak relevan bagi sebuah
perumpamaan. Lagipula perumpamaan ini bukan dimaksud untuk menceritakan
transaksi dagang melainkan untuk menyoroti kemauan serta kecekatan orang
untuk berubah dalam situasi krisis. Karena itulah ia dipuji.

SIAPA YANG MEMUJI SANG BENDAHARA?

Disebutkan dalam ayat 8: "Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur
itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini
lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang." Dalam teks
Yunaninya, ho kyrios, "tuan itu", bisa merujuk pada tuannya sang bendahara,
yakni pemilik perusahaan, tetapi juga bisa pada Tuhan Yesus. Bila yang
dimaksud pemilik, maka ayat 8 termasuk perumpamaan sendiri. Tetapi bila
merujuk pada Yesus, maka ayat itu tampil sebagai kata-kata Yesus mengenai
perilaku bendahara dalam perumpamaan tadi. Lagipula jika Yesus-lah yang
dimaksud, maka ayat 8b, yakni "Sebab anak-anak dunia ini..." dapat membantu
mengerti mengapa ayat 9 memuat nasihat Yesus agar orang tahu mengikat
persahabatan juga dengan memakai Mamon (= uang) yang diperoleh dengan tidak
jujur. Persoalan siapa yang memuji ini sering membingungkan para penafsir.
Namun, bila uraian mengenai di mana letak ketidakjujuran si bendahara di
atas diterima, siapa yang memuji tidak jadi masalah lagi. Bisa saja sang
pemilik, bisa pula Yesus. Memang bendahara itu pintar dan patut dipuji, baik
oleh pemilik dalam perumpamaan itu maupun oleh Yesus sendiri.

Kehidupan memiliki banyak segi. Situasi yang kritis kerap bisa diatasi
dengan mengubah diri. Bendahara yang sedang menghadapi kendala bakal dipecat
itu berhasil mengatur siasat sehingga keadaannya tidak seburuk seperti bila
diam menunggu konsekuensi kelakuannya sendiri dulu. Tentu saja ia harus
berhati-hati sehingga tindakannya kali ini tidak memperburuk keadaan.
Bahwasanya ia dipuji entah oleh tuannya entah oleh Yesus justru membuktikan
bahwa ia berhasil membawakan diri dengan baik dalam situasi yang gawat.
Bahkan amatan mengenai anak-anak dunia yang lebih pintar daripada anak-anak
terang dalam ayat 8b bisa dianggap sebagai saran agar orang belajar dari
kecerdikannya.

MAMON YANG TAK JUJUR

Bagaimana tafsiran ayat 9? Ayat ini memuat nasihat Yesus agar orang mengikat
persahabatan dengan menggunakan "Mamon yang tak jujur" sehingga bila Mamon
itu tak dapat menolong lagi, orang akan diterima ke dalam Kemah Abadi?"
Maksud perkataan itu kiranya dapat diutarakan kembali sebagai berikut "Uang
tak halal (uang hasil korupsi, keuntungan karena pengelolaan buruk yang
disengaja - perkara yang disebut dalam ayat 1) memang untuk sementara dapat
menjadi sandaran hidup - mengikat persahabatan. Namun satu ketika akan
terbongkar (tuduhan, ayat 2). Oleh karena itu berusahalah memegang yang bisa
memberimu rasa aman sejati ("diterima dalam Kemah Abadi")!" Pembaca yang
peka akan teringat Mazmur 15 yang memberi rincian lebih jauh mengenai siapa
yang akan diterima tinggal bersama Tuhan di kemahNya yakni orang yang
kelakuannya tak bercela, yang bertindak adil, yang hidup sesuai dengan
kebenaran, tidak memfitnah, tidak berbuat jahat, tidak mendatangkan aib bagi
sesama, tidak mengecilkan kaum terpojok, menghormati orang yang bertakwa,
yang memiliki integritas, yang tidak memeras dan tidak mau dibayar untuk
merudapaksa orang yang tak bersalah.

BERPIJAK PADA KENYATAAN

Sang bendahara ternyata berani dan berhasil membenahi diri dalam urusan
"uang yang diperoleh dengan tidak jujur" dan dalam hal ini ia bisa disebut
"setia mengenai harta orang lain", baik harta sang pemilik perusahaan maupun
para langganan. Seandainya ia tidak berbuat demikian, ia akan mengalami
celaka. Ayat 10-12 sebetulnya merumuskan kembali perkara itu dalam bentuk
pepatah. Pandai-pandailah membawa diri dalam urusan duniawi, dalam "urusan
kecil" yang bakal memberi kredibilitas dalam perkara yang lebih luhur, dalam
urusan yang menyangkut hal-hal kerohanian pula.

Pada awal uraian ini disebutkan bahwa ayat 13 tidak dimaksud semata-mata
sebagai peringatan bahwa orang tak bisa mengabdi Allah secara
setengah-setengah. Itu sudah jelas. Dan pendengar Injil tentunya bukan orang
yang mau terus setengah-setengah. Perkaranya bukan niatan, tapi kenyataan
sering membuat orang tidak sampai menjalani komitmen iman secara utuh. Lalu
bagaimana? Perumpamaan bendahara yang tak jujur tapi cerdik tadi membuat
kita melihat bahwa Injil mengajarkan sikap mau dan berani berubah demi
mencari jalan yang bakal menyelamatkan. Juga diajarkan sikap mau belajar
dari cara-cara duniawi - dari "urusan kecil" yang disebut ayat 11. Namun
seperti dinasihatkan dalam ayat 9, diperlukan kejelian melihat mana yang
sungguh menjamin bagi kebahagiaan. Dengan menggemakan inti ajaran Mazmur 15,
Injil menghubungkan urusan duniawi ini dengan tanggung jawab dan kesadaran
moral yang bakal menuntun orang ke kebahagiaan kekal bersama Allah. Injil
mendorong orang memikirkan bagaimana kemanusiaan yang penuh liku-liku itu
dapat menjadi jalan bagi anak-anak terang pula. Dalam arti itulah Injil
membuka jalan ke Kemah Abadi.


Salam dari Refter Kanisius,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment