Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Santo Petrus Canisius: Pemerhati Seminari

Sejak kecil sudah terlihat bakat kecerdasannya. Sebagai seorang anak wali kota di Nijmegen, Belanda, ia mendapat pendidikan yang memadai. Keluarganya sangat dihormati masyarakat. Meski sang ibu meninggal dunia saat ia masih kecil, Petrus Canisius tetap menjalani hidupnya dengan bahagia.

Ayahnya Jacob Canis, memasukkan dia di sekolah berkualitas yang dikelola para pastor Yesuit. Meski pandai, anak yang lahir 8 Mei 1521 ini tetap rajin belajar. Hal ini membuat dia selalu menjadi juara di kelasnya. 

Benih-benih kerelaan menolong sesama sudah tertanam dalam dirinya sejak kecil. Ayahnya sering mengajaknya mengunjungi panti asuhan dan membagi-bagikan banyak barang kepada teman-temannya yang tinggal di sana. Dalam kegiatan gerejani, ia termasuk anak yang aktif menjadi misdinar. Bahkan, dengan suara emasnya, ia meramaikan kelompok kor di gerejanya. 


Menginjak usia 15 tahun, ia masuk Universitas Koeln di Jerman. Karena bakat kecerdasannya, ia meraih gelar Magister pada usia 19 tahun, tepatnya Mei 1540. Di universitas itulah benih panggilan mulai tumbuh dalam diri Canisius muda. Ia ingin menjadi imam. Perjumpaannya dengan Pastor Petrus Faber di Mainz, salah satu pendiri Serikat Yesus, semakin menyuburkan ketertarikannya menjadi imam. Pastor Faber menyarankan dia menjalani retret yang didasari Latihan Rohani St Ignatius. Retret dijalaninya selama 1 bulan. 

Seusai retret, ia memutuskan bergabung dengan SY. Pada ulang tahunnya ke-22, ia masuk novisiat. Studi teologi dijalaninya di kampus yang sama dan ditahbiskan, 12 Juni 1546. Tugas pertama dijalaninya sebagai penasihat teologis Kardinal Truchsess di Konsili Trente. Kemudian, ia mendapat tugas perutusan di Kolese Yesuit yang pertama di Messina, Italia. 

Tugas berat dipercayakan kepadanya September 1549. Waktu itu, di Jerman sedang berkembang kaum Reformis. Salah satu tokohnya adalah Uskup Agung von Wield. Ia mengubah keuskupannya menjadi Kepangeranan Prostestan. Sudah 25 tahun lamanya umat Jerman bingung membedakan ajaran Gereja Katolik dengan ajaran Luther. Tugas tersebut diemban Canisius dengan sukses melalui khotbah yang bertemakan pokok imam Katolik. 

Selain itu, Pastor Canisius membangun kolese di Ingolstadt, Bavaria, 13 November 1549. Februari 1552, ia diutus membangun Kolese di Wina, Austria. Keadaan Gereja di sana cukup memprihatinkan. Banyak umat yang tidak lagi ke gereja dan tidak ada imam yang berkarya di sana. Sebagai pendukung misinya, ia berusaha membina hubungan baik dengan para bangsawan. Hal ini dipilihnya karena keputusan kaum bangsawan dalam memilih agama sangat berpengaruh terhadap agama bawahannya. 

Ia meyakini cara terbaik memperjuangkan iman bukan dengan sikap mencemoohkan dan membenci lawan, melainkan dengan berdoa dan kerja keras. Ia berkarya dengan sangat tekun. Karyanya pun sangat menyolok, seperti: mendirikan sekolah-sekolah dasar, kolese, dan seminari; menyampaikan khotbah dengan berapi-api; serta menguatkan rekan-rekan imam dan uskup yang krisis panggilan dan krisis hidup rohani. 

Di Wina itu pula, ia berhasil menyusun tiga jilid buku Katekismus Katolik yang berjudul Summarium Doctrinae Christianae. Awalnya, buku ini hanya diperuntukkan bagi para pelajar di kolese Yesuit. Dalam perkembangannya, buku ini juga dijadikan buku pegangan umat sehingga diterbitkan berulang-ulang dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa. 

Ia sering menghadiri pertemuan ekumenis dengan kelompok Prostestan di Regensburg (1556-1557) dan di Worms (1557). Pemikirannya yang terbuka ini membuat dia disegani. Bahkan, ia sampai diundang Vatikan membicarakan masalah Jerman. Dalam pembicaraan itu, ia mengusulkan agar di Jerman semakin banyak didirikan seminari. 

Pada usia 68 tahun, kesehatan sang pujangga Gereja ini memburuk. Ia sempat terkena serangan otak. Tahun 1597, ia menderita penyakit busung, kemacetan pembuluh darah di paru-paru dan bisul di kerongkongan. Hal indah terjadi menjelang akhir hidupnya. Ia memandang pintu kamarnya dan sambil tersenyum ia berbisik, ”Oh, lihatlah, Bunda Tuhanku datang menjemput aku.” 

Santo Petrus Canisius
Imam yang dikenal sebagai pemerhati pendidikan calon imam ini menghadap Tuhan, 21 Desember 1597. Ia dimakamkan di Gereja St Nikolas, Fribourg. Paus Pius XI menyatakannya sebagai santo, 21 Mei 1925. Secara liturgis, ia diperingati sebagai imam dan pujangga Gereja setiap 21 Desember atau 27 April. Ia selalu digambarkan sebagai seorang imam yang memegang buku Katekismus. 

sumber: http://www.hidupkatolik.com/2013/07/15/santo-petrus-canisius-pemerhati-seminari

No comments:

Post a Comment