Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Injil Minggu Paskah IA - 16 Maret 2008


Hello,

Injil Minggu Paskah
16 Maret 2008 16:22

TUHAN TELAH BANGKIT!

Selamat Paskah!

Bacaan-bacaan Injil dalam perayaan Malam Paskah dan hari Minggu Paskah memuat warta tentang kebangkitan Yesus. Namun, bagaimana kebangkitan itu terjadi, dengan cara apa, kapan persisnya, serta apa gelagat yang menyertainya, tidak ada yang melihatnya sendiri. Tak ada laporan pandangan mata mengenai peristiwa kebangkitan itu sendiri. Kenyataan ini tetap tersembunyi tapi dapat diikuti jejak-jejaknya. Dan juga kesetiaan orang untuk mencari dia yang tadinya wafat dan dimakamkan itu besar peranannya. Kisah-kisah Injil memuat dua pokok yang mendasari munculnya kepercayaan bahwa Yesus telah bangkit, yakni makam yang kosong dan keyakinan orang-orang yang terdekat bahwa ia tidak lagi berada diantara orang mati.  Kesaksian ini kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan kisah-kisah penampakan dia yang telah bangkit itu. Marilah kita tengok lebih dekat kisah dalam Mat 28:1-10 (Injil Misa Malam Paskah); Yoh 20:1-9 (Injil Misa Paskah pagi ); dan Luk 24:13-35 (Injil Misa Paskah sore).

INJIL MISA MALAM PASKAH: Mat 28:1-10

Pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu beberapa perempuan mendatangi tempat Yesus dikuburkan. Di situ mereka mengalami sesuatu yang luar biasa: diiringi gempa bumi, malaikat Tuhan turun menggolekkan batu makam dan duduk di atasnya. Wajahnya berkilauan dan membuat para penjaga makam gentar. Seperti lazimnya, Injil-Injil menampilkan peristiwa yang sama dengan seluk beluk yang berlainan. Mat 28:2 sebenarnya mengolah kembali yang dikatakan Mrk 16:5 mengenai "seorang muda berjubah putih". Lukas  menyebut dalam "dua sosok" mengikuti tradisi komunitasnya (Luk 24:4; dekat dengan tradisi Yohanes, lihat Yoh 20:11-13). Juga ada perbedaan mengenai siapa yang datang ke makam. Matius mencatat, mereka itu Maria dari Magdala, dan Maria "yang lain" (Mat 28:1). Lukas menyebut Maria Magdala, Yohana, dan Maria ibu Yakobus (Luk 24:10). Markus juga b erbicara mengenai tiga perempuan, tetapi yang bernama Yohana menurut Lukas itu disebut sebagai Salome (Mrk 16:1). Yoh 20:1 hanya menampilkan Maria Magdalena dan penampakan kepadanya tidak langsung terjadi pada saat itu. Baru nanti setelah kembali dari melaporkan kosongnya makam kepada Petrus dan murid lain, Maria memperoleh penampakan dua sosok malaikat dan kemudian Yesus sendiri (ay. 11-18). Walaupun berbeda-beda, keempat Injil itu berpusat pada kenyataan bahwa makam sudah kosong. Pembaca atau pendengar Injil tidak diharapkan melacak siapa-siapa datang ke kubur dan bagaimana jalannya peristiwa yang satu kepada yang lain. Sebaliknya, kita diajak ikut merasa-rasakan keanekaragaman pengalaman mereka.

Matius menekankan bahwa Yesus kini sungguh-sungguh hidup dan murid-murid dipesan agar pergi ke Galilea dan di sana mereka akan melihatnya. Di sanalah para murid yang kini masih tercerai berai dan bersembunyi itu dapat berkumpul kembali dengan Yesus dan mengawali hidup sebagai murid dengan cara baru. Sementara ini hanya murid-murid perempuan sajalah yang masih bisa menjadi penghubung di antara para murid. Lewat para perempuan inilah kelompok-kelompok yang terpisah-pisah tadi dikumpulkan kembali. Gagasan ini juga diungkapkan Markus (Mrk 16:7). Lukas agak lain tapi maksudnya sama. Baginya tempat yang memberi hidup baru itu ialah Yerusalem. Tetapi setelah kebangkitan, tempat itu berubah dari kota yang menolaknya menjadi kumpulan orang yang menerima kehadirannya. Yohanes tidak jelas-jelas menyebut nama tempat itu. Ia hanya mencatat bahwa para murid berkumpul dalam rasa takut kepada para penguasa Yahudi (Yoh 20:19). Tapi pada saat-saat itulah Yesus menampakkan diri kepada mereka memberi kekuatan dengan meniupkan Roh (ayat 22-23). Tempat kegelisahan menjadi tempat damai. Entah itu Galilea atau Yerusalem atau tempat mana pun, yang diwartakan Injil ialah suasana rohani yang memungkinkan orang berkumpul kembali dan memperoleh kekuatan dari guru mereka yang telah bangkit itu.

Kembali ke kisah Matius mengenai kedua perempuan yang pergi ke makam dalam Mat 28:1-10. Di situ mereka mendapati Yesus tidak di situ lagi. Makam kosong. Tapi ada malaikat yang pakaiannya berkilauan yang mengatakan agar mereka sungguh menyadari bahwa yang mereka cari tidak ada lagi di situ karena telah bangkit. Mereka disuruh melihat tempat Yesus tadinya dibaringkan. Tak ada lagi di situ. Dan malaikat itu menyuruh mereka memberi tahu para murid bahwa Yesus yang sudah bangkit tadi mendahului mereka ke Galilea. Hendaknya para murid ke sana juga dan mendapatinya. Maka kedua perempuan itu dengan rasa cemas-cemas gembira segera pergi mengabarkan semuanya kepada para murid. Pada saat itulah Yesus menjumpai mereka dan memberi salam damai. Mereka pun memeluk kakinya dan sujud kepadanya.

Ini ungkapan bahwa mereka betul-betul percaya bahwa Yesus telah bangkit dari kematian. Yesus menyuruh mereka mengabarkan kepada saudara-saudaranya, yakni murid-murid terdekat, agar pergi ke Galilea dan di sana mereka akan melihatnya. Kata-kata ini menegaskan kembali yang diucapkan malaikat tadi. Bagi Lukas, ketiga perempuan yang mendatangi kubur mendapati dua sosok. Dalam Markus hanya seorang muda saja yang tampak kepada perempuan-perempuan yang datang ke makam. Seperti disebut di atas, Yohanes baru menceritakan penampakan setelah Maria Magdalena kembali dari mengabarkan kosongnya kubur. Namun demikian keempat Injil itu sama-sama mengatakan memang makam telah kosong, artinya Yesus tak ada di antara orang mati lagi. Ia telah bangkit. Dan murid-murid yang kini tercerai berai akan dikumpulkan kembali, bukan dalam ketakutan melainkan dalam suasana damai yang mereka bawa dalam batin mereka. Bagi kita zaman ini, tetap ada imbauan agar kita pergi ke tempat damai tadi, yakni Galilea batin, Yerusalem rohani, dan tempat berkumpul yang akan ditamui Yesus sendiri. Itulah Paskah bagi murid-murid sepanjang zaman, di mana saja.

INJIL MISA PASKAH PAGI: Yoh 20:1-9

Yohanes mengisahkan Maria Magdalena yang mengunjungi makam dan melihat batu penutup telah diambil dari kubur. Maka ia segera berlari mendapatkan Petrus dan murid lain yakni "murid yang dikasihi" Yesus dan menyampaikan berita bahwa Yesus diambil orang dan tak diketahui di mana sekarang. Maka Petrus dan murid yang lain itu berlari ke makam. Murid yang lain tadi sampai terlebih dahulu dan menjenguk ke dalam kubur dan melihat kain kafan terletak di tanah. Petrus datang ke situ dan masuk dan mendapati juga kafan terletak di tanah. Keduanya mendapati makam kosong, kafan pembalut mayat terletak di tanah. Kesimpulan pembaca: ia sudah bangkit.

Murid yang lain yang tadi ada di luar itu kemudian masuk ke makam dan dikatakan "ia melihatnya", maksudnya "melihat petunjuk bahwa Yesus tidak lagi ada di makam, "dan ia percaya". Ia percaya bahwa ia telah bangkit. Menarik bila kita periksa pengalaman pembaca Injil Yohanes. Di sini sang pembaca lebih dahulu menarik kesimpulan bahwa Yesus sudah bangkit dan baru kemudian Injil mengisahkan murid yang lain yang menjadi percaya. Ini teknik berkisah Yohanes yang pintar. Ia membuat siapa yang mengikuti kisahnya, ikut berlari ke makam bahkan akan dapat datang mendahului murid yang dikasihi dan Petrus sendiri. Dan juga mendahului percaya Yesus sudah bangkit.

Nanti dalam Luk 24:35 ketika dua murid melaporkan kepada kesebelas murid di Yerusalem mengenai penampakan Yesus di Emaus, mereka yang di Yerusalem itu juga menegaskan bahwa "Tuhan telah bangkit dan menampakkan diri kepada Simon". Akan tetapi, Lukas tidak menceritakan Petrus secara khusus mendapat penampakan Tuhan. Memang dalam 1Kor 15:5, Paulus menyebut bahwa Yesus menampakkan diri kepada Kefas, yaitu Petrus, dan menyebutkan murid-murid lain. Namun demikian, apa yang dialami Petrus sesungguhnya? Rasa-rasanya memang dengan sengaja Lukas hanya menyebut Petrus "heran memikir-mikirkan apa yang telah terjadi" (Yunaninya, "thaumazoon to gegonos"). Pendengar Injil diajak ikut serta dalam pengalaman Petrus mengenai "apa yang telah terjadi itu", yakni Yesus tidak lagi berada di tempat orang mati dan hanya kain kafannya yang ada di situ. Petrus akan sampai pada kesadaran bahwa Yesus sudah bangkit.

INJIL MISA PASKAH SORE: Luk 24:13-35

Hingga kini dikenal kisah kebangkitan dari pengalaman ketiga wanita di makam yang kosong yang ingat akan perkataan Yesus dahulu dan pengalaman Petrus menemukan makna peristiwa ini. Dua jalan itu membawa masing-masing dari mereka untuk sampai pada pengalaman iman mengenai kebangkitan. Ada jalan lain, yakni penampakan, seperti yang dialami kedua murid yang berjalan ke Emaus yang diceritakan di dalam Luk 24:13-35.

Kedua murid itu tidak segera sadar bahwa orang yang menyertai mereka dalam perjalanan ke Emaus ialah Yesus yang telah bangkit. Kepada mereka Yesus yang kelihatan sebagai musafir itu menjelaskan kejadian-kejadian mengenai dirinya yang telah dikatakan dalam Kitab Suci. Jadi, sepanjang perjalanan itu kedua murid tadi "membaca kembali" warta Kitab Suci mengenai Yesus. Mereka tidak sadar bahwa Yesus ada bersama mereka dan menolong mereka agar mengerti lebih dalam warta Kitab Suci. Mata mereka baru terbuka ketika ia makan bersama mereka dan melakukan hal yang sama seperti yang terjadi pada perjamuan terakhir. Akan tetapi, saat itu juga Yesus lenyap. Yang tinggal ialah kesadaran bahwa ia kini hidup. Kesadaran inilah yang membuat mereka mengabarkan kepada kesebelas murid di Yerusalem dan orang-orang lain yang beserta mereka.

Ada pelbagai jalan sehingga orang sampai kepada pemahaman bahwa Yesus telah bangkit. Pada intinya, tiap jalan itu membangun hubungan antara kejadian yang mengguncang batin dan kata-kata tentang kejadian yang telah didengar sebelumnya dari Yesus atau dari Kitab Suci atau dari kesaksian orang yang percaya Yesus sudah bangkit. Mungkin kebanyakan dari kita akan menempuh jalan yang ketiga dan jalan kedua. Dalam tiap jalan itu, Tuhan sendiri menolong orang untuk percaya.

CATATAN MENGENAI PENAMPAKAN

Dari uraian di atas, jelas penampakan hanyalah salah satu jalan bagi kepercayaan akan kebangkitan Yesus. Bukan satu-satunya jalan. Berikut ini sekadar catatan mengenai peristiwa penampakan Tuhan. Bila diperhatikan,kisah-kisah penampakan seperti diceritakan dalam Perjanjian Baru memuat tiga unsur utama berikut ini:

Pertama, yang mendapat penampakan tidak segera mengenali Tuhan yang sedang menampakkan diri: kedua murid dalam perjalanan ke Emaus mengira sedang berbicara dengan musafir yang tak tahu apa yang baru terjadi di Yerusalem (Luk 24:13-35, terutama ay. 18), Maria Magdalena mengira bertemu dengan penunggu taman (Yoh 20:11-18, terutama ay. 15), murid-murid yang menjala ikan di Tiberias tak tahu siapa sosok yang menunggu mereka di pantai (Yoh 21:1-14, periksa ay. 4); bahkan dalam kesempatan lain murid-murid mengira Yesus itu hantu (Luk 24:36-37, terutama ay. 37). Dalam keadaan itu, Tuhan membantu mereka agar mengerti apa yang sedang mereka alami dengan hal berikut.

Kedua, terjadi dialog antara Tuhan dan orang yang mendapat penampakan. Bisa terjadi sepanjang hari (dua murid dalam perjalanan ke Emaus), bisa juga hanya sekilas (Saulus dalam Kis 9:3-6), tetapi dapat juga terjadi berulang-ulang dalam masa 40 hari (Kis 1:3b). Bagaimanapun juga, hubungan yang terbangun dalam dialog ini mengarah pada perubahan yang besar dan mantap dalam diri orang yang bersangkutan.

Ketiga, penampakan membuat orang mulai memberikan kesaksian. Namun demikian, kesaksian ini bukan mengenai penampakan sendiri, melainkan mengenai sebuah pokok kepercayaan: Yesus bangkit (Mrk 16:9-20, terutama ay. 20; Yoh 20:18, perhatikan secara khusus bagian kedua ayat ini); yang bangkit itu sungguh ada di tengah-tengah para murid (Luk 24:34-35, terutama ay. 35, juga ay. 48); penampakan kepada Saulus menjadi titik balik kehidupannya menjadi Paulus sang rasul.

Berbagai pengalaman yang kadang-kadang disebut dengan nama "penampakan" tetapi yang serta-merta membuat orang melihat Tuhan malah mencurigakan. Begitu juga yang tidak ada unsur dialognya sama sekali. Apalagi penampakan yang wartanya hanya mengenai penampakan sendiri, bukan kesaksian yang membangun iman.

Salam hangat,

A. Gianto



Minggu Palma - 16 Maret 2008


Halo,

Minggu Palma 16 Maret 2008 Mat 21:1-11; 26:14-27:66 dan Yes 50:4-7

10 Maret 2008 14:40

Menyambut Utusan Ilahi!

Rekan-rekan!
    Bacaan dalam perarakan liturgi Minggu Palma tahun ini mengisahkan peristiwa penyambutan Yesus secara meriah di Yerusalem (Mat 21:1-11). Di sini Matius menggambarkan kedatangannya sebagai raja yang memasuki kota tempat kemuliaannya yang sejati akan tampak, yakni kebangkitannya. Injil dalam perayaan Ekaristi menelusuri peristiwa-peristiwa dalam Kisah Sengsara menurut Matius mulai dengan pengkhianatan Yudas pada hari Rabu (Mat 26:14-16) yang berkelanjutan Kamis petang (26:17-75 perjamuan malam, penangkapan dan persidangan di Sanhedrin, penyangkalan Petrus), diikuti dengan kejadian hari Jumat (27:1-61 penetapan hukuman bagi Yesus, penyaliban, dan wafatnya, penguburan) dan Sabtu (27:62-66 penjagaan kubur).

    Mengapa dia yang disambut meriah di kota kediaman Yang Maha Kuasa membiarkan diri ditolak oleh para pemimpin di situ? Mengapa ia tidak membela diri atau balas menyerang dengan kekuatan masa yang menyambutnya di sana? Dari bacaan pertama dari Yes 50:4-7 dapat diketahui sikap batin orang ini. Ia hamba yang taat seutuhnya pada Yang Mahakuasa, bukan karena ia memang mau menunjukkan ketaatan dengan menjalani segala akibat pilihan ini, melainkan karena kehidupannya memang sudah terarah untuk itu. Sang hamba mengakui bahwa ia diutus untuk menyampaikan Sabda Ilahi kepada siapa saja yang letih lesu, yang tidak lagi mampu mencari tahu kehendakNya. Terlalu capai dengan macam-macam urusan. Sang hamba juga mengakui tiap hari Yang Maha Kuasa sendiri menajamkan pendengarannya sehingga baginya jelas apa kehendakNya. Oleh karena itu ia dapat membawakan kehadiran ilahi ke tengah-tengah umat manusia. Ia tidak melawan bila dimusuhi. Ia membawakan kehadiran yang tidak menggetarkan. Inilah yang masih dikenali orang-orang yang menyambutnya di Yerusalem ketika mereka mendengar kedatangannya. Tetapi segera pendengaran dan penglihatan batin mereka digelapkan oleh sikap penolakan. Namun ia sendiri tetap pada jalannya: membawakan kehadiran ilahi di dalam keadaan apapun.

KEARIFAN - KUASA YANG LEMBUT

    Menurut Mat 21:5, kedatangan Yesus di Yerusalem itu peristiwa yang sudah dinubuatkan nabi Zakharia 9:9, "Katakanlah kepada putri Sion (= Yerusalem beserta penghuninya): Lihat Rajamu datang kepadamu. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai betina dan seekor keledai beban yang muda." Kemudian dalam ay. 7 disebutkan, setelah orang-orang mengalasi punggung keledai betina dan anaknya, Yesus pun "menaiki kedua-duanya". Memang menaiki dua keledai itu sama anehnya bagi orang sekarang dan orang dulu. Tapi ini cara Matius mengatakan bahwa nubuat tadi kini sedang dipenuhi. Yang tak bisa dibayangkan secara biasa itu kini terjadi.

    Dalam pemahaman Matius dan orang-orang yang penuh harapan pada zaman itu, Mesias yang mendatangi mereka ialah dia yang memiliki wibawa seorang raja (dalam teks Ibrani Zakharia ada penjelasan "ia adil dan jaya" - yang tidak ikut ditampilkan Matius karena sudah jelas) dan sekaligus tokoh yang "lemah lembut", maksudnya, yang dapat memahami kerapuhan manusia. Memang seolah-olah ada dua tokoh: satu sisi kebesaran, sisi lain kelemahlembutan. Kedua-duanya mendatangi Yerusalem bersama. Inilah gagasan yang hendak diutarakan oleh Matius secara surrealistik dengan mengatakan Yesus menaiki keledai betina dan anaknya. Matius mempertajam Markus yang menceritakan Yesus mendatangi Yerusalem menunggang seekor keledai yang belum pernah dinaiki orang (Mrk 11:1-10). Matius mengajak mereka yang mendengar Injilnya melihat dengan mata batin kedua sisi Yesus itu: sebagai raja yang penuh wibawa tapi juga sebagai utusan Tuhan yang lemah lembut. Dengan demikian nanti dalam mengikuti kisah penghinaan, penderitaan, penyalibannya orang akan tetap dapat melihat sisi Yesus yang anggun dan berwibawa itu.

    Lebih sukar mengendarai keledai daripada tunggangan lain karena keledai biasanya bukan hewan penurut dan tidak berjalan cepat. Oleh karenanya, sering keledai hanya dipakai untuk mengangkut beban; pemilik berjalan di muka mengarahkannya, tidak menaikinya. Hanya orang yang "pintar" sajalah yang bisa mengendarainya tanpa ada yang menggiringnya di muka. Apalagi keledai yang belum pernah ditunggangi orang! Ingat kisah mengenai Balaam, seorang ahli ilmu gaib yang diminta raja Balak menenung kocar kacir umat Tuhan, tapi akhirnya Balaam yang menunggang keledai betina itu memahami apa dan siapa yang sedang dihadapinya dan tidak jadi menuruti permintaan raja angkara murka itu (Bil 22-24. khususnya 22:21-35). Kini Yesus memasuki Yerusalem di atas keledai, sebagai orang yang tahu mengarahkan tunggangan yang sukar ini. Maka jelas yang hendak dikatakan: ia orang yang penuh kearifan. Ia dapat menyatukan kejayaan dan kelemahlembutan, dua kenampakan yang sulit dibayangkan ada bersama pada diri orang yang sama.

    Orang-orang menghamparkan pakaian di jalan ketika Yesus lewat. Apa maksud tindakan ini? Pertama-tama, dia yang lewat itu pasti tidak akan menjejak tanah yang kerap dipakai untuk menggambarkan kerapuhan serta kelemahan manusiawi. Yang mendatangi Yerusalem ini raja yang mengatasi kelemahan dengan kebijaksanaan yang lembut tapi berwibawa. Sekaligus tindakan menghamparkan pakaian itu juga menggambarkan kesediaan orang-orang untuk tunduk kepada dia yang sedang mendatangi dengan kebijaksanaannya itu. Pakaian membuat orang yang memakainya menjadi jelas. Bila dihamparkan berarti yang memakainya sedia menghamparkan diri di muka dia yang sedang lewat. Memang saat-saat ini kekuatan yang mengancam Yesus belum bertindak. Sebentar lagi kekuatan-kekuatan yang mau menyingkirkan kebijaksanaan ini akan tampil. Orang-orang yang menyambut kedatangan Yesus dan menyatakan diri tunduk kepadanya itu nanti juga akan ikut meneriakkan kematian baginya. Terlihat nanti betapa besar dan mengerikannya kekuatan yang melawan kebijaksaan itu. Sedemikian kuat hingga dapat menembus sampai ke lingkungan yang paling dekat dengan Yesus sendiri: Yudas.

KISAH SENGSARA

    Kisah sengsara menurut Matius terdiri dari dua bagian. Bagian pertama ialah Mat 26:14 -27:10; bagian ini berawal dan berakhir dengan episode Yudas, yakni Mat 26:14-16 (Yudas menjual Yesus kepada imam-imam kepala) dan 27:3-10 (Yudas mengembalikan 30 perak yang diterimanya dari mereka, lalu menggantung diri). Bagian kedua Kisah Sengsara berawal dengan peran Pilatus (menahan Yesus dan melepaskan Barabas atas desakan imam-imam kepala, Mat 27:11-26) dan berakhir dengan tindakan Pilatus juga (atas permintaan imam-imam kepala ia mengirim penjaga ke kubur agar jenazahnya tidak diambil murid-muridnya pada hari ketiga, Mat 27:65-66). Kehidupan Yesus pada hari-hari terakhir itu memang dijungkirbalikkan oleh Yudas dan Pilatus. Tetapi pembaca yang jeli akan melihat bahwa kedua tokoh ini sebenarnya juga cuma sekadar menjadi tangan kotor "para imam kepala, orang Farisi, tetua-tetua Yahudi", yakni pihak yang membadankan kekuatan-kekuatan yang hendak membatasi gerak utusan ilahi yang datang ke Yerusalem itu.

      Kisah tragis Yudas sering kurang didalami maknanya, atau paling-paling ia menjadi sasaran cercaan. Namun lebih membuat kita memahami misteri tindakan ilahi bila dilihat bagaimana Yesus menanggapinya. Ketika mengumumkan dalam perjamuan malam bahwa di antara yang hadir ada yang bakal menyerahkannya, Yesus tidak menuduh siapapun. Bahkan ketika Yudas ikut bertanya apakah dia itu orangnya, jawab Yesus hanyalah "Engkau telah mengatakannya." (Mat 26:25). Kata-kata ini maksudnya sama dengan "Coba pikirkan apa sebenarnya yang sedang kaulakukan ini!" (Bandingan dengan ungkapan sama yang dikatakan dalam interogasi di depan imam agung Mat 26:64 dan di hadapan Pilatus 27:11.) Yudas sebenarnya orang yang terlalu naif. Ia ingin mendapatkan relasi dengan kaum berkuasa, bukan untuk mencelakakan Yesus. Dalam hati kecil kiranya ia berangan-angan, toh Yesus akan dapat menghindari penangkapan dan konsekuensi lebih jauh. Ia kan orang yang luar biasa.

    Yudas mempunyai persepsi sendiri mengenai siapa Yesus itu. Inilah yang membuat Yudas celaka. Dia salah satu orang yang terdekat dengan Yesus tetapi tak mau melihat siapa dia dan makin menutup hati dan pikiran sendiri. Yesus telah tiga kali mewartakan bahwa ia akan mengalami sengsara dan mati dan bangkit. Itu jalannya. Murid-murid tidak memahami. Juga Yudas. Tetapi Yudas bukan hanya tak memahami melainkan bertindak gegabah menolak untuk memahami dia. Ia mau mendapatkan keuntungan dengan perhitungan sendiri. Dengan demikian ia menyepelekan kebijaksanaan ilahi. Menurut Mat 26:24 Yesus berkata bahwa yang terjadi pada Anak Manusia, yakni dirinya, sesuai dengan yang dituliskan tentang dia, tapi celakalah orang yang olehnya dia diserahkan. Maksudnya Yudas. Lebih baik baginya sekiranya ia tidak dilahirkan. Artinya, tindakan orang itu sebetulnya tak bakal mengubah jalan yang sedang ditempuh Yesus. Yudas mengklaim bagi dirinya sendiri perkara yang sedang ditindakkan Yang Mahakuasa! Tragisnya, Yudas tidak menyadari hal ini. Ia baru terbangun ketika sudah terlambat. Dan sekali lagi ia masih mengira dapat mengurungkan yang terjadi dengan mengembalikan 30 perak yang diperolehnya. Ia makin terkurung dalam dirinya sendiri. Orang bisa memungkiri Yesus seperti yang dilakukan Petrus atau meninggalkannya seperti murid-murid lain, tetapi mereka tidak mendahului tindakan ilahi. Mereka itu bisa ditolong dan kembali. Tetapi dia yang mendahului tindakan ilahi atau mau mengurungkannya tidak bakal tertolong.

    Disebutkan dalam bagian kedua Kisah Sengsara, istri Pilatus semalaman gelisah bermimpi dan keesokan harinya mengirim pesan kepada suaminya agar jangan mencampuri perkara "orang yang benar" itu (27:19). Ini isyarat dari Matius bagi pembaca Injilnya agar menengok kembali ke belakang, ke nasib tragis Yudas. Dengan menyerahkan Yesus sebetulnya Yudas "mencampuri perkara orang yang benar" dan mendapat celaka. Sekaligus pembaca diajak memeriksa dari dekat apakah Pilatus betul-betul mencampuri perkara ini dan sejauh mana. Sekalipun ia ikut campur, semua yang terjadi pada Yesus sebetulnya terjadi bukan karena Pilatus. Malah dalam seluruh bagian kedua kisah sengsara itu Matius memperlihatkan betapa konyolnya sang penguasa itu. Ia membiarkan diri dimanipulasi oleh pemuka-pemuka Yahudi.

    Yesus tetap setia pada jalannya. Baginya tetap berlaku gambaran yang bertumpang-tindih antara raja yang jaya dan kelembutan yang membuatnya rapuh di hadapan kekuatan-kekuatan yang sedang berusaha menjungkirbalikkan kebijaksanaan dengan mempergunakan baik Yudas maupun Pilatus. Tapi Yesus tetap berada di dalam garis kebijaksanaan hingga akhir. Inilah kebesaran utusan ilahi yang dirayakan selama Minggu Paskah ini.

Salam hangat,
A. Gianto