Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa VII A - 20 Feb 2011

Injil Minggu Biasa VII/A 20 Feb 2011 (Mat 5:38-48)

MATA GANTI MATA, GIGI GANTI GIGI?

Injil Minggu Biasa VII/A kali ini, Mat 5:38:48 melanjutkan petikan dari
Minggu lalu yang memuat pengajaran keras Yesus melebihi yang umum diajarkan
para guru Taurat. Juga kali ini disodorkan dua contoh menghayati Taurat
lebih dari sekadar menepati rumusan. Yang pertama Mat 5:38-39 menyangkut
pembalasan kekerasan ala "mata ganti mata, gigi ganti gigi" dari ajaran
Taurat seperti tercantum dalam Kel 21:24 dan Im 24:20. Yang kedua merujuk
pada perintah "mengasihi sesama" sebagaimana didapati dalam Im 19:20.
Bagaimana memahami pengajaran kali ini?

ARAH LUAR  DAN ARAH DALAM

Seperti disarankan hari Minggu lalu, Injil Matius rupa-rupanya
menggarisbawahi dua cara menghayati Taurat, bagi orang sekarang, dua cara
menjalankan kehidupan beragama, yakni menepati yang diperintahkan dan
menjauhi larangan; ini arah "luar". Cara kedua lebih menerima Taurat dan
berusaha menemukan kehadiran Dia yang bersabda di dalamnya; ini arah
"batin". Tak bisa dikatakan yang satu lebih unggul dari yang lain. Memang
benar dalam keadaan hidup beragama orang Yahudi pada waktu itu, arah yang
kedua bakal menggenapkan penghayatan Taurat. Itulah yang diajarkan Yesus
kepada para murid yang berasal dari kalangan Yahudi saleh dan diutarakan
kembali dalam petikan Injil Matius kali ini. Dalam kaitan itulah maka jelas
maksud Yesus dalam Mat 5:17-18 bahwa ia datang bukan untuk meniadakan Taurat
melainkan untuk menggenapinya.

Dalam arah inilah dapat didalami makna hukum Taurat mengenai pembalasan
terhadap orang yang mencelakakan diri orang lain. Seperti terdapat dalam Mat
5:38, Yesus merujuk pada hukum Taurat yang berbunyi "mata ganti mata  dan
gigi ganti gigi". Tentunya acuannya ialah hukum yang termaktub dalam Kel
21:24.  Guna memahaminya, baiklah disimak yang tertulis di situ dalam kaitan
dengan konteksnya, yakni ayat 22-25: "Apabila ada orang berkelahi dan
seorang dari mereka tertumbuk kepada seorang perempuan yang sedang
mengandung, sehingga keguguran kandungan, tetapi tidak mendapat kecelakaan
yang membawa maut, maka pastilah orang itu didenda sebanyak yang dikenakan
oleh suami perempuan itu kepadanya dan ia harus membayarnya menurut
keputusan hakim. Tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa
maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi
ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka
ganti luka, bengkak ganti bengkak". Peraturan seperti ini menunjukkan
bagaimana Taurat melindungi kehidupan dengan ganti rugi yang setimpal.
Sekaligus ditunjukkan betapa nyawa dan kehidupan itu amat dihormati. Jadi
hukum Taurat ini sebenarnya mengajarkan bagaimana orang hendaknya menghargai
kehidupan orang lain seperti kehidupannya sendiri. Begitulah Taurat. Dan
orang-orang yang mendengar perkataan Yesus yang merujuk ke hukum ini
tentulah mengerti konteks hukum itu. Dengan latar ini maka akan lebih jelas
maksud perkataan mengenai pembalasan. Tekanan utama bukan pada pembalasan
melainkan pada menghormati kehidupan.

Pendengar diajak untuk mendalami ajaran agama agar mengenali dasarnya, dalam
hal ini apa yang mendasari aturan balas tindak kekerasan seperti dirincikan
dalam kutipan kitab Keluaran di atas. Cara Yesus menunjukkan inti hukum itu
khas, yakni dengan bahasa "perintah" agar pendengarnya bisa paham. Tetapi
yang dituju ialah agar orang mulai memikirkan apa dasar hukum itu. Demikian
dikatakan dalam Mat 5:39, "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat
kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga
kepadanya pipi kirimu." Bahasa hukum, bahasa perintah. Pendengar waktu itu
tentu saja menyadari, wibawa pengajaran Yesus tidak setara dengan wibawa
Taurat Musa. Kiranya Injil juga tidak bermaksud menunjukkan bahwa Yesus
menggantikan Taurat seperti dikatakannya sendiri. Kata-kata itu justru untuk
menggenapi Taurat. Seminar spontan berikut ini boleh jadi membantu.

KASIH PIPI KIRI BIAR DITAMPAR JUGA?

Kemarin di sebuah teras sebuah rumah angker di kawasan candi Semarang
terjadi bincang-bincang spiritual virtual seperti berikut.

TERSIARIS: [rada beringas & sinis] Jadi pengikut Yesus mesti memalingkan
pipi kiri sesudah ditampar pipi kanannya? Dus bila gereja dirusak, maka
biarkan sekalian dibakar. Gitu kan?

MATT: [senyum] Ah, jangan gitu dong. Tampar kanan kiri itu kan bahasa
didaktik, bahasa pengajaran untuk berpikir mengenai sikap orang beragama.
Mesti ditangkap arah yang sesungguhnya. Yesus kali ini menunjukkan bahwa
kekerasan itu tak berbatas. Memberikan pipi kiri setelah pipi kanan ditampar
itu justru membuat orang melihat bahwa penghinaan terhadap orang lain bisa
berkelanjutan. Orang diajak melihat hal ini dan menyadari bahwa kekerasan
tak bisa diterima. Jadi mbok ya jangan harfiah tangkapannya.
 
BIDEL TAKON: [berkerut dahi] Lha kalau begitu tiga perkataan lain (ayat
40-42) ke sana arahnya? Bila ada orang yang mengklaim baju (maksudnya kan
baju dalam), kasih kepadanya jubahmu (maksudnya pakaian luar) - sehingga
orang kelihatan berpakaian dalam melulu? Lalu orang yang memaksamu jalan
satu mil beri dia dua mil agar ia tahu bahwa permintaannya itu penting dan
kau tanggapi lebih? Juga ajaran jangan menolak permintaan pinjam dimaksud
agar orang menyadari pentingnya kebutuhan orang lain?

MATT: [sembari pencet-pencet Blackberry entah BBM ke siapa] Mulai mengerti
nih! Iya ke sana arahnya. Perkataan-perkataan Yesus itu ajaran kepada orang
Yahudi pada waktu itu untuk mengenali bagaimana mengerti intinya Taurat

SETY:  Lha kalau sekarang bagaimana? Kan pendengarnya bukan seperti yang
dulu dan bahkan tak semua tahu hukum Taurat?

MATT: [santai berkomentar] Justru itu perlunya mengerti apa yang dimaksud.
Ayat-ayat tentang berikan pipi kiri untuk juga ditampar itu kan untuk
menunjukkan kenyataan yang lebih dalam, yakni absurdnya penghinaan terhadap
sesama. Warta Injil di situ.

TINI & TONO [terngiang dari kotbah Tom J.] Kalau begitu bukan barang baru,
kita sudah tahu buruknya penghinaan dan kekerasan terhadap orang lain.

MATT: [sedkit mendelik] Apa Injil diharapkan mengajarkan yang muluk-muluk,
yang rahasia-rahasia, yang samasekali baru! Itu bukan Injil dong. Injil itu
kabar yang mesti melegakan, yang bikin gembira, bukan yang membebani. Yang
bisa universal nilainya. Itu baru perintah baru! Bukan yang di permukaan dan
itu itu melulu.

MENGASIHI SESAMA....

Mat 5:43-48 menampilkan Yesus merujuk pada perintah Taurat untuk mengasihi
sesama seperti tercermin dalam Im 19:18, yang berbunyi demikian, "Janganlah
engkau menuntut balas, janganlah menaruh dendam terhadap orang sebangsamu,
melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri". Perintah itu
ditujukan kepada umat Perjanjian Lama dan tujuannya ialah untuk menjaga
kedamaian di dalam umat. Peraturan itu menyangkut kehidupan umat dan tidak
mengenai orang luar. Yesus merumuskan kembali dengan mengungkapkan
implikasinya pada bagian kedua mengenai membenci musuh, "Kamu telah
mendengar yang difirmankan: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah
musuhmu." Dengan demikian kasih hanya dibataskan pada golongan sendiri. Ini
kiranya belum cukup dan bahkan akan menjadi karikatur apa itu kasih.
Semestinyalah mengasihi sesama itu tidak terbatas pada kelompok sendiri.
Oleh karena itulah dalam Mat 5:43-48 orang diajak mengusahakan agar
perhatian serta kebesaran hati terhadap sesama mencakup siapa saja, bukan
hanya kawan sendiri. Mengasihi itu upaya yang tak mengenal batas kelompok,
apalagi kelompok agama. Itulah yang kiranya hendak disampaikan. Ini
melengkapi kesetiakawanan.

SEMPURNA SEPERTI BAPAMU YANG DI SURGA SEMPURNA ?

Dalam Mat 5:48 Yesus mengimbau pendengarnya agar menjadi sempurna seperti
"Bapamu yang ada di surga sempurna". Pernyataan ini menggemakan Im 19:2 yang
berisi kata-kata Allah orang Israel kepada Musa begini, "Berbicaralah ke
segenap umat Israel dan katakan kepada mereka: kalian jadilah kudus, sebab
Aku Tuhan, Allahmu, kudus." Umat Perjanjian Lama diimbau agar sepenuhnya
menjadi umatnya Tuhan mereka, yakni Allah yang kudus. Demikian maka Dia akan
sungguh menjadi Allah mereka. Yesus mengajarkan sikap beragama yang baru,
yakni berani mendekat kepada Tuhan Allah sebagai Bapa yang mengusahakan apa
saja yang terbaik bagi yang sedia menerimanya sebagai Allah yang dekat, yang
peduli pada kemanusiaan meski tidak selalu jelas. Baru terasa teguh bila
diimani. Inilah yang dimaksud dengan menjadi sempurna seperti Bapa sendiri
sempurna.

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment