Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa XXV A - 25 Sep 2005

Injil Minggu Biasa XXVI A - 25 Sep 2005 (Mat 21:28-32)

Rekan-rekan!
Injil kali ini (Mat 21:28-32) menampilkan perumpamaan mengenai seorang ayah
yang bergilir meminta dua orang anaknya berangkat bekerja di kebun anggur.
Yang pertama pada mulanya tidak bersedia, tapi kemudian menyesal dan
akhirnya menjalankannya. Yang kedua sebaliknya berkata "ya" tapi tidak
melakukannya. Siapa dari kedua anak itu yang sungguh mengikuti kehendak sang
ayah? Tentunya orang berpikir tentang anak yang pertama. Apakah perumpamaan
ini sekadar dimaksud mengajarkan bahwa tindakan nyata jauh lebih bernilai
dari pada sekedar janji? Adakah hal-hal khusus yang dapat dipetik dari
bacaan Injil pada hari Minggu Biasa XXVI tahun A ini?

SEKEDAR LATAR BELAKANG

Yesus biasa mengajar di Bait Allah . Di situ banyak orang mendengarkannya.
Dalam kesempatan itu datang juga imam-imam kepala serta tua-tua bangsa
Yahudi. Suatu ketika mereka mempertanyakan, dengan kuasa mana Yesus
melakukan "hal-hal itu" (Mat 21:23). Mereka mau tahu apa dan siapa di
belakang tindakan Yesus menyembuhkan, menerima murid, mengajar tentang
Kerajaan Surga, mengusir roh jahat dari diri orang, menghibur. Maklum, orang
banyak makin melihat karya ilahi di dalam diri Yesus. Para pemimpin
masyarakat Yahudi tadi menjadi waswas karena Yesus semakin populer. Bukan
terutama karena mereka merasa tersaingi. Mereka khawatir jangan-jangan Yesus
mengadakan gerakan politik dengan warna gerakan agama. Mereka curiga bahwa
yang dilakukannya itu gerakan politik mengumpulkan massa dengan dalih
keagamaan.

Dalam pembicaraan itu Yesus berkata, ia bersedia menjelaskan dari mana
kuasanya asalkan mereka juga dapat menjawab satu pertanyaan darinya. Ia
balik bertanya apakah pada hemat mereka Yohanes tokoh yang membaptis banyak
orang itu mendapat perkenan dari Allah ("datang dari surga", 21:25) atau
tindakan mencari pengikut belaka ("dari manusia"). Para pemimpin tadi merasa
terpojok. Bila mengakui adanya perkenan ilahi, berarti mereka mendukung
Yohanes dan konsekuensinya akan ikut dicurigai penguasa Romawi. Tetapi bila
menyatakan tindakan Yohanes hanya manusiawi belaka, maka mereka akan
berhadapan dengan orang banyak yang percaya tokoh ini datang dari Allah.

Begitulah Yesus membuat para pemimpin itu menyadari sikap mendua dalam diri
mereka sendiri mengenai Yohanes Pembaptis. Mereka tidak mau memberi jawaban
jelas dan hanya berkata, "Kami tidak tahu!" Yesus pun menutup pembicaraan
tadi dengan mengatakan karena mereka tak dapat memberi jawaban, maka ia pun
tidak akan menjawab pertanyaan mereka pada awal, yaitu mengenai asal
kekuasaan Yesus (Mat 21:27). Tapi jelas yang hendak dikemukakannya. Kalian
tahu Yohanes menyuarakan seruan dari atas sana, tapi kalian tidak berani
mengakuinya terang-terangan. Begitulah sikap kalian kepadaku!

Memang para pemimpin Yahudi itu diserahi tanggungjawab moral oleh pemerintah
Romawi untuk menjaga ketenangan di masyarakat. Jangan sampai ada gejolak.
Apalagi jangan sampai ada gerakan politik dengan warna agama. Bila terjadi,
maka pemerintah Romawi akan bertindak dan akan makin membatasi kebebasan
orang Yahudi. Inilah yang dikhawatirkan para pemimpin. Jika nanti Yesus dan
pengikutnya dianggap mengadakan gerakan politik yang dibiarkan begitu saja
oleh instansi agama, maka pemerintah Romawi tidak akan tingal diam.

SIKAP YANG COCOK?

Berlainan dengan para pemimpin tadi, Yesus tidak menyembunyikan pendapatnya
mengenai Yohanes Pembaptis. Dalam ayat 32 ia berkata bahwa Yohanes "datang
untuk menunjukkan jalan kebenaran". Diakuinya penugasan yang datangnya dari
Allah sendiri. Namun para pemimpin Yahudi tidak menanggapinya dengan
semestinya, malah tidak berani mengakuinya karena takut. Maka mereka
bersikap seperti anak yang berkata ya ya tapi tidak melakukan yang
diharapkan. Orang-orang yang mereka anggap rendah, yakni para pemungut cukai
dan pelacur, sebaliknya seperti anak yang pada mulanya menolak permintaan si
ayah tapi kemudian menyesal dan menurut. Lawan bicara Yesus juga paham
maksud perumpamaan ini. Mereka merasa kena teguran. Dan dasar teguran itu
ialah prinsip yang mereka pakai mengadili orang lain, yakni ketaatan atau
ketidaktaatan religius. 

Perumpamaan ini dipakai untuk menunjukkan sikap yang kurang serius dari
pimpinan masyarakat Yahudi dalam perkara-perkara kerohanian. Oleh karenanya
malah "pemungut cukai" dan 'pelacur" bakal lebih beruntung daripada mereka
karena orang-orang ini berani mengubah sikap mereka. Kedua golongan orang
ini dianggap paling tidak taat pada ajaran agama. Pemungut pajak dijauhi
karena mereka bekerja bagi sistem pajak asing yang memeras bangsa sendiri.
Yang kedua dicap tidak punya kesetiaan. Tetapi mereka yang dianggap buruk
itu percaya kepada warta pertobatan Yohanes Pembaptis sedangkan para
pemimpin tidak. Mereka itu sebenarnya bahkan lebih memeras bangsa sendiri
dan tidak setia pada inti ajaran agama.

MENYESAL DAN AKHIRNYA BERANGKAT

Gagasan dasar dalam perumpamaan ini terungkap dalam kata "menyesal" dalam
ayat 29. Anak yang pada mulanya tegas-tegas tidak mau menuruti kemauan
ayahnya itu kemudian menyesal. Gagasan "menyesal" di sini bukan terutama
perasaan gegetun karena telah berbuat sesuatu yang kurang baik dan kini
merasa tak enak, ada ganjelan dalam hati, kenapa tadi berbuat begini atau
begitu. Oleh karena itu kiranya tidak amat tepat bila kita bayangkan anak
yang akhirnya menjalankan permintaan ayahnya itu sebagai orang yang punya
hati, berperasaan, dan ingin memuaskan ayahnya. Semua ini memang amat
berharga dan sering terjadi. Namun perumpamaan kali ini tidak membicarakan
sikap hati seperti itu. Yang ditunjukkan ialah keberanian untuk meninjau
kembali niatnya dan memikirkan apakah tidak lebih baik menjalankan yang
diminta dari pada bersikeras.

Perkaranya menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan anak yang kedua.
Sebetulnya dia tidak pernah berniat berangkat bekerja di kebun anggur
ayahnya. Ia hanya berbasa-basi mengatakan "Baik pak!" tapi sebetulnya hanya
ingin agar tidak diganggu lebih lanjut. Ia lebih berminat meneruskan yang
sedang dikerjakannya. Tidak juga ia berminat mencari tahu mengapa ayahnya
memintanya pergi bekerja di kebun anggurnya. Ia cuma mau membungkam ayahnya
dengan sebuah janji. Ia tidak berpikir panjang mengenai tindakannya atau
alasan permintaan ayahnya.

Jadi pengertian "menyesal" dalam perumpamaan ini lebih cocok dipahami
sebagai "memikirkan kembali", "meninjau kembali keputusan yang telah dibuat"
dan "urung menjalankan yang sudah diniatkan". Ada usaha untuk tidak
membiarkan diri terpancang pada satu pandangan mati. Itulah yang terjadi
pada anak yang pertama. Meskipun sudah dengan jelas mengatakan tidak mau
berangkat, ia akhirnya berangkat pergi juga. Boleh jadi ia mulai berpikir
mengapa sang ayah memintanya bekerja. Apa tidak ada pekerja? Apa memang amat
perlu? Tidak dijelaskan dalam perumpamaan alasan sang ayah. Tetapi anak yang
ini jelas mengerti maksudnya. Dan ia yakin sebaiknya menuruti. Di bawah
nanti akan diulas arti permintaan tadi.

PERMINTAAN SANG AYAH = REZEKI HARI INI?

Tidak ada buruknya kita coba ikut merasa-rasakan bagaimana sang ayah
mengungkapkan keinginannya. Ia berkata, "Anakku, pergi dan bekerjalah hari
ini dalam kebun anggur!" Kata-kata ini tidak berisi sebuah perintah keras,
melainkan tawaran yang diungkapkan dengan halus. Terasa juga sapaan yang
penuh kasih sayang. Isi permintaannya sendiri sebetulnya tidak amat berarti.
Ada banyak orang yang menunggu dipekerjakan di kebun anggurnya. Sang ayah
meminta anaknya bekerja di sana justru karena ia mau menawarkan kesempatan
bagi mereka. Dan lebih khusus lagi, ia menawarkan kesempatan bekerja "hari
ini".

Tawaran bekerja di kebun anggur "hari ini" mengingatkan pada permintaan
kepada Bapa dalam doa yang diajarkan Yesus: "Berilah kami rezeki pada hari
ini".Dalam perumpamaan ini ditunjukkan betapa sang ayah ingin memberi
sesuatu yang dapat membuat anaknya mendapatkan sesuatu pada "hari ini".
Rezeki pada hari ini, itulah yang ditawarkannya dengan lembut. Tidak
dipaksakannya. Berarti bisa ditolak, bisa tak dianggap penting, diremehkan,
tapi tetap ditawarkan. Bagi yang tadinya tidak mau, tetapi kemudian berubah
sikap, tawaran itu masih tetap berlaku.

Perumpamaan ini menggemakan tema kemurahan hati Allah yang ditawarkan kepada
siapa saja tetapi yang tidak selalu diterima dengan serta merta. Dalam
perumpamaan hari Minggu lalu (Mat 20:1-16) kemurahan hati ini dipersoalkan
oleh mereka yang kurang memikirkan keadaan mereka yang kurang seberuntung
mereka. Pekerja yang langsung menemukan pekerjaan dan masuk pagi kurang
senang melihat yang datang kemudian mendapat upah sama. Tetapi mereka yang
datang kemudian ini sebenarnya sudah lama menunggu. Kini dalam perumpamaan
tentang dua anak, rezeki hari itu ditawarkan kepada dua orang yang
sebetulnya tahu apa itu kemurahan hati dan kebaikan ilahi. Tetapi hanya satu
saja yang akhirnya mau menerimanya. Yang lain merasa tidak membutuhkannya.
Pembaca perumpamaan ini diajak berpikir di mana kedudukannya sekarang ini.
Sekaligus ada imbauan untuk berubah bagi yang bersikap sebagai anak yang
kedua.


Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment