Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa XXXIII A - 13 Nov 2011

Injil Minggu Biasa XXXIII/A - 13 Nov 2011 (Mat 25:14-30)


KEPERCAYAAN YANG SUBUR DAN TALENTA YANG MANDUL

Rekan-rekan yang budiman!
Perumpamaan mengenai talenta dalam Mat 25:14-30 berawal dengan kisah tentang
orang yang mempercayakan hartanya kepada para hambanya karena ia akan lama
bepergian ke luar negeri. Dan jumlah uang yang ditinggalkannya itu amat
besar. Satu talenta nilainya 10.000 dinar dan satu dinar itu waktu itu upah
sehari pekerja harian. Pendengar waktu itu langsung menangkap arah
perumpamaan ini, yakni kepercayaan yang luar biasa besarnya dari pihak
pemilik kepada para hambanya. Dan memang perumpamaan ini lebih bercerita
mengenai sang pemberi daripada mengenai mereka yang menerima. Dari 16 ayat
dalam petikan ini, 10 ayat dipakai untuk menggambarkan tindakan serta
kata-kata sang tuan dan hanya 6 ayat dikhususkan bagi hamba-hambanya.

MENURUT KESANGGUPAN MASING-MASING

Orang itu mempercayakan miliknya kepada tiga orang hambanya. Ia mengenal
kemampuan mereka satu persatu dengan baik. Injil mengutarakannya dengan
ungkapan "...masing-masing menurut kesanggupannya." Begitulah pemilik tadi
merasa aman dapat menitipkan hartanya kepada orang-orang yang dekat yang
sungguh dikenalnya. Ia percaya mereka akan menjaganya dengan sebaik-baiknya
dan mau menjalankan uangnya. Ia berharap akan tetap beruntung, di luar
negeri dan di tanah sendiri. Perusahaannya akan tetap berjalan.

Selama sang tuan berada di negeri lain, kedua hamba yang pertama memang
menjalankan uang majikannya. Usaha mereka mendatangkan hasil yang sepadan
dengan modal yang dipercayakan kepada mereka. Baik yang mendapat lima
talenta maupun yang mendapat dua sama-sama mengatakan kepada tuan mereka
"Tuan, sekian talenta tuan percayakan kepadaku...." Jelas dari situ bahwa
sejak permulaan mereka tahu bahwa mereka dipercaya tuan mereka. Kiranya
kesadaran inilah yang membuat mereka berani berusaha agar harta yang
dipercayakan itu menjadi harta yang hidup. Mereka dapat berkata telah
mendapat laba sebanyak talenta yang dipercayakan. Dan ternyata yang mereka
kerjakan mendapat perkenan. Sang pemilik berkata bahwa mereka akan mendapat
tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar karena telah menunjukkan
kesetiaan dalam hal kecil. Mereka juga akan semakin berbagi kekayaan dengan
pemilik tadi. Mereka diajak masuk ke dalam kebahagiaan tuan mereka.
Maksudnya, tuan tadi akan membuat mereka menjadi anggota rumah yang merdeka,
dan bukan lagi hamba. Pembaca zaman itu dapat segera menyimpulkannya bahwa
itulah maksud kata-kata pemilik yang kembali tadi. Usaha mereka telah
membuat mereka menjadi orang merdeka yang tetap boleh berdiam di rumah tuan
mereka. Inilah pahala terbesar yang dapat diharapkan.

TALENTA YANG TAK DIKEMBANGKAN

Bagaimana dengan hamba yang mendapat satu talenta dan kemudian hanya mampu
mengembalikan satu talenta saja? Kita tahu apa yang terjadi dengan dia pada
akhir perumpamaan. Ia tidak lagi mendapat kepercayaan dan tidak menerima
apa-apa. Bahkan ia tidak lagi diakui sebagai hamba oleh tuannya dan
dikeluarkan dari rumah tangganya. Ia kini menjadi mangsa kegelapan dan apa
saja yang menakutkan. Hamba ini menjadi gambaran kebalikan dari kedua hamba
yang lain. Selama tuannya pergi ia tidak pernah belajar mengurus dan
menjalankan harta yang dipercayakan kepadanya. Kenapa? Bukan karena ia tidak
berinisiatif. Dalam ay. 25 ia berkata bahwa ia tahu tuannya itu kejam,
menuai di tempat ia tidak menabur, dan memungut di tempat ia tidak menanam
sendiri. Ia takut. Ketakutan ini membuat ia tidak bisa menerima bahwa
tuannya mau mempercayainya. Karena itu ia menyembunyikan talenta yang
diserahkan kepadanya. Ada ironi yang tajam. Tuan itu mengenal baik
hamba-hambanya. Ia mau mempercayakan miliknya kepada mereka sesuai kemampuan
masing-masing. Tetapi tidak semua hamba itu mengenal sang majikan sebaik ia
mengenal mereka.

Mengapa hamba itu malah kena marah dan disebut hamba yang "jahat dan malas"?
Mengapa dikatakan, seharusnya hamba itu mempercayakan talenta tadi kepada
orang yang bisa menjalankan sehingga nanti ada bunganya? Sebetulnya semua
yang dibayangkan hamba yang mendapat satu talenta itu benar. Apa
persoalannya?

Memang ada kebiasaan menyembunyikan harta dengan memendamnya. Keuntungannya
memang harta itu tidak akan gampang diincar orang karena tidak diketahui.
Dan sulit ditemukan orang lain. Aman. Tetapi juga tidak mendatangkan laba.
Jadi modal mati. Hamba tadi kurang punya inisiatif, ia malas. Ia ragu-ragu,
jangan-jangan nanti begini, jangan-jangan nanti begitu. Akhirnya ia malah
tak menghasilkan apa-apa.

Kenapa ia disebut tuannya sebagai "jahat" juga? Pembaca boleh memikirkan,
hamba yang ini sebetulnya tidak memberi kemungkinan kepada tuannya untuk
berubah. Majikannya itu memang dikenal sebagai orang yang tinggi
tuntutannya, dst. Dan kiranya memang begitu (ay. 26). Tetapi berkat
keberanian kedua hamba yang lain, atau lebih baik dikatakan kesetiaan mereka
menjaga serta menjalankan milik tuannya, maka ia bisa berubah menjadi murah
hati dan suka mengajak bawahannya ikut menikmati kekayaannya yang berlimpah.
Tetapi ada yang tidak mau menerima bahwa ia bisa berubah menjadi murah hati.
Ada yang menutup pintu bagi tuan tadi agar bisa menjadi orang yang lain
daripada yang dahulu-dahulu. Inilah yang mendatangkan kemalangan bagi hamba
tadi. Ia tidak mampu menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan
tuannya. Hamba itu terhukum oleh pandangannya sendiri yang kaku mengenai
tuannya.

TENTANG TUHAN

Perumpamaan ini memuat ajakan agar orang berani memikirkan kembali anggapan
mengenai siapa itu Tuhan dan bagaimana mendapat perkenannya. Dan kiranya
memang itulah maksud Yesus dengan perumpamaan ini. Maklum bagi pendengarnya
pada waktu itu Tuhan Allah dialami sebagai yang menuntut dan akan murka dan
menghukum bila umatnya tidak menuruti hukum-hukumNya. Itulah teologi yang
dulu dirasa jitu di kalangan para pemimpin (ahli Taurat, para imam) dan
orang-orang yang dianggap benar dan menganggap diri benar (kaum Farisi).
Tuhan tidak mendapat ruang untuk tampil dengan wajah kebapaan. Dia dikurung
dalam teologi picik hamba yang mendapat satu talenta itu.

Tahukah orang yang akan bepergian ke luar negeri tadi bahwa di antara
hambanya yang dipercayainya itu ada yang tidak bakal banyak berbuat?
Tentunya ya. Walaupun demikian, ia tetap berharap hambanya itu bisa
berkembang. Dan tuan tadi - kini bisa kita pakai untuk mengerti siapa Tuhan
sebenarnya - berani mengambil risiko. Siapa tahu hamba yang begitu itu nanti
berubah. Tuhan berani memberi kesempatan kepada orang yang sebenarnya
dikenal tidak akan berbuat banyak.

INJIL DAN KEHIDUPAN

Mari kita bayangkan jalan cerita yang berbeda. Katakan saja hamba yang malas
dan penakut yang mendapat satu talenta itu bisa berubah. Katakan saja, ada
rekan yang menolong dan memberanikannya agar lebih percaya diri. Alur
kisahnya akan berbeda. Pendengar yang berani berinteraksi dengan perumpamaan
dengan cara ini akan juga merasa terdorong membantu rekan yang dalam
kehidupan nyata dikenal sebagai orang yang kurang berani berinisiatif, takut
melulu, takut gagal, takut menyalahi gagasan sendiri. Dan kiranya itulah
sikap pastoral yang diharapkan ada bila kita menjumpai orang yang butuh
dibesarkan hatinya, dibimbing, diberanikan. Itu juga yang bisa diharapkan
dari kita-kita yang merasa beruntung seperti kedua hamba yang dipuji dan
diajak berbagi kebahagiaan oleh tuannya tadi. Kita yang merasa seperti
mereka akan tertantang apa juga berani ambil risiko seperti tuan hamba-hamba
tadi. Nurani kita akan terketuk untuk berupaya menolong orang yang
sebenarnya sudah mengurung diri dalam pagar keputusasaan. Boleh kita
bertanya dalam hati, beranikah kita mencoba membebaskan orang yang
memenjarakan diri dengan teologi yang mematikan, dengan gambaran mengenai
Yang Ilahi yang serba kaku. Beranikah kita berusaha menghidupkan imannya.
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu termasuk pesan yang tersirat dalam
perumpamaan ini.

Saya tanya Matt apa setuju dengan cara membaca di atas. Katanya, "Apa belum
tahu bahwa perumpamaan itu sebenarnya baru separuh jalan? Baru ada dalam
Injil dan belum selesai ditulis dengan kehidupan. Kalianlah yang mesti
melanjutkannya sampai Anak Manusia datang kembali nanti di akhir zaman. Dia
ingin mendengarkan kelanjutan cerita yang disampaikan dalam perumpamaan itu.
Mudah-mudahan saat itu tak ada yang hanya akan mengutarakan kembali yang ada
di Injil tanpa menambah kelanjutannya dalam hidup masing-masing. Dia ini
akan seperti orang yang mendapat satu talenta."

Salam hangat,
Gianto

No comments:

Post a Comment