Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa XXVI C - 26 September 2010

Injil Minggu Biasa XXVI C - 26 September 2010 (Luk 16:19-31)

ORANG KAYA DAN LAZARUS

Ada baiknya perumpamaan orang kaya dan Lazarus (Luk 16:19-31) dipahami dalam
konteks kehidupan Gereja Awal. Generasi kedua para pengikut Yesus kebanyakan
berasal dari kalangan menengah seperti para pengusaha, pedagang, sarjana,
tabib, guru, seniman yang bekerja pada keluarga-keluarga bangsawan atau
penguasa militer di kota-kota di wilayah kekuasaan Romawi. Perkembangan umat
memang pertama-tama meluas ke lapis atas dalam masyarakat. Dari sana baru
kemudian ke lapis-lapis lain di masyarakat luas.

Di kalangan itu kian tumbuh kesadaran bahwa warta mengenai Kerajaan Allah
tidak hanya menjawab keinginan untuk selamat kelak di akhirat, tetapi juga
menjadi dorongan untuk memperhatikan orang-orang yang tidak seberuntung
mereka, yakni kaum miskin yang hidup di luar kalangan mereka. Karena itu
komunitas kristiani awal juga meluas ke lapis bawah. Keadaan ini tercermin
dalam gambar ideal mengenai jemaat pertama dalam Kis 2:44-45 dan 4:34-35.
Disebutkan bahwa ada yang menjual kepunyaan mereka lalu mengumpulkan uangnya
dan menyerahkan kepada para rasul untuk dibagi-bagikan kepada orang miskin
menurut kebutuhan mereka. Bukan agar sama rata sama miskin, melainkan untuk
memungkinkan yang kurang berkesempatan untuk ikut menikmati keberuntungan.
Bagi mereka ini cara untuk memelihara integritas - kesungguh-sungguhan dan
kejujuran - dalam hidup umat. Ada gambaran yang tajam mengenai mereka yang
menyalahgunakan kegiatan ini. Diceritakan dalam Kis 5:1-11 bahwa Ananias dan
istrinya, Safira, terkutuk mati karena menahan sebagian hasil penjualan
tanah mereka dan tidak membagikan kepada orang miskin. Perumpamaan mengenai
orang kaya dan Lazarus dalam Luk 16:19-31 ditampilkan dengan latar kesadaran
seperti ini.

Hubungan antar anggota semakin didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan yang
tidak lagi mengikuti batas-batas kelompok sosial, bahkan mengatasi perasaan
permusuhan turun-temurun. Perumpamaan orang Samaria yang baik hati
mencerminkan kesadaran ini. Juga persyaratan radikal menjadi murid Yesus -
meninggalkan orang tua, sanak saudara, milik dan warisan (bdk. Luk
14:25-33). Juga baru bisa dipahami bila gagasan itu dipandang dalam hubungan
dengan kesadaran baru yang lebih kuat daripada ikatan-ikatan keluarga.
Mereka juga mengikuti sikap Yesus dalam menaruh kemanusiaan di atas
aturan-aturan kehidupan beragama seperti penyucian hari Sabat (bdk. 14:1-6),
kecenderungan menjauhi pemungut cukai dan para pendosa (bdk. Luk 15:1-3).
Bagi umat Gereja Awal, kehidupan ini rasanya belum utuh bila ada satu saja
nilai kemanusiaan yang tidak diterima (bdk. tiga perumpamaan mengenai
sesuatu yang hilang yang ditemukan kembali Luk 15:4-32).

ENGGAN BERBAGI KEUNTUNGAN?

Dalam perumpamaan ini orang kaya ditampilkan sebagai orang yang hidup tak
kurang suatu apa. Di mata orang banyak ia dilimpahi berkat Allah. Lazarus
kebalikannya. Ia duduk meminta-minta di gerbang rumah orang kaya itu.
Lazarus seolah-olah sudah kehilangan martabat sebagai manusia. Ia akan
merasa beruntung bila mendapat sisa-sisa makanan. Ia tidak termasuk kelompok
orang yang beruntung menikmati kebahagiaan seperti orang kaya dan
rekan-rekannya.

Seperti disebut di muka, dalam Gereja Awal makin tumbuh kesadaran bahwa
mereka yang mengalami keberuntungan wajib memperhatikan mereka yang
berkekurangan. Akan celaka bila tidak mengindahkan kewajiban ini.
Diceritakan, baik Lazarus maupun orang kaya itu meninggal dan keadaan mereka
selanjutnya berbeda. Lazarus terbebas dari penderitaan dan memperoleh
kebahagiaan bersama dengan nenek moyangnya. Orang kaya itu sebaliknya
tersiksa di dunia orang mati. Dari sana ia berseru meminta Abraham agar
menyuruh Lazarus memberinya setetes air saja yang dari ujung jarinya untuk
mengurangi dahaganya.

Semasa hidupnya si kaya itu tidak punya perhatian samasekali kepada Lazarus.
Kini ia meminta Abraham agar menyuruh Lazarus menolong dia. Baginya Lazarus
hanya pantas jadi pesuruh. Ia bahkan tidak mau kenal padanya walau tahu
siapa namanya. Meski nasibnya terbalik, si orang kaya itu tetap mau
meninggikan diri. Tapi kenyataan di akhirat itu lain. Kini ia harus
mendongak melihat Lazarus yang berada di atas, bersama Abraham - nama yang
artinya "Bapa (= "ab") Yang Luhur ("ram", juga dieja sebagai "raham", jangan
dikacaukan dengan akar kata "rakham", berbelaskasih).

SIAPAKAH ORANG KAYA ITU?

Ketika masih hidup dan berkedudukan tinggi, orang kaya itu tak butuh
apa-apa. Ia tak peduli ada orang yang kelaparan dan sakit di dekat pintu
gerbang rumahnya. Sebetulnya ia bisa berbuat baik kepada Lazarus. Sedikit
kebaikan saja takkan mengurangi miliknya. Malah ia akan beruntung karena
kebaikannya nanti akan diingat di akhirat. Boleh jadi ia juga tak percaya
ada kelanjutan hidup di akhirat. Ia baru merasakan kebenaran setelah
betul-betul mati Meskipun demikian, seperti dikatakan dalam ayat 27 ia masih
berani sekali lagi meminta kepada Abraham agar mengirim Lazarus
memperingatkan kelima saudaranya supaya mereka tidak bernasib sama
dengannya. Apakah permintaan ini menunjukkan ia masih memiliki rasa
kemanusiaan, paling tidak bagi saudara-saudaranya? Tidak! Bukan kemanusiaan
yang tulus. Ia hanya mau memperbudak Lazarus lewat Abraham. Juga kelima
saudaranya hanya dipakai sebagai alasan agar Lazarus masih menjalankan apa
yang diinginkannya. Di akhirat pun ia tidak memiliki kepekaan terhadap
Lazarus, juga terhadap dirinya sendiri.

Kata Abraham, kelima saudara itu mestinya dapat menemukan bimbingan dari
Musa dan para nabi, maksudnya dari wahyu ilahi dalam Kitab Suci. Tetapi
orang kaya tadi ngotot. Saudara-saudaranya, katanya, takkan diyakinkan
dengan cara ini. Mereka baru akan percaya bila didatangi dan diperingatkan
orang yang kembali dari dunia orang mati. Jelas ia mau memaksakan agendanya
sendiri kepada Abraham dan kepada Lazarus. Ia tidak percaya pada Kitab Suci
dan wahyu ilahi. Lebih buruk lagi, ia beranggapan saudara-saudaranya juga
tak percaya seperti dia. Ia tidak memberi peluang bagi perubahan yang bisa
terjadi pada orang-orang seperti dia. Sampai mati pun si orang kaya itu
tidak peka akan keadaannya sendiri.

MOTIF "LAZARUS" DALAM INJIL YOHANES

Dalam Injil Lukas, Lazarus hanya sekadar tokoh dalam perumpamaan. Tetapi
dalam Injil Yohanes, Lazarus ialah tokoh dalam kehidupan. Tak ada hubungan
antara kedua tokoh tadi. Namun masing-masing berpautan dengan motif
kembalinya orang yang bernama "Lazarus" ke dunia orang hidup untuk membuat
orang-orang menjadi percaya. Seperti diberitakan dalam Yoh 12:46 dst.
beberapa orang yang melihat kejadian pembangkitan Lazarus datang melapor ke
pada orang Farisi dan imam-imam kepala. Mereka kemudian membicarakannya
dalam sidang Mahkamah Agama. Mereka bersepakat untuk tidak membiarkan orang
banyak makin percaya kepada Yesus (Yoh 12:48). Dalam perhitungan mereka,
penguasa Romawi akan menafsirkan bertambahnya pengikut Yesus ini sebagai
awal pemberontakan orang Yahudi dan khawatir nanti tentara Romawi akan
menumpas dan merampas tempat suci mereka. Meskipun pembangkitan Lazarus
menjadi tanda besar kehadiran ilahi, orang-orang Farisi dan imam-imam kepala
akhirnya tak mau mempercayainya karena mereka tak dapat membacanya sebagai
tanda yang dipakai Yang Mahakuasa berkomunikasi dengan manusia. Ironis,
mereka yang sebetulnya dekat dengan Kitab Suci itu ternyata tidak memiliki
kepekaan. Kembalinya Lazarus ke dunia orang hidup tidak membuat mereka
sadar. Demikian pula kata-kata Abraham kepada orang kaya dalam Luk 16:31,
jika orang tidak dapat diyakinkan oleh Musa dan para nabi, maksudnya oleh
wahyu ilahi dalam Kitab Suci, mustahil ia bisa diyakinkan oleh orang mati
yang hidup kembali.

PEKA ISYARAT TUHAN, PEKA KEMANUSIAAN

Perumpamaan ini diceritakan kepada para murid agar disampaikan kepada orang
banyak. Apa yang tak beres dalam kehidupan orang kaya tadi? Ia tidak mampu
lagi berkomunikasi dengan orang yang membutuhkan pertolongan. Kenapa? Ia
tidak membiarkan dirinya sendiri atau orang lain seperti dia belajar
mendengarkan Tuhan. Ketumpulan batin orang kaya tadi telah mengikis nurani
kemanusiaannya sendiri. Ia tidak bisa merasakan belas kasihan terhadap
Lazarus yang tiap hari dilihatnya duduk di dekat pintu gerbang rumahnya.
Ketumpulan batin itu akhirnya mengurungnya di neraka.

Bagaimana mewartakan perumpamaan ini? Bukan dengan tujuan agar orang kaya
cepat-cepat sadar dan mulai berbagi harta dengan kaum miskin, bukan pula
sebagai hiburan bagi para Lazarus yang hidup di kolong jalan layang di
Jakarta atau orang yang keleleran di emperan ruko di malam hari. Perumpamaan
ini disampaikan dengan maksud agar para murid tidak meninggalkan baik si
kaya maupun Lazarus. Tugas para murid ialah mengurangi jarak antara Lazarus
dan kebaikan nyata Tuhan di dunia dan jarak antara si kaya dengan
kebahagiaan yang tak diperolehnya di akhirat.

Bila terjadi, maka si kaya akan menemukan jalan bagaimana berbagi
keberuntungan dengan mereka yang berkekurangan dengan cara yang paling
cocok. Dan bagi orang-orang seperti Lazarus, perasaan Tuhan berada jauh
tidak akan membuatnya putus asa. Namun lebih-lebih bagi kita, perumpamaan
itu mengungkapkan sosok Tuhan yang tidak meninggalkan orang yang sudah tanpa
harapan lagi baik di dunia maupun di akhirat. Dan kita dihimbau untuk berani
memperkenalkan wajah Tuhan yang seperti itu.

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment