Minggu Paskah VI/ B 13 Mei 2012 (Yoh 15:9-17)
Rekan-rekan yang budiman!
Bacaan Injil Yohanes bagi Minggu Paskah VI tahun B ini (Yoh 15:9-17) sarat
dengan kosakata yang berhubungan dengan gagasan "kasih": saling mengasihi",
"tinggal dalam kasih" "memberikan nyawa demi sahabat-sahabatnya". Baik
diingat, petikan ini diangkat dari bagian Injil Yohanes yang menyampaikan
pengajaran Yesus kepada para murid selama perjamuan malam terakhir (Yoh
13:31-17:26). Para murid perlu belajar hidup terus tanpa kesertaan Yesus
seperti biasa. Mereka diajarnya membangun kebersamaan dalam ujud lain.
Dengan tujuan itulah kiranya diberikan pesan-pesan mengenai saling mengasihi
dan sepenanggungan.
PENGAJARAN KHUSUS
Kata-kata Yesus yang disampaikan Yohanes dalam Injil hari ini adalah bagian
pesan-pesan yang diucapkannya pada sebuah kesempatan khusus, yakni perjamuan
malam terakhir bersama murid-muridnya. Pada awal perjamuan Yesus
menyebutkan, salah seorang dari mereka akan menyerahkannya (Yoh 13:21-30).
Hubungan guru-murid yang hingga saat itu baik mulai terganggu oleh kekuatan
gelap. Kelompok ini tidak lepas dari kelemahan manusiawi juga. Saat itu
murid-murid tak mengerti ke mana arah kata-kata itu. Petrus meminta Yohanes
("murid yang dikasihi") bertanya siapa yang dimaksud. Yesus menjawab bahwa
orang yang dimaksud ialah dia yang akan diberinya roti yang siap disantap.
Kemudian ia memberikan roti itu kepada Yudas Iskariot. Demikian jelas bagi
pembaca siapa yang dimaksud. Disebutkan juga dalam Injil Yohanes bahwa
sesudah itu Yudas kerasukan Iblis (Yoh 13:27). Yesus sadar betul akan hal
ini. Yesus berkata kepada Yudas agar ia segera pergi melakukan apa yang
hendak diperbuatnya. Dan Yudas pun keluar. Murid-murid tidak menangkap arti
kejadian itu. Mereka mengira Yesus menyuruh Yudas, pemegang kas mereka,
untuk pergi membeli sesuatu.
Yudas kerasukan Iblis justru pada saat Yesus memberinya roti yang sudah
dicelupkan - artinya makanan yang siap untuk disantap yang diberikan oleh
tuan rumah kepada orang yang diundangnya. Sampai saat itu Yesus masih
menganggap Yudas orang sendiri, termasuk keluarga, diajak makan bersama.
Tapi justru pada saat itulah kekuatan gelap yang melawan Yesus membadan
dalam diri seorang manusia. Dan bukan sebarang orang, melainkan orang yang
amat dekat dengannya. Yohanes menceritakan semua ini lama setelah peristiwa
itu terjadi. Namun baginya jelas, itulah saatnya Iblis memakai cara-cara
manusiawi juga untuk masih berusaha menggagalkan kehadiran ilahi di
tengah-tengah manusia. Menarik diperhatikan perkembangan pergulatan antara
dua kekuatan ini. Allah memakai ujud manusia untuk menjalankan karya
penebusan - yakni Yesus yang lahir dan berada di tengah-tengah manusia.
Kekuatan-kekuatan yang melawan karya Allah itu kini juga memakai ujud
manusia pula. Dan bukannya keduanya tidak saling mengenal. Justru mereka
amat dekat satu sama lain.
Pengajaran Yesus kepada para murid selama Perjamuan terakhir itu menurut
Yohanes disampaikan "setelah Yudas pergi" (Yoh 13:31). Keterangan ini amat
penting. Yudas yang sudah kerasukan Iblis itu tidak lagi ada di situ ketika
Yesus mengajar mengapa para murid hendaknya saling mengasihi. Dengan
perginya Yudas dari kelompok itu hendak dikatakan bahwa waktu itu kekuatan
jahat tidak hadir mengancam kelompok tadi. Kata-kata Yesus mulai saat itu
boleh diterima para murid tanpa khawatir dikelirukan oleh kekuatan-kekuatan
yang bisa mengalihkan maksudnya. Semua yang dikatakannya dari saat itu
hingga nanti ditangkap di sebuah taman di seberang sungai Kidron (Yoh 18)
bebas dari kehadiran yang jahat.
KEBERSAMAAN
Yohanes hendak menunjukkan bagaimana kekuatan-kekuatan gelap itu bisa juga
memakai cara-cara yang dipakai Allah sendiri. Satu-satunya cara untuk
bertahan ialah saling menopang dengan saling berbagi ingatan mengenai Kabar
Gembira yang dibawakan sang Guru mereka. Jangan ada yang satu merasa lebih
besar dari yang lain, apalagi saling merahasiakan pengetahuan dan ingatan.
Inilah saling mengasihi dalam arti yang paling dasar. Dalam keadaan itu juga
mulai terhimpun pula tulisan-tulisan yang akhirnya kita kenal sebagai
Injil-Injil dalam Alkitab. Dari situ juga tumbuh komunitas para murid. Tak
mengherankan bila ibadat dan kesempatan saling berbagi ingatan di antara
para murid itu kemudian dikenal sebagai "agape", yang arti harfiahnya ialah
"kasih". Bagaimana penjelasannya?
Awal dan akhir petikan ini berbicara mengenai kasih antara Yesus dan Bapanya
yang menumbuhkan kasih antara Yesus dengan para murid (Yoh 15: 9). Di akhir
petikan ini kita dengar Yesus berkata, "Kuperintahkan kepadamu: hendaknya
kalian mengasihi satu sama lain!" (ay. 17). Begitulah terjemahan harfiahnya.
Terasa ditekankan bagian yang mengharapkan agar para murid saling mengasihi.
Tujuan saling mengasihi di situ ialah membangun komunitas para murid
sehingga tiap orang mendapat ruang hidup yang layak.
Petikan hari ini sebetulnya berperan sebagai "pembacaan kembali" dalam
rangka mendalami kata-kata Yesus yang sudah disampaikan dalam Yoh 13:34-35.
Ay. 34 mengatakan, "Aku memberi kalian sebuah perintah baru, yaitu hendaknya
kalian saling mengasihi". Kemudian dijelaskan mengapa sewajarnyalah begitu,
yakni "Sama seperti aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu hendaknya
kalian saling mengasihi." Sikap saling mengasihi itu tumbuh dari perhatian
besar dari Yesus bagi para murid. Inilah yang disebut sebagai "perintah
baru" di situ. Mengapa disebut "baru"? Jelas bukan karena semua perintah
lain tak berfaedah lagi. Bukan juga karena orang belum tahu, melainkan dalam
arti yang mesti dihidupi dengan cara yang segar, yang tidak kaku, bukan
secara rutin belaka, secara wajib belaka. Dan bila mereka berhasil, seperti
disebut dalam ay. 34, maka kehidupan mereka itu orang banyak akan tahu bahwa
mereka tetap menjadi murid-muridnya. Orang banyak akan melihat bahwa
perilaku serta tindakan-tindakan para murid Yesus menghadirkan kembali Yesus
sendiri. Hidup mereka seakan-akan menyuratkan perintah dari atas yang dapat
dibaca orang banyak. Hidup mereka menjadi kesaksian. Dalam arti inilah dapat
lebih dipahami yang dimaksud saling mengasihi dalam petikan yang dibacakan
hari ini. Bahkan bisa dikatakan, yang dimaksud ialah kekuatan-kekuatan yang
tumbuh dari hubungan batin dengan sang Guru sendiri. Demikianlah tindakan
para murid tidak bersumber dari diri dan kemauan mereka sendiri. Tindakan
mereka dijiwai oleh kehadiran guru mereka dalam diri mereka.
KESATUAN BATIN
Maju selangkah lebih dalam. Yesus sendiri menjelaskan dari mana
kekuatan-kekuatan tadi berasal. Pada awal petikan ini disebutkan "seperti
Bapa telah mengasihi aku, demikianlah juga aku telah mengasihi kamu;
tinggallah di dalam kasihku itu. Kekuatan mengasihi itu bersumber pada Yang
Maha Kuasa sendiri dan yang menjadi nyata dalam kehidupan Yesus dan
dihayatinya bersama para muridnya.
Bagaimana saling mengasihi itu dapat dibahasakan bagi orang sekarang? Boleh
jadi gagasan sepenanggungan, atau solidaritas bisa membantu. Bila ada
solidaritas orang mulai mudah saling percaya. Dan bila orang mulai makin
saling percaya hubungan-hubungan selanjutnya bisa terbangun. Juga kesulitan
pun menjadi perkara yang tidak lagi membuat putus asa. Inilah bagian
"pengetahuan" terakhir yang diturunkan Yesus sang Guru kepada
murid-muridnya. Yang diwariskan Yesus itu ialah keyakinan untuk bersama-sama
memperbaiki kemanusiaan, mulai dengan cara kecil-kecilan, dengan saling
memberi perhatian. Kita diminta menemukan jalan-jalan baru yang belum
terpikirkan sebelumnya. Ini kemanusiaan baru. Inilah yang menunjukkan Tuhan
tetap mengasihi manusia. Dan pengajaran yang diturunkan kepada murid-murid
tadi itu juga bisa menjadi warisan bagi kita juga. Setiap orang dapat
menghidupkan apa itu kasih kepada sesama dengan pelbagai cara. Ini
spiritualitas yang kreatif. Itulah Injil yang bersumber pada Yesus sendiri.
Dapat dipelajari walau tidak dapat begitu saja diterapkan seperti sebuah
pola yang sudah jadi. Memang orang dapat merasakan bila kehadirannya
samar-samar belaka. Namun bila hadir, kreativitas saling mengasihi itu akan
membuka wilayah-wilayah kehidupan baru.
Salam hangat
A. Gianto
Rekan-rekan yang budiman!
Bacaan Injil Yohanes bagi Minggu Paskah VI tahun B ini (Yoh 15:9-17) sarat
dengan kosakata yang berhubungan dengan gagasan "kasih": saling mengasihi",
"tinggal dalam kasih" "memberikan nyawa demi sahabat-sahabatnya". Baik
diingat, petikan ini diangkat dari bagian Injil Yohanes yang menyampaikan
pengajaran Yesus kepada para murid selama perjamuan malam terakhir (Yoh
13:31-17:26). Para murid perlu belajar hidup terus tanpa kesertaan Yesus
seperti biasa. Mereka diajarnya membangun kebersamaan dalam ujud lain.
Dengan tujuan itulah kiranya diberikan pesan-pesan mengenai saling mengasihi
dan sepenanggungan.
PENGAJARAN KHUSUS
Kata-kata Yesus yang disampaikan Yohanes dalam Injil hari ini adalah bagian
pesan-pesan yang diucapkannya pada sebuah kesempatan khusus, yakni perjamuan
malam terakhir bersama murid-muridnya. Pada awal perjamuan Yesus
menyebutkan, salah seorang dari mereka akan menyerahkannya (Yoh 13:21-30).
Hubungan guru-murid yang hingga saat itu baik mulai terganggu oleh kekuatan
gelap. Kelompok ini tidak lepas dari kelemahan manusiawi juga. Saat itu
murid-murid tak mengerti ke mana arah kata-kata itu. Petrus meminta Yohanes
("murid yang dikasihi") bertanya siapa yang dimaksud. Yesus menjawab bahwa
orang yang dimaksud ialah dia yang akan diberinya roti yang siap disantap.
Kemudian ia memberikan roti itu kepada Yudas Iskariot. Demikian jelas bagi
pembaca siapa yang dimaksud. Disebutkan juga dalam Injil Yohanes bahwa
sesudah itu Yudas kerasukan Iblis (Yoh 13:27). Yesus sadar betul akan hal
ini. Yesus berkata kepada Yudas agar ia segera pergi melakukan apa yang
hendak diperbuatnya. Dan Yudas pun keluar. Murid-murid tidak menangkap arti
kejadian itu. Mereka mengira Yesus menyuruh Yudas, pemegang kas mereka,
untuk pergi membeli sesuatu.
Yudas kerasukan Iblis justru pada saat Yesus memberinya roti yang sudah
dicelupkan - artinya makanan yang siap untuk disantap yang diberikan oleh
tuan rumah kepada orang yang diundangnya. Sampai saat itu Yesus masih
menganggap Yudas orang sendiri, termasuk keluarga, diajak makan bersama.
Tapi justru pada saat itulah kekuatan gelap yang melawan Yesus membadan
dalam diri seorang manusia. Dan bukan sebarang orang, melainkan orang yang
amat dekat dengannya. Yohanes menceritakan semua ini lama setelah peristiwa
itu terjadi. Namun baginya jelas, itulah saatnya Iblis memakai cara-cara
manusiawi juga untuk masih berusaha menggagalkan kehadiran ilahi di
tengah-tengah manusia. Menarik diperhatikan perkembangan pergulatan antara
dua kekuatan ini. Allah memakai ujud manusia untuk menjalankan karya
penebusan - yakni Yesus yang lahir dan berada di tengah-tengah manusia.
Kekuatan-kekuatan yang melawan karya Allah itu kini juga memakai ujud
manusia pula. Dan bukannya keduanya tidak saling mengenal. Justru mereka
amat dekat satu sama lain.
Pengajaran Yesus kepada para murid selama Perjamuan terakhir itu menurut
Yohanes disampaikan "setelah Yudas pergi" (Yoh 13:31). Keterangan ini amat
penting. Yudas yang sudah kerasukan Iblis itu tidak lagi ada di situ ketika
Yesus mengajar mengapa para murid hendaknya saling mengasihi. Dengan
perginya Yudas dari kelompok itu hendak dikatakan bahwa waktu itu kekuatan
jahat tidak hadir mengancam kelompok tadi. Kata-kata Yesus mulai saat itu
boleh diterima para murid tanpa khawatir dikelirukan oleh kekuatan-kekuatan
yang bisa mengalihkan maksudnya. Semua yang dikatakannya dari saat itu
hingga nanti ditangkap di sebuah taman di seberang sungai Kidron (Yoh 18)
bebas dari kehadiran yang jahat.
KEBERSAMAAN
Yohanes hendak menunjukkan bagaimana kekuatan-kekuatan gelap itu bisa juga
memakai cara-cara yang dipakai Allah sendiri. Satu-satunya cara untuk
bertahan ialah saling menopang dengan saling berbagi ingatan mengenai Kabar
Gembira yang dibawakan sang Guru mereka. Jangan ada yang satu merasa lebih
besar dari yang lain, apalagi saling merahasiakan pengetahuan dan ingatan.
Inilah saling mengasihi dalam arti yang paling dasar. Dalam keadaan itu juga
mulai terhimpun pula tulisan-tulisan yang akhirnya kita kenal sebagai
Injil-Injil dalam Alkitab. Dari situ juga tumbuh komunitas para murid. Tak
mengherankan bila ibadat dan kesempatan saling berbagi ingatan di antara
para murid itu kemudian dikenal sebagai "agape", yang arti harfiahnya ialah
"kasih". Bagaimana penjelasannya?
Awal dan akhir petikan ini berbicara mengenai kasih antara Yesus dan Bapanya
yang menumbuhkan kasih antara Yesus dengan para murid (Yoh 15: 9). Di akhir
petikan ini kita dengar Yesus berkata, "Kuperintahkan kepadamu: hendaknya
kalian mengasihi satu sama lain!" (ay. 17). Begitulah terjemahan harfiahnya.
Terasa ditekankan bagian yang mengharapkan agar para murid saling mengasihi.
Tujuan saling mengasihi di situ ialah membangun komunitas para murid
sehingga tiap orang mendapat ruang hidup yang layak.
Petikan hari ini sebetulnya berperan sebagai "pembacaan kembali" dalam
rangka mendalami kata-kata Yesus yang sudah disampaikan dalam Yoh 13:34-35.
Ay. 34 mengatakan, "Aku memberi kalian sebuah perintah baru, yaitu hendaknya
kalian saling mengasihi". Kemudian dijelaskan mengapa sewajarnyalah begitu,
yakni "Sama seperti aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu hendaknya
kalian saling mengasihi." Sikap saling mengasihi itu tumbuh dari perhatian
besar dari Yesus bagi para murid. Inilah yang disebut sebagai "perintah
baru" di situ. Mengapa disebut "baru"? Jelas bukan karena semua perintah
lain tak berfaedah lagi. Bukan juga karena orang belum tahu, melainkan dalam
arti yang mesti dihidupi dengan cara yang segar, yang tidak kaku, bukan
secara rutin belaka, secara wajib belaka. Dan bila mereka berhasil, seperti
disebut dalam ay. 34, maka kehidupan mereka itu orang banyak akan tahu bahwa
mereka tetap menjadi murid-muridnya. Orang banyak akan melihat bahwa
perilaku serta tindakan-tindakan para murid Yesus menghadirkan kembali Yesus
sendiri. Hidup mereka seakan-akan menyuratkan perintah dari atas yang dapat
dibaca orang banyak. Hidup mereka menjadi kesaksian. Dalam arti inilah dapat
lebih dipahami yang dimaksud saling mengasihi dalam petikan yang dibacakan
hari ini. Bahkan bisa dikatakan, yang dimaksud ialah kekuatan-kekuatan yang
tumbuh dari hubungan batin dengan sang Guru sendiri. Demikianlah tindakan
para murid tidak bersumber dari diri dan kemauan mereka sendiri. Tindakan
mereka dijiwai oleh kehadiran guru mereka dalam diri mereka.
KESATUAN BATIN
Maju selangkah lebih dalam. Yesus sendiri menjelaskan dari mana
kekuatan-kekuatan tadi berasal. Pada awal petikan ini disebutkan "seperti
Bapa telah mengasihi aku, demikianlah juga aku telah mengasihi kamu;
tinggallah di dalam kasihku itu. Kekuatan mengasihi itu bersumber pada Yang
Maha Kuasa sendiri dan yang menjadi nyata dalam kehidupan Yesus dan
dihayatinya bersama para muridnya.
Bagaimana saling mengasihi itu dapat dibahasakan bagi orang sekarang? Boleh
jadi gagasan sepenanggungan, atau solidaritas bisa membantu. Bila ada
solidaritas orang mulai mudah saling percaya. Dan bila orang mulai makin
saling percaya hubungan-hubungan selanjutnya bisa terbangun. Juga kesulitan
pun menjadi perkara yang tidak lagi membuat putus asa. Inilah bagian
"pengetahuan" terakhir yang diturunkan Yesus sang Guru kepada
murid-muridnya. Yang diwariskan Yesus itu ialah keyakinan untuk bersama-sama
memperbaiki kemanusiaan, mulai dengan cara kecil-kecilan, dengan saling
memberi perhatian. Kita diminta menemukan jalan-jalan baru yang belum
terpikirkan sebelumnya. Ini kemanusiaan baru. Inilah yang menunjukkan Tuhan
tetap mengasihi manusia. Dan pengajaran yang diturunkan kepada murid-murid
tadi itu juga bisa menjadi warisan bagi kita juga. Setiap orang dapat
menghidupkan apa itu kasih kepada sesama dengan pelbagai cara. Ini
spiritualitas yang kreatif. Itulah Injil yang bersumber pada Yesus sendiri.
Dapat dipelajari walau tidak dapat begitu saja diterapkan seperti sebuah
pola yang sudah jadi. Memang orang dapat merasakan bila kehadirannya
samar-samar belaka. Namun bila hadir, kreativitas saling mengasihi itu akan
membuka wilayah-wilayah kehidupan baru.
Salam hangat
A. Gianto
No comments:
Post a Comment