Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Injil Minggu Biasa XXIX B

Minggu Biasa XXIX/Minggu berKabar Gembira 21 Okt 2012 (Mrk 10:35-45)

INGIN DUDUK DI KANAN KIRINYA?

Berikut ini sekadar catatan mengenai Mrk 10:35-45 yang dibacakan pada hari
Minggu Biasa XXIX tahun B. Petikan Injil kali ini mengungkapkan keinginan
Yakobus dan Yohanes untuk memperoleh kedudukan di kanan dan kiri Yesus dalam
kemuliaannya nanti. Tetapi Yesus malah menanyai mereka, sanggupkah minum
dari cawan yang diminumnya dan menerima baptisan yang diterimanya.
Ditambahkannya, ia tak dapat menjanjikan kedudukan itu karena hanya Allah
sendirilah yang menentukan siapa yang pantas ke sana. Kemudian Yesus
mengatakan, barangsiapa ingin jadi orang besar hendaknya menjadi orang yang
melayani orang lain. Bagi Anak Manusia, melayani dan mengamalkan diri
menjadi jalan penebusan bagi umat manusia.

KEDUDUKAN KHUSUS?

Yakobus dan Yohanes, seperti Petrus, adalah murid-murid pertama yang dipilih
Yesus (Mrk 1:19). Mereka nanti dibawa serta guru mereka ke atas gunung untuk
menyaksikan kemuliaannya (Mrk 9:2-8). Mereka juga diajak mengawani Yesus di
Getsemani (Mrk 14:34). Jelas, mereka itu amat dekat dengan Yesus. Apa
salahnya mengharapkan pahala duduk di kanan kirinya nanti dalam
kemuliaannya, juga kemuliaan rohani? Konteks terdekat petikan ini ialah
pemberitahuan yang ketiga kalinya mengenai diserahkannya Anak Manusia kepada
orang bukan Yahudi, ia akan dicerca dan disiksa sampai mati tapi akan
bangkit pada hari ketiga (Mrk 10:32-34). Kalimat-kalimat pemberitahuan ini
tentu saja dimengerti para murid walaupun kebenarannya tak tecerna. Anak
Manusia ini makin sulit dimengerti. Tak masuk akal!

MASALAH TAFSIR

Ketidakpahaman para murid akan penderitaan, kematian, dan kebangkitannya itu
bukanlah ketidaktahuan atau ignorantia belaka, melainkan frustrasi dalam
menghadapi perkara yang tak masuk akal seperti itu. Ada yang menjelaskan
bahwa permintaan Yakobus dan Yohanes ini muncul dari anggapan bahwa Yesus
sebentar lagi akan membangun kembali kejayaan politik dan duniawi Israel.
Gagasan mengenai Mesias seperti itu memang ada dan sementara pengikut dan
lawan Yesus berpendapat demikian. Akan tetapi, tidak bisa murid-murid yang
terdekat begitu saja dianggap sama sekali keliru mengenai guru mereka.
Penjelasan seperti ini kurang cocok dengan nada seluruh petikan. Lebih tepat
bila kita anggap mereka sebenarnya juga mengetahui apa yang sesungguhnya
dimaksud Yesus. Yang tak bisa mereka pahami adalah mengapa ia perlu
menderita dan mati agar mencapai kemuliaan rohaninya itu. Soal mereka ialah
bagaimana mengerti mengapa Allah membiarkan penderitaan seperti itu dan
bukan bahwa mereka terbuai pandangan mesianisme politik. Murid-murid itu
amat dekat dengan Yesus dan sebebal-bebalnya mereka, kiranya tidak akan
terlalu meleset memahami siapa dia.

CAWAN DAN BAPTISAN

Yesus tidak langsung mencela mereka seperti kesepuluh murid lain yang marah
kepada mereka. Ia hanya bertanya apakah mereka sanggup "minum dari cawan"
yang harus diminumnya dan "dibaptis dengan baptisan" yang bakal dijalaninya.
Minum dari cawan itu idiom bagi mengalami penderitaan, merasai cemooh dan
murka dan hal seperti itu. Di Getsemani Yesus mohon agar Allah meluputkannya
dari cawan (= penderitaan), bila ini memang kehendak-Nya.

Dalam alam pikiran orang zaman KS dulu, cawan kerap dipandang berisi minuman
yang datang dari dunia ilahi. Minumannya bisa berkat (Mzm 23:5; 116:13),
hukuman (Yeh 23:31-33), atau amarah (Mzm 11:6; 75:9; Yes 51:17:22; Yer
25:15; 49:12; Hab 2:15-16). Menjelang periode akhir Perjanjian Lama, gagasan
cawan berisikan amarah lebih dikenal. Gemanya terdengar dalam Kitab Wahyu
(Why 14:10; 16:8.19; 17:4; 18:6). Karena cawan amarah sedemikian lazim,
orang bilang cawan begitu saja. Bila diminum, amarah dalam cawan itu
menyebabkan penderitaan. Inilah idiom dalam yang dijumpai kali ini dan nanti
di Getsemani. Dengan minum cawan yang berisi murka Allah itu sampai tuntas,
Yesus sang Anak Manusia menghapus amarah Allah dan dengan demikian hubungan
antara manusia dengan Allah baik kembali. Kalau ia tidak meminumnya, amarah
tadi akan tertumpah ke seluruh muka bumi. Menjalani baptisan juga idiom,
maksudnya mengalami maut. Gabungan cawan dan baptisan berarti penderitaan
yang membawa maut, seperti yang akan dialaminya dan sudah diumumkannya
sendiri sampai tiga kali tapi tak tecerna oleh para murid. Yakobus dan
Yohanes mengerti gaya bicara ini dan jawaban mereka betul-betul
mengungkapkan tekad mereka untuk nekat ikut serta dalam penderitaan dan maut
yang bakal dialami Yesus walaupun tak habis mengerti mengapa perlu sejauh
itu. Mereka memang loyal. Akan tetapi, mereka lebih terdorong harapan bakal
mendapat pahala khusus mengingat kedudukan khusus mereka. Hal terakhir
inilah yang tidak dilewatkan begitu saja oleh Yesus. Ia menegaskan dirinya
tak berhak memberikan kedudukan mulia karena Allah sendirilah yang bisa
menentukan siapa-siapa yang bakal ada di sana.

SIAPA BAKAL DUDUK DI KANAN DAN KIRINYA?

Siapa yang ditentukan Allah bakal mendapat kedudukan itu? Tak akan meleset
bila kita berpikir mengenai mereka yang dalam Injil-Injil disebut bakal
masuk Kerajaan Allah atau empunya Kerajaan Allah: anak-anak yang diberkati
Yesus, orang-orang yang disebut bahagia dalam khotbah di bukit, mereka yang
nanti dalam ungkapan Matius tentang akhir zaman terbukti sudah
sungguh-sungguh memperhatikan orang lain. Dalam Mrk 10:43-44 Yesus mengajak
murid-murid agar menjadi pelayan dan hamba. Kata-kata Yesus dalam ay. 43 dan
44 itu bermaksud mengatakan agar para murid saling menjadi pelayan dan
saling mengutamakan. Ajakan ini merombak wacana kekuasaan yang biasa, sama
halnya dengan khotbah di bukit merombak pandangan umum. Dalam wacana
kekuasaan yang lazim, arahnya dari atas ke bawah, seperti ditegaskan dalam
ay. 42. Kebengisan, ketidakadilan, perlakuan buruk amat mudah muncul dalam
wacana itu. Namun demikian, dalam ay. 43-44, wacana "atas-bawah" itu
diratakan, di-horisontal-kan, begitulah istilahnya. Murid-murid diimbau agar
menjadi pelayan bagi satu sama lain dan agar saling menganggap penting.

PANDANGAN LAIN
Ajakan dan ajaran tadi diberi penjelasan "karena Anak Manusia datang bukan
untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawanya
menjadi tebusan bagi orang banyak". "Memberikan nyawanya" dalam gaya bicara
Semit berarti memberikan diri sepenuhnya, punya komitmen total, dan bila
perlu sampai berkurban jiwa walaupun ini bukan hal yang pokok. "Orang
banyak" juga merupakan cara berungkap khas untuk menyebut semua orang, bukan
hanya "banyak". Gagasan "tebusan" datang dari dunia utang piutang dan
pergadaian. Tebusan ialah ganti rugi, silih, yang diberikan untuk
mengembalikan hutang yang tak terbayar dengan cara biasa. Umat manusia,
semuanya, "orang banyak", telah merosot dan bukan lagi citra Allah yang
utuh. Nah, ini rugi besar bagi Allah. Untuk membereskan perlu ada tebusan,
ciptaan baru, sebagai ganti rugi Tak usah kita pakai gagasan "tumbal" di
sini karena konotasi dan alam pikiran "tumbal" ialah kurban peredam amarah,
bukan ganti yang setimpal. Allah akan menuntut ganti rugi yang tak gempil
sana sini. Wacana teologi seperti ini dirombak dalam Mrk 10:45. Allah yang
biasa dimengerti sebagai yang menuntut tebusan sampai sen terakhir itu kini
tampil sebagai Allah yang ikhlas menyerahkan seluruh urusan kepada Anak
Manusia. Dia ini ciptaan baru yang menampakkan wajah Allah yang sejati.
Allah kini tampil bukan sebagai yang murka dan suka membuat perhitungan,
melainkan yang menganggap manusia berharga, Allah yang menganggap kita ini
patut ditelateni, bagaikan seorang pelayan dan hamba menghadapi tuannya.
Bolehkah kita percaya bahwa Allah yang Maha Tinggi itu bertindak demikian
kepada kita? Bisakah kita menerima ajaran Yesus agar orang saling menghargai
sebagai jalan emas penebusan? Beranikah kita menerima itu semua sebagai
Kabar Gembira? Begitulah maka hari Minggu ini juga dirayakan sebagai Minggu
berKabar Lega, kalau mau, Kabar Plong! Istilah resminya seperti dalam
penanggalan liturgi Indonesia ialah "Minggu Evangelisasi".

Salam hangat,
A. Gianto

PS: Di Refter CC kata "evangelisasi" boleh jadi bunyinya terasa rada keras,
mudah disamasamakan oleh yang tak suka dengan hal-hal yang peka bagi
masyarakat majemuk agama. Dua kemungkinan: pakai istilah resmi dengan upaya
menerangkan bahwa tidak begitu konotasinya, tapi begini begitu. Entah
bermanfaat atau tidak; tetapi rasanya istilah itu akan terus terasa asing
dalam bahasa Indonesia. Ini masalah bahasa, bukan iman kepercayaan. Tapi
iman tak bisa tidak memperhatikan serta mencermati pemakaian bahasa. Dipakai
ungkapan yang lebih luwes? Ada banyak: Tiap pewarta bisa menemukan dalam
bahasa sendiri, a.l., Minggu berKabar Gembira, Minggu bagi Kabar Lega,....
Plong! Ngetrend dan gampang masuk BBM kan? Aslinya, "eu-aggelion" (eu=baik,
bikin lega; aggelion = kabar) ialah kabar berita yang dengan gembira
disampaikan bahwa bahaya yang mengancam sudah lewat, sudah diatasi, sehingga
orang boleh merasa lega, plong. Tidak gundah. Penting dicamkan juga:
pengabarannya sendiri dilakukan dengan gembira. Dalam KS dipakai untuk
menggambarkan bahwa Yang Maha Kuasa kini tidak berniat mendera dengan siksa
dan amarah tapi suka menerima manusia dalam rupa apapun. Cawan amarahNya
sudah diminum lunas oleh dia yang diutusNya! Memang orang mesti berjalan
kepadaNya, juga dengan jatuh bangun, tapi Dia ada di sana, menunggu dan
menggapai, dan bila gawat datang menolong. Maka sikut-sikutan mau ada duduk
di kiri kananNya tidak dianjurkan dalam bacaan Minggu ini.

No comments:

Post a Comment