Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa XXIII A - 4 Sept 2011

Injil Minggu Biasa XXIII A 4 Sept 2011 (Mat 18:15-20)

Rekan-rekan yang budiman,
Disebutkan dalam Mat 18:15-20, bila seorang saudara didapati berbuat dosa,
hendaknya ia diberi tahu mengenai kesalahannya secara perorangan terlebih
dahulu. Jika tidak ada hasilnya, sebaiknya ia dinasihati di hadapan saksi.
Kalau tetap tidak peduli, barulah perlu ia dibawa ke sidang umat. Injil yang
dibacakan pada hari Minggu Biasa XXIII tahun A ini lebih luas dari pada
sekadar mengajarkan cara-cara menegur kesalahan atau berprihatin tentang
orang lain. Tujuan utamanya ialah membangun komunitas pengikut Yesus yang
saling menopang. Diketengahkan bagaimana umat dapat semakin dewasa berkat
adanya perhatian satu sama lain, juga dalam menunjukkan kekeliruan.

Akan diulas pula bagaimana dalam bacaan kedua (Rom 13:8-10) Paulus berusaha
membuat orang yang mengenal macam-macam aturan Taurat sampai pada inti yang
dimaksudkan Taurat itu sendiri.

PELBAGAI CARA MEMBANGUN UMAT

Kali ini Injil menyampaikan salah satu dari beberapa imbauan yang terdapat
dalam Mat 18:1-35 Pertama-tama ditonjolkan pentingnya sikap tidak
mementingkan diri sendiri (18:1-5 disebut dalam cara bicara Injil, bersikap
sebagai "anak kecil"). Hukuman besar akan dialami orang yang kurang
menghargai sikap ini (18:6-11). Yang kehilangan arah hendaknya sungguh
ditolong agar bisa berada bersama kembali bersama umat (18:12-14 "domba yang
hilang"). Karena itu perlu diusahakan agar yang salah ditegur dengan penuh
perhatian (petikan hari ini, 18:15-20). Akhirnya juga perlu dipupuk sikap
pengampun yang seikhlas-ikhlasnya (18:21-35).

Bahan petikan ini diambil Matius dari himpunan kata-kata Yesus yang beredar
waktu itu dan diperluas dengan kenyataan yang ada di kalangan para murid
yang berasal dari kalangan Yahudi tradisional. Lukas juga memakai himpunan
kata-kata Yesus. Tetapi bagian yang sejajar dengan Matius kali ini hanya
menyebut titik tolak pembicaraan, yakni perihal menegur saudara yang berbuat
dosa, lihat Luk 17:3a (= Mat 18:15a). Tidak dirincikan caranya. Ketiga tahap
memperingatkan kesalahan serta menegur saudara itu kiranya khas terjadi
dalam umat Matius yang memang berlatarkan tradisi Yahudi. Keadaan umat Lukas
lain.

Dalam Kis 2:44-46; 3:34-35 ada secercah gambaran ideal mengenai keadaan umat
Lukas serta keprihatinan utama mereka. Disebutkan antara lain bahwa mereka
menjual milik mereka, mengumpulkan uangnya, lalu menyerahkan kepada para
rasul agar dibagi-bagikan kepada mereka yang membutuhkan. Umat yang
digambarkan Lukas memang terutama dari kalangan yang berada. Iman
menumbuhkan dalam diri mereka niat serta usaha nyata bagaimana memperbaiki
keadaan ekonomi orang-orang yang kurang mampu. Tentunya mereka tidak
berpikir akan "membeli" keselamatan bagi diri sendiri dengan bederma dan
bersedekah. Gagasan dasarnya bukanlah melepaskan harta demi amal
semata-mata, melainkan kepedulian akan keadaan orang-orang yang tidak
seberuntung mereka. Berbagi harta itu menjadi salah satu bentuk nyata
bagaimana membangun umat. Semangat yang mendasari sikap peduli terhadap
saudara seumat itu juga ada dalam kehidupan umat Matius. Tetapi dalam
kehidupan mereka kepedulian dasar tadi diwujudkan dengan cara yang berbeda.
Seperti dalam petikan Injil kali ini, lebih ditekankan upaya dalam umat
untuk menyadarkan saudara yang melakukan kesalahan. Demikian terbangun sikap
saling percaya dan saling menopang secara moral. Inilah keutamaan yang
dianggap lebih butuh dikembangkan di kalangan umat Matius.

Contoh lain. Lukas menggarisbawahi bahwa umat makin tumbuh bila dipupuk
dengan kebesaran hati dalam mengampuni. Matius juga mengolah pokok ini
(lihat kelanjutan petikan ini, yakni Mat 18:21-27), tetapi baru setelah
menunjukkan pentingnya keberanian memperingatkan kesalahan serta kesediaan
menerima teguran. Dari situ bisa terbangun rasa saling percaya.

TIGA LANGKAH MEMBANGUN RASA SALING PERCAYA

Dalam bacaan Injil kali ini dipakai kata "saudara" dan bukan "sesama".
Gagasan "sesama" memang berhubungan dengan kehidupan masyarakat yang
mengutamakan solidaritas, kepentingan bersama, dan perlakuan terhadap orang
lain sebagaimana diinginkan terjadi pada diri sendiri. Tapi gagasan ini
lebih diterapkan pada orang yang berada di luar kalangan sendiri. Ungkapan
"saudara" lebih berbicara mengenai lingkungan sendiri. Selain itu juga lebih
diutamakan sikap saling bertanggung jawab, saling mengurus kebaikan, saling
memperhatikan kebutuhan seperti layaknya di antara anggota keluarga.

Cara-cara menegur yang diikuti umat di sekitar Matius menunjukkan adanya
keterbukaan satu sama lain. Karena itu langkah pertama ialah mengajak bicara
di bawah empat mata (ay. 15). Bila urusan selesai di situ, maka sudah cukup.
Rasa saling percaya sudah terbangun. Tidak perlu melibatkan pihak-pihak lain
sejak awal. Tetapi bila yang bersalah tidak menggubris, maka perlu
didatangkan seorang atau dua orang saksi atau lebih (ay. 16). Maksudnya agar
yang bersalah menyadari bahwa perbuatannya memang tidak bisa dibenarkan
bukan hanya berdasarkan pendapat satu orang saja. Ada kesempatan melihat
kedudukan diri sendiri dengan lebih kritis. Tetapi bila ia tetap tidak
bersedia mendengarkan, maka persoalannya patut dibawa ke kalangan yang dapat
memutuskan apakah cara hidupnya sebetulnya sudah tidak lagi cocok dengan
cara hidup umat. Ia boleh memeriksa diri apakah sepadan bila tetap
bersikeras mempertahankan sikapnya sendiri dengan akibat malah memisahkan
diri. Dalam langkah-langkah tadi jelas yang bersangkutan tetap diperlakukan
sebagai orang dewasa. Meskipun demikian, ia juga diharapkan berani
bertanggung jawab atas kelakuannya sendiri. Dengan cara ini bisa terbangun
rasa saling percaya. Para anggota umat juga dapat saling menunjang. Itulah
dinamika dalam umat yang dilayani Matius.

Orang yang tak mau memperbaiki diri akhirnya dikatakan berlaku sebagai orang
yang "tidak mengenal Allah". Dalam umat yang berlatar tradisi Yahudi, orang
yang dianggap demikian sebenarnya sudah tidak termasuk umat lagi. Juga
disebut "pemungut cukai", gambaran mengenai orang yang tega bekerja bagi
kepentingan penindas umat. Itulah gambaran paling buruk yang dapat
dibayangkan. Terlihat betapa Matius sedemikian mementingkan terbangunnya
umat yang saling menunjang.

MENGIKAT DAN MELEPASKAN

Dalam Mat 18:18 Yesus berkata, "perkara-perkara (jamak) yang kalian (jamak)
ikat di dunia akan terikat di surga dan perkara-perkara (jamak) yang kalian
(jamak) lepaskan di dunia akan terlepas di surga." Kata "kalian" di situ
merujuk kepada mereka yang hidupnya sesuai dengan tujuan umat, yakni
mengikuti Yesus dan oleh karenanya dapat memberi tuntunan kepada orang lain.
Mereka juga diminta memperhatikan keadaan umat. Terjemahan harfiah di atas
juga menunjukkan bahwa yang diikat atau dilepaskan bukanlah orang, melainkan
perkara, tindakan atau sikapnya. Mengenai orang, nanti akan diajarkan bahwa
pengampunan baginya tak terbatas (Mat 18:21-22; lihat juga Luk 17:4).

Dalam Mat 16:19 terdapat pernyataan yang mirip, tetapi hal yang diikat atau
dilepaskan ada dalam bentuk tunggal, bukan jamak seperti di atas. Ditekankan
dalam ulasan Injil Minggu XXII tahun A yang lalu bahwa yang disebut diikat
di bumi dan di surga dalam ayat itu ialah jalan ke arah alam maut, bukan
orang ini atau itu. Begitu pula, yang dilepaskan ialah keterkungkungan
kondisi manusia pada umumnya, bukan orang perorangan. Yang ditugasi sebagai
pelaku ialah Petrus. Ia dinyatakan sebagai batu karang penyumbat lubang
menuju alam maut dan tempat umat dibangun. Itulah ujud kuasa dan tanggung
jawabnya sebagai penjaga agar umat tidak tersedot masuk ke alam maut.

PERMOHONAN BERSAMA DAN IMAN YANG HIDUP

Pada akhir kutipan hari ini masih ditambahkan, bila dua orang atau lebih
memohon kepada Bapa, maka permintaan itu pasti akan dikabulkan. Gagasan yang
mendasarinya begini: bila pendapat satu orang mengenai apa yang baik bagi
kehidupan umat diterima oleh orang lain sebagai pendapat yang jujur dan bisa
dipertanggungjawabkan, maka pendapat tadi dijamin sejalan dengan yang
dikehendaki oleh Yesus sendiri. Dan permohonan yang diungkapkan dengan dasar
ini pasti dikabulkan Bapa.

Permohonan bersama yang dikatakan pasti dikabulkan seperti di atas tidak
dapat dipisahkan dari sikap saling percaya. Digarisbawahi dimensi horizontal
iman kepercayaan. Di situ besar artinya hubungan antara "umat dan diriku".
Dimensi vertikal, "Tuhan dan diriku", saja belum utuh. Juga diberikan
gambaran tentang iman yang dapat melegakan dan bukan yang mengekang. Sikap
iman yang merdeka ini membuat orang berani mencari kebenaran bersama dan
berani pula mempercayai satu sama lain. Iman bukanlah kesediaan mengiakan
begitu saja pernyataan-pernyataan doktrin, bukan pula melaksanakan
aturan-aturan secara ketat. Memang kejujuran dan ketulusan dipersyaratkan.
Iman kristiani itu memang sepenuhnya pemberian dari atas, seutuhnya anugerah
ilahi, tetapi pertumbuhan yang utuh bergantung pada kesediaan manusia
mengembangkannya bersama-sama dalam komunitas, dalam umat. Inilah
kreativitas iman yang hidup.

Umat yang memiliki integritas juga mempunyai peluang lebih untuk berbicara
dengan kelompok masyarakat luas. Pembicaraan bukan hanya pada taraf
rumusan-rumusan doktrin kepercayaan dan ibadat, melainkan langsung terarah
pada penanganan masalah-masalah bersama di masyarakat. Integritas umat
adalah sumbangan terbesar bagi masyarakat majemuk di negeri kita ini.

TENTANG BACAAN KEDUA  (Rom 13:8-10)

Pada bagian pertama ayat 8 Paulus menegaskan, "Janganlah kamu berhutang
apa-apa kepada siapa pun juga..." Baik diketahui bahwa dalam alam pemikiran
agama Yahudi, "dosa" digambarkan sebagai berhutang, berhutang sakit hati,
hinaan, kesalahan, dan tindakan seperti itu. Menghapus dosa sama dengan
menghapus hutang kesalahan. Timbul macam-macam aturan yang terhimpun dalam
Taurat untuk menjamin agar orang tidak menjalankan kesalahan. Hidup kerap
diukur dengan upaya menjalankan aturan-aturan Taurat dengan sebaik-baiknya.
Dalam kenyataannya ini kerap menjadi sumber kesulitan hidup bersama. Ada
sikap menilai orang lain sebagai pendosa, pezinah.... Maka Paulus
menunjukkan pengertian dasar yang menjiwai aturan-aturan Taurat tadi, yakni
"saling mengasihi" yang diungkapkannya dalam bagian kedua ayat 8, yakni,
"...tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab siapa saja yang mengasihi
sesama manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat."

Namun demikian, pernyataan itu tidak dimaksud untuk menggantikan "hukum
Taurat" dengan "saling mengasihi". Yang dikemukakan Paulus ialah apa yang
menjadi dasar hukum Taurat. Paulus berbicara kepada pengikut Kristus dari
lingkungan orang Yahudi yang berpendidikan modern waktu itu (orang Yahudi
helenist). Namun lingkungan budaya modern yang mereka alami, yakni dunia
helenist, membuat cara berpikir mereka agak berbeda dengan orang Yahudi
tradisional di tanah kelahiran mereka. Bagi orang ini ada kebutuhan
intelektual untuk mengenali dasar yang mengasalkan macam-macam hal. Katakan
saja, cara berpikir melihat prinsip umum mana yang menerangkan adanya
macam-macam kenyataan tertentu. Mana dasar umum hukum serta aturan yang amat
banyak seperti hukum-hukum Taurat. Maka Paulus, yang juga mengenal pemikiran
helenist, mau mengatakan bahwa hukum-hukum Taurat yang banyak yang mereka
kenal itu memiliki satu dasar yang umum, yakni "saling mengasihi" tadi.
Begitulah dalam ayat 9 ditunjukkan dasar yang mengasalkan larangan-larangan
dalam hukum Taurat. Malah dalam ayat 10 Paulus menambahkan bahwa dasar umum
Taurat, yakni "kasih" yang diutarakannya sebelumnya, bakal membuat Taurat
menjadi utuh, tidak lagi terasa macam-macam. Inilah yang dimaksud dengan
"kegenapan" yang disebut pada ayat itu.

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment