Injil Minggu Biasa XXX tahun A - 23 Oktober 2011 (Mat 22:34-40)
Rekan-rekan yang baik!
Minggu Biasa XXX tahun A ini dirayakan dengan bacaan Injil dari Mat
22:34-40. Di situ Yesus menjawab pertanyaan seorang ahli Taurat yang hendak
menjajaki pengetahuan keagamaannya. Ditanyakan kepadanya, manakah perintah
yang paling utama dalam Taurat. Jawabnya, perintah yang terutama dan yang
pertama ialah (Ul 6:5) "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu." Dan perintah yang
kedua ialah (Im 19:18) "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Ditambahkannya, pada kedua perintah itu bergantung seluruh hukum Taurat dan
kitab para nabi. (Kitab para nabi menurut orang Yahudi meliputi kitab-kitab
sejarah dari Hak sampai Raj dan nabi-nabi Yes, Yer, Yeh dan ke-12 nabi lain;
Dan tidak termasuk di sini).
TENTANG TAURAT
Pertanyaan kepada Yesus berbunyi "Guru, perintah manakah yang terutama dalam
hukum Taurat?" membuat orang berpikir, dari sekian banyak perintah, manakah
yang paling pokok. Namun, dalam rumusan aslinya, pertanyaan tadi sebenarnya
berbunyi: "Guru, perintah macam apa bisa disebut besar di dalam Taurat?"
Jadi yang dipertanyakan bukanlah yang mana, melainkan macamnya, jenisnya,
kategorinya... Pertanyaan ini mengarah pada ciri-ciri yang membuat perintah
tertentu dapat dikatakan perintah besar. Memang diandaikan perintah-perintah
dalam Taurat tidak sama bobotnya. Ahli Taurat itu mau tahu apa Yesus
memiliki kemampuan menimbang-nimbang Taurat dan bukan hanya asal kutip sana
sini.
Memang dalam kesadaran orang Yahudi yang terpelajar, ada macam-macam bobot.
Dan tidak bisa dipukul rata. Yeus sendiri di lain kesempatan juga
menunjukkan kepekaan ini. Misalnya hukum Sabat (Mat 12:1-14). Di situ
kewajiban menguduskan Sabat dibawahkan kepada kewajiban berkurban dan
melaksanakan belas kasihan. Mana prinsip memahami perintah yang satu lebih
pokok dari yang lain? Soal ini dijawab Yesus dengan mengutarakan dua
perintah yang disebutkannya sebagai tempat bergantung semua hukum Taurat dan
kitab para nabi.
Perintah mengasihi Tuhan Allah dengan sepenuh-penuhnya yang dikutipnya dari
Ul 6:5 itu termasuk ayat-ayat suci yang wajib didoakan dua kali sehari (pagi
dan petang) oleh orang Yahudi yang saleh. Perintah Im 19:8 mengenai
mengasihi sesama itu disertakannya sebagai perintah utama yang kedua.
ISI PERINTAH UTAMA DAN MAKNANYA
Semalam saya mengajak tiga sekawan Matt, Luc, dan Mark ngobrol ke sana ke
mari tentang perbincangan Yesus dengan pemuka-pemuka Yahudi seperti
disampaikan Matt. Berikut ini beberapa potong pembicaraan kami di sela-sela
seruputan wedang ndongo dan kue-kue Mon Ami yang dibekalkan pemiliknya
ketika mau pulang ke Roma.
GUS: Kalian ini menyampaikan peristiwa yang sama tapi menaruh dalam konteks
yang berbeda-beda. Bikin bingung pembaca. Matt, lu bilang kayak di atas
tadi. Tapi, ekseget tahu kau memakai bahan dari Mark kan?
MATT [mulai tak tenang, rada segan dengan kaum penafsir]: Versi Ul 6:5 yang
dikutip Mark itu memuat empat unsur "segenap hati, jiwa, akal budi dan
kekuatanmu". Sebenarnya "segenap akalbudi" yang dipakai Mark itu kan untuk
menjelaskan arti "segenap hati". Bagi orang Yahudi seperti kami, hati itu
tempat bernalar, bukan tempat perasaan. "Segenap kekuatan" yang ada dalam
teks Perjanjian Lama tidak dikutip kembali oleh Mark dan juga tak
kutampilkan kembali karena sudah jelas bagi kami. [MARK manggut-manggut]
Tapi Luc, ah dia tulis sesuai teks Perjanjian Lama "dengan segenap hati,
jiwa, kekuatan", tetapi ia juga masukkan tambahan Mark yang menyebut "dan
segenap dan akal budi."
LUC: Kalau pakai sumber Perjanjian Lama mestinya cermat, gitu kan?
MATT: Kau tentang Perjanjian Lama tahumu apa sih! Dalam versimu [Luk
10:25-28] kedua perintah itu kautaruh dalam mulut ahli Taurat yang menanyai
Yesus, bukan dalam kata-kata Yesus seperti kami laporkan. Lu aje yang
cermatan dikit dulu dong!
MARK [buru-buru menyela sebelum Luc sempat menukas Matt]: Sudah, sudah, yang
itu asalnya juga dari tulisanku. Memang Yesus mengutip kedua perintah tadi
[Mrk 12:29-31]. Tapi seperti kuceritakan, ahli Taurat tadi kemudian
mengulang yang dikatakan Yesus [Mrk 12:32-33]. Ini yang diolah Luc, ya kan?
Jadi kalian berdua benar. Jangan berantem kayak anak kecil, malu ah.
LUC: Peristiwa tanya jawab itu kupakai untuk mengantar kisah orang Samaria
yang baik hati yang menjelaskan bagaimana orang Samaria yang biasanya
dianggap tak masuk hitungan sekalipun toh bisa betul-betul menjadi sesama
bagi orang Yahudi yang kena musibah di perjalanan.
MATT: Bagiku, tanya jawab itu menunjukkan bahwa Yesus tak kalah piawai
dengan ahli Taurat dalam menafsirkan Perjanjian Lama.
GUS [mulai tertarik]: Gimana?
MATT: Begini, seperti ditulis Mark, ada tambahan dari Yesus bahwa tak ada
perintah yang lebih utama dari keduanya tadi. Nah tambahan ini kupertajam
dengan mengungkapkannya kembali demikian: "Pada kedua perintah inilah
bergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi".
GUS: Jadi, Matt, kau bermaksud menonjolkan pandangan Yesus bahwa kedua
perintah memang menjadi dasar dan menjiwai semua hukum Taurat dan kitab para
nabi.
MATT [tersenyum puas, dapat angin]: Benar. Bukan maksud Yesus mengabaikan
hukum-hukum lain. Justru ia mau menunjukkan makna kumpulan hukum itu. Ini
kurang ditekankan Mark, apalagi Luc.
LUC: Tapi Matt , you kan tidak memberi contoh bagaimana mengasihi Tuhan
sepenuh-penuhnya dan mengasihi sesama seperti diri sendiri. Orang sekarang
lebih mudah menangkap bila diberi cerita. Pendekatan naratif. Itulah
sebabnya kutampilkan perumpamaan orang Samaria itu.
MATT: Oke, deh. Cerita orang Samaria yang engkau tampilkan itu menjelaskan
perintah kedua. Tapi perintah pertama?
LUC: Belum ngerti? Seluruh kisah Yesus menuju tujuan perjalanannya di
Yerusalem (Luk 9:51-19:28) itu penjelasan naratif tentang mengasihi Tuhan
dengan sepenuh-penuhnya. Kan nanti pada akhirnya di kayu salib Yesus
menyerahkan nyawanya kepada Bapanya yang dikasihinya sepenuh-penuhnya - itu
caraku menjelaskan.
MARK: Sudahlah, kita tak perlu menjelaskan sendiri tulisan kita, serahkan
saja kepada ekseget.
GUS: Terima kasih, kukira kalian sendiri mau jadi penafsir. Gini, mengenai
"kasihilah sesama seperti dirimu sendiri" ada sesuatu yang masih perlu
diulas. Kan kalian maksudkan, kasihilah sesama yang punya pengalaman sama
seperti dirimu sendiri, begitu kan. Jadi diingatkan bahwa kita ini pada
dasarnya mengalami pahit getirnya kehidupan seperti orang lain. Maka ingat
nanti kalau sudah lebih beruntung, gitu kan, jangan lupa orang yang sedang
ada dalam kesusahan, ya kan? Jadi tafsirnya bukan mengasihi sesama seperti
halnya kita mengasihi diri kita sendiri.
MATT [melirik ke Mark yang tampak setuju]: Benar! Itu juga yang kumaksud
dalam Mat 19:19 dan 22:39. Paul juga gitu, lihat Rom 13:9, Gal 5:14, juga
Opa Jim dalam Yak 2:8.
LUC: Persis. Kalau mau bilang mengasihi sesama seperti mengasihi diri
sendiri, mestinya diulang kata "mengasihi" itu. Aku ingat kalimat seperti
itu dalam tulisan Oom Hans (Yoh 15:12), "Inilah perintahku, yaitu supaya
kamu saling mengasihi seperti aku (=Yesus) mengasihi kamu."
GUS [lega mereka bertiga saling setuju]: Kalau bisa kurumuskan kembali,
mengasihi Tuhan hendaknya dijalankan dengan kesadaran penuh (= segenap
"hati" /"akalbudi") yang keluar dari keyakinan (= segenap "jiwa") dan tekad
utuh (= segenap "kekuatan"). Jadi bukan hanya setengah-setengah, mendua,
atau ikut-ikutan, tapi dengan pengertian. Lalu mengasihi sesama itu kan
karena sesama itu seperti kita-kita ini juga dalam suka duka kehidupan ini.
Kalian tak keberatan dengan parafrase ini kan?
BERKEAGAMAAN?
Pembicaraan malam itu kemudian semakin berpusat pada kemampuan Yesus
memperlihatkan apa itu inti ajaran Taurat dan para nabi, dari hukum-hukum
dan kisah-kisah yang mengajarkan hidup sebagai orang percaya. Saya lontarkan
pertanyaan kepada ketiga rekan ini bagaimana penjelasannya kok Yesus bisa
melihat sedalam itu dan menyampaikan pemahamannya kepada orang banyak. Jawab
mereka satu dan sama: Yesus memenuhi kedua perintah utama tadi. Boleh
dikatakan, seluruh hidupnya diserahkan untuk mengasihi Yang Mahakuasa dengan
kesadaran penuh dan dengan keyakinan dan tekad yang matang. Dan semuanya ini
terungkap dalam kesediaannya ikut merasakan yang dialami orang lain. Ia
percaya orang lain itu juga seperti dia sendiri: dikasihi Allah dan oleh
karenanya dapat mengasihiNya. Inilah dasar dan inti hidup beragama.
Pembicaraan dengan ketiga rekan tadi semakin memperjelas betapa inti hidup
beragama itu sebetulnya menomorsatukan Allah dan sesama, bukan aturan-aturan
agama belaka yang malah bisa menjauhkan orang dari sesama dan dari Allah
sendiri.
Salam hangat,
A. Gianto
Rekan-rekan yang baik!
Minggu Biasa XXX tahun A ini dirayakan dengan bacaan Injil dari Mat
22:34-40. Di situ Yesus menjawab pertanyaan seorang ahli Taurat yang hendak
menjajaki pengetahuan keagamaannya. Ditanyakan kepadanya, manakah perintah
yang paling utama dalam Taurat. Jawabnya, perintah yang terutama dan yang
pertama ialah (Ul 6:5) "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu." Dan perintah yang
kedua ialah (Im 19:18) "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Ditambahkannya, pada kedua perintah itu bergantung seluruh hukum Taurat dan
kitab para nabi. (Kitab para nabi menurut orang Yahudi meliputi kitab-kitab
sejarah dari Hak sampai Raj dan nabi-nabi Yes, Yer, Yeh dan ke-12 nabi lain;
Dan tidak termasuk di sini).
TENTANG TAURAT
Pertanyaan kepada Yesus berbunyi "Guru, perintah manakah yang terutama dalam
hukum Taurat?" membuat orang berpikir, dari sekian banyak perintah, manakah
yang paling pokok. Namun, dalam rumusan aslinya, pertanyaan tadi sebenarnya
berbunyi: "Guru, perintah macam apa bisa disebut besar di dalam Taurat?"
Jadi yang dipertanyakan bukanlah yang mana, melainkan macamnya, jenisnya,
kategorinya... Pertanyaan ini mengarah pada ciri-ciri yang membuat perintah
tertentu dapat dikatakan perintah besar. Memang diandaikan perintah-perintah
dalam Taurat tidak sama bobotnya. Ahli Taurat itu mau tahu apa Yesus
memiliki kemampuan menimbang-nimbang Taurat dan bukan hanya asal kutip sana
sini.
Memang dalam kesadaran orang Yahudi yang terpelajar, ada macam-macam bobot.
Dan tidak bisa dipukul rata. Yeus sendiri di lain kesempatan juga
menunjukkan kepekaan ini. Misalnya hukum Sabat (Mat 12:1-14). Di situ
kewajiban menguduskan Sabat dibawahkan kepada kewajiban berkurban dan
melaksanakan belas kasihan. Mana prinsip memahami perintah yang satu lebih
pokok dari yang lain? Soal ini dijawab Yesus dengan mengutarakan dua
perintah yang disebutkannya sebagai tempat bergantung semua hukum Taurat dan
kitab para nabi.
Perintah mengasihi Tuhan Allah dengan sepenuh-penuhnya yang dikutipnya dari
Ul 6:5 itu termasuk ayat-ayat suci yang wajib didoakan dua kali sehari (pagi
dan petang) oleh orang Yahudi yang saleh. Perintah Im 19:8 mengenai
mengasihi sesama itu disertakannya sebagai perintah utama yang kedua.
ISI PERINTAH UTAMA DAN MAKNANYA
Semalam saya mengajak tiga sekawan Matt, Luc, dan Mark ngobrol ke sana ke
mari tentang perbincangan Yesus dengan pemuka-pemuka Yahudi seperti
disampaikan Matt. Berikut ini beberapa potong pembicaraan kami di sela-sela
seruputan wedang ndongo dan kue-kue Mon Ami yang dibekalkan pemiliknya
ketika mau pulang ke Roma.
GUS: Kalian ini menyampaikan peristiwa yang sama tapi menaruh dalam konteks
yang berbeda-beda. Bikin bingung pembaca. Matt, lu bilang kayak di atas
tadi. Tapi, ekseget tahu kau memakai bahan dari Mark kan?
MATT [mulai tak tenang, rada segan dengan kaum penafsir]: Versi Ul 6:5 yang
dikutip Mark itu memuat empat unsur "segenap hati, jiwa, akal budi dan
kekuatanmu". Sebenarnya "segenap akalbudi" yang dipakai Mark itu kan untuk
menjelaskan arti "segenap hati". Bagi orang Yahudi seperti kami, hati itu
tempat bernalar, bukan tempat perasaan. "Segenap kekuatan" yang ada dalam
teks Perjanjian Lama tidak dikutip kembali oleh Mark dan juga tak
kutampilkan kembali karena sudah jelas bagi kami. [MARK manggut-manggut]
Tapi Luc, ah dia tulis sesuai teks Perjanjian Lama "dengan segenap hati,
jiwa, kekuatan", tetapi ia juga masukkan tambahan Mark yang menyebut "dan
segenap dan akal budi."
LUC: Kalau pakai sumber Perjanjian Lama mestinya cermat, gitu kan?
MATT: Kau tentang Perjanjian Lama tahumu apa sih! Dalam versimu [Luk
10:25-28] kedua perintah itu kautaruh dalam mulut ahli Taurat yang menanyai
Yesus, bukan dalam kata-kata Yesus seperti kami laporkan. Lu aje yang
cermatan dikit dulu dong!
MARK [buru-buru menyela sebelum Luc sempat menukas Matt]: Sudah, sudah, yang
itu asalnya juga dari tulisanku. Memang Yesus mengutip kedua perintah tadi
[Mrk 12:29-31]. Tapi seperti kuceritakan, ahli Taurat tadi kemudian
mengulang yang dikatakan Yesus [Mrk 12:32-33]. Ini yang diolah Luc, ya kan?
Jadi kalian berdua benar. Jangan berantem kayak anak kecil, malu ah.
LUC: Peristiwa tanya jawab itu kupakai untuk mengantar kisah orang Samaria
yang baik hati yang menjelaskan bagaimana orang Samaria yang biasanya
dianggap tak masuk hitungan sekalipun toh bisa betul-betul menjadi sesama
bagi orang Yahudi yang kena musibah di perjalanan.
MATT: Bagiku, tanya jawab itu menunjukkan bahwa Yesus tak kalah piawai
dengan ahli Taurat dalam menafsirkan Perjanjian Lama.
GUS [mulai tertarik]: Gimana?
MATT: Begini, seperti ditulis Mark, ada tambahan dari Yesus bahwa tak ada
perintah yang lebih utama dari keduanya tadi. Nah tambahan ini kupertajam
dengan mengungkapkannya kembali demikian: "Pada kedua perintah inilah
bergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi".
GUS: Jadi, Matt, kau bermaksud menonjolkan pandangan Yesus bahwa kedua
perintah memang menjadi dasar dan menjiwai semua hukum Taurat dan kitab para
nabi.
MATT [tersenyum puas, dapat angin]: Benar. Bukan maksud Yesus mengabaikan
hukum-hukum lain. Justru ia mau menunjukkan makna kumpulan hukum itu. Ini
kurang ditekankan Mark, apalagi Luc.
LUC: Tapi Matt , you kan tidak memberi contoh bagaimana mengasihi Tuhan
sepenuh-penuhnya dan mengasihi sesama seperti diri sendiri. Orang sekarang
lebih mudah menangkap bila diberi cerita. Pendekatan naratif. Itulah
sebabnya kutampilkan perumpamaan orang Samaria itu.
MATT: Oke, deh. Cerita orang Samaria yang engkau tampilkan itu menjelaskan
perintah kedua. Tapi perintah pertama?
LUC: Belum ngerti? Seluruh kisah Yesus menuju tujuan perjalanannya di
Yerusalem (Luk 9:51-19:28) itu penjelasan naratif tentang mengasihi Tuhan
dengan sepenuh-penuhnya. Kan nanti pada akhirnya di kayu salib Yesus
menyerahkan nyawanya kepada Bapanya yang dikasihinya sepenuh-penuhnya - itu
caraku menjelaskan.
MARK: Sudahlah, kita tak perlu menjelaskan sendiri tulisan kita, serahkan
saja kepada ekseget.
GUS: Terima kasih, kukira kalian sendiri mau jadi penafsir. Gini, mengenai
"kasihilah sesama seperti dirimu sendiri" ada sesuatu yang masih perlu
diulas. Kan kalian maksudkan, kasihilah sesama yang punya pengalaman sama
seperti dirimu sendiri, begitu kan. Jadi diingatkan bahwa kita ini pada
dasarnya mengalami pahit getirnya kehidupan seperti orang lain. Maka ingat
nanti kalau sudah lebih beruntung, gitu kan, jangan lupa orang yang sedang
ada dalam kesusahan, ya kan? Jadi tafsirnya bukan mengasihi sesama seperti
halnya kita mengasihi diri kita sendiri.
MATT [melirik ke Mark yang tampak setuju]: Benar! Itu juga yang kumaksud
dalam Mat 19:19 dan 22:39. Paul juga gitu, lihat Rom 13:9, Gal 5:14, juga
Opa Jim dalam Yak 2:8.
LUC: Persis. Kalau mau bilang mengasihi sesama seperti mengasihi diri
sendiri, mestinya diulang kata "mengasihi" itu. Aku ingat kalimat seperti
itu dalam tulisan Oom Hans (Yoh 15:12), "Inilah perintahku, yaitu supaya
kamu saling mengasihi seperti aku (=Yesus) mengasihi kamu."
GUS [lega mereka bertiga saling setuju]: Kalau bisa kurumuskan kembali,
mengasihi Tuhan hendaknya dijalankan dengan kesadaran penuh (= segenap
"hati" /"akalbudi") yang keluar dari keyakinan (= segenap "jiwa") dan tekad
utuh (= segenap "kekuatan"). Jadi bukan hanya setengah-setengah, mendua,
atau ikut-ikutan, tapi dengan pengertian. Lalu mengasihi sesama itu kan
karena sesama itu seperti kita-kita ini juga dalam suka duka kehidupan ini.
Kalian tak keberatan dengan parafrase ini kan?
BERKEAGAMAAN?
Pembicaraan malam itu kemudian semakin berpusat pada kemampuan Yesus
memperlihatkan apa itu inti ajaran Taurat dan para nabi, dari hukum-hukum
dan kisah-kisah yang mengajarkan hidup sebagai orang percaya. Saya lontarkan
pertanyaan kepada ketiga rekan ini bagaimana penjelasannya kok Yesus bisa
melihat sedalam itu dan menyampaikan pemahamannya kepada orang banyak. Jawab
mereka satu dan sama: Yesus memenuhi kedua perintah utama tadi. Boleh
dikatakan, seluruh hidupnya diserahkan untuk mengasihi Yang Mahakuasa dengan
kesadaran penuh dan dengan keyakinan dan tekad yang matang. Dan semuanya ini
terungkap dalam kesediaannya ikut merasakan yang dialami orang lain. Ia
percaya orang lain itu juga seperti dia sendiri: dikasihi Allah dan oleh
karenanya dapat mengasihiNya. Inilah dasar dan inti hidup beragama.
Pembicaraan dengan ketiga rekan tadi semakin memperjelas betapa inti hidup
beragama itu sebetulnya menomorsatukan Allah dan sesama, bukan aturan-aturan
agama belaka yang malah bisa menjauhkan orang dari sesama dan dari Allah
sendiri.
Salam hangat,
A. Gianto
No comments:
Post a Comment