Minggu Biasa XXXI- A 30 Okt 11 (Mat 23:1-12)
BOROK KEHIDUPAN AGAMA?
Rekan-rekan yang budiman,
Suatu ketika kepada orang banyak dan para muridnya Yesus menuturkan sikap
tercela para ahli Taurat dan kaum Farisi (Mat 23:1-12, Injil Minggu Biasa
XXXI tahun A tgl. 30 Oktober 2011). Sekalipun mereka ini memiliki hak untuk
mengajarkan Taurat, janganlah kelakuan mereka diikuti. Mereka membebani
orang dengan ajaran-ajaran tanpa bersedia menjalaninya sendiri. Mereka suka
dipandang sebagai orang saleh, ingin diberi tempat kehormatan di tempat
ibadat, mengharapkan sanjungan di hadapan umum.... Tingkah mereka ini boleh
dikata sudah menjadi karikatur oberagama.
BOROK KEHIDUPAN?
Teks hari ini gampang dipakai untuk melancarkan kritik terhadap para
pemimpin masyarakat khususnya di kalangan para tokoh agama. Tetapi apakah
Injil pertama-tama bertujuan membuka borok-borok kehidupan agama seperti
itu? Seandainya hanya itu, akan lebih menarik bila didatangkan seorang
karyawan pastoran atau biara untuk curhat tiga menit di mimbar sebagai
selingan dalam khotbah. Dia bakal jadi narasumber otentik. Atau bila keadaan
mengizinkan, tayangkan sekaligus video (dengan muka para pembicara
dikelabukan demi anonimitas) mengenai keluhan-keluhan seorang istri atau
seorang suami atau anak terhadap tuntutan yang terasa terlalu besar untuk
menjalankan hidup berumah tangga ideal menurut ajaran Gereja. Peragaan
seperti itu akan lebih seru. Tapi itukah warta Injil hari ini? Rasa-rasanya
bukan. Pewarta sabda tidak diminta menitip-nitipkan kritik ke dalam Injil,
memuatinya dengan nasihat dan seruan moralistis, atau memakainya sebagai
pijakan bercurhat.
DI BAIT ALLAH PADA HARI-HARI TERAKHIR
Ketika Yesus tiba di kota Yerusalem, orang banyak menyambutnya dengan
meriah. Seluruh kota jadi gempar (Mat 21:10). Pada hari itu juga ia datang
di Bait Allah dan menyadarkan orang bahwa rumah doa itu kini telah jadi
sarang "penyamun" (21:12-13). Di situ juga ia menyembuhkan orang-orang buta
dan orang-orang timpang. Imam-imam kepala dan ahli Taurat tidak senang
melihat kepopuleran Yesus di wilayah mereka. Tetapi malam hari itu juga
Yesus ke luar kota dan bermalam di Betania yang terletak di sebelah timur
Yerusalem (21:18). Keesokan harinya ia kembali ke Bait Allah (21:23). Di
situ terjadi serangkai pembicaraan dengan para pemimpin Yahudi yang
mempertanyakan asal kuasa Yesus. Dalam kesempatan inilah ia mengajar dengan
perumpamaan mengenai para penggarap kebun anggur yang mau merebut hasil dan
tanah majikan (21:33-45), perumpamaan para undangan ke perjamuan nikah dan
pakaian pesta (22:1-14). Juga waktu itulah dipaparkan pemecahan masalah
membayar pajak kepada Kaisar (22:15-22), jawaban bagi penolakan orang Saduki
terhadap kebangkitan (22:23-33), dan pengajaran mengenai hukum yang terutama
(22:34-40) dan penjelasan mengenai hubungan antara Yesus dan Daud
(22:41-46). Peristiwa yang disampaikan Injil hari ini terjadi di Bait Allah
juga. Pengajaran ini disusul dengan tujuh kecaman keras terhadap sikap para
ahli Taurat dan orang Farisi termasuk para pemimpin (23:13-36) dan keluhan
terhadap kota Yerusalem (23:34-35). Setelah itu Yesus keluar dari Bait Allah
dan Injil Matius mulai menceritakan pengajaran Yesus mengenai akhir zaman
(24:1-25:46). Ini semua terjadi dua hari ia ditangkap untuk disalibkan dua
hari menjelang Paskah orang Yahudi (26:2).
Konteks di atas memberi arti yang lebih penuh pada pengajaran Yesus. Matius
menampilkan Yesus sebagai orang yang berkuasa mengajarkan mengenai Allah -
di rumah-Nya sendiri. Bukan lagi para ahli Taurat dan orang Farisi yang kini
berkuasa. Wibawa mereka sudah pudar karena mereka sendiri tidak menjalankan
yang mereka ajarkan. Dan ini dirasakan orang banyak. Namun kuasa yang kini
dimiliki Yesus membawa risiko. Para tokoh yang tak senang akan kepopuleran
Yesus ini membuat rencana untuk menjatuhkannya (26:1-5). Yesus juga sadar
bahwa risiko ini muncul dari keteguhannya dalam mengasihi Allah dengan
seutuh-utuhnya dan mengasihi sesama yang sama-sama manusia seperti dia... Ia
menghayati yang diajarkannya. Di situlah integritasnya. Ini dilihat orang
banyak pula.
DUDUK DI KURSI MUSA?
Dikatakan dalam terjemahan yang lazim dipakai di Indonesia bahwa ahli Taurat
dan orang Farisi "telah menduduki kursi Musa". Sayang kata "menduduki" dapat
memberi kesan "menghuni dengan tanpa hak, merebut" yang tidak dimaksud di
sini. Lebih cocok bila dipakai "duduk di kursi Musa". Dalam tradisi Yahudi
ketika itu memang para ahli Taurat dan kaum Farisi diakui memiliki wewenang
mengajarkan dan menafsirkan Taurat dengan wibawa seperti yang dimiliki Musa
sendiri. Pengaruh mereka mulai besar pada abad ke-5 seb. Masehi, yakni
setelah orang Yahudi kembali dari pengasingan di Babilonia. Pada zaman itu
dibutuhkan pegangan untuk membangun kembali kehidupan bangsa dan agama.
Dapat dimengerti bila sisi "hukum" ajaran agama lebih ditonjolkan. Tiap kali
masyarakat Yahudi terdesak oleh kuasa politik dari luar, maka ciri-ciri
legalistis kepercayaan mereka makin menjadi menonjol. Keadaan seperti ini
sering dijumpai di pelbagai masyarakat, juga pada zaman kita sekarang. Tentu
saja ada ekses. Dan inilah yang dibicarakan dalam petikan hari ini.
Pengajaran dan kesaksian hidup pribadi sering tidak sejalan. Boleh dikatakan
ketimpangan itu berpusat pada diabaikannya hidup beragama yang semestinya
bergantung pada dua perintah yang terbesar yang dibicarakan dalam bagian
sebelumnya (Mat 22:34-40; bacaan Injil Minggu Biasa XXX/A).
PEMBACA INJIL MATIUS: DULU DAN SEKARANG
Injil Matius tumbuh di kalangan orang-orang Yahudi yang telah menjadi
pengikut para rasul. Orang-orang itu memiliki latar pendidikan Taurat yang
kuat dan memang berusaha hidup menurut Taurat dengan baik. Tentu ada dari
mereka yang akhirnya keterlaluan dan bersikap legalistis...juga setelah
bergabung dengan para pengikut Yesus. Mereka inilah yang dibicarakan dalam
Injil hari ini. Meski penggambarannya dilatarbelakangi kecaman Yesus
terhadap para ahli Taurat dan kaum Farisi, masalahnya lebih menyangkut
kehidupan di dalam komunitas muda yang memang tumbuh dari kalangan Yahudi.
(Tidak semua pemimpin dan ahli Taurat atau kaum Farisi tercela. Ada
orang-orang seperti Yusuf Arimatea dan Nikodemus, ada juga Saulus, orang
Farisi yang fanatik tetapi yang kemudian menjadi rasul Paulus.) Pembaca dari
zaman dulu melihat kembali secara kritis ke masa lampau mereka sendiri dan
dengan halus menyampaikan kepada rekan-rekan mereka agar tidak menempuh cara
lama itu. Mereka mau menyadari sisi mana dari cara hidup mereka tidak bisa
lagi memberi inspirasi dan tidak bisa menjawab tantangan zaman. Mereka mau
menimba kebijaksanaan dari ingatan para guru mereka yang masih mengenal
Yesus ketika mengajar di Yerusalem dan berdiskusi dengan tokoh-tokoh di
sana. Inilah yang ditampilkan Matius.
Tentunya pembaca dari zaman kita sekarang tidak hanya berminat pada konteks
yang dulu-dulu saja. Orang zaman ini ingin membaca Injil sebagai inspirasi
hidup. Bila tidak tergesa-gesa, sebenarnya kuncinya juga terdapat di dalam
Injil Matius sendiri. Secara sederhana begini. Seluruh pengajaran Yesus
menjelang akhir hidupnya dalam Mat 23 ditampilkan oleh Matius sebagai gema
pengajarannya ketika ia mulai tampil di muka umum, yakni ketika ia mengajar
"orang banyak dan murid-muridnya" di sebuah bukit (Mat 5:1 dan 5:17-7:29).
Baik diperiksa bagaimana bagian yang memuat tujuh kecaman terhadap pemimpin,
ahli Taurat dan orang Farisi (Mat 22:13-36, kelanjutan bacaan hari ini)
berpadanan dengan Sabda Bahagia (Mat 5:3-12). Mereka yang dicela itu
dikatakan telah menutup pintu-pintu Kerajaan Surga (22:13), bdk. orang
miskin dan orang yang dianiaya yang dalam Sabda Bahagia dikatakan bakal
memiliki Kerajaan Surga (5:3 dan 10); mereka disebutkan calon penghuni
neraka (22:15), bdk. pembawa damai yang akan disebut anak-anak Allah (5:9);
mereka disebut buta (22:16-22), bdk. orang yang bersih hatinya yang akan
melihat Allah (5:8); mereka mengabaikan belas kasihan (22:23-24), bdk. orang
yang berbelaskasihan yang akan mendapat belas kasihan (5:7); mereka rakus
tak pernah kenyang (22:25-26), bdk. orang lapar dan haus yang akan dipuaskan
(5:6); batin mereka membusuk seperti mayat yang dikubur (22:27-28), bdk.
orang berduka cita yang akan dihibur (5:4); kelakuan jahat mereka akan
menjadi hukuman mereka sendiri (22:29-35), bdk. orang lemah lembut yang akan
imemilik bumi.
Diberikan gambaran keadaan bila pengajaran di bukit dan Sabda Bahagia tidak
dihayati. Mereka yang merasa mau menegakkan hukum agama akan menindas
kehidupan agama dari dalam! Ini kendala beragama yang tidak berusaha
mengembangkan inti sikap beragama sendiri. Malah bisa memburuk dan memborok.
Pada titik ini Injil Matius hendak membawa pembaca kembali ke inti kehidupan
orang yang percaya, yakni ke inti pewartaan Yesus sendiri: mengajak orang
menyongsong masa depan di dalam Kerajaan Surga sehingga menemukan kembali
manusia yang utuh. Dan sekali lagi, di situ kemerdekaan manusia serta
kebijaksanaan menghayatinya menjadi pusat perhatian.
Salam hangat,
A. Gianto
BOROK KEHIDUPAN AGAMA?
Rekan-rekan yang budiman,
Suatu ketika kepada orang banyak dan para muridnya Yesus menuturkan sikap
tercela para ahli Taurat dan kaum Farisi (Mat 23:1-12, Injil Minggu Biasa
XXXI tahun A tgl. 30 Oktober 2011). Sekalipun mereka ini memiliki hak untuk
mengajarkan Taurat, janganlah kelakuan mereka diikuti. Mereka membebani
orang dengan ajaran-ajaran tanpa bersedia menjalaninya sendiri. Mereka suka
dipandang sebagai orang saleh, ingin diberi tempat kehormatan di tempat
ibadat, mengharapkan sanjungan di hadapan umum.... Tingkah mereka ini boleh
dikata sudah menjadi karikatur oberagama.
BOROK KEHIDUPAN?
Teks hari ini gampang dipakai untuk melancarkan kritik terhadap para
pemimpin masyarakat khususnya di kalangan para tokoh agama. Tetapi apakah
Injil pertama-tama bertujuan membuka borok-borok kehidupan agama seperti
itu? Seandainya hanya itu, akan lebih menarik bila didatangkan seorang
karyawan pastoran atau biara untuk curhat tiga menit di mimbar sebagai
selingan dalam khotbah. Dia bakal jadi narasumber otentik. Atau bila keadaan
mengizinkan, tayangkan sekaligus video (dengan muka para pembicara
dikelabukan demi anonimitas) mengenai keluhan-keluhan seorang istri atau
seorang suami atau anak terhadap tuntutan yang terasa terlalu besar untuk
menjalankan hidup berumah tangga ideal menurut ajaran Gereja. Peragaan
seperti itu akan lebih seru. Tapi itukah warta Injil hari ini? Rasa-rasanya
bukan. Pewarta sabda tidak diminta menitip-nitipkan kritik ke dalam Injil,
memuatinya dengan nasihat dan seruan moralistis, atau memakainya sebagai
pijakan bercurhat.
DI BAIT ALLAH PADA HARI-HARI TERAKHIR
Ketika Yesus tiba di kota Yerusalem, orang banyak menyambutnya dengan
meriah. Seluruh kota jadi gempar (Mat 21:10). Pada hari itu juga ia datang
di Bait Allah dan menyadarkan orang bahwa rumah doa itu kini telah jadi
sarang "penyamun" (21:12-13). Di situ juga ia menyembuhkan orang-orang buta
dan orang-orang timpang. Imam-imam kepala dan ahli Taurat tidak senang
melihat kepopuleran Yesus di wilayah mereka. Tetapi malam hari itu juga
Yesus ke luar kota dan bermalam di Betania yang terletak di sebelah timur
Yerusalem (21:18). Keesokan harinya ia kembali ke Bait Allah (21:23). Di
situ terjadi serangkai pembicaraan dengan para pemimpin Yahudi yang
mempertanyakan asal kuasa Yesus. Dalam kesempatan inilah ia mengajar dengan
perumpamaan mengenai para penggarap kebun anggur yang mau merebut hasil dan
tanah majikan (21:33-45), perumpamaan para undangan ke perjamuan nikah dan
pakaian pesta (22:1-14). Juga waktu itulah dipaparkan pemecahan masalah
membayar pajak kepada Kaisar (22:15-22), jawaban bagi penolakan orang Saduki
terhadap kebangkitan (22:23-33), dan pengajaran mengenai hukum yang terutama
(22:34-40) dan penjelasan mengenai hubungan antara Yesus dan Daud
(22:41-46). Peristiwa yang disampaikan Injil hari ini terjadi di Bait Allah
juga. Pengajaran ini disusul dengan tujuh kecaman keras terhadap sikap para
ahli Taurat dan orang Farisi termasuk para pemimpin (23:13-36) dan keluhan
terhadap kota Yerusalem (23:34-35). Setelah itu Yesus keluar dari Bait Allah
dan Injil Matius mulai menceritakan pengajaran Yesus mengenai akhir zaman
(24:1-25:46). Ini semua terjadi dua hari ia ditangkap untuk disalibkan dua
hari menjelang Paskah orang Yahudi (26:2).
Konteks di atas memberi arti yang lebih penuh pada pengajaran Yesus. Matius
menampilkan Yesus sebagai orang yang berkuasa mengajarkan mengenai Allah -
di rumah-Nya sendiri. Bukan lagi para ahli Taurat dan orang Farisi yang kini
berkuasa. Wibawa mereka sudah pudar karena mereka sendiri tidak menjalankan
yang mereka ajarkan. Dan ini dirasakan orang banyak. Namun kuasa yang kini
dimiliki Yesus membawa risiko. Para tokoh yang tak senang akan kepopuleran
Yesus ini membuat rencana untuk menjatuhkannya (26:1-5). Yesus juga sadar
bahwa risiko ini muncul dari keteguhannya dalam mengasihi Allah dengan
seutuh-utuhnya dan mengasihi sesama yang sama-sama manusia seperti dia... Ia
menghayati yang diajarkannya. Di situlah integritasnya. Ini dilihat orang
banyak pula.
DUDUK DI KURSI MUSA?
Dikatakan dalam terjemahan yang lazim dipakai di Indonesia bahwa ahli Taurat
dan orang Farisi "telah menduduki kursi Musa". Sayang kata "menduduki" dapat
memberi kesan "menghuni dengan tanpa hak, merebut" yang tidak dimaksud di
sini. Lebih cocok bila dipakai "duduk di kursi Musa". Dalam tradisi Yahudi
ketika itu memang para ahli Taurat dan kaum Farisi diakui memiliki wewenang
mengajarkan dan menafsirkan Taurat dengan wibawa seperti yang dimiliki Musa
sendiri. Pengaruh mereka mulai besar pada abad ke-5 seb. Masehi, yakni
setelah orang Yahudi kembali dari pengasingan di Babilonia. Pada zaman itu
dibutuhkan pegangan untuk membangun kembali kehidupan bangsa dan agama.
Dapat dimengerti bila sisi "hukum" ajaran agama lebih ditonjolkan. Tiap kali
masyarakat Yahudi terdesak oleh kuasa politik dari luar, maka ciri-ciri
legalistis kepercayaan mereka makin menjadi menonjol. Keadaan seperti ini
sering dijumpai di pelbagai masyarakat, juga pada zaman kita sekarang. Tentu
saja ada ekses. Dan inilah yang dibicarakan dalam petikan hari ini.
Pengajaran dan kesaksian hidup pribadi sering tidak sejalan. Boleh dikatakan
ketimpangan itu berpusat pada diabaikannya hidup beragama yang semestinya
bergantung pada dua perintah yang terbesar yang dibicarakan dalam bagian
sebelumnya (Mat 22:34-40; bacaan Injil Minggu Biasa XXX/A).
PEMBACA INJIL MATIUS: DULU DAN SEKARANG
Injil Matius tumbuh di kalangan orang-orang Yahudi yang telah menjadi
pengikut para rasul. Orang-orang itu memiliki latar pendidikan Taurat yang
kuat dan memang berusaha hidup menurut Taurat dengan baik. Tentu ada dari
mereka yang akhirnya keterlaluan dan bersikap legalistis...juga setelah
bergabung dengan para pengikut Yesus. Mereka inilah yang dibicarakan dalam
Injil hari ini. Meski penggambarannya dilatarbelakangi kecaman Yesus
terhadap para ahli Taurat dan kaum Farisi, masalahnya lebih menyangkut
kehidupan di dalam komunitas muda yang memang tumbuh dari kalangan Yahudi.
(Tidak semua pemimpin dan ahli Taurat atau kaum Farisi tercela. Ada
orang-orang seperti Yusuf Arimatea dan Nikodemus, ada juga Saulus, orang
Farisi yang fanatik tetapi yang kemudian menjadi rasul Paulus.) Pembaca dari
zaman dulu melihat kembali secara kritis ke masa lampau mereka sendiri dan
dengan halus menyampaikan kepada rekan-rekan mereka agar tidak menempuh cara
lama itu. Mereka mau menyadari sisi mana dari cara hidup mereka tidak bisa
lagi memberi inspirasi dan tidak bisa menjawab tantangan zaman. Mereka mau
menimba kebijaksanaan dari ingatan para guru mereka yang masih mengenal
Yesus ketika mengajar di Yerusalem dan berdiskusi dengan tokoh-tokoh di
sana. Inilah yang ditampilkan Matius.
Tentunya pembaca dari zaman kita sekarang tidak hanya berminat pada konteks
yang dulu-dulu saja. Orang zaman ini ingin membaca Injil sebagai inspirasi
hidup. Bila tidak tergesa-gesa, sebenarnya kuncinya juga terdapat di dalam
Injil Matius sendiri. Secara sederhana begini. Seluruh pengajaran Yesus
menjelang akhir hidupnya dalam Mat 23 ditampilkan oleh Matius sebagai gema
pengajarannya ketika ia mulai tampil di muka umum, yakni ketika ia mengajar
"orang banyak dan murid-muridnya" di sebuah bukit (Mat 5:1 dan 5:17-7:29).
Baik diperiksa bagaimana bagian yang memuat tujuh kecaman terhadap pemimpin,
ahli Taurat dan orang Farisi (Mat 22:13-36, kelanjutan bacaan hari ini)
berpadanan dengan Sabda Bahagia (Mat 5:3-12). Mereka yang dicela itu
dikatakan telah menutup pintu-pintu Kerajaan Surga (22:13), bdk. orang
miskin dan orang yang dianiaya yang dalam Sabda Bahagia dikatakan bakal
memiliki Kerajaan Surga (5:3 dan 10); mereka disebutkan calon penghuni
neraka (22:15), bdk. pembawa damai yang akan disebut anak-anak Allah (5:9);
mereka disebut buta (22:16-22), bdk. orang yang bersih hatinya yang akan
melihat Allah (5:8); mereka mengabaikan belas kasihan (22:23-24), bdk. orang
yang berbelaskasihan yang akan mendapat belas kasihan (5:7); mereka rakus
tak pernah kenyang (22:25-26), bdk. orang lapar dan haus yang akan dipuaskan
(5:6); batin mereka membusuk seperti mayat yang dikubur (22:27-28), bdk.
orang berduka cita yang akan dihibur (5:4); kelakuan jahat mereka akan
menjadi hukuman mereka sendiri (22:29-35), bdk. orang lemah lembut yang akan
imemilik bumi.
Diberikan gambaran keadaan bila pengajaran di bukit dan Sabda Bahagia tidak
dihayati. Mereka yang merasa mau menegakkan hukum agama akan menindas
kehidupan agama dari dalam! Ini kendala beragama yang tidak berusaha
mengembangkan inti sikap beragama sendiri. Malah bisa memburuk dan memborok.
Pada titik ini Injil Matius hendak membawa pembaca kembali ke inti kehidupan
orang yang percaya, yakni ke inti pewartaan Yesus sendiri: mengajak orang
menyongsong masa depan di dalam Kerajaan Surga sehingga menemukan kembali
manusia yang utuh. Dan sekali lagi, di situ kemerdekaan manusia serta
kebijaksanaan menghayatinya menjadi pusat perhatian.
Salam hangat,
A. Gianto
No comments:
Post a Comment