Injil Minggu Biasa XXV-B 23 Sep 2012 (Mrk 9:30-37)
Rekan-rekan!
Injil bagi hari Minggu Biasa XXV tahun B kali ini (Mrk 9:30-37) memuat
pernyataan Yesus yang kedua kalinya kepada murid-muridnya mengenai
kesengsaraan, salib, serta kebangkitannya. Sesudah itu, ia juga memberi
pengajaran agar dalam mengikutinya para murid tidak berpamrih bakal mendapat
kedudukan. Sebelum mendalami pengajaran ini, marilah ditengok sejenak maksud
serta makna pemberitahuan mengenai sengsara tadi bagi komunitas para murid
waktu itu.
PERNYATAAN MENGENAI KESENGSARAAN
Walaupun diakui sebagai Mesias oleh orang-orang yang paling dekat dengannya,
Yesus lebih memahami dirinya sebagai Anak Manusia. Ia bahkan menegaskan
bahwa dirinya akan ditolak, disalibkan, tetapi akan dibangkitkan. (Lihat
ulasan Injil Minggu lalu, Mrk 8:27-35). Pernyataan ini muncul sampai tiga
kali dalam Injil Markus, Matius dan Lukas. Yang pertama, Mrk 8:31-33//Mat
16:13-23//Luk 9:22, yang kedua Mrk 9:30-32//Mat 17:22//Luk 9:43b-45 dan yang
ketiga, Mrk 10:32-34//Mat 20:17-19//Luk 18:31-34. Pernyataan pertama diikuti
pengajaran khusus bagi siapa saja yang mau mengikutinya, yakni agar mereka
sedia "menyerahkan nyawa", maksudnya berdedikasi penuh Mrk 8:34-39//Mat
16:24-28//Luk 9:23-27. Pernyataan yang kedua dilanjutkan dengan pengajaran
untuk tidak mencari kedudukan tinggi, melainkan bersikap seperti anak kecil
Mrk 9:34-37//Mat 18:1-5//Luk 9:46-48. Pernyataan ketiga ditegaskan dengan
pengajaran mengenai kesediaan melayani satu sama lain Mrk 10:35-45 Mat
20:20-28 (Lukas tidak menyertakan padanannya). Dari ikhtisar ini kelihatan
bahwa arah ke salib dan kebangkitan itu memang sulit dipahami, bahkan oleh
murid-murid terdekat yang sudah lama mengikutinya sekalipun. Jalan untuk
memahami kenyataan salib dan kebangkitan itu ialah kesediaan untuk menerima
tanpa mementingkan diri ataupun mencari kedudukan yang tinggi. Inilah yang
diberikan dalam pengajaran yang mengikuti setiap pernyataan tadi.
Semakin dekat ke Yerusalem, Yesus semakin berusaha agar para murid
terdekatnya memahami arah ke salib dan kebangkitan tadi dengan ikhlas.
Murid-murid sulit memahami mengapa ia perlu mengalami penderitaan hingga
kematian di salib. Mengapa Yang Maha Kuasa tidak menyertainya dengan bala
tentara surga dan dunia untuk membangun kejayaan umat di hadapan para
penentang-penentangnya. Pertanyaan seperti ini ada dalam lubuk hati mereka.
Juga dalam hati kecil kita. Mengapa perlu sampai sejauh itu. Mengapa dia,
dan juga kita, seolah-olah dibiarkan sendirian di hadapan kekuatan-kekuatan
yang kini semakin mengancam kita.
SALIB DAN KEKUATAN YANG JAHAT
Kekuatan jahat perlu ditekuni dengan salib, seperti yang dilakukan Yesus.
Baru dengan demikian daya gelap akan dapat dikuasai dan diubah menjadi
kekuatan terang. Namun demikian, perlu disadari bahwa salib tidak identik
dengan apa saja yang dirasa sebagai penderitaan. Ada banyak kesusahan yang
bukan salib dan mestinya bisa dihindari dan diatasi dengan kebijaksanaan
hidup dan ikhtiar. Pelbagai ketimpangan ekonomi dan ketakadilan di
masyarakat bukan salib, melainkan musibah sosial yang mesti ditangani dengan
serius. Menyebutnya sebagai salib tidak membawa manfaat apapun kecuali
menutup mata pada kenyataan. Dan mengurangi makna salib yang sesungguhnya.
Yang perlu diterima sebagai salib ialah yang dihadapi oleh Yesus sendiri,
yakni penolakan manusia terhadap kebaikan ilahi. Inilah realitas yang jahat
yang hanya dapat dihadapi dengan salib.
Penderitaan serta kematian Yesus itu akan berakhir dengan kebangkitan. Unsur
yang paling membedakan salib dengan penderitaan biasa ialah ada tidaknya
kaitan dengan kebangkitan. Bahkan salib dan kebangkitan ialah satu realitas
dengan dua muka yang tak dapat saling dipisahkan. Bila tidak ada
kebangkitan, maka tak dapat dikatakan penderitaannya mengalahkan yang jahat.
Juga tidak dapat ditegaskan bahwa ada kebangkitan tanpa salib. Seperti dalam
peristiwa pemberitahuan pertama, para murid juga kurang menangkap maksud
pemberitahuan kedua.
SIAPAKAH YANG TERBESAR?
Adegan beralih dari sebuah tempat di Galilea yang namanya tidak disebut ke
sebuah rumah di Kapernaum, juga di wilayah Galilea. Di rumah inilah Yesus
menanyai para murid tentang apa yang mereka bicarakan di perjalanan. Mereka
diam tak berani menjawab, karena mereka tadi bertengkar mengenai siapa di
antara mereka yang terbesar. Mereka cukup tahu, tidak sepatutnyalah mereka
berpikir demikian. Tetapi Yesus tidak memarahi, melainkan mengajak mereka
untuk mengenal diri dengan lebih baik. Mereka kini bukan lagi orang luar dan
pengikut baru. Mereka telah berjalan bersama dia dari tempat ke tempat,
sudah melihat yang diperbuatnya bagi orang banyak dan ikut serta melayani
mereka. Murid-murid ini ialah Yang Duabelas, kalangan paling dekat dengannya
sendiri. Mereka inti umat yang baru yang akan memperkenalkan Yang Ilahi
kepada segala bangsa. Inilah orang-orang yang memang mempunyai niat
mengikuti Yesus. Kok malah kini memperebutkan kedudukan siapa yang lebih
penting. Memang mereka masih butuh belajar membuat diri searah dengan dia
yang mereka ikuti.
Yesus pun memberi mereka pengajaran khusus mengenai apa itu menjadi yang
pertama. Ia tahu tiap orang mempunyai hasrat menjadi orang penting. Orang
yang tidak memiliki dorongan ke arah itu juga sulit menemukan makna hidup.
Tetapi yang membuat penting ada bermacam-macam. Dan tidak selalu benar dan
cocok dengan pilihan hidup yang sudah mulai ditempuh. Inilah keadaan para
murid waktu itu. Kini sang Guru membantu mereka untuk semakin menemukan
diri.
Diajarkan bahwa yang ingin menjadi yang pertama, hendaklah menjadi yang
berdiri paling belakang dan melayani semuanya. Jelas hendak ditunjukkannya
bahwa mementingkan orang lain bakal membuat pengikut Yesus menjadi besar.
Dia sendiri menjalankannya. Seluruh hidupnya ditujukan untuk mengusahakan
kebahagiaan orang lain, memperoleh keselamatan bagi umat manusia.
Perjalanannya ke salib dan kebangkitan itu sebuah ziarah yang bakal
menyelamatkan umat manusia dari kungkungan kuasa yang jahat yang tak dapat
dipecahkan kecuali dengan pengorbanan dan keikhlasan untuk itu.
Para murid diajar untuk menerima anak kecil, artinya menerimanya sebagai
yang penting meski ia tak dapat menonjolkan diri pernah berbuat banyak dan
berjasa, dst. Ia diterima bukan karena yang diperbuatnya melainkan karena
berharga tanpa jasa sendiri. Itulah spiritualitas yang sepantasnya
berkembang dalam diri para murid dalam mengikuti guru mereka.
SEBUAH PERBANDINGAN
Ada manfaatnya bila hal di atas dipahami bersama dengan pengajaran yang
diberikan setelah pemberitahuan kesengsaraan yang pertama dan yang ketiga.
Titik berat dalam pengajaran yang disampaikan setelah pemberitahuan sengsara
yang pertama ialah kesediaan berdedikasi utuh dalam mengikuti Yesus (Mrk
8:34-38). Injil mengungkapkannya dengan "merelakan nyawa". Tetapi yang
ditekankan bukan sisi pengorbanan melulu, melainkan sisi keuntungannya.
Dikatakan, siapa yang kehilangan nyawanya "karena aku dan karena Injil"
malah akan mendapatkan keselamatan bagi dirinya (Mrk 8:35). Jadi tekanan
bukan pada kemartiran atau berani mati demi agama dan iman. Tafsiran ke arah
itu kurang membantu dan malah bisa disebut meleset. Yang dituju ialah
keberanian untuk menanggalkan serta meninggalkan pikiran-pikiran sendiri
mengenai apa itu mengikut Yesus dan membiarkan diri dituntun olehnya dan
dengan demikian dapat mengalami sendiri apa itu berjalan bersama dia. Jadi
"kehilangan nyawa" di situ ialah membuka diri untuk menerima kekayaan batin
yang sejati. Spiritualitas ini memberi arti pada "menyangkal diri dan
memikul salib dan mengikuti dia" yang dikatakan sebelumnya (ay. 34). Bukan
memikul salib apa saja, melainkan ikut ambil bagian dalam meringankan salib
yang dipanggul Yesus. Itulah salib yang bermuara pada kebangkitan.
Nanti sesudah pemberitahuan kesengsaraan yang ketiga kalinya, diceritakan
bagaimana Yakobus dan Yohanes meminta Yesus agar mereka dapat duduk di kanan
dan kirinya dalam kemuliaannya kelak. Yesus menanyai mereka apa mereka
bersedia minum dari cawan yang diminumnya dan dibaptis dengan baptisan yang
diterimanya. Maksudnya, menjadi senasib sepenanggungan. Mereka menyatakan
sanggup. Sekalipun demikian, Yesus menukas, ia tak berhak memberikan
kedudukan yang mereka inginkan itu karena hanya diberikan kepada yang pantas
menerimanya, siapa pun orang itu (Mrk 9:35-40). Kemudian Yesus menambahkan,
siapa ingin menjadi besar hendaknya menjadi orang yang mau melayani, yang
mau menjadi yang pertama hendaknya ada di bawah, sebagai hamba, seperti ia
sendiri (Mrk 9:43-45).
Dari ketiga pengajaran tadi dapat dilihat apa artinya mengikuti Yesus.
Pertama-tama, tentu bukan meniru-niru dia, melainkan membiarkan diri
dibentuk olehnya sendiri. Kedua, alih-alih beragenda mau jadi orang besar,
ada ajakan bersedia datang kepadanya tanpa apa-apa yang dapat diperhitungkan
sebagai jasa yang patut mendapat ganjaran. Akhirnya, mengikuti dia itu
berarti membiarkan diri dituntun oleh Yang Maha Kuasa sendiri ke tempat dan
kedudukan yang sudah disediakan oleh-Nya. Memang kini belum dapat diduga
macamnya namun Bapa yang Maha Baik tentunya akan memberikan yang terbaik
Inilah iman yang ditumbuhkan Yesus dalam diri murid-muridnya.
Salam hangat,
A. Gianto
Rekan-rekan!
Injil bagi hari Minggu Biasa XXV tahun B kali ini (Mrk 9:30-37) memuat
pernyataan Yesus yang kedua kalinya kepada murid-muridnya mengenai
kesengsaraan, salib, serta kebangkitannya. Sesudah itu, ia juga memberi
pengajaran agar dalam mengikutinya para murid tidak berpamrih bakal mendapat
kedudukan. Sebelum mendalami pengajaran ini, marilah ditengok sejenak maksud
serta makna pemberitahuan mengenai sengsara tadi bagi komunitas para murid
waktu itu.
PERNYATAAN MENGENAI KESENGSARAAN
Walaupun diakui sebagai Mesias oleh orang-orang yang paling dekat dengannya,
Yesus lebih memahami dirinya sebagai Anak Manusia. Ia bahkan menegaskan
bahwa dirinya akan ditolak, disalibkan, tetapi akan dibangkitkan. (Lihat
ulasan Injil Minggu lalu, Mrk 8:27-35). Pernyataan ini muncul sampai tiga
kali dalam Injil Markus, Matius dan Lukas. Yang pertama, Mrk 8:31-33//Mat
16:13-23//Luk 9:22, yang kedua Mrk 9:30-32//Mat 17:22//Luk 9:43b-45 dan yang
ketiga, Mrk 10:32-34//Mat 20:17-19//Luk 18:31-34. Pernyataan pertama diikuti
pengajaran khusus bagi siapa saja yang mau mengikutinya, yakni agar mereka
sedia "menyerahkan nyawa", maksudnya berdedikasi penuh Mrk 8:34-39//Mat
16:24-28//Luk 9:23-27. Pernyataan yang kedua dilanjutkan dengan pengajaran
untuk tidak mencari kedudukan tinggi, melainkan bersikap seperti anak kecil
Mrk 9:34-37//Mat 18:1-5//Luk 9:46-48. Pernyataan ketiga ditegaskan dengan
pengajaran mengenai kesediaan melayani satu sama lain Mrk 10:35-45 Mat
20:20-28 (Lukas tidak menyertakan padanannya). Dari ikhtisar ini kelihatan
bahwa arah ke salib dan kebangkitan itu memang sulit dipahami, bahkan oleh
murid-murid terdekat yang sudah lama mengikutinya sekalipun. Jalan untuk
memahami kenyataan salib dan kebangkitan itu ialah kesediaan untuk menerima
tanpa mementingkan diri ataupun mencari kedudukan yang tinggi. Inilah yang
diberikan dalam pengajaran yang mengikuti setiap pernyataan tadi.
Semakin dekat ke Yerusalem, Yesus semakin berusaha agar para murid
terdekatnya memahami arah ke salib dan kebangkitan tadi dengan ikhlas.
Murid-murid sulit memahami mengapa ia perlu mengalami penderitaan hingga
kematian di salib. Mengapa Yang Maha Kuasa tidak menyertainya dengan bala
tentara surga dan dunia untuk membangun kejayaan umat di hadapan para
penentang-penentangnya. Pertanyaan seperti ini ada dalam lubuk hati mereka.
Juga dalam hati kecil kita. Mengapa perlu sampai sejauh itu. Mengapa dia,
dan juga kita, seolah-olah dibiarkan sendirian di hadapan kekuatan-kekuatan
yang kini semakin mengancam kita.
SALIB DAN KEKUATAN YANG JAHAT
Kekuatan jahat perlu ditekuni dengan salib, seperti yang dilakukan Yesus.
Baru dengan demikian daya gelap akan dapat dikuasai dan diubah menjadi
kekuatan terang. Namun demikian, perlu disadari bahwa salib tidak identik
dengan apa saja yang dirasa sebagai penderitaan. Ada banyak kesusahan yang
bukan salib dan mestinya bisa dihindari dan diatasi dengan kebijaksanaan
hidup dan ikhtiar. Pelbagai ketimpangan ekonomi dan ketakadilan di
masyarakat bukan salib, melainkan musibah sosial yang mesti ditangani dengan
serius. Menyebutnya sebagai salib tidak membawa manfaat apapun kecuali
menutup mata pada kenyataan. Dan mengurangi makna salib yang sesungguhnya.
Yang perlu diterima sebagai salib ialah yang dihadapi oleh Yesus sendiri,
yakni penolakan manusia terhadap kebaikan ilahi. Inilah realitas yang jahat
yang hanya dapat dihadapi dengan salib.
Penderitaan serta kematian Yesus itu akan berakhir dengan kebangkitan. Unsur
yang paling membedakan salib dengan penderitaan biasa ialah ada tidaknya
kaitan dengan kebangkitan. Bahkan salib dan kebangkitan ialah satu realitas
dengan dua muka yang tak dapat saling dipisahkan. Bila tidak ada
kebangkitan, maka tak dapat dikatakan penderitaannya mengalahkan yang jahat.
Juga tidak dapat ditegaskan bahwa ada kebangkitan tanpa salib. Seperti dalam
peristiwa pemberitahuan pertama, para murid juga kurang menangkap maksud
pemberitahuan kedua.
SIAPAKAH YANG TERBESAR?
Adegan beralih dari sebuah tempat di Galilea yang namanya tidak disebut ke
sebuah rumah di Kapernaum, juga di wilayah Galilea. Di rumah inilah Yesus
menanyai para murid tentang apa yang mereka bicarakan di perjalanan. Mereka
diam tak berani menjawab, karena mereka tadi bertengkar mengenai siapa di
antara mereka yang terbesar. Mereka cukup tahu, tidak sepatutnyalah mereka
berpikir demikian. Tetapi Yesus tidak memarahi, melainkan mengajak mereka
untuk mengenal diri dengan lebih baik. Mereka kini bukan lagi orang luar dan
pengikut baru. Mereka telah berjalan bersama dia dari tempat ke tempat,
sudah melihat yang diperbuatnya bagi orang banyak dan ikut serta melayani
mereka. Murid-murid ini ialah Yang Duabelas, kalangan paling dekat dengannya
sendiri. Mereka inti umat yang baru yang akan memperkenalkan Yang Ilahi
kepada segala bangsa. Inilah orang-orang yang memang mempunyai niat
mengikuti Yesus. Kok malah kini memperebutkan kedudukan siapa yang lebih
penting. Memang mereka masih butuh belajar membuat diri searah dengan dia
yang mereka ikuti.
Yesus pun memberi mereka pengajaran khusus mengenai apa itu menjadi yang
pertama. Ia tahu tiap orang mempunyai hasrat menjadi orang penting. Orang
yang tidak memiliki dorongan ke arah itu juga sulit menemukan makna hidup.
Tetapi yang membuat penting ada bermacam-macam. Dan tidak selalu benar dan
cocok dengan pilihan hidup yang sudah mulai ditempuh. Inilah keadaan para
murid waktu itu. Kini sang Guru membantu mereka untuk semakin menemukan
diri.
Diajarkan bahwa yang ingin menjadi yang pertama, hendaklah menjadi yang
berdiri paling belakang dan melayani semuanya. Jelas hendak ditunjukkannya
bahwa mementingkan orang lain bakal membuat pengikut Yesus menjadi besar.
Dia sendiri menjalankannya. Seluruh hidupnya ditujukan untuk mengusahakan
kebahagiaan orang lain, memperoleh keselamatan bagi umat manusia.
Perjalanannya ke salib dan kebangkitan itu sebuah ziarah yang bakal
menyelamatkan umat manusia dari kungkungan kuasa yang jahat yang tak dapat
dipecahkan kecuali dengan pengorbanan dan keikhlasan untuk itu.
Para murid diajar untuk menerima anak kecil, artinya menerimanya sebagai
yang penting meski ia tak dapat menonjolkan diri pernah berbuat banyak dan
berjasa, dst. Ia diterima bukan karena yang diperbuatnya melainkan karena
berharga tanpa jasa sendiri. Itulah spiritualitas yang sepantasnya
berkembang dalam diri para murid dalam mengikuti guru mereka.
SEBUAH PERBANDINGAN
Ada manfaatnya bila hal di atas dipahami bersama dengan pengajaran yang
diberikan setelah pemberitahuan kesengsaraan yang pertama dan yang ketiga.
Titik berat dalam pengajaran yang disampaikan setelah pemberitahuan sengsara
yang pertama ialah kesediaan berdedikasi utuh dalam mengikuti Yesus (Mrk
8:34-38). Injil mengungkapkannya dengan "merelakan nyawa". Tetapi yang
ditekankan bukan sisi pengorbanan melulu, melainkan sisi keuntungannya.
Dikatakan, siapa yang kehilangan nyawanya "karena aku dan karena Injil"
malah akan mendapatkan keselamatan bagi dirinya (Mrk 8:35). Jadi tekanan
bukan pada kemartiran atau berani mati demi agama dan iman. Tafsiran ke arah
itu kurang membantu dan malah bisa disebut meleset. Yang dituju ialah
keberanian untuk menanggalkan serta meninggalkan pikiran-pikiran sendiri
mengenai apa itu mengikut Yesus dan membiarkan diri dituntun olehnya dan
dengan demikian dapat mengalami sendiri apa itu berjalan bersama dia. Jadi
"kehilangan nyawa" di situ ialah membuka diri untuk menerima kekayaan batin
yang sejati. Spiritualitas ini memberi arti pada "menyangkal diri dan
memikul salib dan mengikuti dia" yang dikatakan sebelumnya (ay. 34). Bukan
memikul salib apa saja, melainkan ikut ambil bagian dalam meringankan salib
yang dipanggul Yesus. Itulah salib yang bermuara pada kebangkitan.
Nanti sesudah pemberitahuan kesengsaraan yang ketiga kalinya, diceritakan
bagaimana Yakobus dan Yohanes meminta Yesus agar mereka dapat duduk di kanan
dan kirinya dalam kemuliaannya kelak. Yesus menanyai mereka apa mereka
bersedia minum dari cawan yang diminumnya dan dibaptis dengan baptisan yang
diterimanya. Maksudnya, menjadi senasib sepenanggungan. Mereka menyatakan
sanggup. Sekalipun demikian, Yesus menukas, ia tak berhak memberikan
kedudukan yang mereka inginkan itu karena hanya diberikan kepada yang pantas
menerimanya, siapa pun orang itu (Mrk 9:35-40). Kemudian Yesus menambahkan,
siapa ingin menjadi besar hendaknya menjadi orang yang mau melayani, yang
mau menjadi yang pertama hendaknya ada di bawah, sebagai hamba, seperti ia
sendiri (Mrk 9:43-45).
Dari ketiga pengajaran tadi dapat dilihat apa artinya mengikuti Yesus.
Pertama-tama, tentu bukan meniru-niru dia, melainkan membiarkan diri
dibentuk olehnya sendiri. Kedua, alih-alih beragenda mau jadi orang besar,
ada ajakan bersedia datang kepadanya tanpa apa-apa yang dapat diperhitungkan
sebagai jasa yang patut mendapat ganjaran. Akhirnya, mengikuti dia itu
berarti membiarkan diri dituntun oleh Yang Maha Kuasa sendiri ke tempat dan
kedudukan yang sudah disediakan oleh-Nya. Memang kini belum dapat diduga
macamnya namun Bapa yang Maha Baik tentunya akan memberikan yang terbaik
Inilah iman yang ditumbuhkan Yesus dalam diri murid-muridnya.
Salam hangat,
A. Gianto
No comments:
Post a Comment