Injil Minggu Biasa XXVI - B 30 Sep 12 (Mrk 9:38-43.45.47-48.)
Rekan-rekan!
Suatu ketika Yohanes, salah seorang murid Yesus, bercerita kepada guru
mereka bahwa mereka melihat orang yang mengeluarkan setan demi namanya.
(Injil Minggu Biasa XXVI tahun B, Mrk 9:38-43.45.47-48.) Langsung Yohanes
mencegahnya mengingat orang itu bukan salah satu dari pengikut para murid
Yesus. Murid ini berpendapat bahwa siapa saja yang mau menjalankan hal-hal
yang baik mestinya bergabung dulu dengan kelompok yang sudah mapan seperti
para murid terdekat tadi. Bukan sendiri-sendiri. Yohanes mengatakan "bukan
pengikut kita". Terasa adanya pendapat bahwa mengikuti Yesus hanya dapat
dijalani bersama dengan para muridnya. Seolah-olah mereka itu satu-satunya
agen penyalur. Rupa-rupanya Yohanes berpikir dalam kerangka "keseragaman"
dan tidak melihat nilai "keragaman" di antara para pengikut Yesus.
MENGIKUTI YESUS?
Minggu lalu kita dengar bahwa barangsiapa dapat menghargai orang yang belum
bisa berkata telah berbuat banyak, yakni "anak kecil", sama dengan menerima
Yesus sendiri, dan sebetulnya menerima Bapanya yang mengutusnya (Mrk
9:36-37). Diajarkannya bahwa mengikutinya hendaknya tidak dipandang dari
dengan besarnya jasa atau banyaknya sumbangan, melainkan dengan keluguan.
Dalam petikan bagi hari Minggu ini, pokok mengenai menjadi pengikut Yesus
tampil kembali. Apakah mengikut Yesus berarti mesti ikut di dalam kelompok
murid-muridnya? Sebuah pertanyaan yang sulit dijawab, apalagi bila kelompok
murid Yesus kita samakan dengan Gereja. Pertanyaannya berkembang: apakah
mengikuti Yesus mesti terjadi dengan menjadi anggota Gereja? Lalu Gereja
mana? Tidak semua akan dipecahkan di sini karena persoalan yang ditampilkan
dalam Injil hari ini tidak dapat dijabarkan begitu ke keadaan masa kini.
Namun demikian, kita dapat berusaha memahami prinsip-prinsip yang
dikemukakan Yesus di sini dan yang diikuti oleh komunitas pertama dulu.
Kali ini dapat kita simak bagaimana Yesus meluruskan pendapat Yohanes.
Dilebarkannya pula pandangan para murid lainnya. Mereka diajarnya agar tidak
melihat diri mereka sebagai kelompok pusat dalam umat. Janganlah mereka
menganggap orang-orang yang belum atau tidak bergabung dengan mereka sebagai
yang bukan pengikut Yesus. Dengan kata lain, mereka diajak menyadari bahwa
ada orang-orang yang mau menerima Yesus dan mengikutinya meskipun tidak
jelas-jelas bergabung dengan para murid terdekat. Yang menjadi ukuran bagi
pengikut Yesus kiranya bukanlah keseragaman dengan para murid tadi,
melainkan keselarasan dengan Yesus dan dengan pengutusan yang dijalaninya.
Dan keselarasan ini bisa bermacam-macam ujudnya, bisa memuat keragaman.
Ada tiga pokok ajaran yang terungkapi dalam ay. 39-42. Dalam ay. 39
diajaknya para murid menumbuhkan kelonggaran hati. Dikatakannya tentang
orang yang mengeluarkan setan tapi bukan pengikut mereka, "Jangan kamu cegah
dia, sebab tidak ada seorang pun yang telah mengerjakan mukjizat demi namaku
dapat seketika itu juga mengumpat aku." Bagi Yesus orang itu jelas-jelas
menjadi pengikutnya. Para murid Yesus, juga yang paling dekat sekalipun,
diminta agar longgar hati menghargai keragaman.
Kemudian dalam ay. 40 dituntunnya para murid supaya sampai pada keyakinan
bahwa "Siapa saja yang tidak melawan kita, ia ada di pihak kita." Ada soal
bahasa yang agak pelik. Tetapi soalnya selesai bila kita mengerti pernyataan
itu sebagai ajakan Yesus kepada para murid agar mampu dan berani menegaskan
kalimat itu. Jadi yang dimaksud ialah murid-murid sendiri yang
mempertengkarkan perkara tadi.. Mereka diharapkannya bisa bertindak sebagai
orang besar yang sejati. Tak usah mereka merasa terancam bila ada orang yang
mengerjakan hal serupa walaupun tidak bergabung dengan mereka. Dengan bahasa
zaman kita sekarang, mereka diharap agar berani berkompetisi secara jujur.
Selanjutnya, ada imbauan dalam ay. 41 agar para murid memandangi diri dengan
cara yang benar. Mereka sebenarnya memberi banyak kepada siapa saja yang
berbuat kebaikan sekecil apapun kepada mereka. Tetapi mereka itu
mendatangkan pahala bagi orang lain bukan karena diri mereka sendiri,
melainkan karena mereka itu adalah pengikutnya. Menjadi pengikut Kristus,
itulah yang membawakan keselamatan bagi orang lain, bukan menjadi pengikut
para murid. Cocok dengan ajaran agar tidak mencari kedudukan, menginginkan
status tinggi dalam umat, tidak menginginkan diri jadi pusat. Ayat ini
sebenarnya ungkapan akan apa yang nyata-nyata diyakini umat awal seperti
jelas dengan ungkapan "karena kamu adalah pengikut Kristus". Yesus sendiri
dalam hidupnya tidak pernah menyebut diri Kristus atau Mesias; ia memakai
sebutan Anak Manusia.
Akhirnya, para murid diminta dalam ay. 42 agar memiliki rasa tanggung jawab
yang besar terhadap orang-orang yang hendak mengikuti Yesus secara tulus.
Ayat ini menggambarkan orang-orang itu sebagai "anak kecil" sejalan dengan
pemakaian kata itu dalam Mrk 9:36-37 yang ikut dibacakan hari Minggu lalu.
Jangan sampai mereka dibiarkan "berbuat dosa" oleh para murid yang merasa
lebih dekat dengan Yesus. Masalah dalam penerapan ayat ini bagi zaman ini
tentunya berkisar pada siapa yang merasa murid dekat dan siapa yang menjadi
pengikut Yesus pada umumnya itu. Dalam menafsirkan ayat-ayat Kitab Suci bagi
kehidupan masa kini, sebaiknya dibuat penerapan yang luwes dan tidak kaku.
Jadi, "para murid terdekat" tak usah membuat orang ingat akan para pemimpin
Gereja, para pastor melulu, dan sebaliknya "anak kecil" tak perlu dibatasi
pada umat. Yang berpihak pada Yesus dan pengutusannya menjadi pengikutnya.
Yang ikut memperhatikan kesejahteraan mereka ialah murid terdekat.
Begitulah, Yesus menekankan bahwa siapa saja yang merasa sudah dekat
padanya, sudah masuk ke dalam kelompok murid terdekat, hendaklah ia
memikirkan kesejahteraan mereka yang masih belajar, masih mencoba menemukan
jalan mendekat kepada Kabar Gembira yang dibawakan Yesus. Inilah kenyataan
ikut serta dalam perutusan dan pengutusan Yesus. Inilah kekuatan yang
menghidukan Gereja.
Membiarkan orang yang sedang berjalan kepadanya "berdosa" adalah keburukan
yang besar. Kata asli yang dipakai di situ harfiahnya berarti "tersandung
jatuh". Sanksi hukumannya lebih berat daripada orang yang ditenggelamkan ke
dalam laut, dengan batu giling yang diikatkan pada lehernya. Dasar laut
ialah wilayah kekuatan-kekuatan maut. Ditenggelamkan ke sana berarti
diserahkan pada kuasa maut, tanpa kemungkinan naik karena pada lehernya
diikatkan batu giling. Dan keadaan ini dikatakan mendingan daripada murid
yang membiarkan orang jatuh tersandung! Tak usah Injil hari ini membuat
kita-kita yang diserahi mendampingi umat merasa diancam. Sebaliknyalah, kita
makin melihat betapa berartinya orang-orang yang telah dipercayakan kepada
kita. Bagaimana kita bisa dipercaya begitu besar? Baiklah kita lihat bagian
selanjutnya.
INTEGRITAS
Dalam bagian berikutnya, ay. 43-48, diperdengarkan beberapa petuah keras
untuk tidak membiarkan diri sendiri tersandung. Jadi tanggung jawab bukan
saja terhadap keadaan orang lain, melainkan juga bagi diri sendiri. Wajar.
Orang yang dapat menjaga diri tentunya dapat menolong orang lain. Cara
penyampaiannya amat konkret. Bila lengan menyebabkan diri jatuh dalam
tindakan yang merugikan diri maka lebih baik dipenggal saja, begitu juga
kaki, demikian pula mata. Dikatakan lebih baik hidup dengan satu lengan,
berjalan timpang, atau buta sebelah daripada terjerumus ke dalam neraka.
Bagaimana memahami petuah-petuah keras ini? Jelas bukan secara harfiah.
Sekali lagi yang penting ialah melihat dasar pemikiran yang dikemukakan di
sini. Para murid diminta menyadari bahwa kehidupan dan Kerajaan Allah patut
menjadi pilihan dasar.
Dalam ay. 49 diberikan sebuah pepatah yang agak aneh: "(Karena) setiap orang
akan digarami dengan api." Digarami biasanya berarti diasinkan sehingga tak
hambar atau lebih penting lagi, jadi awet. Tetapi pengawetan di sini
dilakukan dengan api, dengan nyala dan panas yang bakal membersihkan semua
yang bersifat campuran sehingga sisanya nanti hanya yang murni. Apa yang
dimurnikan dengan api? Integritas sebagai murid, kejujuran serta keluguan
dalam mengikuti Yesus, akan dimurnikan sehingga nanti yang keluar ialah
murid yang tahan uji, dan yang bakal dapat mengasinkan orang banyak. Bukan
yang membiarkan hambar dan tak bertahan lama.
Pada akhir petikan ini ada ajakan agar dalam diri murid selalu ada "garam"
tadi. Tentunya yang dimaksud ialah agar mereka senantiasa mampu mengawetkan
diri sendiri dan juga orang lain. Bila demikian, hidup dalam damai satu sama
lain akan menjadi kenyataan. Kalimat terakhir dalam petikan ini
mengungkapkan hasil dari adanya daya pengawet dalam kehidupan batin para
murid. Tanpa itu, tanpa integritas, akan sulitlah ada hidup damai di antara
para murid.
Injil hari ini mulai dengan perkiraan para murid bahwa mengikuti Yesus baru
bisa terjadi bila orang mau menggabungkan diri dengan mereka. Yesus tidak
membenarkan gagasan itu. Ia malah menegaskan betapa berharganya orang yang
menjadi pengikut Yesus, siapa saja, entah para murid dekat entah yang da di
luar kalangan itu. Mereka yang merasa sudah lebih dekat dengannya dimintanya
agar memperhatikan orang-orang yang mau mengikutinya. Kesetiaan pada
tanggung jawab ini tanda kejujuran murid sang Guru dan menjadi ukuran bagi
integritas Gereja di dunia ini.
Salam hangat,
A. Gianto
Rekan-rekan!
Suatu ketika Yohanes, salah seorang murid Yesus, bercerita kepada guru
mereka bahwa mereka melihat orang yang mengeluarkan setan demi namanya.
(Injil Minggu Biasa XXVI tahun B, Mrk 9:38-43.45.47-48.) Langsung Yohanes
mencegahnya mengingat orang itu bukan salah satu dari pengikut para murid
Yesus. Murid ini berpendapat bahwa siapa saja yang mau menjalankan hal-hal
yang baik mestinya bergabung dulu dengan kelompok yang sudah mapan seperti
para murid terdekat tadi. Bukan sendiri-sendiri. Yohanes mengatakan "bukan
pengikut kita". Terasa adanya pendapat bahwa mengikuti Yesus hanya dapat
dijalani bersama dengan para muridnya. Seolah-olah mereka itu satu-satunya
agen penyalur. Rupa-rupanya Yohanes berpikir dalam kerangka "keseragaman"
dan tidak melihat nilai "keragaman" di antara para pengikut Yesus.
MENGIKUTI YESUS?
Minggu lalu kita dengar bahwa barangsiapa dapat menghargai orang yang belum
bisa berkata telah berbuat banyak, yakni "anak kecil", sama dengan menerima
Yesus sendiri, dan sebetulnya menerima Bapanya yang mengutusnya (Mrk
9:36-37). Diajarkannya bahwa mengikutinya hendaknya tidak dipandang dari
dengan besarnya jasa atau banyaknya sumbangan, melainkan dengan keluguan.
Dalam petikan bagi hari Minggu ini, pokok mengenai menjadi pengikut Yesus
tampil kembali. Apakah mengikut Yesus berarti mesti ikut di dalam kelompok
murid-muridnya? Sebuah pertanyaan yang sulit dijawab, apalagi bila kelompok
murid Yesus kita samakan dengan Gereja. Pertanyaannya berkembang: apakah
mengikuti Yesus mesti terjadi dengan menjadi anggota Gereja? Lalu Gereja
mana? Tidak semua akan dipecahkan di sini karena persoalan yang ditampilkan
dalam Injil hari ini tidak dapat dijabarkan begitu ke keadaan masa kini.
Namun demikian, kita dapat berusaha memahami prinsip-prinsip yang
dikemukakan Yesus di sini dan yang diikuti oleh komunitas pertama dulu.
Kali ini dapat kita simak bagaimana Yesus meluruskan pendapat Yohanes.
Dilebarkannya pula pandangan para murid lainnya. Mereka diajarnya agar tidak
melihat diri mereka sebagai kelompok pusat dalam umat. Janganlah mereka
menganggap orang-orang yang belum atau tidak bergabung dengan mereka sebagai
yang bukan pengikut Yesus. Dengan kata lain, mereka diajak menyadari bahwa
ada orang-orang yang mau menerima Yesus dan mengikutinya meskipun tidak
jelas-jelas bergabung dengan para murid terdekat. Yang menjadi ukuran bagi
pengikut Yesus kiranya bukanlah keseragaman dengan para murid tadi,
melainkan keselarasan dengan Yesus dan dengan pengutusan yang dijalaninya.
Dan keselarasan ini bisa bermacam-macam ujudnya, bisa memuat keragaman.
Ada tiga pokok ajaran yang terungkapi dalam ay. 39-42. Dalam ay. 39
diajaknya para murid menumbuhkan kelonggaran hati. Dikatakannya tentang
orang yang mengeluarkan setan tapi bukan pengikut mereka, "Jangan kamu cegah
dia, sebab tidak ada seorang pun yang telah mengerjakan mukjizat demi namaku
dapat seketika itu juga mengumpat aku." Bagi Yesus orang itu jelas-jelas
menjadi pengikutnya. Para murid Yesus, juga yang paling dekat sekalipun,
diminta agar longgar hati menghargai keragaman.
Kemudian dalam ay. 40 dituntunnya para murid supaya sampai pada keyakinan
bahwa "Siapa saja yang tidak melawan kita, ia ada di pihak kita." Ada soal
bahasa yang agak pelik. Tetapi soalnya selesai bila kita mengerti pernyataan
itu sebagai ajakan Yesus kepada para murid agar mampu dan berani menegaskan
kalimat itu. Jadi yang dimaksud ialah murid-murid sendiri yang
mempertengkarkan perkara tadi.. Mereka diharapkannya bisa bertindak sebagai
orang besar yang sejati. Tak usah mereka merasa terancam bila ada orang yang
mengerjakan hal serupa walaupun tidak bergabung dengan mereka. Dengan bahasa
zaman kita sekarang, mereka diharap agar berani berkompetisi secara jujur.
Selanjutnya, ada imbauan dalam ay. 41 agar para murid memandangi diri dengan
cara yang benar. Mereka sebenarnya memberi banyak kepada siapa saja yang
berbuat kebaikan sekecil apapun kepada mereka. Tetapi mereka itu
mendatangkan pahala bagi orang lain bukan karena diri mereka sendiri,
melainkan karena mereka itu adalah pengikutnya. Menjadi pengikut Kristus,
itulah yang membawakan keselamatan bagi orang lain, bukan menjadi pengikut
para murid. Cocok dengan ajaran agar tidak mencari kedudukan, menginginkan
status tinggi dalam umat, tidak menginginkan diri jadi pusat. Ayat ini
sebenarnya ungkapan akan apa yang nyata-nyata diyakini umat awal seperti
jelas dengan ungkapan "karena kamu adalah pengikut Kristus". Yesus sendiri
dalam hidupnya tidak pernah menyebut diri Kristus atau Mesias; ia memakai
sebutan Anak Manusia.
Akhirnya, para murid diminta dalam ay. 42 agar memiliki rasa tanggung jawab
yang besar terhadap orang-orang yang hendak mengikuti Yesus secara tulus.
Ayat ini menggambarkan orang-orang itu sebagai "anak kecil" sejalan dengan
pemakaian kata itu dalam Mrk 9:36-37 yang ikut dibacakan hari Minggu lalu.
Jangan sampai mereka dibiarkan "berbuat dosa" oleh para murid yang merasa
lebih dekat dengan Yesus. Masalah dalam penerapan ayat ini bagi zaman ini
tentunya berkisar pada siapa yang merasa murid dekat dan siapa yang menjadi
pengikut Yesus pada umumnya itu. Dalam menafsirkan ayat-ayat Kitab Suci bagi
kehidupan masa kini, sebaiknya dibuat penerapan yang luwes dan tidak kaku.
Jadi, "para murid terdekat" tak usah membuat orang ingat akan para pemimpin
Gereja, para pastor melulu, dan sebaliknya "anak kecil" tak perlu dibatasi
pada umat. Yang berpihak pada Yesus dan pengutusannya menjadi pengikutnya.
Yang ikut memperhatikan kesejahteraan mereka ialah murid terdekat.
Begitulah, Yesus menekankan bahwa siapa saja yang merasa sudah dekat
padanya, sudah masuk ke dalam kelompok murid terdekat, hendaklah ia
memikirkan kesejahteraan mereka yang masih belajar, masih mencoba menemukan
jalan mendekat kepada Kabar Gembira yang dibawakan Yesus. Inilah kenyataan
ikut serta dalam perutusan dan pengutusan Yesus. Inilah kekuatan yang
menghidukan Gereja.
Membiarkan orang yang sedang berjalan kepadanya "berdosa" adalah keburukan
yang besar. Kata asli yang dipakai di situ harfiahnya berarti "tersandung
jatuh". Sanksi hukumannya lebih berat daripada orang yang ditenggelamkan ke
dalam laut, dengan batu giling yang diikatkan pada lehernya. Dasar laut
ialah wilayah kekuatan-kekuatan maut. Ditenggelamkan ke sana berarti
diserahkan pada kuasa maut, tanpa kemungkinan naik karena pada lehernya
diikatkan batu giling. Dan keadaan ini dikatakan mendingan daripada murid
yang membiarkan orang jatuh tersandung! Tak usah Injil hari ini membuat
kita-kita yang diserahi mendampingi umat merasa diancam. Sebaliknyalah, kita
makin melihat betapa berartinya orang-orang yang telah dipercayakan kepada
kita. Bagaimana kita bisa dipercaya begitu besar? Baiklah kita lihat bagian
selanjutnya.
INTEGRITAS
Dalam bagian berikutnya, ay. 43-48, diperdengarkan beberapa petuah keras
untuk tidak membiarkan diri sendiri tersandung. Jadi tanggung jawab bukan
saja terhadap keadaan orang lain, melainkan juga bagi diri sendiri. Wajar.
Orang yang dapat menjaga diri tentunya dapat menolong orang lain. Cara
penyampaiannya amat konkret. Bila lengan menyebabkan diri jatuh dalam
tindakan yang merugikan diri maka lebih baik dipenggal saja, begitu juga
kaki, demikian pula mata. Dikatakan lebih baik hidup dengan satu lengan,
berjalan timpang, atau buta sebelah daripada terjerumus ke dalam neraka.
Bagaimana memahami petuah-petuah keras ini? Jelas bukan secara harfiah.
Sekali lagi yang penting ialah melihat dasar pemikiran yang dikemukakan di
sini. Para murid diminta menyadari bahwa kehidupan dan Kerajaan Allah patut
menjadi pilihan dasar.
Dalam ay. 49 diberikan sebuah pepatah yang agak aneh: "(Karena) setiap orang
akan digarami dengan api." Digarami biasanya berarti diasinkan sehingga tak
hambar atau lebih penting lagi, jadi awet. Tetapi pengawetan di sini
dilakukan dengan api, dengan nyala dan panas yang bakal membersihkan semua
yang bersifat campuran sehingga sisanya nanti hanya yang murni. Apa yang
dimurnikan dengan api? Integritas sebagai murid, kejujuran serta keluguan
dalam mengikuti Yesus, akan dimurnikan sehingga nanti yang keluar ialah
murid yang tahan uji, dan yang bakal dapat mengasinkan orang banyak. Bukan
yang membiarkan hambar dan tak bertahan lama.
Pada akhir petikan ini ada ajakan agar dalam diri murid selalu ada "garam"
tadi. Tentunya yang dimaksud ialah agar mereka senantiasa mampu mengawetkan
diri sendiri dan juga orang lain. Bila demikian, hidup dalam damai satu sama
lain akan menjadi kenyataan. Kalimat terakhir dalam petikan ini
mengungkapkan hasil dari adanya daya pengawet dalam kehidupan batin para
murid. Tanpa itu, tanpa integritas, akan sulitlah ada hidup damai di antara
para murid.
Injil hari ini mulai dengan perkiraan para murid bahwa mengikuti Yesus baru
bisa terjadi bila orang mau menggabungkan diri dengan mereka. Yesus tidak
membenarkan gagasan itu. Ia malah menegaskan betapa berharganya orang yang
menjadi pengikut Yesus, siapa saja, entah para murid dekat entah yang da di
luar kalangan itu. Mereka yang merasa sudah lebih dekat dengannya dimintanya
agar memperhatikan orang-orang yang mau mengikutinya. Kesetiaan pada
tanggung jawab ini tanda kejujuran murid sang Guru dan menjadi ukuran bagi
integritas Gereja di dunia ini.
Salam hangat,
A. Gianto
No comments:
Post a Comment