Seorang guru membuat tes terhadap tiga muridnya. Tesnya unik, yaitu: menjual sisir di komplek Biara Shaolin! Tentu saja, ini cukup unik karena para biksu di sana semuanya gundul dan tak butuh sisir.
Kesulitan ini juga yang membuat murid pertama hanya mampu menjual satu sisir. Itupun karena belas kasihan seorang biksu yang iba melihatnya.
Tapi, tidak dengan murid kedua. Ia berhasil menjual 10 sisir, ia tidak menawarkan kepada para biksu, tetapi kepada para turis yang ada di komplek itu, mengingat angin di sana memang besar sehingga sering membuat rambut jadi awut-awutan.
Lalu bagaimana dengan murid ketiga? Ia berhasil menjual 500 sisir...!!?
Caranya? Ia menemui kepala biara. Ia lalu meyakinkan jika sisir ini bisa jadi souvenir bagus untuk komplek biara tersebut. Kepala biara bisa membubuhkan tanda tangan di atas sisir-sisir tersebut dan menjadikannya souvenir para turis. Sang kepala biara pun setuju.
Saudaraku... ?
Bukankah kita sering kali menyalahkan keadaan?? Kita mudah terbelenggu oleh berbagai kecemasan, ketakutan ketika dalam situasi sulit. Dan inilah yang membuat murid pertama gagal.
Sementara murid kedua, sudah berpikir lebih maju.
Namun ia masih terpaku dan terbelenggu pada fungsi sisir yang hanya sebagai alat merapikan rambut.
Tapi murid ketiga adalah murid yang merdeka, tidak terbelenggu, dan berani berpikir bebas berpikir diluar kelaziman bagi orang-orang yang terbelenggu. Dia bukan hanya berani berpikir bahwa sisir bukan hanya alat merapikan rambut, melainkan bisa menjadi souvenir.
Mulai sekarang mari kita belajar menjadi penjual sisir yang ketiga. Jangan terbelenggu oleh berbagai hambatan, situasi, ketakutan, kecemasan dan sebagainya.
Bukanlah kesulitan yang membuat kita takut, tetapi ketakutanlah yang membuat kita sulit.
"Cerita dari Sang Guru" lainnya:
No comments:
Post a Comment