Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Biasa XXVII A - 2 Okt 11

Minggu Biasa XXVII/A 2 Okt 11 (Mat 21:33-43)

Rekan-rekan yang baik!
Pada hari Minggu Biasa XXVII tahun A ini dibacakan Mat 21:33-43. Yesus
kembali mengutarakan perumpamaan yang berhubungan dengan kebun anggur. Tapi
kali ini yang disoroti ialah para penggarap kebun anggur yang ingin merebut
lahan yang dipercayakan kepada mereka oleh si empunya yang sedang berada di
negeri lain. Di kebun itu juga ada tempat penggarapan anggur yang dibangun
oleh si pemilik.

Para hamba yang diutus untuk memungut hasilnya diperlakukan dengan buruk
oleh para pekerja. Orang-orang suruhan yang pertama dipukuli, dibunuh, dan
dirajam. Yang kedua, meski jumlahnya lebih banyak, mendapat perlakuan
serupa. Akhirnya sang pemilik mengutus anaknya sendiri dengan perhitungan
bahwapara pekerja akan menerimanya. Tetapi mereka malah membunuhnya dengan
harapan kebun anggur itu nanti jatuh ke tangan mereka karena sang ahli waris
telah mati. Yesus kemudian bertanya kepada imam-imam kepala dan orang Farisi
(mereka baru saja mempertanyakan dari manakah kuasa Yesus berasal; lihat Mat
21:23), apa yang bakal diperbuat pemilik kebun anggur tadi terhadap
penggarap-penggarap tadi. Spontan jawab mereka, tentunya ia akan menghabisi
orang-orang tadi dan menyerahkan kebun itu kepada penggarap-penggarap lain.
Apa maksud Yesus dengan perumpamaan itu? Dan apa pula artinya bagi kita
sekarang?

KEBUN ANGGUR

Bagian pertama perumpamaan ini mengingatkan pembaca akan Yes 5:1-7. Di situ
sang nabi mengutarakan keluh kesah seorang pemilik kebun anggur yang merasa
tidak berhasil membuat kebunnya menghasilkan buah yang baik meskipun
tanahnya subur dan segala upaya telah dilakukannya. Ia juga telah mendirikan
tempat pengelolaan bagi hasil kebun yang tak kunjung datang itu. Dalam
perumpamaan yang diucapkan Yesus, pemilik kebun juga tidak mendapat hasilnya
sekalipun ia telah mendirikan tempat penggarapan. Lebih buruk lagi, hasil
yang tak kunjung datang ini akibat ulah para penggarap sendiri, bukan karena
pohon anggurnya buruk. Dalam teks Yesaya, pohon anggur yang tak memberi
hasil memuaskan itu melambangkan umat yang hidupnya tidak mengusahakan yang
adil dan benar, mereka malah menjalankan kelaliman dan keonaran. Dalam
perumpamaan yang diceritakan Yesus, diutarakan bahwa para penggarap yang
jahat itulah yang membuat sang pemilik tidak mendapatkan hasil dari tanah
miliknya. Mereka malah berusaha merebut hak milik sang empunya. Perkaranya
berkembang dari tak ada hasil yang memuaskan menjadi hak milik yang direbut
dengan kekerasan.

Menurut alam pikiran Perjanjian Lama, hak atas tanah yang sah tak boleh
diganggu gugat. Merebut kebun anggur Nabot mendatangkan celaka bagi Ahab dan
Izebel, istrinya (1 Raj 21:1-29). Bagi orang seperti Nabot, kebun anggur
miliknya itu pusaka turun temurun yang tak boleh diganggu gugat. Milik ini
diberikan kepadanya secara sah. Tak dapat diperjualbelikan dengan imbalan
apa saja, apalagi direbut. Masalah utama dalam kisah kebun anggur Nabot itu
ialah kekerasan atau tindakan rudapaksa raja merebut hak milik, bukan
pertama-tama soal keadilan sosial atau penindasan kaum kuat terhadap si
lemah. Kekerasan terhadap hak milik ditampilkan sebagai kejahatan yang
melebihi batas apa pun. Demikian dalam perumpamaan kali ini, hak sang
empunya lahan dirudapaksa oleh para penggarap. (Ia bukan pihak yang lemah.
Tapi pembedaan kuat-lemah tak dapat dipakai untuk menafsirkan perumpamaan
ini.) Para penggarap itu akhirnya membunuh ahliwarisnya. Ini pelanggaran
yang paling keras terhadap hak milik.

Ada dua hal yang bakal terpikir oleh para pendengar perumpamaan tadi
Pertama, pemilik dengan penuh perhatian membangun tempat pengelolaan kebun
anggurnya. Karena itulah ia amat mengharapkan hasilnya. Tetapi ia
dikecewakan dan malah direbut miliknya. Kedua, merebut hak milik kebun
anggur ini ditampilkan sebagai kejahatan yang melampaui batas.

SEBUAH ALEGORI

Perumpamaan ini sudah sejak awalnya dibaca sebagai alegori atau kisah yang
diterapkan pada orang atau keadaan tertentu. Dalam tafsiran alegori, kebun
anggur akan dipandang mewakili umat. Hanya Tuhan Allah-lah yang memiliki
umatNya. Ia memang mempercayakan pemeliharaannya kepada para pemimpin umat
(Perjanjian Lama), yang dalam kisah ini tampil sebagai para penggarap yang
ingin menguasai milik tuan tadi. Para hamba ialah para nabi yang mendapat
perlakuan buruk dari para pemimpin. Kemudian anak empunya kebun tadi ialah
Yesus sendiri. Para penggarap tadi merencanakan akan membunuhnya. Dan memang
dalam perumpamaan tadi rencana itu dijalankan.

Rupa-rupanya para imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi langsung memahami
perumpamaan tadi sebagai alegori seperti di atas. Dalam Mat 21:45 disebutkan
bahwa mereka (bersama orang-orang Farisi) mendengar perumpamaan-perumpamaan
Yesus dan mengerti bahwa merekalah yang dimaksud oleh Yesus. Mereka merasa
diancam bakal mendapat hukuman dari Allah sendiri. Oleh karena itu mereka
semakin bersikap memusuhi Yesus.

Apakah Yesus sendiri bermaksud menggambarkan sikap para pemimpin tadi
sebagai para penggarap yang jahat dan bakal ditindak sang pemilik?
Rasa-rasanya memang demikian. Para pemimpin itu baru saja mempertanyakan sah
tidaknya kuasa Yesus yang dilihat banyak orang dan diakui orang sebagai
berasal dari Allah (Mat 21:23 dst.). Mereka tidak berani dan boleh jadi
tidak mampu melihat siapa sebenarnya Yesus itu. Mereka lebih merisaukan
konsekuensi politik di tanah Yudea dan khususnya bagi kelestarian Bait
Allah. Mereka waswas bila pengajar atau "nabi" hebat tapi liar ini tidak
ditertibkan, para penguasa Romawi mengira ada gerakan untuk memberontak. Dan
akan ada tindakan militer yang bakal semakin mengekang kebebasan yang sudah
amat terbatas hingga kini. Jadi para pemimpin Yahudi tadi memang memikirkan
kepentingan mereka dan tidak dapat lagi mengikuti apa yang sedang terjadi di
masyarakat waktu itu.

Ada hal yang tidak dimengerti oleh para pemimpin tadi. Yakni bahwa semuanya
ini belum terjadi seperti diutarakan dalam perumpamaan. Mereka belum diadili
oleh pemilik kebun anggur. Bahkan mereka belum sungguh-sungguh menyingkirkan
anak pemilik tadi. Jadi sebenarnya masih ada waktu bagi mereka untuk
berubah. Sayang kesempatan itu tidak mereka lihat. Mereka sudah terbawa oleh
rencana-rencana mereka sendiri dan tidak lagi memiliki kemerdekaan. Mereka
tidak dapat memikirkan perumpamaan tadi sebagai perumpamaan yang juga memuat
ajakan untuk berubah. Mereka hanya mengira ada rencana lawan dari pihak
Yesus untuk balas menyingkirkan mereka.

BAGI ORANG SEKARANG

Tetapi kita tidak selalu perlu membaca perumpamaan Yesus kali ini sebagai
alegori belaka dengan menerapkannya kepada tokoh dan keadaan zaman ini.
Sebaiknya dihindari tafsiran alegori demi tujuan mengkritik para pemimpin
dalam masyarakat sekarang atau dalam Gereja! Kisah itu perlu juga didalami
sebagai perumpamaan, sebagai pembicaraan yang mengajak orang mengamati diri
dan bertanya apa yang dapat diperbuat dalam keadaan itu.

Perumpamaan ini dapat amat berguna untuk memahami hidup rohani atau hidup
batin kita. Seperti dalam kehidupan pada umumnya, dalam hidup batin ada
unsur "rencana-rencana" dan ada pula unsur "kebetulan". Kerap rencana tidak
terlaksana, sering yang terjadi ialah yang kebetulan yang bisa lebih baik
daripada yang diperhitungkan. Hidup batin diberikan kepada kita sebagai
peluang agar kita semakin menyadari sisi-sisi ilahi dalam hidup ini. Peluang
agar kita membiarkan Tuhan memasuki kehidupan kita. Bisa ditelateni dan
dikembangkan, tetapi tidak dapat diatur secara ketat menurut agenda sendiri.
Hidup batin itu dipercayakan untuk digarap, bukan untuk dimiliki, diklaim
sebagai milik.

Namun demikian, jelas ada kecenderungan untuk merebut wilayah tadi. Kita
dengar ada macam-macam ulah batin yang tujuannya menghimpun
kekuatan-kekuatan luar biasa untuk memanipulasinya. Bila terjadi, ibaratnya
penggarap yang dipercaya mengolah hidup batin mau merebut kekuatan-kekuatan
batin tadi dari Dia yang memilikinya.

Catatan. Titik berat dalam perumpamaan ini bukanlah perlakuan buruk terhadap
para utusan pemilik kebun. Yang disoroti sebagai kejahatan ialah upaya
merebut kebun tadi. Jadi perumpamaan itu bukan untuk menuduh para penggarap,
bukan pula untuk menuduh diri kita sendiri yang acapkali kurang peka akan
isyarat ilahi. Perumpamaan itu dimaksud untuk memurnikan hidup rohani dari
unsur-unsur yang menjauhkannya dari kehadiran ilahi sendiri.

Salam hangat,
A. Gianto

No comments:

Post a Comment