Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Injil KAMIS PUTIH, JUMAT AGUNG, PASKAH

Kamis Putih (Yoh 13:1-15)

BERBAGI ASAL DAN TUJUAN

Rekan-rekan sekalian!
Pada hari Kamis Putih dibacakan kisah Yesus membasuh kaki para murid (Yoh 13:1-15). Tindakan ini dimengerti Petrus sebagai ungkapan merendah dari gurunya di hadapan para murid. Tetapi kiranya maksud Yesus lain. Bagaimana memahami kisah ini?


Hanya dalam Injil Yohanes sajalah dikisahkan peristiwa pembasuhan kaki para murid. Memang orang biasa membasuh kaki sendiri sebelum masuk ke ruang perjamuan sebagai ungkapan mau ikut pesta dengan bersih. Hanya tamu yang amat dihormati saja, misalnya seorang guru atau orang yang dituakan, akan dibasuh kakinya. Dan bila dilakukan, akan dijalankan sebelum perjamuan mulai. Dan pelayan rumah sajalah yang melakukan pembasuhan kaki tetamu, bukan tuan rumah. Injil Yohanes mengubah dan bahkan membongkar peran-peran tadi.

Yesus sang Guru dan tuan rumah itu kini membasuh kaki para muridnya, para tamunya. Apakah dengan demikian hendak disampaikan bahwa ia menjalankan peran sebagai hamba, hamba yang diutus dari atas sana, dari Allah sendiri? Menarik. Boleh jadi bisa menjadi dasar kerohanian seorang hamba yang terungkap dalam syair-syair Ebed Yahwe (Yes 42:1-4; 49:1-6; 50:4-11, terutama 52:13-53:12). Tetapi tak usah kita tergesa-gesa ke sana. Mari kita amati lebih lanjut terlebih dahulu peristiwa yang dikisahkan Yohanes.

Pembasuhan ini terjadi selama perjamuan sendiri, bukan sebelum, seperti lazim dilakukan orang. Tidak biasa. Kiranya Yohanes memang sengaja ingin menyampaikan hal-hal yang tidak lazim sehingga pembacanya mulai
memikir-mikirkan apa gerangan maksudnya. Bila begitu, pembasuhan kaki di sini boleh jadi bukan ditampilkan sebagai tanda memasuki perjamuan dengan kaki bersih, atau ungkapan pengabdian serta kerendahan hati yang membasuh, melainkan guna menandai hal lain. Apa itu? Baiklah didekati kekhususan Yohanes dalam mengisahkan kejadian-kejadian terakhir dalam hidup Yesus. Yohanes menceritakan hari-hari terakhir Yesus dengan cara yang agak berbeda dengan ketiga Injil lainnya. Dalam Injil Markus, Matius dan Lukas, kedatangan Yesus ke Yerusalem mengawali peristiwa-peristiwa yang membawanya masuk ke dalam penderitaan, kematian dan kebangkitannya nanti, termasuk di dalamnya perjamuan Paskah. Yohanes lain. Kedatangan Yesus ke Yerusalem dan pembersihan Bait Allah dipisahkan dari peristiwa salib dan kebangkitan. Bagi Yohanes, serangkaian kejadian yang berakhir dengan kebangkitan itu justru berawal pada perjamuan malam terakhir. Berbeda juga dengan ketiga Injil lainnya, perjamuan ini bukan perjamuan Paskah, melainkan perjamuan malam yang diadakannya sebelum Paskah. Bagi Yohanes, Paskah yang baru akan terjadi dalam ujud pengorbanan Yesus di salib.

Ditekankan oleh Yohanes bahwa Yesus sungguh menyadari dirinya "datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah" (ay. 3). Karena itu mereka yang mengenalnya akan mengenali Yang Ilahi dari dekat. Ini semua diajarkan Yesus kepada para murid terdekat pada perjamuan malam terakhir itu dengan membasuh kaki mereka. Dia yang sadar berasal dari Allah dan sedang kembali menuju kepadaNya ingin menunjukkan bahwa orang-orang terdekat itu sedemikian berharga, sedemikian terhormat.

Lebih dari itu, ia ingin berbagi "asal dan tujuan" - dari siapa dan menuju ke siapa - dengan orang-orang yang paling dekat ini. Inilah yang dimaksud dengan mengasihi "sampai pada kesudahannya" (ay. 1). Tidak setengah-setengah melainkan sampai saat tujuan kedatangannya terlaksana, yakni membawa manusia ke dekat Allah, pengasal terang dan kehidupan sendiri. Berbagi asal dan tujuan itu cara Yohanes mengutarakan bagaimana Yesus berbagi kehidupan seutuh-utuhnya dengan pengikut-pengikutnya. Sekaligus terasa ada ajakan bahwa mengikuti Yesus bukan sekadar menyertainya sebentar-sebentar, dari sini sampai situ, melainkan dari awal hingga akhir. Justru dengan demikian manusia akan menjadi manusia sempurna.

Petrus terheran-heran dan tak bisa menerima gurunya membasuh kakinya. Murid yang serba spontan ini melihat gurunya melakukan tindakan merendah. Hanya itulah yang dilihatnya. Ia terlalu berakar dalam kerohaniannya sendiri. Yang hendak diberikan Yesus ialah sesuatu yang baru yang belum berkembang dalam
diri para pengikutnya, bahkan yang paling dekat seperti Petrus sendiri. Yesus mengatakan bahwa kelak ia akan mengerti walaupun kini belum menangkapnya (ay. 6-7). Petrus belum puas dan bersikeras menolak dibasuh kakinya oleh gurunya itu. Mari kita dengar penjelasan Yesus sendiri kepada Petrus dan kepada siapa saja yang merasa seperti Petrus di hadapan Yesus sore ini.

Yesus menjelaskan, "Jikalau aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam aku." (ay. 8). Dia yang sadar bahwa "asal dan tujuan"-nya ialah Allah sendiri itu (ay. 3) kini hendak berbagi kehidupan dengan para murid! Bila asal dan akhir itu Allah sendiri, tentunya yang dimaksud ialah Allah sumber terang, sumber kehidupan. Utusannya datang ke dunia yang masih berada dalam ancaman kuasa gelap untuk membawa kembali orang-orang yang dekat padanya kembali ke sumber terang, kepada Allah, ke sumber kehidupan sendiri.

Bila bisa dipakai istilah dalam budaya rohani Nusantara, maka berbagi "sangkan paran" kehidupan yang dilakukan Yesus menjadi jalan keselamatan bagi manusia. Yesus juga menegaskan bahwa pembasuhan kaki dengan makna seperti di atas itu disampaikan sebagai teladan bagi para murid, agar mereka berbuat seperti itu satu sama lain (ay. 15), dengan maksud saling berbagi pengertian "dari mana dan ke mananya hidup ini", pengertian yang sudah mulai diterima dari perjumpaan dengan sang Guru kehidupan tadi. Inilah bekal kehidupan orang-orang yang percaya bahwa Yesus itu datang dari Allah dan pulang kepadaNya setelah berhasil memperkenalkan siapa Allah itu sesungguhnya. Bila demikian, rasa-rasanya memang ada sesuatu yang lebih dalam yang hendak dicapai dengan sikap saling melayani. Boleh dikatakan, saat itulah lahir kumpulan orang yang hidup berbekal sikap Yesus yang menganggap sesama sedemikian berharga sehingga pantas dilayani dan dihormati. Inilah Gereja dalam ujudnya yang paling rohani, paling spiritual. Dalam arti inilah Gereja berbagi "asal dan tujuan" dengan Yesus sendiri. Kehidupan Gereja yang berpusat pada ekaristi baru bisa utuh bila dihidupi oleh bekal yang diberikan Yesus tadi. Hanya dengan cara itu Gereja akan tetap memiliki integritas. Memang kaum beriman masih berada di dunia, masih berada dalam kancah pergulatan dengan kekuatan-kekuatan gelap, tetapi arahnya jelas, ke asal dan tujuan tadi: ke sumber terang sendiri bersama dengan dia yang diutus olehNya.

Karena itu tak perlu heran bila para murid tidak semuanya bersih. Yesus berkata dalam ay. 11 "Tidak semua kamu bersih." Kata-kata itu tak usah ditangkap sebagai celaan atau peringatan melainkan sebagai pengakuan bahwa masih ada kekuatan-kekuatan gelap yang dapat menyesatkan orang yang berkehendak baik sekalipun. Kekuatan ini menghalangi orang untuk melihat dan mendalami "dari mana dan ke mananya" hidup ini. Tetapi nanti pada saat ia kembali kepada Allah, kekuatan ilahi akan tampil dengan kebesarannya dan saat itu jelas kekuatan-kekuatan gelap tidak lagi menguasai meskipun tetap dapat menyakitkan. Penderitaan tidak akan memporakperandakan kumpulan orang-orang yang percaya kepadanya. Malah menguatkan harapan. Inilah yang diajarkan pada hari ini.

Salam hangat,
A. Gianto

--oo0oo--

Jumat Agung  Mar 2013 (Yoh 18:1-19:42)

KISAH SENGSARA MENURUT YOHANES

Rekan-rekan yang baik!
Tiga pokok dalam Kisah Sengsara yang dibacakan Jumat Agung ini (Yoh 18:1 - 19:42) sempat mengemuka dalam pembicaraan dengan sang empunya cerita. Yang pertama berkisar pada hubungan antara kata-kata terakhir Yesus di salib, yakni "sudah selesai" (Yoh 19:30, Yunaninya "tetelestai") dan catatan Yohanes mengenai mengasihi "sampai pada kesudahannya" (Yoh 13:1, "eis telos"). Yang kedua membicarakan perihal jubah Yesus yang diundi para serdadu (Yoh 19:23-24). Tema ketiga berhubungan dengan arti "darah dan air" yang keluar dari lambung Yesus (Yoh 19:34). Beliau tidak keberatan surat-menyurat ini ikut dibaca rekan-rekan. A.G.

Oom Hans yang baik!
Ketika menyiapkan tulisan mengenai Kisah Sengsara yang dibacakan pada hari Jumat Agung, terpikir kata-kata Yesus "Sudah selesai!" (Yoh 19:30). Seorang rekan di Internos ingin memahaminya sebagai ungkapan rasa lega, penderitaan sudah lewat, rampung karya keselamatannya. Tapi rasanya kok ndak sreg dengan bahasa seperti itu. Seperti tonil, layar turun, tamat, selesai, kukut, bubar. Kan aslinya di situ ada tertulis "tetelestai", dan kalo gak keliru dari kata "telos", yakni akhir yang merangkum perjalanan dari awal, yang memberi arti pada semua yang telah dijalani. Rasa-rasanya Yesus hendak mengatakan kini sudah terlaksana sampai utuh. Seperti versi Latin yang cespleng "consummatum est", dnegan dua m itu. Kan consummatum itu rak dari consummare, con + summa, "merangkum semua jadi utuh", dan bukan dari consumere satu m, "menghabiskan" (makanan, waktu, duit) yang ada hubungannya dengan konsumsi. Orang Jakarta bilang udah kecapai, kalau di Jawa ya wis klakon.
Oom gimana?
Ada lagi soal lain. Kalau ndak salah, sepertinya hendak digarisbawahi gagasan bahwa Yesus itu kurban Paskah yang diterima Yang Di Atas sana sehingga benar-benar menjadi silih dosanya umat manusia. Karena itu Oom kasih kronologi lain, yaitu penyaliban terjadi sebelum Paskah, ndak seperti Mark dll. yang menaruh Paskah pada perjamuan malam terakhir. Iya kan? Saya sudah pernah katakan di sebuah milis bahwa perjamuan terakhir di mana Yesus membasuh kaki murid-murid itu bukan perjamuan Paskah, melainkan sebelumnya.

Pada awal perjamuan itu disebutkan bahwa Yesus mengasihi orang-orangnya yang di dunia ini dan betul mengasihi "eis telos", sampai pada kesudahannya, sampai tuntas (Yoh 13:1). Apa ini semacam antisipasi atau padahan bagi kata-kata Yesus "tetelestai", sudah terlaksana, yang diucapkannya pada saat terakhir di salib? Bila begitu kedua ayat itu memang saling menjelaskan.
Yesus mengasihi orang-orangnya sampai terlaksana sesuatu yang mengubah arah hidup mereka, dan hidupnya sendiri, begitu kan?
Ada yang tanya nomer hapenya Oom, ingin kirim SMS buat Oma Miryam seperti ini 2UBOK4ever,  + -)). Kawan-kawan itu sekarang genggamannya henpon sih, dan bukan lagi rosario.
Sampai nanti, Gus

Pax!
Betul seperti yang kaukatakan. Perkaranya, ketika mengucap "tetelestai" (Yoh 19:30), Yesus sebetulnya berseru kepada Bapanya di surga, seperti hendak mengatakan "Bapa, telah kujalani semua sampai tujuannya,. Sekarang kupasrahkan padaMu semuanya!" Terjemahan Indonesia "Sudah selesai!" memang rasanya kurang pas karena hanya seperti mengatakan sudah tak ada apa-apa lagi. Mungkin "Sudah terlaksana!" atau ungkapan seperti itu akan lebih cocok. Asal membuat orang mencari kelanjutannya.
Seperti kukatakan, seruan Yesus "tetelestai" itu disampaikannya kepada Bapanya, Tetapi kami dulu ikut mendengarnya. Kejadian itu mengajar banyak tentang dia, tentang Tuhan, tentang kasih yang diucapkannya berkali-kali selama jamuan makan yang penghabisan kalinya itu. Mula-mula aku mengira Yesus itu ketika itu hanya aneh-aneh saja. Tapi, gagasan "consummatum est" ini ialah kuncinya memahami semuanya yang terjadi padanya dan yang ditinggalkannya bagi kami.

Senang dengar kau lihat kaitan antara "tetelestai" (menurutmu "sudah terlaksana") dengan "eis telos" (bagimu "sampai tuntas") yang diucapkan dalam jamuan makan penghabisan tadi (Yoh 13:1). Betul, dengan latar belakang itu, wafatnya di salib memberi makna pada "mengasihi orang-orang yang dipercayakan padanya yang kini masih ada di dunia", artinya yang masih terancam kegelapan dan kekuatan jahat. Ia mengawani kita, menuntun kita berjalan melewati lorong-lorong hidup yang paling kelam. Kita boleh yakin takkan ditinggalkan oleh dia yang diutus oleh Bapa untuk membawa kami kembali kepadaNya, ke sumber kehidupan, ke sumber terang.

Tentang pertanyaanmu yang kedua, betul, Yesus memang anak domba Paskah yang sesungguhnya. Bukan karena Yang Maha Kuasa itu suka pengorbanan dan darah muncrat dari orang ini, tidak, tidak! Yang mau disampaikan dengan bahasa itu begini. Darahnya, pengorbanannya itu kini berperan seperti darah anak domba dalam Keluaran 12:13 (menandai rumah agar tidak didatangi wabah penyakit dan kematian yang melanda). Jadi ketika Yesus wafat di salib dalam artian itu, Yang Maha Kuasa sendiri mengambilnya dan dengan demikian kegelapan tersingkir kekuatannya daripadanya. Itulah Terang SabdaNya. Paham?
Eh, tak usah mencoba menyama-nyamakan urutan kronologi kisah sengsara dalam tulisanku dengan ceritanya Mark. Pembasuhan kaki - peristiwa yang tak dikenal Mark dan dua orang muda lainnya nanti -  sebenarnya ialah  pembukaan jamuan Paskah yang baru, yaitu pengurbanan Anak Domba Allah di kayu salib.

Aku juga sudah baca esai yang kau tulis tentang pembasuhan kaki. Ya, Yesus ingin berbagi sangkan paran, berbagi asal dan tujuan, dengan kita semua sehingga kita bisa jadi anak-anak Yang Maha Kuasa,  terlindung dari yang jahat!

Oma Miryam baik-baik saja. Ia geli melihat SMS itu. Lalu ada malaikat kecil di sini yang mengajarinya membaca itu tanda-tanda emoticon kalian yang lucu-lucu itu. Ia mendiktekan jawabannya, begini: Thanx >:), ;-*. Ah, tapi janganlah kita omong kayak gituan.

Salam hangat, Hans

Oom Hans!
Terima kasih buat penjelasan dalam surat barusan. Ada soal lagi. Mark, Matt, Luc bercerita bahwa serdadu yang berjaga di tempat penyaliban mengundi pakaian Yesus di antara mereka. Oom juga ke arah itu, tapi lebih mendetail.

Ada catatan bahwa selain membagi-bagi pakaian, empat serdadu di situ mengundi jubah Yesus yang terbuat dari satu tenunan kain utuh tanpa jahitan sehingga tetap utuh. Dan dalam Yoh 19:24 bahkan ada kutipan dari Mazmur 22:19 "mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka dan membuang undi atas jubahku." Apa ada penjelasannya? Mohon pencerahan. Apa dengar semua ini dari Oma Mir, Bu Mary Kleopas dan Tante Lena yang katanya ada di kaki salib waktu itu?
Sampai lain kali, Gus

Pax!
Tentu saja aku melihat semuanya, aku mendengar semuanya. Kalau mau, tanyakan kepada ibu-ibu yang juga ada di situ. Semua ini kuceritakan pada kalian supaya kalian bisa ikut serta dalam peristiwa itu. Kami ini mata dan telinga kalian bagi peristiwa itu.

Mengapa memakai Mazmur 22:19? Ah, kami waktu itu baru sadar bahwa yang terjadi pada Yesus sesungguhnya sudah sejak lama diketahui orang bijak dari zaman dulu. Yesus memang sedang dikepung lawan-lawannya. Ia tidak dianggap bermartabat manusia lagi, kecuali oleh kami yang mengikutinya. Bahkan
pakaiannya pun dijarah. Kalian kan tahu, bagi kami orang Semit zaman dulu, pakaian itu membuat orang yang memakainya kelihatan, membuat kentara siapa orangnya. Pakaian itu seperti badan, apalagi jubah yang utuh dari atas ke bawah itu. Semuanya ditanggalkan dari diri Yesus sehingga sulit kelihatan lagi bahwa ia juga ada harganya sebagai manusia. Tak perlu kalian cari-cari tafsiran apa ini jubah imam menurut praktek liturgi Yahudi juga terbuat dari tenunan utuh. Memang ada kemiripannya, tapi bukan ke arah itulah pembicaraan itu waktu. Hanya mau kutegaskan bahwa kini kemungkinannya untuk masih sedikit tampak sebagai manusia sudah dijarah habis-habisan sampai tak bersisa. Yang tinggal hanya penderitaan yang sulit diterima akal. Bahkan juga oleh kami yang dekat dengannya.

Ingat kan, Pilatus sendiri mencoba menunjukkan dalam 19:5 "Lihatlah orang itu!", tapi orang banyak di alun-alun itu sudah jadi lupa daratan dan tak mampu lagi berpikir jernih untuk mengenalinya. Apalagi ketika ia ada di salib. Pakaian yang bakal menunjukkan ia masih bisa dianggap orang juga sudah dibagi-bagikan. Habis. Ini kami saksikan sendiri. Dan Mazmur keramat tadi membantu. Seperti pengarang Mazmur itu, kami juga percaya akan datang pertolongan dari atas. Yang Maha Kuasa sendiri nanti akan memberinya "pakaian" yang tak bisa ditanggalkan orang lagi. Malah nanti Dia akan menjadi pakaiannya. Yesus akan semakin dikenal sebagai yang sedemikian dekat dengan Yang Ilahi sendiri.

Jangan berhenti menemukan hal-hal baru dalam peristiwa yang dikisahkan mengenai Yesus itu. Penulis Injil hanya memberi kesaksian. Kalau kauterima kesaksian itu maka kalian sendiri akan ikut memasuki peristiwa itu dan menemukan makna-makna baru. Bukankah demikian kehidupan yang lahir kembali dari atas, seperti yang pernah dikatakan kepada Nikodemus dulu (Yoh 3:3 dan 7)? Dan dalam peristiwa kali ini ia juga datang - tengok Yoh 19:39 - ia membawa minyak mur dan minyak gaharu, dan tidak sedikit, sekitar 50 kati.
Ini penghargaan bagi seorang Raja yang berangkat ke perjalanan jauh - ke atas sana!
Salam teguh, Hans

Oom Hans yang baik!
Terima kasih banyak. Tak pernah terduga ada kaitannya dengan Nikodemus! Masih ada pertanyaan lagi, maaf kalau terasa kelewat ingin tahu. Ketika lembing ditusukkan, yang keluar dari lambung Yesus ialah darah dan air (Yoh 19:34). Apa sih maksudnya? Mark dkk. tidak tahu-menahu tentang perkara itu.
Kemarin saya konsultasi perkara itu dengan Luc ketika ngobrol lewat Google Talk Dia malah kasih komentar, ah, Oom Hans kita itu aneh-aneh, paranormal sih.
Titip salam buat Oma Miryam begini  4U. Gus

Pax!
Menjawab soal darah dan air yang keluar dari lambung Yesus. Begini. Seperti para leluhur kami dahulu, kami membayangkan darah sebagai tempatnya kehidupan dan air sebagai kekuatan yang menopang dan melangsungkan kehidupan. Ketika Yesus meninggal di kayu salib, yang mengalir keluar dari dirinya ialah kehidupan dan kekuatan penopangnya. Itulah yang hendak kusampaikan.
Memang aku bukan ahli anatomi, tapi aku melihat lebih jauh. Kan sudah kukatakan dalam bab 19 bahwa aku menyaksikan semua ini. Juga sekarang ini masih tetap aku ingin berbagi pengalaman dan kesaksian itu dengan kalian. Eh, sudah jam dua malam nih!
:-o B4N! Hans

--oo00oo--

Injil Paskah 30-31 Maret 2013

TUHAN TELAH BANGKIT!

Rekan-rekan yang budiman!
Tidak ada laporan bagaimana persisnya kebangkitan itu terjadi, dengan cara apa, kapan saatnya dan siapa-siapa yang pertama melihat peristiwa itu. Jalannya peristiwa akan tetap tersembunyi, hanya jejak-jejak peristiwa itu sajalah yang dikenali. Namun demikian, ada pokok yang mendasari kepercayaan bahwa Yesus telah bangkit. Yang pertama ialah makam yang kosong dan  yang kedua ialah keyakinan orang-orang yang terdekat bahwa ia tidak lagi berada di antara orang mati. Amat besar peran kesaksian orang-orang yang datang mencari dia yang tadinya wafat dan dimakamkan seperti disampaikan dalam Luk 24:1-12 (Malam Paskah); Yoh 20:1-9 (Minggu Paskah pagi ); dan Luk 24:13-35 (Minggu Paskah sore).

INJIL MALAM PASKAH-  Luk 24:1-12

Pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu beberapa perempuan datang ke makam membawa wewangian. Mereka menemukan batu penutup makam sudah tergolek. Tidak juga mereka mendapati jenazah Yesus (Luk 24:1-3). Mereka hanya menjumpai dua orang yang pakaiannya berkilau-kilauan yang menyapa, "Mengapa mereka mencari dia yang hidup di tempat orang mati. Ia tidak ada di sini, ia telah bangkit!... Itulah penjelasan mengenai makam yang kosong tadi. 
Lukas menyebut "dua sosok", Mrk 16:5 dan Mat 28:2 berbicara mengenai "seorang malaikat", Yohanes bahkan tidak menyebutnya samasekali. Juga ada perbedaan mengenai siapa yang datang ke kubur. Lukas mencatat, mereka itu ialah Maria dari Magdala, Yohana, dan Maria ibu Yakobus (Luk 24:10); Mrk 16:1 menyebut tiga orang perempuan, tetapi yang bernama Yohana menurut Lukas ialah Salome dalam Markus, Matius hanya menyebutkan dua saja, yaitu Maria Magdalena dan Maria "yang lain". Yoh 20:1 hanya menyebutkan Maria Magdalena.

Pembaca atau pendengar Injil tidak diharapkan menjadi detektif yang bertugas melacak jalannya peristiwa yang satu kepada yang lain. Injil mengajak orang mendengarkan kesaksian orang-orang yang sudah percaya akan kebangkitan dan ikut menikmati bagaimana mereka memandangi diri mereka sendiri selama mengalami peristiwa-peristiwa itu. Pengalaman tak selalu jelas (menyangkut berapa orang melihat makam kosong, siapa, dst.), tetapi menentu (bahwa makam memang kosong).

Kembali ke kisah Lukas mengenai para perempuan yang menemukan makam yang kosong dan menjumpai dua sosok yang pakaiannya berkilauan (Luk 24:4). Pembaca tulisan Lukas segera akan teringat ungkapan "dan tiba-tiba ada dua sosok", Yunaninya "kai idou andres duo", yang muncul dalam peristiwa penampakan kemuliaan Yesus di gunung (Luk 9:30) dan nanti peristiwa kenaikan Yesus ke surga (Kis 1:10). Pembaca dibawa serta memandangi dua sosok yang muncul di dalam tiap peristiwa itu. Dua sosok Perjanjian Lama, Musa dan Elia, tampil dalam kemuliaan berbicara dengan Yesus mengenai tujuan perjalanannya. Kemudian di makam, ada dua sosok yang berpakaian kemilau itu berkata kepada para perempuan yang datang ke makam tadi bahwa Yesus telah bangkit - ia hidup dan tidak lagi berada di antara orang mati. Dan dalam peristiwa kenaikan Yesus ke surga, ketika para murid masih memandangi langit, ada dua sosok yang berpakaian putih muncul dan mengatakan bahwa Yesus akan kembali lagi dengan cara yang sama. Jelas Lukas bermaksud membuat pendengarnya ikut mengalami betapa mengesannya peristiwa-peristiwa itu. Seperti halnya mereka yang mengalami peristiwa tadi, entah itu ketiga murid Yesus entah itu para perempuan yang mengunjungi makam atau orang-orang Galilea yang memandangi langit, pembaca tentu membutuhkan waktu untuk menggarap pengalaman ini. Orang akan memikirkan kembali, mengingat-ingat, mencari maknanya, dan mengheraninya, menyukainya. Itulah jalan tumbuhnya iman kepercayaan akan Dia yang telah bangkit pada diri para  perempuan tadi.

Menurut Luk 24:6-7 kedua sosok itu mengingatkan akan pemberitaan sengsara kematian dan kebangkitan oleh Yesus sendiri ketika masih di Galilea. Dan dikatakan dalam ayat 8 bahwa mereka teringat akan perkataan Yesus tadi.
Sekarang mereka menemukan bahwa dia yang dulu mereka ikuti sehari-hari dan memberitakan tentang dirinya itu sama dengan yang kini telah bangkit. Pemberitahuan yang dulu sukar diterima dan sulit dimengerti itu kini jelas maknanya. Tidak dikatakan mereka itu memperoleh penampakan Yesus yang telah bangkit. Namun mereka sampai pada pengertian itu juga ketika diingatkan oleh kedua sosok tadi.

APA YANG DIALAMI PETRUS?

Maka perempuan-perempuan itu pergi mendapatkan kesebelas murid Yesus dan semua saudara yang lain dan menceritakan semua itu. Tentunya yang mereka sampaikan ialah pengalaman akan Yesus yang sudah bangkit seperti dikatakan olehnya sendiri dulu. Bagi para murid, kisah mereka terdengar sebagai omong kosong belaka (ayat 11). Namun Petrus mau memeriksa benar tidaknya dan segera pergi ke makam. Di situ ia hanya mendapati kain kafan saja. Ia kemudian pulang heran memikir-mikirkan apa yang telah terjadi (ayat 12).
Apakah ia melihat Yesus yang bangkit?
Ayat 12 ini tidak didapati di dalam naskah-naskah tua yang penting. Namun bacaan liturgi sudah lama menerima ayat ini sebagai bagian Injil Lukas dan oleh karenanya dapat diandaikan memang berasal dari tradisi yang dikenal Lukas sendiri. Memang terasa sebagai tambahan atas dasar kisah kebangkitan Yoh 20:3-10, khususnya bagian yang menceritakan "murid yang lain" yang dialihkan kepada Petrus dalam Luk 24:12 ini. Di lain pihak ungkapan "(Petrus) bangun" dan "yang telah terjadi" memang kerap muncul dalam Lukas.
Nanti dalam Luk 24:35 ketika dua murid melaporkan kepada kesebelas murid di Yerusalem mengenai penampakan Yesus di Emaus, mereka yang di Yerusalem itu juga menegaskan bahwa "Tuhan telah bangkit dan menampakkan diri kepada Simon." Tapi Lukas tidak menceritakan Petrus secara khusus mendapat penampakan Tuhan. Memang dalam 1 Kor 15:5 Paulus menyebut bahwa Yesus menampakkan diri kepada Kefas, yaitu Petrus, dan menyebutkan murid-murid lain. Namun apa yang dialami Petrus sesungguhnya? Rasa-rasanya memang dengan sengaja Lukas hanya menyebut Petrus "heran memikir-mikirkan apa yang telah terjadi." (Yunaninya, "thaumazoon to gegonos"). Pendengar Injil diajak ikut serta dalam pengalaman Petrus mengenai "apa yang telah terjadi itu", yakni Yesus tidak lagi berada di tempat orang mati dan hanya kain kafannya saja yang ada di situ. Petrus akan sampai kesadaran bahwa Yesus sudah bangkit.

MINGGU PASKAH PAGI -  Yoh 20:1-9

Menurut Injil Yohanes, pada hari perama minggu itu, pagi-pagi benar, Maria Magdalena datang ke makam Yesus. Ia melihat batu penutup telah diambil dari kubur. Segera ia berlari mendapatkan Petrus dan murid lain yakni "murid yang dikasihi" Yesus dan menyampaikan berita bahwa Yesus diambil orang dan tak diketahui di mana sekarang. Maka Petrus dan murid yang lain itu berlari ke makam. Murid yang lain tadi sampai terlebih dahulu, menjenguk ke dalam kubur dan melihat kain kafan terletak di tanah. Petrus juga datang, lalu masuk dan mendapati juga kafan terletak di tanah, tapi kain peluh terlihat di tempat lain. Kedua murid ini mendapati makam kosong. Kesimpulan pembaca Injil: dia sudah bangkit. Seandainya jenazahnya cuma dipindahkan atau disembunyikan, mestinya kafan dan kain peluh tidak dilepas dan ditinggalkan di makam. Murid yang lain, yang tadi ada di luar itu, menyusul masuk ke makam, dan disebutkan, "ia melihatnya", maksudnya, ia melihat bekas-bekas Yesus di situ, tapi kini sudah bangkit. Ditambahkan dalam ay. 8, "Dan ia percaya." Pengalaman pembaca Injil Yohanes dulu masih bisa kita ikuti pula. Ia akan pertama-tama menyimpulkan bahwa Yesus sudah bangkit dan baru sejenak kemudian percaya, seperti murid yang lain tadi. Ini cara berkisah Yohanes yang melibatkan pembaca. Ia membuat siapa saja yang mengikuti kisahnya merasa seolah-olah ikut berlari ke makam, dan boleh jadi datang mendahului Petrus dan bahkan murid yang dikasihi itu sendiri. Dan mendahului percaya

Yesus sudah bangkit!

Mari kita bandingkan dengan Injil Lukas. Dalam Luk 24:35 ketika dua murid melaporkan kepada kesebelas murid di Yerusalem mengenai penampakan Yesus di Emaus, mereka yang di Yerusalem itu juga menegaskan bahwa "Tuhan telah bangkit dan menampakkan diri kepada Simon". Akan tetapi, Lukas tidak menceritakan Petrus secara khusus mendapat penampakan Tuhan. Memang dalam 1Kor 15:5, Paulus menyebut bahwa Yesus menampakkan diri kepada Kefas, yaitu Petrus, dan menyebutkan murid-murid lain. Namun demikian, apa yang dialami Petrus sesungguhnya? Rupa-rupanya Lukas sengaja hanya menyebut Petrus "heran memikir-mikirkan apa yang telah terjadi". Lukas mengajak pembaca ikut serta dalam pengalaman Petrus mengenai "apa yang telah terjadi itu", yakni Yesus tidak lagi berada di tempat orang mati dan hanya kain kafannya masih di situ. Begitulah Petrus nanti juga sampai pada kesadaran bahwa Yesus sudah bangkit. 

MINGGU PASKAH SORE - Luk 24:13-35 

Dalam konteks kisah kebangkitan Lukas (Luk 24:1-12), ditekankan pengalaman para perempuan di makam yang kosong yang teringat akan perkataan Yesus dahulu. Juga digambarkan pengalaman Petrus menemukan makna peristiwa ini seperti disinggung di atas. Dua jalan itu membawa mereka sampai pada keyakinan bahwa Yesus telah bangkit.
Ada jalan lain, yakni penampakan, seperti yang dialami kedua murid yang menuju Emaus yang diceritakan di dalam Luk 24:13-35. Kedua murid itu tidak segera menyadari bahwa orang yang menyertai mereka dalam perjalanan ke Emaus ialah Yesus yang telah bangkit. Bagi mereka, Yesus yang kelihatan sebagai musafir itu menjelaskan kejadian-kejadian mengenai dirinya yang telah dikatakan dalam Kitab Suci. Jadi, sepanjang perjalanan itu kedua murid tadi "membaca kembali" warta Kitab Suci mengenai Yesus. Mereka tidak sadar bahwa Yesus ada bersama mereka dan menolong mereka agar mengerti lebih dalam warta Kitab Suci. Mata mereka baru terbuka ketika ia makan bersama mereka dan melakukan hal yang sama seperti yang terjadi pada perjamuan terakhir. Akan tetapi, saat itu juga Yesus lenyap. Yang tinggal ialah kesadaran bahwa ia kini hidup. Kesadaran inilah yang membuat mereka bergegas mengabarkan kepada kesebelas murid di Yerusalem dan orang-orang lain yang beserta mereka.
Satu hal lagi. Kedua murid yang berjalan ke Emaus itu disertai oleh dia yang telah bangkit dalam ujud yang tidak segera mereka kenali. Perjumpaan dengan orang yang tak dikenal, tapi dalam suasana dialog tadi menjadi jalan yang setapak demi setapak membuat mereka siap mengenali siapa dia itu sesungguhnya. Banyak perjumpaan yang memperkaya batin yang tak segera disadari. Biarkan dia sendiri yang ada dalam pengalaman itu menunjukkan diri. Dan saat itu juga mereka - kita juga - akan menyadari kenapa tadi "hati kita berkobar-kobar...!" (ay. 32).
Selama Paskah!

A. Gianto

No comments:

Post a Comment