Seorang pengemis mengetuk pintu biara guru Zen Jepang Myoan Eisai (1141-1215). Sudah tiga hari berturut-turut salju turun dan pengemis itu, seorang samurai tak bertuan, menggigil kedinginan.
Eisai: Apa yang bisa saya bantu?
Pengemis: Keluarga saya belum makan apapun selama beberapa hari. Kami kelaparan. Bisakah Tuan membantu kami?
Eisai merasa sangat kasihan pada orang yang kelihatan sangat sengsara itu.
Eisai: Kami tidak punya makanan lebih di biara dan saya sendiri tidak memiliki apapun yang bernilai untu diberikan kepadamu. Namun, saya mungkin bisa membantu.
Eisai ingat akan lingkaran emas patung Budha di ruang utama.
Dia pergi kesana bersama si pengemis, mengambil lingkaran emas di kepala patung itu dan memberikannya kepada si pengemis.
Ambillah lingkaran emas ini dan juallah untu membeli makanan.
Pengemis: Terima kasih banyak, guru. Tidak ada orang lain yang mau membantu kami. Keluarga saya dan saya tidak akan melupakan apa yang baru saja guru lakukan bagi kami.
Beberapa murid guru Eisai yang berada di ruangan utama melihat pemandangan tersebut dan salah satu dari mereka berkata, "Guru, lingkaran emas itu kan bagian dari patung Buddha. Guru tidak boleh memberikannya kepada orang lain."
Eisai: Saya lebih menghormati sang Buddha dengan memberikan lingkaran emas itu kepada si pengemis daripada menyimpannya.
Murid: Bagaimana bisa begitu? Lingkaran emas itu digunakan untuk menghiasi patung Buddha sehingga kelihatan indah dan mulia.
Eisai: Semua yang berjiwa kemungkinan besar adalah Buddha. Patung yang kalian lihat hanyalah simbol kebenaran yang merupakan kehampaan diri atau ego.
Tujuan patung itu bukanlah untu mengajarimu agar terikat pada kebendaan, melainkan untuk tidak terikat pada apapun juga.
No comments:
Post a Comment