Featured Post

Berterima Kasih Atas Segala Hal

Seorang anak kecil usia 4 tahun diminta untuk berterima kasih saat doa sebelum makan malam Natal. Para anggota keluarga menundukkan kepala...

Minggu Adven II - A - 2013 - Homili Mgr F.X Hadisumarta O.Carm

H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm


Sumber: arsip dari www.imankatolik.or.id

MINGGU ADVEN II/A/2013

Yes 11:1-10 Rm 15:4-9 Mat 3:1-12

PENGANTAR

Kecuali Injil karangan Matius (3:1-2), yang kita dengarkan hari ini, juga ketiga Injil lainnya, yaitu karangan Markus (1:1-8), Lukas (3:3-9.15-17) dan Yohannes (1:19-28) semuanya menegaskan mutlak perlu adanya pertobatan sejati untuk diselamatkan. Yang menyapa kita dalam Injil Matius ini bukan Yesus, melainkan Yohannes Pemandi yang mendahului-Nya. Dan intisari pesan yang ingin disampaikan Yohannes Pemandi kepada orang-orang Yahudi dalam masyarakat sezamannya, yaitu perdamaian dan persaudaraan adalah pesan Nabi Yesaya yang juga akan kita dengarkan dalam Bacaan I (Yes 11:1-10). Dan pertobatan yang diperlukan untuk hidup penuh damai dan persaudaraan itu, kita dengarkan dalam Bacaan II (Rom 15:4-9).


HOMILI

Yesaya berseru: “Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk Tuhan. Luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!” (Yes 40:3). Apa sebenarnya yang ingin disampaikan Johannes kepada kita untuk dapat menyongsong kedatangan Yesus secara benar?

Latar belakang ucapan Yohannes Pemandi tentang padang gurun adalah situasi dan kondisi alam konkret yang dihadapinya di daerah Palestina. Yerusalem dikelilingi padang gurun. Barangsiapa mau pergi ke Yerusalem di zaman itu harus menempuh jalan lewat padang gurun dan turun naik lembah. Sebelum menuju ke Yerusalem segala sesuatu yang menghambat perjalanan ke sana harus dihadapi, ditangani dan diperbaiki: lembah ditutup, bukit diratakan, yang berliku-liku diluruskan. Itulah yang dilakukan orang-orang Yahudi yang mau pergi ke Yerusalem untum merayakan Paskah.

Berlatar belakang kenyataan itulah Yohannes Pemandi berseru mengajak orang-orang menyiapkan diri untuk menyambut Almasih yang diharapkan. Apa yang terjadi atau dilakukan manusia secara fisik, jasmani dan tampak itu dilihat dan digunakan Yohannes Pemandi untuk menerangkan apa yang harus terjadi dan dilakukan setiap orang/manusia agar mampu dan pantas menyambut Almasih. Ia menggunakan metafora atau perumpamaan. Yohannes mau mengatakan, bahwa jalan yang harus dibersihkan dan ditempuh manusia bukanlah jalan di tanah daratan kita; bukan di padang gurun, melainkan di dalam hati setiap orang. Jalan yang harus bersih, rata dan tidak berliku-liku itu adalah hati kita! Untuk membangun dan menempuh jalan itu bukan dibutuhkan pekerjaan material, melainkan pekerjaan rohani, yaitu pertobatan.

Pertobatan ini pekerjaan yang berat! Suatu pengalaman yang pahit! Manusia, yaitu kita semua, adalah bagaikan Yerusalem, sebagai suatu kota yang dikelilingi padang gurun. Kita ini tertutup dan dikelilingi kesulitan di dalam diri kita sendiri. Baik Yesaya maupun Yohannes Pemandi berbicara dengan perumpamaan, gambaran, metafora seperti lembah, bukit, jalan berliku-liku atau sukar ditempuh. Bagi kita manusia semua itu adalah kesombongan, kepentingan sendiri, egoisme, kekerasan, kepalsuan, kemunafikan dan banyak lainnya. Yang sering kurang kita perhatikan: misalnya kita ini bukan terutama mabuk karena minuman alkoholik, melainkan mabuk karena kehebatan bakat dan pengetahuan, keindahan wajah, kekayaan, tingkat kedudukan. – Bukankah itulah seruan yang disampaikan Yohannes Pemandi kepada orang-orang sezamannya, namun juga kepada kita sekarang ini?

Seruan Yohannes Pemandi: “Persiapkanlah jalan bagi Tuhan” sangat konkret artinya bagi kita. Yaitu kita semua tanpa kekecualian diajak mengadakan reformasi diri dalam tata hidup kita. Itulah yang disebut pertobatan. Secara moral itu berarti, bahwa bukit-bukit yang harus diratakan dan hambatan-hambatan yang harus disingkirkan ialah kesombongan, kekurangan kasih kepada sesama, ketidakadilan terhadap orang lain, tidak mau mendengarkan suara hati. Sedangkan lembah-lembah yang harus dibuat datar ialah sikap malas, kelalaian, kurang simpatik, kurang pengaturan atau kontrol diri.

Bila kita semua, khususnya selama masa Adven ini, peka dalam mendengarkan seruan Yohannes Pemandi yang menyiapkan hati kita untuk menyambut kedatangan Kristus Almasih kita, kita jangan takut atau ragu-ragu, bahkan merasa tidak mampu melaksanakannya. Sabda Allah yang harus kita dengarkan dan laksanakan bukanlah suatu beban yang menekan. Sebaliknya, sabda Allah merupakan kepastian dan jaminan, bahwa Dia yang memberikan sabda-Nya kepada kita juga akan selalu menyertai kita. Sebenarnya Tuhan Allah-lah yang meratakan bukit-bukit, meluruskan jalan-jalan yang berliku-liku dan membangun jalan-jalan yang lurus dan rata, yang harus kita tempuh. Tugas kita sebagai manusia tak lain tak bukan ialah supaya kita rela dan sungguh menyediakan diri untuk menyertai Allah ikut membangun jalan yang lurus dan benar dalam hati kita untuk diselamatkan.

Seruan Yohannes Pemandi ditujukan kepada semua orang Yahudi, baik kaum Farisi maupun Saduki, ataupun orang-orang biasa namun resminya yang taat pada Taurat. Ternyata kesalehan atau hidup keagamaan resmi lahiriah bukankah jaminan untuk menerima kesalamatan. Sebab bukan merupakan pelaksnaan pertobatan yang sebenarnya. – Bagi kita sekarang ini, yang sudah menerima baptis, jadi resmi menjadi murid Yesus, seruan pertobatan Yohannes Pemandi itu sangat aktual dan relevan. Kita harus membuktikan kesungguhan diri kita sebagai orang yang sudah dibaptis, atau resminya sudah diselamatkan, dengan sungguh-sungguh memahami makna pertobatan dalam hati kita dan melaksanakannya dalam kehidupan sehati-hari. Tiada keselamatan tanpa pertobataan!


Mgr. FX. Hadisumarta O.Carm

kumpulan Homili Mgr. FX. Hadisumarta O.Carm
Sumber: arsip dari www.imankatolik.or.id

No comments:

Post a Comment