H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
Sumber: arsip dari www.imankatolik.or.id
PESTA KELUARGA KUDUS YESUS, MARIA,YUSUF A/2013
Sir 3:2-6.12-14 Kol 3:12-21 Mat 2:13-15.19-23
PENGANTAR
Pada Hari Minggu Pertama sesudah Natal Gereja mengajak kita merayakan Pesta Keluarga Kudus Yesus, Maria dan Yusuf. Dan isi pewartaan yang terdapat di dalam tiga Bacaan pada hari ini (Sirah, surat kepada jemaat di Kolose dan Injil Matius), menunjukkan gambaran Allah Tritunggal sebagai model suatu keluarga yang ideal. Pandangan Kitab Suci itu sangat bermanfaat bagi suami isteri dan anak-anak mereka untuk mengetahui apakah keluarga itu sebenarnya dan bagaimanakah mereka dapat membangun suatu keluarga kristiani sejati.
HOMILI
Dalam Kitab Suci tertulis: “Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej 1:27). Dari sabda Allah itu kita percaya dan yakin, bahwa keluarga adalah suatu pelaksanaan kehendak Allah, yang menciptakan manusia: laki-laki dan perempuan! Marilah kita berusaha memahami makna adanya keluarga yang ideal bagi kita sebagai orang beriman.
Dalam Bacaan II Paulus berkata: “Hai para istri, tunduklah kepada suamimu sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai para suami, kasihilah istrimu, dan janganlah berlaku kasar terhadapnya. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai para bapa, janganlah sakiti hati anakmu supaya jangan tawar hatinya” (Kol 3:18-21). Di dalam kata-kata tersebut kita menemukan pegangan hubungan yang mendasar untuk dilaksanakan dalam keluarga, yakni hubungan yang baik antara suami-istri dan orang tua dan anak-anak.
Hubungan yang pertama (antara suami-istri) sangat penting, sebab hubungan yang kedua (orang tua dan anak-anak) tergantung dari keadaan hubungan yang pertama. Tetapi dalam kenyataan, pandangan atau nasihat Paulus itu tidak mudah dipahami dan ditaati oleh semua orang, sebab setiap orang akan membaca dan memahami nasihat Paulus itu menurut atau dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan mentalitas zamannya. Dalam suratnya Paulus memberi nasihat, agar si suami mengasihi istrinya, tetapi ia juga menasihati si istri untuk tunduk kepada suaminya.
Menurut beberapa budaya dan pandangan orang zaman sekarang, nasihat Paulus tak mudah diterima, sebab laki-laki dan perempuan dianggap sama martabatnya.
Paulus adalah orang Yahudi, tetapi juga memiliki hak romawi dan mengenal dunia dan pemikiran Yunani. Tetapi dalam pandangannya tentang martabat, hak dan ketaatan di antara laki-laki dan perempuan dalam perkawinan dan keluarga, Paulus tidak menunjuk hak/kuasa dan ketaatan/tunduk diri. Ia lebih menekankan hal sikap kesetaraan/kesamaan timbal balik kasih. Kasih sejati hanya mungkin berdasarkan kesamaan timbal balik. Secara kongkret: bukan hanya suami harus mengasihi istrinya, tetapi istri juga harus mengasihi suaminya. Tetapi sebaliknya bukan hanya istri harus tunduk kepada suaminya, suami sebaliknya suami juga harus tunduk kepada istrinya. Sebab kesediaan untuk tunduk adalah suatu segi dan tuntutan kasih! Orang yang mau sungguh mengasihi, bukanlah merendahkan diri untuk tunduk kepada orang yang dikasihinya! Sebaliknya, justru itulah yang membuat dirinya sungguh bahagia! Sebab dengan berbuat demikian, yaitu sebagai suami isteri tunduk satu terhadap yang lain, berarti saling memperhatikan, menghormati dan bertindak sambil mempertimbangkan kehendak dan kondisi istri atau suaminya. Sebelum berbuat sesuatu yang menyangkut dua belah pihak sebagai suami maupun istri, masing-masing tidak akan menentukan sendirian apa yang ingin dilakukannya. Keluarga sejati tidak dikuasai oleh kehendak suami atau istri masing-masing sendiri, melainkan oleh kasih timbal balik yang sejati.
Pandangan tentang perkawinan/keluarga itu diperkaya dengan gambaran alkitabiah tentang Allah. Dalam kutipan Kitab Suci yang disebut pada awal homili ini, di mana ditunjukkan, bahwa hubungan erat antara laki-laki dan perempuan merupakan gambaran tentang Allah (Kej 1:27). Bagaimanakah gambaran ke-samaan hubungan suami-istri dengan Allah? Allah adalah satu dan satu-satunya, namun Ia bukanlah sendirian. Yohannes, Rasul dan Penulis Injil, dalam suratnya mengatakan bahwa Allah adalah kasih. Dan kasih bukanlah untuk diri sendiri, menuntut adanya hubungan timbal balik. Karena itu menurut ajaran iman kristiani, - memang sebagai suatu misteri -, Allah yang hanya satu itu adalah Allah Tritunggal. Jadi dalam Allah ada kesatuan dan keanekaan. Artinya, meskipun ada tiga pribadi, Bapa, Putera dan Roh Kudus, ketiganya itu tetap satu. Ada kesatuan kodrat, kehendak, pikiran, dan satu kasih, namun ada perbedaan sifat dan pribadi. Nah, disitulah gambaran Allah Tritunggal merupakan model pasangan suami-istri sejati. Ada kesatuan, namun ada keanekaan. Keluarga kita sebagai manusia harus mencerminkan kesatuan Allah Tritunggal. Keanekaragaman pribadi bukanlah sumber pertentangan, tetapi justru merupakan sumber kesatuan untuk makin mampu untuk saling mengasihi.
Dalam keluarga, laki-laki dan perempuan sebagai suami dan istri ibaratnya merupakan satu daging, satu hati dan satu jiwa, meskipun lain kelamin dan pribadinya. Kesatuan itulah yang juga terungkap dalam bahasa pergaulan keluarga sehari-hari. Misalnya, orang tua berkata: “Bapamu dan aku”, atau “Ibumu dan aku”, seperti juga diucapkan oleh Maria, ketika menyapa Yesus yang hilang dan dicari selama tiga hari oleh Maria dan Yusuf, dan diketemukan di Bait Allah di Yerusalem. Maria berkata: “Nak, mengapa Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau” (Luk 2:48).
Itulah gambaran ideal tentang keluarga yang harus kita pahami dan usahakan perwujudannya. Dalam perkembangan masyarakat kita dewasa ini yang makin maju namun sekaligus makin kompleks, kita berikhtiar membentuk suatu keluarga sejati menurut teladan Keluarga Yesus, Maria,Yusuf di Nasaret. Syarat mutlak, yang harus dipenuhi seperti dalam hidup keluarga di Nasaret ialah: kasih sejati.
Mgr. FX. Hadisumarta O.Carm
No comments:
Post a Comment